Вы находитесь на странице: 1из 3

Haruskah Guru Memenuhi Jam Kerja PNS 37,5 Jam Perminggu

Di kalangan guru muncul beragam penafsiran tentang ketentuan jam kerja pegawai negeri sipil sebanyak
37,5 jam perminggu dalam implementasinya bagi tugas-tugas guru. Perbincangan mulai hangat setelah
dilaksanakan sosialisasi Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin pegawai negeri
sipil bertempat di aula gedung KONI Kabupaten Pesawaran pada tanggal 1 Nopember 2012.
Narasumber yang hadir pada saat itu adalah Unsurdari Inspektorat., Kabid Disidik Kabupaten Pesawaran.
Setelah diinformasikan, hari hari berikutnya mulai diperbincangkan dan didiskusikan tentang ketentuan
jam kerja PNS sebanyak 37,5 jam keterkaitannya dengan tugas-tugas guru, dengan kajian tentang
beberapa peraturan peraturan yang terkait dengan guru khususnya dan PNS secara umum.

Banyak hal yang perlu direfleksi terkait dengan keberadaan guru di republik ini. Salah satunya adalah
mengenai jumlah beban kerja guru dalam kapasitasnya sebagai tenaga profesional dan PNS. Hal ini
penting karena beban kerja guru selain berkaitan dengan kelayakan untuk menerima tunjangan profesi,
berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kedisiplinan guru (guru PNS) sebagai aparatur pemerintah
yang memberikan layanan fungsional kepada publik.

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, Pasal 35 ayat (2) ditegaskan bahwa beban kerja guru sekurang-
kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu. Aturan tersebut kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74/2008 tentang Guru, dalam Pasal 52, ayat (2) dinyatakan bahwa beban kerja guru paling
sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pada ayat (3) dikemukakan bahwa pemenuhan beban kerja paling
sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empatpuluh) jam tatap muka dalam
1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6
(enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai Guru
Tetap.

Pemaknaan dari peraturan di atas adalah ketika seorang guru tidak cukup jam tatap muka di satuan
pangkal pendidikannnya (sekolah induknya) maka dengan persetujuan dinas pendidikan kabupaten/kota
yang bersangkutan dapat mengajar di sekolah lain untuk mencukupi jam wajibnya. Namun persoalannya
tidak semudah itu, kondisi di lapangan yang terjadi adalah di banyak sekolah (utamanya di wilayah
perkotaan) tidak dapat menerima guru mata pelajaran tertentu dari sekolah lain mengingat jam
mengajar guru yang ada di sekolah itu pun tidak cukup atau dicukup-cukupkan. Pola pencukup-
cukupan pun dilakukan dengan memberi tugas mengajar mata pelajaran lain (biasanya pelajaran
serumpun, Muatan lokal atau Keterampilan) atau dengan memberi tugas tambahan sebagai pengelola
perpustakaan, laboratorium, atau bengkel praktik.

Persoalan lebih rumit pun dihadapi dalam pembagian tugas jam kerja bagi guru yang diangkat dalam
jabatan pengawas. Pengangkatan pengawas sekolah di beberapa daerah yang tidak didasarkan pada
analisis kebutuhan menyebabkan ketidak-jelasan pembagian tugas pengawasan.

Di sisi lain, banyak guru yang memaknai ketika jam tatap muka telah mencukupi minimal 24 jam tatap
muka/ jam mengajar seakan-akan yang bersangkutan telah terlepas dari tugas-tugas pokok lainnya di
sekolah. Dampaknya, yang bersangkutan hadir di sekolah hanya apabila ada jam mengajarnya. Datang
sebelum jam pelajaran dan pulang setelah jam pelajarannya berakhir, contohnya seperti kasus ibu guru
di atas. Bahkan ketika dalam satu hari efektif tidak ada jam mengajarnya maka ada kecenderungan guru
untuk tidak datang di sekolah. Hal ini dianggap sebagai tambahan libur atau kebijakan dari kepala
sekolah.

Persepsi yang salah tersebut harus diluruskan, karena dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 ayat (2) dinyatakan bahwa istilah tatap muka berlaku untuk
pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Beban kerja guru untuk
melaksanakan pembelajaran paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40
(empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu tersebut merupakan bagian jam kerja dari jam
kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja
dalam 1 (satu) minggu.

Sejalan dengan hal tersebut, terkait dengan Standard Pelayanan Minimal bidang pendidikan,
dalam Permendiknas RI nomor 15 Tahun 2005 tentang Standard Pelayanan Minimal (SPM)
Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota dalam pasal 2 ayat (2) point b.butir 5 dinyatakan bahwa
salah satu bentuk pelayanaan minimal di tingkat satuan pendidikan adalah setiap guru tetap
bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk (5M) merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,membimbing atau melatih peserta
didik, dan melaksanakan tugas tambahan.

Bila dirata-ratakan 37, 5 jam /minggu dibagi 6 hari kerja maka dalam setiap hari sekitar 6,5 jam kerja
yang harus terpenuhi. Sehingga apabila seorang guru hadir setiap harinya di sekolah pukul 07.00 maka
paling cepat pukul 13.00 dia baru dapat pulang. Apabila kehadiran guru di sekolah hanya berdasarkan
jadwal mengajar atau sekedar memenuhi 24 jam mengajar jelas standar minimal tersebut tidak tercapai.
Di jenjang SD, 1 jam pelajaran = 35 menit, di SMP 1 jam pelajaran = 40 menit, dan di SMA 1 jam
pelajaran = 45 menit.

Jika dikonversi maka 24 jam pelajaran/minggu di SD hanya setara dengan 14 jam kerja/minggu (24 x 35 :
60) atau kalau dirata-ratakan hanya 2, 3 jam/hari kerja. Sedangkan di SMP untuk 24 jam/minggu hanya
setara 16 jam kerja. Dengan demikian, apabila seorang guru hanya hadir dengan orientasi memenuhi
jam mengajar minimalnya maka Standar Pelayanan Minimal, yang sebagaimana diharapkan dalam
Permendiknas RI nomor 15 /2005 tidak dapat terpenuhi.

Secara tegas tentang kedisiplinan kehadiran PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Dalam Pasal 3 angka 11 PP tersebut dinyatakan PNS wajib masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Penjelasan PP no 53 tahun 2010 pasal 3 angka 11 adalah yang
dimaksud dengan kewajiban untuk masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja adalah setiap PNS
wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat
umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang
berwenang. Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi
7 (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja. Dengan sanksi teringan bila tidak
hadir 5 hari kerja diberi teguran lisan dan sanksi terberat tidak masuk > 45 hari diberhentikan dengan
tidak hormat.

Dari uraian di atas, secara sederhana dapatlah dinyatakan bahwa ketika seorang guru telah menerima
tunjangan sertifikasi dan memenuhi jam tatap muka minimalnya 24 jam tidak lantas berarti guru
tersebut terbebas dari tanggung jawab dan tugas-tugas lainnya di sekolah. Selain menerima tunjangan
profesi yang bersangkutan juga menerima gaji haknya sebagai PNS sesuai golongan dan kepangkatannya
seperti pegawai-pegawai negeri sipil di instansi lain, sehingga guru PNS juga terikat dengan kewajiban
kehadiran di tempat tugas dan aturan-aturan disiplin kepegawaian lainnnya yang berlaku. Sekalipun
kebijakan kehadiran dan pemberian libur tidak resmi bagi guru PNS di tingkat satuan pendidikan
menjadi aturan tidak tertulis dan kewenangan kepala sekolah.

Tulisan ini hanya ingin sekadar mengingat dan merefleksi kembali apa yang seharus menjadi tugas dan
tanggung jawab teman-teman guru di lapangan. Persoalan tugas dan tanggung jawab bukan hanya
sekedar menggugurkan jam wajib tatap muka/mengajar di muka kelas untuk mendapatkan tunjangan
profesi. Ada tanggung jawab profesi dan tanggung jawab moral yang lebih besar.
Di sisi lain, pihak dinas pendidikan kabupaten selaku pengelola sertifikasi di daerah pun perlu
melakukan monitoring dan objektif terkait dengan pemberian tunjangan profesi. Kelayakan tidak
sekedar cukup-tidak cukup 24 jam, dinilai secara administratif di atas meja berdasarkan Surat Keputusan
Pembagian Beban Kerja yang dibuat oleh kepala sekolah. Perlu pemberdayaan para pengawas sekolah
untuk melakukan verifikasi di lapangan.

Sekarang, saatnyalah para guru untuk kembali berbenah melihat dan memperbaiki visi dan paradigma.
Tidak sekedar menjadi guru yang memenuhi tuntutan dan target ketuntasan kurikulum, menjadi guru
yang hanya menjadi media belajar buat siswa, atau guru yang hadir ke sekolah untuk sekedar
menggugurkan kewajiban jam mengajar. Saatnya untuk berubah menjadi guru inspiratif. Guru yang
kehadiran mampu memberi semangat, warna dan makna bagi siswa, bagi sesama rekan kerja, dan bagi
lingkungannya. Guru adalah bak pelita penerang dalam gulita engkau laksana embun penyejuk dalam
kehausan. Semua itu hanya dapat terasa dan terwujud jika didasari dengan kesadaran moral,
komintmen dan tanggung jawab untuk berbuat yang terbaik.

Вам также может понравиться