Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
Kelompok 2
Dosen:
Inggris merupakan salah satu negara di Eropa yang menjadi tempat bagi imigran Afrika.
Tahun 1650an merupakan awal para imigran di Inggris mulai meningkat secarasignifikan
melibatkan para masyarakat kulit hitam Afrika, di antaranya menukar bahan tekstil atau
persenjataan dengan budak Afrika. Sejak saat itu, perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat
Memasuki abad ke-20, isu rasisme ini semakin tumbuh di Inggris dan mulai mengarah ke
serangan-serangan fisik. Di abad ini pula, isu rasisme kini mulai merebak dan mengontaminasi
beberapa sektor lain dalam konteks kemasyarakatan Inggris secara umum, seperti pendidikan dan
olahraga.
2. Apa dan bagaimana peran Commission for Racial Equality (CRE) di Inggris sebagai
rasisme.
Pada musim semi 1998 Komisi Inggris untuk Persamaan Ras atau Commission for Racial
Equality (CRE) merencanakan sebuah rencana yang kontroversi untuk menantang rasisme di
Inggris. Untuk itu mereka menunjukkan kepada masyarakat luas dan politisi bahwa rasisme itu
tidak baik menurut CRE Akan tetapi menyangkut rasisme di inggris mereka menganggap tentang
CRE dibentuk pada tahun 1976 di bawah Race Relations Act, didanai oleh Home Office dan
untuk mendorong hubungan baik antara orang-orang dari latar belakang ras yang berbeda
untuk memantau cara Race Relations Act bekerja dan memberikan arahan perbaikan dan
CRE juga membawa angin segar kepada para korban rasis dan CRE juga menerima banyak
pujian dalam hal ini. Ada suatu ketika CRE menjadi objek kritik keras dari warga negara irladia
yang bekerja di inggris dimana surat kabar yang berisi bahwa CRE Terlalu liberal dan bebas
Pada 1997 dan awal 1998 media mulai prihatin bahwa di inggris tidak ada bukti dari 'masalah
rasisme' di Inggris dan jika ada masalah tersebut itu ada di benak CRE tersebut. CRE merasa
berbeda dan jauh dari sorotan media, menugaskan penelitian yang dicari bukti kuantitatif dan
kualitatif tentang pandangan nyata dan perasaan orang kulit hitam, Asia dan putih tentang rasisme
di inggris.
Pada akhir 1997 para peneliti meneliti kasus ini, melalui perusahaan independen dan mulai
mengumpulkan pandangan orang biasa dari kelompok ras yang berbeda di Inggris tentang isu
temuan rasisme. Dalam hasilnya, menunjukkan bahwa sebagian besar responden kulit hitam dan
Asia menyatakan bahwa dari sudut pandang mereka, rasisme adalah masih menjadi masalah dalam
masyarakat Inggris. Mereka merasa, bahwa meskipun telah terjadi perubahan. Rasisme pada akhir
tahun 1990-an muncul lagi secara lebih halus, meskipun kadang-kadang dilaporkan sebagai orang
yang terang-terangan dan hitam merasa paling kuat didiskriminasi. responden putih menunjukkan
tapi terutama, banyak laporan yang positif dari kelompok ini menunjukkan tingkat 'kualifikasi'
Banyak dari hasil kutipan penelitian ini seperti pernyataan sebagai berikut
'' Aku bukan rasis, tapi Mereka mengambil alih negeri ini maka dalam hal ini bisa di katakana
CRE menyadari mereka mendapat banyak laporan mengenai rasis yang dilakukan secara lebih
halus dan CRE juga memiliki sejumlah tantangan di tahun tahun mendatang
Komisi mengakui itu harus bergerak dari mulai menegaskan kebutuhan untuk toleransi ras untuk
Pada september ini di sepakati bahwa media media akan memberikan kampanye kampnye
mengenai stop rasis di inggris akan tetapi di hari kedua atau hari ketiga kampanye yang muncul
pada tanggal 16 september 1998 call center iklan menerima 10 telepon masyarakat memprotes
tentang poster yang ada di media. Bahkan ada seorang pria di London sampai menanyakan ini
Di beberapa hari berikutnya ada sebanyak 49 telepon keluhan mengenai iklan yang di
edarkan sangat offensive atau menyerang suatu pihak ke esokan harinya ASA selaku media yang
menerbitkan iklan mengenai malah menyalahkan pihak CRE bahwa merekalah yang salah dalam
iklan tersebut guna menyelamatkan nama baik mereka sehingga ke esokan harinya banyak berita
yang memberitakan bahwa ASA vs CRE sedang berperang dalam mengembalikan atau
menyelamatkan nama baik mereka masing masing dalam hal ini CRE mengaku bersalah
kurangnya kordinasi yang baik mengenai kampanye yang di galakan sehingga bukan membuat
masyarakat peka terhadap rasisme melainkan seakan memberikan contoh bagaimana rasisme itu
terjadi sehingga CRE membuat sebuah siaran pers di hari ke 5 setelah iklan pertama terbit
menerangkan bahwa dengan judul mayoritas orang orang diam dan puas dalam kegagalan
Dalam teks yang dirilis, Sir Herman Ouseley mengatakan "Kampanye ini dirancang untuk
memaksa orang ke dalam mempertimbangkan sikap pribadi mereka sendiri tentang rasisme dan
secara khusus dimaksudkan untuk mendorong reaksi yang baik itu keluhan atau kutukan terhadap
rasisme yang ada tetapi masyarakat salah menggap kampanye yang di galakan tidak memihak
Tujuan dari strategi iklan untuk kampanye tanggung jawab pribadi adalah:
1. Untuk memberikan titik acuan bagi masyarakat untuk memeriksa kembali sikap mereka
sendiri terhadap rasisme, khususnya kepada konsumen, kerja, hukum dan ketertiban
Hasil Hasil pertemuan antara biro iklan, konsultan PR dan staf CRE adalah
Kekuatan
1. Cakupan lain untuk CRE dari setiap kampanye sebelumnya. 2. Posisi CRE yang tinggi,
kualitas yang tajam, siap untuk mengambil masalah serius. 3. Media perikalan memberi
platform yang ideal untuk ketua CRE untuk menempatkan titik nya. 4. Titik awal
Kelemahan
1. Media yang tidak diketahui namanya tidak bekerja dengan baik. 2. Hubungan buruk antara
CRE dan ASA. 3. Kontrol pesan - liputan media lebih kepada tentang kampanye daripada
masalah.
Peluang
menit pada rasisme di Inggris pada bulan Oktober sebagai hasil dari kampanye.
2. Putusan ASA - memberikan CRE tujuan lain - CRE menyesal.
Ancaman
1. Avon dan Polisi Somerset membuatnya mustahil untuk menjaga keterlibatan CRE untuk
2. Proses ajudikasi/pengadilan datang dalam waktu singkat - semua poster CRE masa depan
Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi
oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang dilatarbelakangi
keanekaragaman ras manusia ini telah lama menjadi isu atau masalah serius yang sepatutnya
Kasus terapan rasisme sendiri sebenarnya berbeda di tiap negara, karena pengaruh latar
belakang sejarah dan kebudayaan masing-masing. Demikian halnya yang terjadi di Indonesia. Jika
di Amerika rasisme terjadi karena bangsa kulit putih merasa lebih superior dibandingkan dengan
kulit hitam, di Indonesia rasisme terjadi karena sentimen negatif terhadap bangsa pendatang yang
dirasakan oleh penduduk pribumi yang menganggap dirinya penduduk asli. Namun, jika dahulu
diskriminasi rasial begitu kentara dan dilakukan pada ras yang dianggap minor, kini diskriminasi
rasial hadir dalam bentuk yang jauh lebih terselubung. Banyak orang memilih untuk mengingkari
keberadaan diskriminasi ras dalam kehidupan mereka dan memilih menganggap bahwa semuanya
baik-baik saja. Padahal tidak demikian adanya. Keberadaan diskriminasi rasial dalam kehidupan
keseharian kita tidak dapat dipungkiri. Rasisme telah mengakar dalam berbagai bagian dari hidup
kita, sebut saja lingkungan, komunitas, dan dunia kerja profesional. Suka tidak suka, itu
Di Indonesia sendiri rasisme sudah mejadi hal yang lazim dilakukan sehari-hari. Sebagai
contoh rasisme terhadap kaum Tionghoa atau Cina. Diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa di
Indonesia sudah dimulai semenjak masa Kolonial Belanda. Bahkan pada tahun 1740 di bawah
perintah Gubernur Jendral Valckenier terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Tionghoa
di Batavia. 10.000 orang etnis Tionghoa ditumpas habis. Pembantaian yang dilakukan Belanda
secara besar-besaran terhadap orang Tionghoa dimaksudkan agar kalangan bisnis etnis Tionghoa
ini betul-betul tunduk terhadap Belanda. Itu sebabnya tidak banyak muncul oposisi-oposisi dari
kalangan etnis Tionghoa. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa tidak berhenti hanya pada masa
Kolonial Belanda, namun terus berlanjut hingga Orde lama dan Orde Baru.
Pemerintahan Presiden Soekarno pada era 1959-1960 adalah masa dimana etnis Tionghoa
sungguh terdiskriminasi dalam wajah yang sangat rasialis. Pengejaran terhadap orang-orang
Tionghoa ketika itu merupakan bagian dari pelaksanaan serta pengembangan politik anti Tionghoa
pada 1956. Konsep pemikiran dari pemerintah mengenai nasionalisasi perusahaan telah sangat
Pada 14 Mei 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 10/1959 yang isinya menetapkan
bahwa semua usaha dagang kecil milik orang asing di tingkat desa tidak diberi izin lagi setelah 31
desember 1959. Peraturan ini terutama ditujukan pada pedagang kecil Tionghoa yang merupakan
bagian terbesar orang-orang asing yang melakukan usaha ditingkat desa. Alhasil, semakin
mengeraslah perlakuan rasis terhadap orang Tionghoa di Indonesia. Bahkan sebagai akibat dari PP
No. 10/1959 itu, selama tahun 1960-1961 tercatat lebih dari 100.000 orang Tionghoa
meninggalkan Indonesia dan secara tipikal mereka mengalami banyak kesengsaraan. Disatu pihak
karena intrik-intrik politik negara Indonesia dan Tiongkok dan di lain pihak meningkatnya terror
Sebutan orang Cina oleh sebagian besar Rakyat Indonesia dan perlakuan aparat militer
yang menjadi alat negara telah mampu mendiskreditkan etnis Tionghoa sebagai kaum pendatang
yang harus tunduk pada masyarakat yang punya tanah kelahiran (pribumi). Namun kenyataan
menjadi paradoks ketika lobi-lobi penguasa tempo itu tidak bisa menghindar dari sebagian elit
etnis Cina. Rasa dendam terhadap etnis Cina semakin memberi kekuatan baru bagi perjuangan
meminggirkan etnis Cina. Disisi yang lain, bangkitnya semangat nasionalisme yang cenderung
mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang menunjukkan betapa suramnya
Pada tanggal 7 juni 1967, Soeharto mengeluarkan surat edaran Kebijakan Pokok
Penyelesaian Masalah Cina yang isinya menyatakan bahwa etnis Tionghoa WNA yang beritikad
baik akan mendapat jaminan keamanan dan perlindungan atas kehidupan, kepemilikan, dan
usahanya. Surat edaran ini kemudian di tindak lanjuti dengan Keputusan Presiden pada Desember
1967 yang isinya menyatakan bahwa Pemerintah tidak membedakan antara Tionghoa WNA dan
Tionghoa WNI. Untuk menghindari eksklusifisme rasial maka pemerintah memilih untuk
mengasimilasikan orang-orang etnis Tionghoa itu dan melakukan berbagai usaha untuk
4. Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional Tionghoa di muka
umum
sendiri adalah kepentingan politik ekonomi pemerintah di masing-masing masa. Di masa Orde
Baru ini kata diskriminasi rasial nyaris tidak terdengar, dan memang tidak disebutkan, bahkan
dilarang untuk diperbincangkan. Rasisme diperhalus dengan istilah SARA (Suku, Agama, Ras,
dan Antargolongan). Implikasinya adalah segala hal yang berbau rasisme dikatakan SARA, yang
berarti tidak boleh diributkan dan semua dibiarkan begitu saja, tanpa adanya tindak lanjut berarti
dari pemerintah. Ini merupakan suatu kesengajaan yang dibuat pemerintah sekaligus bentuk
Diskriminasi yang dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia ini jelas merupakan
serangkaian pelanggaran hak asasi manusia yang dimiliki oleh etnis Tionghoa di Indonesia.
Padahal salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum pada pembukaan undang-undang dasar
negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia. Para etnis Tionghoa ini merupakan warga negara Indonesia. Walaupun mereka orang
keturunan (bukan asli indonesia) tapi mereka telah berasimilasi dan mereka merasa diri mereka
adalah orang Indonesia. Bukannya seperti perlakuan sentimen yang dilakukan oleh para orang
pribumi. Maka sudah selayaknya mereka mendapat perlakuan yang sama, dilindungi seperti warga
negara Indonesia yang lain (pribumi); karena mereka juga bagian dari Bangsa Indonesia, Warga
Negara Indonesia.
Belum adanya lembaga resmi penegakan rasisme di Indonesia menjadi kendala yang sulit
belum berfungsi sepenuhnya. Realita lain nya baik korban maupun saksi tidak menindak
mempolisikannya.
Sangat sering di Indonesia dilakukan kampanye-kampanye anti rasisme. Baik itu oleh
Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2008 tentang
"Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain
berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1,
angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
Pasal 4 UU No 40 tahun 2008 sendiri berbunyi Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:
ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan,
atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang
2. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang
berupa perbuatan
tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain
c) mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
d) melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul,
dan etnis
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
Acaman pidana dari pelanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE ini diatur dalam pasal 45 ayat 2 UU ITE
yaitu penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau dena paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu
miliar rupiah).
Sudah jelas bahwa undang-undang melarang setiap perilaku individu atau kelompok untuk
melakukan tindakan rasisme terhadap individu atau kelompok lain baik itu lisan maupun tulisan.
kampanye anti rasisme untuk menyadarkan betapa pentingnya Bhineka Tunggal Ika, bahkan
indonesia maupun dunia memperingati Hari Anti Diskriminasi Rasial untuk mengingatkan
Rasisme perlu diminimalisir jika tidak dapat dihilangkan, karena rasisme akan
menimbulkan rasa superioritas ras tertentu yang akan berujung pada penindasan dan pembatasan.
Padahal sesungguhnya tiap ras mempunyai ciri khas, keunikan, kelebihan, dan tentunya
dan kesepakatan hak asasi manusia yang berlaku universal bahwa sesungguhnya setiap manusia
adalah sama dan tidak seharusnya ada pembedaan atau batasan bagi ras atau golongan tertentu,
bahwa setiap manusia memiliki harkat, martabat, dan derajat yang sama.
Kebersamaan adalah solusi untuk menangkal pengaruh rasisme dalam kehidupan kita
sebagai manusia sosial. Karena dengan meningkatkan semangat kebersamaan akan terjadi
pembauran tanpa memandang perbedaan, yang akan berujung pada persatuan dan kesatuan,
sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini dimana semua orang di dunia
mempunyai harkat dan martabat yang setara, dapat hidup rukun dan selaras antara satu dengan
Untuk mencapai persatuan yang demikian tentunya membutuhkan waktu, tenaga, biaya,
proses yang tidak sebentar, juga perencanaan, penerapan, pelaksanaan yang baik, serta niat yang
tulus dan pikiran yang terbuka untuk mau menerima perbedaan dan menghormatinya secara
keagamaan di seluruh dunia juga sudah seringkali melakukan berbagai upaya mengatasi masalah
rasisme, antara lain melalui konferensi, seminar, peluncuran media yang dapat berpengaruh pada
masyarakat (buku, situs web, kolom surat kabar, dan lain-lain), acara yang ditujukan demi
pembauran, pameran, sampai pada rekonstruksi kejadian sejarah yang berhubungan dengan
rasisme.
Baik di Inggris maupun Indonesia rasisme merupakan masalah yang cukup sulit
dihilangkan. Seandainya saja Indonesia memiliki komisi sendiri dalam menangani rasisme (selain
HAM) seperti negara Inggris, maka rasisme di negeri ini akan dapat di minimalisir. Serta
Kesimpulan
Rasisme dan diskriminasi rasial memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dan
termasuk genosida (pemusnahan ras), seperti warga Inggris terhadap kaum Asia dan negro.
Keberadaan rasisme disebabkan oleh ego ras tertentu (biasanya ras yang dominan dari segi
jumlah atau populasi) yang merasa bahwa mereka lebih superior sehingga mereka berhak
mengatur ras minor. Salah satu latar belakang di balik keberadaan rasisme adalah latar belakang
sejarah, budaya, dan agama yang dikaitkan dengan keberagaman ras yang melekat pada tiap
manusia.
dan di tanggulangi. Seperti di Inggris ada CRE, indonesia memerlukan lembaga serupa disamping
Isu rasisme adalah isu yang sudah sangat berakar dan dapat ditemui di hampir tiap negara,
dan salah satu solusi yang efektif adalah melalui pembauran. Dan pembauran dapat dicapai dengan
kebersamaan, dengan ikatan sebuah perasaan bahwa tidak apa-apa bila bergaul dengan orang yang
berbeda.
Daftar Pustaka
Danny, Moss and Barbara DeSanto. 2002. Public Relations Cases International Perspective. New
http://qorina.mywapblog.com/siapakah-yang-lebih-rasis-dan-sara-pribu.xhtml
http://medan.tribunnews.com/2016/01/08/lo-jangan-rasis-aku-sama-kau-sama-sama-warga
indonesia
www.Jpnn.com/read/2008/10/28/8973/rasis-dan-diskriminatif-didenda-Rp-500-juta
www.brilio.net/news/hati-hati-bersikap-rasis-di-medsos-ini-pasal-yang-bisa-menjeratmu
160302a.html
Controversy.rocks/2015/02/10/orang-indonesia-itu-rasis/
http://officialgaris.blogspot.co.id/
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/957/BAB%20I.pdf
thesis.umy.ac.id/datapublik/t4190.pdf
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160842-RB10A89p-Penggambaran%20rasisme.pdf