Вы находитесь на странице: 1из 17

RACISM CONDEMN IT OR CONDONE IT THE COMMISSION FOR

RACIAL EQUALITYS PERSONAL RESPONSIBILITY CAMPAIGN.


ADAM ROSCOE.

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Humas Internasional

Oleh:

Kelompok 2

Ratna Wulandari 142050395

Aulia Nurhasanah 142050382

Ratih Adhicandra 152050045

Gezi Rezki RM.P 152050427

Dosen:

Sisca Puspita Sari, S.IP.,M.Ikom

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
TP. 2017/2018
Latar Belakang, Maksud Dan Tujuan

Inggris merupakan salah satu negara di Eropa yang menjadi tempat bagi imigran Afrika.

Tahun 1650an merupakan awal para imigran di Inggris mulai meningkat secarasignifikan

jumlahnya akibat adanya triangular trade di Bristol, Liverpool, dan London.

Jenis perdagangan ini membuat pedagang-pedagang Inggris melakukan barter dengan

melibatkan para masyarakat kulit hitam Afrika, di antaranya menukar bahan tekstil atau

persenjataan dengan budak Afrika. Sejak saat itu, perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat

imigran Afrika di Inggris mulai mengemuka.

Memasuki abad ke-20, isu rasisme ini semakin tumbuh di Inggris dan mulai mengarah ke

serangan-serangan fisik. Di abad ini pula, isu rasisme kini mulai merebak dan mengontaminasi

beberapa sektor lain dalam konteks kemasyarakatan Inggris secara umum, seperti pendidikan dan

olahraga.

Maka dari itu kelompok dua memiliki maksud sebagai berikut:

1. Apa yang terjadi di Inggris 1998 silam?

2. Apa dan bagaimana peran Commission for Racial Equality (CRE) di Inggris sebagai

komisi anti rasisme?

3. Apa strategi yang dilakukakn CRE dalam melawan rasisme di inggris?

4. Apa kaitan rasisme di Inggris dengan di Indonesia?

5. Bagaimana cara Indonesia dalam melawan rasisme?

Adapun tujuan dari penulisan adalah:

1. Membahas kasus di Inggris 1998 silam.


2. Membahas peran Commission for Racial Equality (CRE) di Inggris sebagai komisi anti

rasisme.

3. Membahas strategi yang dilakukakn CRE dalam melawan rasisme di inggris.

4. Membahas dan mengaitkan rasisme di Inggris dengan di Indonesia.

5. Membahas cara Indonesia dalam melawan rasisme.


Case 2 : Racism condemn it or condone it The Commission for Racial

Equalitys personal responsibility campaign. Adam Roscoe

Pada musim semi 1998 Komisi Inggris untuk Persamaan Ras atau Commission for Racial

Equality (CRE) merencanakan sebuah rencana yang kontroversi untuk menantang rasisme di

Inggris. Untuk itu mereka menunjukkan kepada masyarakat luas dan politisi bahwa rasisme itu

tidak baik menurut CRE Akan tetapi menyangkut rasisme di inggris mereka menganggap tentang

rasisme adalah kepuasan kepuasan tersendiri .

CRE dibentuk pada tahun 1976 di bawah Race Relations Act, didanai oleh Home Office dan

dibebani dengan sejumlah tugas, diantaranya:

bekerja untuk menghapusan diskriminasi ras dan kesetaraan yang sama

untuk mendorong hubungan baik antara orang-orang dari latar belakang ras yang berbeda

untuk memantau cara Race Relations Act bekerja dan memberikan arahan perbaikan dan

mengambil tindakan hukum

CRE juga membawa angin segar kepada para korban rasis dan CRE juga menerima banyak

pujian dalam hal ini. Ada suatu ketika CRE menjadi objek kritik keras dari warga negara irladia

yang bekerja di inggris dimana surat kabar yang berisi bahwa CRE Terlalu liberal dan bebas

menurut pempinan penulis surat kabar di inggris.

Pada 1997 dan awal 1998 media mulai prihatin bahwa di inggris tidak ada bukti dari 'masalah

rasisme' di Inggris dan jika ada masalah tersebut itu ada di benak CRE tersebut. CRE merasa

berbeda dan jauh dari sorotan media, menugaskan penelitian yang dicari bukti kuantitatif dan

kualitatif tentang pandangan nyata dan perasaan orang kulit hitam, Asia dan putih tentang rasisme

di inggris.
Pada akhir 1997 para peneliti meneliti kasus ini, melalui perusahaan independen dan mulai

mengumpulkan pandangan orang biasa dari kelompok ras yang berbeda di Inggris tentang isu

temuan rasisme. Dalam hasilnya, menunjukkan bahwa sebagian besar responden kulit hitam dan

Asia menyatakan bahwa dari sudut pandang mereka, rasisme adalah masih menjadi masalah dalam

masyarakat Inggris. Mereka merasa, bahwa meskipun telah terjadi perubahan. Rasisme pada akhir

tahun 1990-an muncul lagi secara lebih halus, meskipun kadang-kadang dilaporkan sebagai orang

yang terang-terangan dan hitam merasa paling kuat didiskriminasi. responden putih menunjukkan

beberapa sikap positif terhadap etnis minoritas,

tapi terutama, banyak laporan yang positif dari kelompok ini menunjukkan tingkat 'kualifikasi'

sehubungan komunitas kulit hitam dan Asia.

Banyak dari hasil kutipan penelitian ini seperti pernyataan sebagai berikut

Banyak teman-teman saya yang hitam / Asia, tapi..... ''

'' Aku bukan rasis, tapi Mereka mengambil alih negeri ini maka dalam hal ini bisa di katakana

mereka rasis tapi mengatakan secara tidak langsung.

Target dan Sasaran CRE

CRE menyadari mereka mendapat banyak laporan mengenai rasis yang dilakukan secara lebih

halus dan CRE juga memiliki sejumlah tantangan di tahun tahun mendatang

Komisi mengakui itu harus bergerak dari mulai menegaskan kebutuhan untuk toleransi ras untuk

secara aktif memperjuangkan nilai keanekaragaman yang ada.


Campaign activation 16 September 1998

Pada september ini di sepakati bahwa media media akan memberikan kampanye kampnye

mengenai stop rasis di inggris akan tetapi di hari kedua atau hari ketiga kampanye yang muncul

pada tanggal 16 september 1998 call center iklan menerima 10 telepon masyarakat memprotes

tentang poster yang ada di media. Bahkan ada seorang pria di London sampai menanyakan ini

bukan trick marketing dalem mengiklankan kan?

Di beberapa hari berikutnya ada sebanyak 49 telepon keluhan mengenai iklan yang di

edarkan sangat offensive atau menyerang suatu pihak ke esokan harinya ASA selaku media yang

menerbitkan iklan mengenai malah menyalahkan pihak CRE bahwa merekalah yang salah dalam

iklan tersebut guna menyelamatkan nama baik mereka sehingga ke esokan harinya banyak berita

yang memberitakan bahwa ASA vs CRE sedang berperang dalam mengembalikan atau

menyelamatkan nama baik mereka masing masing dalam hal ini CRE mengaku bersalah

kurangnya kordinasi yang baik mengenai kampanye yang di galakan sehingga bukan membuat

masyarakat peka terhadap rasisme melainkan seakan memberikan contoh bagaimana rasisme itu

terjadi sehingga CRE membuat sebuah siaran pers di hari ke 5 setelah iklan pertama terbit

menerangkan bahwa dengan judul mayoritas orang orang diam dan puas dalam kegagalan

menyadarkan masyarakat menganai rasis yang terjadi.

Dalam teks yang dirilis, Sir Herman Ouseley mengatakan "Kampanye ini dirancang untuk

memaksa orang ke dalam mempertimbangkan sikap pribadi mereka sendiri tentang rasisme dan

secara khusus dimaksudkan untuk mendorong reaksi yang baik itu keluhan atau kutukan terhadap

rasisme yang ada tetapi masyarakat salah menggap kampanye yang di galakan tidak memihak

melainkan menyudutkan masyarakat yang menderita rasis


Strategi CRE

Tujuan dari strategi iklan untuk kampanye tanggung jawab pribadi adalah:

1. Untuk memberikan titik acuan bagi masyarakat untuk memeriksa kembali sikap mereka

sendiri terhadap rasisme, khususnya kepada konsumen, kerja, hukum dan ketertiban

2. Untuk mendesak tindakan secara individual untuk menantang rasisme

3. Untuk menyediakan tempat untuk mengeluh.

Hasil Hasil pertemuan antara biro iklan, konsultan PR dan staf CRE adalah

dalam bentuk analisis SWOT sebagaimana tercantum di bawah ini:

Kekuatan

1. Cakupan lain untuk CRE dari setiap kampanye sebelumnya. 2. Posisi CRE yang tinggi,

kualitas yang tajam, siap untuk mengambil masalah serius. 3. Media perikalan memberi

platform yang ideal untuk ketua CRE untuk menempatkan titik nya. 4. Titik awal

berlangsungnya kampanye. 5. Cakupan Regional.

Kelemahan

1. Media yang tidak diketahui namanya tidak bekerja dengan baik. 2. Hubungan buruk antara

CRE dan ASA. 3. Kontrol pesan - liputan media lebih kepada tentang kampanye daripada

masalah.

Peluang

1. Berlangsungnya bunga editorial - tindak lanjut - "Heart of the Matter" menghabiskan 40

menit pada rasisme di Inggris pada bulan Oktober sebagai hasil dari kampanye.
2. Putusan ASA - memberikan CRE tujuan lain - CRE menyesal.

Ancaman

1. Avon dan Polisi Somerset membuatnya mustahil untuk menjaga keterlibatan CRE untuk

keluar dari sorotan media.

2. Proses ajudikasi/pengadilan datang dalam waktu singkat - semua poster CRE masa depan

akan diperiksa selama dua tahun.

3. Kontrol pesan - isu ras melawan masalah iklan.


Rasisme Di Indonesia

Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi

oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang dilatarbelakangi

keanekaragaman ras manusia ini telah lama menjadi isu atau masalah serius yang sepatutnya

mendapatkan perhatian lebih dari negara, pemerintah, dan masyarakat sendiri.

Kasus terapan rasisme sendiri sebenarnya berbeda di tiap negara, karena pengaruh latar

belakang sejarah dan kebudayaan masing-masing. Demikian halnya yang terjadi di Indonesia. Jika

di Amerika rasisme terjadi karena bangsa kulit putih merasa lebih superior dibandingkan dengan

kulit hitam, di Indonesia rasisme terjadi karena sentimen negatif terhadap bangsa pendatang yang

dirasakan oleh penduduk pribumi yang menganggap dirinya penduduk asli. Namun, jika dahulu

diskriminasi rasial begitu kentara dan dilakukan pada ras yang dianggap minor, kini diskriminasi

rasial hadir dalam bentuk yang jauh lebih terselubung. Banyak orang memilih untuk mengingkari

keberadaan diskriminasi ras dalam kehidupan mereka dan memilih menganggap bahwa semuanya

baik-baik saja. Padahal tidak demikian adanya. Keberadaan diskriminasi rasial dalam kehidupan

keseharian kita tidak dapat dipungkiri. Rasisme telah mengakar dalam berbagai bagian dari hidup

kita, sebut saja lingkungan, komunitas, dan dunia kerja profesional. Suka tidak suka, itu

merupakan sebuah fakta yang harus kita sikapi secara bijaksana.

Di Indonesia sendiri rasisme sudah mejadi hal yang lazim dilakukan sehari-hari. Sebagai

contoh rasisme terhadap kaum Tionghoa atau Cina. Diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa di

Indonesia sudah dimulai semenjak masa Kolonial Belanda. Bahkan pada tahun 1740 di bawah

perintah Gubernur Jendral Valckenier terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap etnis Tionghoa

di Batavia. 10.000 orang etnis Tionghoa ditumpas habis. Pembantaian yang dilakukan Belanda
secara besar-besaran terhadap orang Tionghoa dimaksudkan agar kalangan bisnis etnis Tionghoa

ini betul-betul tunduk terhadap Belanda. Itu sebabnya tidak banyak muncul oposisi-oposisi dari

kalangan etnis Tionghoa. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa tidak berhenti hanya pada masa

Kolonial Belanda, namun terus berlanjut hingga Orde lama dan Orde Baru.

Diskriminasi rasial Masa Orde Lama

Pemerintahan Presiden Soekarno pada era 1959-1960 adalah masa dimana etnis Tionghoa

sungguh terdiskriminasi dalam wajah yang sangat rasialis. Pengejaran terhadap orang-orang

Tionghoa ketika itu merupakan bagian dari pelaksanaan serta pengembangan politik anti Tionghoa

pada 1956. Konsep pemikiran dari pemerintah mengenai nasionalisasi perusahaan telah sangat

meminggirkan usaha milik orang-orang etnis Tionghoa.

Pada 14 Mei 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 10/1959 yang isinya menetapkan

bahwa semua usaha dagang kecil milik orang asing di tingkat desa tidak diberi izin lagi setelah 31

desember 1959. Peraturan ini terutama ditujukan pada pedagang kecil Tionghoa yang merupakan

bagian terbesar orang-orang asing yang melakukan usaha ditingkat desa. Alhasil, semakin

mengeraslah perlakuan rasis terhadap orang Tionghoa di Indonesia. Bahkan sebagai akibat dari PP

No. 10/1959 itu, selama tahun 1960-1961 tercatat lebih dari 100.000 orang Tionghoa

meninggalkan Indonesia dan secara tipikal mereka mengalami banyak kesengsaraan. Disatu pihak

karena intrik-intrik politik negara Indonesia dan Tiongkok dan di lain pihak meningkatnya terror

dalam perbatasan-perbatasan Indonesia sendiri.

Sebutan orang Cina oleh sebagian besar Rakyat Indonesia dan perlakuan aparat militer

yang menjadi alat negara telah mampu mendiskreditkan etnis Tionghoa sebagai kaum pendatang

yang harus tunduk pada masyarakat yang punya tanah kelahiran (pribumi). Namun kenyataan
menjadi paradoks ketika lobi-lobi penguasa tempo itu tidak bisa menghindar dari sebagian elit

etnis Cina. Rasa dendam terhadap etnis Cina semakin memberi kekuatan baru bagi perjuangan

meminggirkan etnis Cina. Disisi yang lain, bangkitnya semangat nasionalisme yang cenderung

mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang menunjukkan betapa suramnya

rasialisme itu di wajah Negara Republik Indonesia.

Diskriminasi Rasial Masa Orde Baru

Pada tanggal 7 juni 1967, Soeharto mengeluarkan surat edaran Kebijakan Pokok

Penyelesaian Masalah Cina yang isinya menyatakan bahwa etnis Tionghoa WNA yang beritikad

baik akan mendapat jaminan keamanan dan perlindungan atas kehidupan, kepemilikan, dan

usahanya. Surat edaran ini kemudian di tindak lanjuti dengan Keputusan Presiden pada Desember

1967 yang isinya menyatakan bahwa Pemerintah tidak membedakan antara Tionghoa WNA dan

Tionghoa WNI. Untuk menghindari eksklusifisme rasial maka pemerintah memilih untuk

mengasimilasikan orang-orang etnis Tionghoa itu dan melakukan berbagai usaha untuk

memutuskan hubungan mereka dengan leluhur mereka.

Proses asimilasi ini terlihat dalam :

1. Aturan penggantian nama

2. Melarang segala bentuk penerbitan degan bahasa serta aksara Cina

3. Membatasi kegiatan-kegiatan keagamaan hanya dalam keluarga

4. Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional Tionghoa di muka

umum

5. Melarang sekolah-sekolah Tionghoa dan menganjurkan anak-anak Tionghoa untuk masuk

ke sekolah umum negeri atau swasta


Benang merah yang menjadi latar belakang terjadinya diskriminasi rasial di Indonesia

sendiri adalah kepentingan politik ekonomi pemerintah di masing-masing masa. Di masa Orde

Baru ini kata diskriminasi rasial nyaris tidak terdengar, dan memang tidak disebutkan, bahkan

dilarang untuk diperbincangkan. Rasisme diperhalus dengan istilah SARA (Suku, Agama, Ras,

dan Antargolongan). Implikasinya adalah segala hal yang berbau rasisme dikatakan SARA, yang

berarti tidak boleh diributkan dan semua dibiarkan begitu saja, tanpa adanya tindak lanjut berarti

dari pemerintah. Ini merupakan suatu kesengajaan yang dibuat pemerintah sekaligus bentuk

rasisme yang paling kejam.

Diskriminasi yang dialami oleh etnis Tionghoa di Indonesia ini jelas merupakan

serangkaian pelanggaran hak asasi manusia yang dimiliki oleh etnis Tionghoa di Indonesia.

Padahal salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum pada pembukaan undang-undang dasar

negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah

Indonesia. Para etnis Tionghoa ini merupakan warga negara Indonesia. Walaupun mereka orang

keturunan (bukan asli indonesia) tapi mereka telah berasimilasi dan mereka merasa diri mereka

adalah orang Indonesia. Bukannya seperti perlakuan sentimen yang dilakukan oleh para orang

pribumi. Maka sudah selayaknya mereka mendapat perlakuan yang sama, dilindungi seperti warga

negara Indonesia yang lain (pribumi); karena mereka juga bagian dari Bangsa Indonesia, Warga

Negara Indonesia.

Belum adanya lembaga resmi penegakan rasisme di Indonesia menjadi kendala yang sulit

untuk menghapuskan rasisme di Indonesia. Alih-alih dibuatnya undang-undang mengenai rasisme

di Indonesia akan menanggulangi masalah tersebut. Namun kenyataannya, undang-undang terkait

belum berfungsi sepenuhnya. Realita lain nya baik korban maupun saksi tidak menindak

mempolisikannya.
Sangat sering di Indonesia dilakukan kampanye-kampanye anti rasisme. Baik itu oleh

pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial masyarakat yang bergerak. Pada kenyataanya,

rasisme masih sering terjadi di negeri ini.

Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2008 tentang

penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis, terutama Pasal 16

"Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain

berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1,

angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)"

Pasal 4 UU No 40 tahun 2008 sendiri berbunyi Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa:

1. memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada

ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan,

atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang

sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya

2. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang

berupa perbuatan

a) membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di

tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain

b) berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau

tempat lainnya yang dapat didengar orang lain

c) mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum

atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
d) melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul,

pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras

dan etnis

Sementara yang kedua adalah Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang berbunyi,

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu

berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

Acaman pidana dari pelanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE ini diatur dalam pasal 45 ayat 2 UU ITE

yaitu penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau dena paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu

miliar rupiah).

Sudah jelas bahwa undang-undang melarang setiap perilaku individu atau kelompok untuk

melakukan tindakan rasisme terhadap individu atau kelompok lain baik itu lisan maupun tulisan.

Anggota-anggota masyarakat di Indonesia sudah seringkali mengadakan demo dan

kampanye anti rasisme untuk menyadarkan betapa pentingnya Bhineka Tunggal Ika, bahkan

indonesia maupun dunia memperingati Hari Anti Diskriminasi Rasial untuk mengingatkan

warganya akan kesatuan berbeda ras.

Rasisme perlu diminimalisir jika tidak dapat dihilangkan, karena rasisme akan

menimbulkan rasa superioritas ras tertentu yang akan berujung pada penindasan dan pembatasan.

Padahal sesungguhnya tiap ras mempunyai ciri khas, keunikan, kelebihan, dan tentunya

kekurangan masing-masing, sebagaimana banyak disebutkan dalam ajaran agama, kepercayaan,

dan kesepakatan hak asasi manusia yang berlaku universal bahwa sesungguhnya setiap manusia
adalah sama dan tidak seharusnya ada pembedaan atau batasan bagi ras atau golongan tertentu,

bahwa setiap manusia memiliki harkat, martabat, dan derajat yang sama.

Kebersamaan adalah solusi untuk menangkal pengaruh rasisme dalam kehidupan kita

sebagai manusia sosial. Karena dengan meningkatkan semangat kebersamaan akan terjadi

pembauran tanpa memandang perbedaan, yang akan berujung pada persatuan dan kesatuan,

sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini dimana semua orang di dunia

mempunyai harkat dan martabat yang setara, dapat hidup rukun dan selaras antara satu dengan

lainnya, dalam satu keanekaragaman dunia.

Untuk mencapai persatuan yang demikian tentunya membutuhkan waktu, tenaga, biaya,

proses yang tidak sebentar, juga perencanaan, penerapan, pelaksanaan yang baik, serta niat yang

tulus dan pikiran yang terbuka untuk mau menerima perbedaan dan menghormatinya secara

bersamasama, karenasesungguhnya perbedaan dan keanekaragaman tersebut adalah indah dan

dapat menjadi kekuatan bagi sebuah bangsa.

Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat, dan bahkan organisasi

keagamaan di seluruh dunia juga sudah seringkali melakukan berbagai upaya mengatasi masalah

rasisme, antara lain melalui konferensi, seminar, peluncuran media yang dapat berpengaruh pada

masyarakat (buku, situs web, kolom surat kabar, dan lain-lain), acara yang ditujukan demi

pembauran, pameran, sampai pada rekonstruksi kejadian sejarah yang berhubungan dengan

rasisme.

Baik di Inggris maupun Indonesia rasisme merupakan masalah yang cukup sulit

dihilangkan. Seandainya saja Indonesia memiliki komisi sendiri dalam menangani rasisme (selain
HAM) seperti negara Inggris, maka rasisme di negeri ini akan dapat di minimalisir. Serta

kampanye dan penanganan-penanganan dapat lebih terarah kedepanya.

Kesimpulan

Rasisme dan diskriminasi rasial memang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu dan

selalu berujung dengan tindakan-tindakan yang menjadi faktor pendorong perbudakan,

diskriminasi sosial, segregasi (pembatasan atau pengkotak-kotakan), dan kekerasan rasial,

termasuk genosida (pemusnahan ras), seperti warga Inggris terhadap kaum Asia dan negro.

Keberadaan rasisme disebabkan oleh ego ras tertentu (biasanya ras yang dominan dari segi

jumlah atau populasi) yang merasa bahwa mereka lebih superior sehingga mereka berhak

mengatur ras minor. Salah satu latar belakang di balik keberadaan rasisme adalah latar belakang

sejarah, budaya, dan agama yang dikaitkan dengan keberagaman ras yang melekat pada tiap

manusia.

Diperlukanya lembaga untuk menanggulangi rasisme. Agar rasisme dapat diminimalisir

dan di tanggulangi. Seperti di Inggris ada CRE, indonesia memerlukan lembaga serupa disamping

Komnas HAM untuk meminimalisir dan mengkampanye-kampanyekan anti rsasisme.

Isu rasisme adalah isu yang sudah sangat berakar dan dapat ditemui di hampir tiap negara,

dan salah satu solusi yang efektif adalah melalui pembauran. Dan pembauran dapat dicapai dengan

kebersamaan, dengan ikatan sebuah perasaan bahwa tidak apa-apa bila bergaul dengan orang yang

berbeda.
Daftar Pustaka

Danny, Moss and Barbara DeSanto. 2002. Public Relations Cases International Perspective. New

York And London: Routledge

http://qorina.mywapblog.com/siapakah-yang-lebih-rasis-dan-sara-pribu.xhtml

http://medan.tribunnews.com/2016/01/08/lo-jangan-rasis-aku-sama-kau-sama-sama-warga

indonesia

www.Jpnn.com/read/2008/10/28/8973/rasis-dan-diskriminatif-didenda-Rp-500-juta

www.brilio.net/news/hati-hati-bersikap-rasis-di-medsos-ini-pasal-yang-bisa-menjeratmu

160302a.html

Controversy.rocks/2015/02/10/orang-indonesia-itu-rasis/

http://officialgaris.blogspot.co.id/

repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/957/BAB%20I.pdf

thesis.umy.ac.id/datapublik/t4190.pdf

lib.ui.ac.id/file?file=digital/20160842-RB10A89p-Penggambaran%20rasisme.pdf

Вам также может понравиться