Вы находитесь на странице: 1из 6

Judul ??

Hari Wahyu Nugroho

Pendahuluan

Anak tidak hanya harapan keluarga semata, tetapi juga merupakan masa depan sebuah bangsa.
Dengan anak-anak yang berkualitas baik fisik maupun kecerdasan, menjadi jaminan majunya
sebuah Negara di masa depan. Untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas di masa
depan, seorang anak harus dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan, spesifik dan unik yang
terjadi mulai saat konsepsi di masa kehamilan sampai dewasa. Ada beberapa tahap yang harus
dilewati selama proses tumbuh kembang berlangsung. Tercapainya tumbuh kembang yang
optimal membutuhkan adanya interaksi yang baik antara faktor genetik dan lingkungan. Kedua
faktor tersebut harus dapat memenuhi semua kebutuhan anak untuk dapat mencapai tahapan
tumbuh kembang yang optimal.

Pengetahuan tentang proses tumbuh kembang anak sangat diperlukan bagi kita tenaga
kesehatan untuk dapat mengawal proses tumbuh kembang tersebut, sehingga dapat mewujudkan
generasi masa depan Indonesia yang berkualitas.

Proses tumbuh kembang

Pertumbuhan adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah dan ukuran
sel, orgamaupun individu. Hasil dari pertumbuhan antara lain adalah tinggi badan dan berat
badan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan adalah perubahan yang bersifat kualitatif,
yaitu bertambahnya kemampuan dan fungsi tubuh menjadi lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, yang merupakan hasil akhir dari maturitas sel ataupun organ. Hasil
dari perkembangan antara lain kognitif, motorik kasar dan halus, dan bahasa.1,2

Ciri-ciri tumbuh kembang menurut Hurlock adalah:

1. Perkembangan melibatkan perubahan;


2. Perkembangan awal lebih kritis;
3. Perkembangan adalah hasil maturasidan proses belajar;
4. Pola perkembangan dapat diramalkan;
5. Pola perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat diramalkan;
6. Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan;
7. Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan;
8. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan;
9. Setiap area perkembangan mempunyai potensi risiko.

Tabel 1. Tahap-tahap tumbuh kembang anak2

Tahapan Usia
1. Masa prenatal
a. Masa zigot Konsepsi-2 minggu
b. Masa embrio 2 minggu-8/12 minggu
c. Masa janin 9/12 minggu-lahir
2. Masa bayi (infant)
a. Masa neonatal Usia 0-28 hari
b. Masa bayi Usia 29 hari-1 tahun
3. Masa anak dini (toddler) Usia 1-3 tahun
4. Masa prasekolah Usia 3-6 tahun
5. Masa sekolah Usia 6-18 tahun
a. Masa praremaja Usia 6-11 tahun
b. Masa remaja dini Usia 11-13 tahun
c. Masa remaja tengah Usia 14-17 tahun
d. Masa remaja lanjut Usia 18-20 tahun
Sumber: UKK Tumbuh kembang Pediatri sosial

Kebutuhan dasar anak untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal meliputi:1

1. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)

Meliputi nutrisi/pangan, rumah, pakaian, kesehatan, imunisasi, rekreasi dan lain-lain.

2. Kebutuhan emosi/kasih saying (Asih)

Meliputi pemberian kasih saying dan perhatian.


3. Kebutuhan stimulasi mental (Asah)

Meliputi pendidikan dan pelatihan untuk anak.

Perkembangan visual

Perkembangan visual merupakan salah satu aspek penting dalam proses perkembangan secara
keseluruhan. Pada saat lahir, seorang bayi normal aterm telah memiliki ukuran bola mata sebesar
65% persen ukuran dewasa. Pertumbuhan mata mengalami pertumbuhan pesat sampai dengan
usia 1 tahun, dan melambat dari usia 1-3 tahun. Pada masa bayi, fungsi penglihatan cenderung
mengalami hiperopia, yang terjadi sejak lahir sampai usia 7 tahun. Setelah usia 7 tahun hiperopia
akan mengalami penurunan. 3

Kelainan pengliatan dan visual relatif jarang terjadi dibandingkan dengan kelaian
perkembangan yang lainnya. Di Negara berkembang kelainan perkembangan (diluar strabismus
dan ambliopia) terjadi 1-3 per 10.000 kelahiran hidup, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
sekitar 0,5 per 10.000 kelahiran hidup.3

Pada saat baru lahir, mata bayi mayoritas dalam posisi tertutup, tetapi dapat melihat dan
berespo terhadap cahaya dan memfiksasi titik yang kontras. Tajam penglihatan pada saat bayi
baru lahir berkisar 20/400. Respon paling awal dari visual bayi adalah wajah ibu, bayi aka dapat
mengenali dan memfiksasi wajah ibu antara usia 0-2 minggu. Proses menyusui secara terbukti
dapat meningkatkan respon visual pada bayi. Sejak usia 2 minggu, respon visual bayi akan
memperlihatkan ketertarikkan pada benda-benda yang besar. Pada usia 8-10 minggu, seorang
bayi akan dapat mengikuti benda sejauh 1800. Tajam penglihatan akan meningkat dengan pesat
menjadi 20/30-20/20 pada usia 2- tahun. Pada umumnya bayi akan dapat mengkoordinasikan
gerakan kedua bola mata pada usia 3-6 bulan. Jika pada usia lebih dari 6 bulan bayi belum dapat
mengkoordinasikan gerakan kedua bola mata, mak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.3,4

Seperti aspek perkembangan yang lain, kemampuan visual juga harus diperiksa secara
rutin sejak dini. Terutama pada bayi risiko tinggi, seperti bayi berat badan lahir rendah, bayi
prematur dan bayi yang mendapat terapi oksigen dengan konsentrasi tinggi dan lama. Berbeda
dengan di Negara maju, dimana kelainan visual seringkali disebabkan oleh karena kelaianan
kromosom, penyakit metabolic dan sindrom tertentu, di Negara berkembang penyebab utama
kelainan visual adalah penyakit infeksi selama kehamilan (rubella, CMV, toksoplasma), kelainan
nutrisi (defisiensi vitamin A). Seringkali kelainan visual ini mengikuti kelainan sistem saraf
pusat, tetapi biasanya jarang terdeteksi bahkan dianggap bukanlah sebagai suatu kelainan.
Seperti misalnya gangguan penglihatan pada kasus palsi serebral yang jarang sekali di diagnosis
dan di intervensi.3,4

Tabel 2. Skrining fungsi visual3

Usia Tes Diagnosis


0-3 bulan Funduskopi Opasitas kornea,
katarak, kelainan
retina
Reflek cahaya kornea Strabismus
6-12 bulan Funduskopi sda
Reflek cahaya kornea sda
Fiksasi benda Ambliopia
3 tahun Funduskopi sda
Reflek cahaya kornea sda
Tajam penglihatan Kelainan refraksi
Sumber: Catalano RA, Nelson LB: Pediatric ophthalmology. A Text Atlas. Norwalk, CT,
Appleton & Lange, 1994

Pertumbuhan otak dan pengaruh input sensori

Otak merupakan salah satu organ vital yang memegang peranan penting pada proses
perkembangan. Perkembangan sangat tergantung dari maturasi sel-sel otak. Dua hal yang
berperan penting dalam pertumbuhan otak adalah nutrisi dan stimulasi. Nutrisi terpentingnya
adalah lemak dalam bentuk kolesterol yang mengandung DHA dan AA. Selain DHA dan AA,
taurin, zat besi, iodium juga merupakan nutrisi penting dalam pertumbuhan otak. DHA, AA,
dan taurin hanya terdapat di dalam ASI.4,5

Input sensori merupakan salah satu bagian yang paling penting dalam stimulasi tumbuh
kembang. Input sensori yang didapat oleh seorang anak akan merangsang sinaptogenesis yang
penting dalam pertumbuhan otak, terutama untuk menghantarkan impuls. Ada berbagai macam
input sensori, yaitu auditori (menangkap suara dan gelombang udara), visual (menangkap
gambar dan cahaya), olfaktori (menangkap molekul di udara), taktil (menangkap sentuhan dan
suhu). Hampir seluruh modalitas input sensori ini akan berkembang dan matang sejak dari lahir
sampai dengan usia 3 bulan.5

Plasisitas otak akan mengkompensasi apabila terjadi kekurangan pada input sensori.
Meskipun demikian adanya kekurangan pada input sensori akan sangat berpengruh terhadap
perkembangan fungsi dan perkembangan. Masa perkembangan otak ini dikenal sebagai periode
sensitif. Pada masa sensitif ini setiap tahap perkembangan mempunyai batas waktu tertentu.
Apabila melewati batas waktu tersebut, maka tahap perkembangan tersebut tidak dapat
membentuk sel otak. Oleh sebab itulah skrining dini terhadap tahap perkembangan menadi
sangat penting dilakukan secara rutin pada masa sensitif.5

Seperti halnya gangguan input sensori yang lain, anak dengan gangguan visual akan lebih
membutuhkan stimulasi yang lebih banyak dibanding anak normal. Hal ini disebabkan
kurangnya rangsang yang didapatkan. Contohnya pada anak dengan gangguan visual akan
mengalami juga keterlambatan motorik, terutama motorik halus dan gerakan dari ekstremitas
bagian distal. Anak dengan gangguan visual juga akan berisiko mengalami hipotni otot dan
gangguan keseimbangan. Tidak hanya gangguan motorik, anak dengan gangguan visual juga
akan berisiko mengalami gangguan kognitif. Hal ini disebabkan oleh karena, anak dengan
gangguan visual akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep bentuk benda dan
lingkungan. Hal ini bisa diadaptasi dengan memaksimalkan fungsi sensori yang lainnya, seperti
sensori taktil dan olfaktori. Kemampuan berbahasa anak dengan gangguan visual juga akan
terganggu. Terutama dalam hal kosa kata, hal ini disebabkan oleh karena kesulitan untuk
mendeskripsikan suatu benda.5

Gangguan visual juga dapat dialami pada anak dengan gangguan sensori integrasi. Pada
gangguan sensori integrasi, seorang anak akan dapat mengalami oversensitif pada kemampuan
visual maupun undersensitif. Pada kondisi oversensitif, anak akan terganggu dengan cahaya,
sehingga anak akan menutup mata. Sedangkan pada kondisi undersensitif anak akan mengalami
kekurangan dalam menangkap isyarat visual.5

Tatalaksana
Penanganan kelainan visual memerlukan kerjasama menyeluruh baik dari dokter spesialis anak
tumbuh kembang, dokter rehabilitasi medik, dokter spesialis mata, dan okupasi terapis. Kunci
penanganan kelainan visual pada prinsipnya sama dengan kelainan tumbuh kembang yang lain,
yaitu deteksi dini, stimulasi dan intervensi dini.3,4,5

Daftar pustaka

1. Soetjiningsih. Konsep dasar tumbuh kembang anak. Dalam: Tumbuh kembang anak.
Soetjiningsih, Ranuh IGNG, penyunting. Edisi kedua. Jakarta: EGC, 2013. h. 2-15

2. Needlman RD. Growth and development. Dalam: Nelson text book of pediatrics. Behrman
RE, Kligman RM, Jenson HB, penyunting. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h. 23-66

3. Nelson LB, Olitsky SE. Disorder of the eye. Dalam: Nelson text book of pediatrics. Behrman
RE, Kligman RM, Jenson HB, penyunting. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h. 2083-
128

4. Teplin SW, Greeley J, Anthony TL. Blindness and visual impairment. Dalam: Developmental
pediatrics. Carey WB et al. penyunting. Edisi keempat. Philadelphia: Saunders, 20409. h. 698-
716

5. Kelly DP. Sensory deficits. Dalam: Developmental and behavioral pediatrics: evidence and
practice. Wolraich ML et al. penyunting. Edisi pertama. Philadelphia: Elsevier, 2008. h. 383-402

Вам также может понравиться