Pada tanggal 28 November 2017 di Laboratorium Analisis Zat Gizi, kami
melakukan praktikum mikrobiologi pangan dengan acara praktikum Pembuatan Sayuran Fermentasi. Pada praktikum ini kami membuat beberapa jenis sayuran fermentasi yaitu Sauerkraut, Kimchi Korea, Sayur Asin, dan Pickle Malaysia. Praktikum pembuatan sayuran fermentasi ini kemudian disimpan selama 2 hari untuk sayuran Kimchi Korea dan Sayur Asin atau bahkan sampai 1 minggu untuk sayuran Sauerkraut dan Pickle Malaysia. Setelah itu diukur pH, uji hedonik, dan uji organoleptik dari masing- masing produk fermentasi yang dibuat. 4.1 Sauerkraut Sauerkraut adalah salah satu contoh irisan kubis fermentasi menggunakan 2-3 % garam (NaCl) yang difermentasi oleh berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus. Sauerkraut juga dapat dibuat dari sayuran lain seperti sawi dan pakcoy. Prinsip fermentasi sauerkraut adalah dengan pemotongan sayuran yang kemudian ditambahkan sebanyak 2-3 %. Garam yang ditambahkan menyebabkan kejutan osmotic pada sel tanaman. Menurut Jacob (1951) garam dapat menarik air keluar dari buah-buahan yang mengandung padatan terlarut seperti protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang penting bagi bakteri asam laktat. Garam juga membantu mengontrol mikroflora selama fermentasi yang dapat bersaing dengan mikroba yang diinginkan, terutama bakteri proteolitik, bakteri aerob, dan bakteri pembentuk spora. Garam bersama asam yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (Frazier danWesthoff, 1978). Bakteri asam laktat yang terdapat pada permukaan sayuran dapat mengubah glukosa yang terdapat dalam sayuran menjadi asam laktat. Fermentasi asam laktat yakni proses pengubahan gula (glukosa) yang terkandung dalam sayur dan buah menjadi asam laktat, asetat, etanol, dan CO2. Proses ini dibantu oleh bakteri asam laktat seperti Lactobacillus sp, Leuconostocsp, Streptococcus sp, dan Pediococcus sp. Proses fermentasi asam laktat terjadi pada kondisi anaerob. Proses fermentasi sauerkraut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah konsentrasi garam, temperatur pemrosesan, dan pH larutan. Percobaan yang dilaksanakan saat praktikum, pembuatan sauerkraut menggunakan bahan dasar kubis dengan perlakuan penambahan garam dan larutan garam masing-masing 3%. Sebelum dilakukan penambahan garam sayuran dipotong untuk memperluas permukaan sayuran yang kontak dengan garam serta menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat alami yang ada dalam sayuran. Luas permukaan yang besar juga dapat mempercepat reaksi BAL dengan substrat (karbohidrat dalam sayuran). Fermentasi dilakukan secara anaerob pada suhu ruang selama 1 minggu, kemudian dilakukan uji pH, uji skoring serta penerimaan keseluruhan menggunakan uji hedonik, dan uji organoleptik meliputi warna, rasa, aroma, tekstur. Setelah penyimpanan, pH dari sauerkraut sebesar 3. PH sebesar 3 ini menunjukkan bahwa sauerkraut bersifat asam. PH asam ini dikarenakan adanya perendaman pada larutan garam. Larutan garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30C untuk pertumbuhan mikroba (Prasetya, 1985). 4.1.1 Uji Hedonik dan Uji Organoleptik Penilaian terhadap kesukaan warna sauerkraut adalah netral. Panelis menilai netral sayuran fermentasi yang satu ini bersifat netral yang artinya panelis tidak memilih untuk menyukai dan tidak memilih untuk tidak menyukai warna sauerkraut ini. Warna sayuran sauerkraut setelah penyimpanan menjadi putih kekuningan. Warna putih dihasilkan dari warna asli dari kubis itu sendiri dan warna kekuningan diperoleh dari larutan garam yang telah disimpan selama 1 minggu. Dalam hal ini berarti pengaruh penambahan konsentrasi garam sangat berpengaruh pada warna sauerkraut yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka warna sauerkraut kubis akan semakin cerah dan bagus. Warna yang menunjukan bahwa sauerkraut telah terfermentasi adalah keemasan, awal mulanya kol yang berwarna hijau akan menjadi putih dan kemudian menjadi berwarna keemasan atau agak kekuningan. Penilaian terhadap kesukaan rasa dinilai langsung dengan cara mencicipinya dengan menggunakan mulut panelis. Hasil yang ditunjukkan oleh panelis yaitu agak suka terhadap sayuran fermentasi sauerkraut ini. Panelis agak menyukai rasa asin dan agak asam yang ada pada sayuran sauerkraut ini. Komponen rasa yang menyusun rasa sauerkraut berasal dari hasil reaksi fermentasi sauerkraut yaitu kombinasi laktat, asetat, etanol, dan CO2. Rasa asam ini dihasilkan oleh bakteri Leuconostocmesenteroides. Spesies ini menghasilkan karbondioksida dan asam yang dengan cepat menurunkan pH sehingga mengambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dan juga menghambat aktivitas enzim yang dapat menyebabkan pelunakan sayur-sayuran. Pembentukan komponen rasa juga sangat dipengaruhi oleh kadar karbohidrat substrat, konsentrasi garam yang ditambahkan, pH, suhu fermentasi serta kondisi anaerob. Hal ini disebabkan karena faktor tersebut berpengaruh pada kecepatan reaksi fermentasi yang terjadi. Aroma pada sayuran sauerkraut ini adalah menyengat dan asam kuat. Hal ini diamati langsung oleh panelis dengan menggunakan indera penciumannya. Aroma yang menyengat dan asam kuat ini menghasilkan penilaian panelis yang hasilnya tidak menyukainya. Aroma yang diharapkan muncul pada proses fermentasi sayuran ini adalah asam sesuai dengan pengamatan hasil dari praktikum ini. Kecukupan nutrisi terutama gula (glukosa, fruktosa dan sukrosa) dalam kubis yang lebih besar sehingga dapat mengoptimalkan kerja bakteri asam laktat sehingga fermentasi berjalan maksimal. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan Riadi (2013), bahwa Lactococcus mesenteroides mendominasi dan memproduksi laktat, asetat, etanol, dan CO2 dari glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Pembentukan aroma yang kurang maksimal juga disebabkan oleh lama fermentasi yang kurang yaitu 2 hari, sedangkan menurut Riadi (2013), lama fermentasi sauerkraut adalah 2 minggu sampai 2 bulan hingga pH berada di daerah sekitar <3. Pembentukan aroma secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor konsentrasi garam, suhu, dan nilai pH, jika faktor-faktor tersebut tudak tercapai maka fermentasi terhambat dan produk menjadi busuk. Yang terakhir ditinjau dari segi tekstur nya dihasilkan bahwa panelis rata- rata tidak menyukai tekstur saeurkraut ini. Untuk tekstur setelah penyimpanan sauerkraut meiliki tekstur yang lunak. Hal ini disebabkan konsentrasi garam pada larutan gula lebih rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi garam kering kering. Konsentrasi garam yang lebih rendah dan karena ada air tersebut mengakibatkan enzim pektinolitik aktif. Enzim ini berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan pada sel tanaman, dengan terdegradasinya pektin maka jaringan menjadi lunak.
4.2 Kimchi Korea
Kimchi ini dibuat dari berbagai jenis sayuran sehingga mengandung kadar serat makanan yang tinggi, namun rendah kalori. Adapun bahan-bahan utama dalam pembuatan kimchi adalah sayuran-sayuran yang berserat tinggi yang berfungsi sebagai bahan yang mengandung karbohidrat, yang merupakan polimer dari glukosa yang nantinya akan dirubah menjadi asam laktat dengan bantuan dari bakteri laktobacilus kimchi yang didapat dari cabai merah. Fermentasi kimchi ini dilakukan oleh berbagai mikroorganisme hadir dalam bahan baku dan bahan kimchi. Di antara mereka, bakteri asam laktat yang dapat tumbuh dalam air garam 3% memainkan peran yang paling aktif dalam fermentasi kimchi, hal ini menekan pertumbuhan bakteri lain yang bisa tumbuh dalam kondisi seperti itu. Pembuatan kimchi Korea ini dibagi menjadi dua yaitu pembuatan pasta lalu dilanjutkan dengan pembuatan kimchinya sendiri. Pembuatan pasta kimchi dimulai dari pengadukan sampai kental antara tepung beras dan air kemudian matikan kompor sampai terjadi letupan, kemudian masukkan gula pasir hingga bercampur. Setelah itu di diamkan hingga dingin dan pindahkan ke baskom. Tambahkan bubuk cabai, jahe, bawang putih dan bawang bombay dan dilanjutkan dengan memasukkan daun bawang dan wortel. Langkah terakhir aduk semua bahan dengan merata. Setelah pembuatan pasta dilanjutkan dengan pembuatan kimchi yaitu dengan mencuci sawi dan buang cacat sawi. Langkah kedua yaitu potong sawi menjadi dua sampai empat bagian. Langkah ketiga dengan membaluri sawi dengan garam hingga menyeluruh dan didiamkan selama 1 jam. Langkah keempat mencuci sawi hingga bersih sampai tidak ada garam kemudian ditiriskan. Langkah kelima ambil sawi dan baluri dengan pasta yang sudah dibuat hingga merata. Langkah keenam setelah selesai pindahkan ke dalam toples kemudian ditutup dan dibiarkan selama 2 hari untu difermentasi. Proses fermentasi kimchi terdiri atas 3 tahap. Pada tahap awal, Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc citreum dan Streptococus faecalis aktif tumbuh pada tahap awal fermentasi. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc citreum memproduksi metabolit berupa asam laktat, asam asetat, ethanol, mannitol, karbon dioksida, dan asam-asam organik yang memberi rasa asam yang khas pada kimchi serta menciptakan suasana anaerob (menginhibisi propagasi bakteri aerob). Kemudian memasuki tahap kedua, jumlah Leuconostoc mesenteroides berkurang. Lactobacillus plantarum, bakteri asam laktat homofermentatif, aktif berpolimerasi dan memproduksi asam laktat pada pH 3. Bakteri ini menciptakan rasa asam pada kimchi.Leuconostoc citreum dan Pediococus juga berperan aktif. Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis aktif pada tahap akhir fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada tahap ini, pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karenaLactobacilus plantarum, sehingga mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang. Setelah difermentasikan selama 2 hari, kimchi ini memiliki pH sebesar 4. PH sebesar 4 ini menunjukkan sifat asam pada sayuran fermentasi kimchi. Kimchi bersifat asam karena adanya aktifitas bakteri asam laktat selama penyimpanan sayuran fermentasi kimchi ini. Selain dipengaruhi oleh aktifitas bakteri sifat asam pada kimchi ini dipengaruhi oleh konsentrasi garam, suhu fermentasi dan lama fermentasinya. Menurut Buckle, et al. (2009) bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah asam laktat sebagai hasil akhir metabolisme karbohidrat sehingga menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Aktivitas bakteri asam laktat meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang mempengaruhi pertumbuhan organisme. Menurut Yazdi, et al (2013) bakteri asam laktat membuat suasana asam ketika poliferasi khamir menghasilkan vitamin, dan metabolit lain seperti asam amino untuk bakteri asam laktat. 4.2.1 Uji Hedonik dan Uji Organoleptik Pengamatan organoleptik dan penerimaan panelis diukur dari segi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Penilaian terhadap kesukaan panelis menghasilkan rasa yang disukai oleh panelis. Panelis suka dengan warna kimchi yang menghasilkan warna yang begitu menarik dan menggugah selera untuk dimakan. Warna yang menarik dari kimchi ini dihasilkan dari penambahan bahan saat membuat pasta kimchi yang berasal dari bubuk cabai yang berwarna merah. Hasil perubahan warna pada kimchi setelah penyimpanan 2 hari adalah warna merah. Ada perubahan warna kimchi dari hari pertama dan hari kedua. Perubahan warna kimchi dari hari pertama sampai hari kedua masih berwarna merah namun tidak semerah hari pertama karena warna merah larut dalam adonan kimchi. (Fitriyono dkk, 2014) Untuk penilaian rasa untuk sayuran fermentasi kimchi setelah penyimpanan adalah disukai oleh panelis. Rasa hasil fermentasi kimchi ini adalah pedas dan agak asam. Rasa yang seperti ini disukai oleh panelis. Rasa pada kimchi juga meningkat dari hari pertama sampai keenam, yaitu pedas dan asin menjadi sedikit asam. Rasa rempah-rempah dan di hari ke enam menjadi terasa rempah- rempah, sedikit pedas. Rasa pedas juga diperoleh dari bahan bubuk cabai saat pembuatan adonan. Rasa kimchi yang semakin asam karena produk utama hasil fermentasi kimchi berupa asam laktat, namun terdapat produk metabolit lain seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain- lain. Sehingga menyebabkan rasa yang lebih kaya. Selain itu, penambahan bumbu- bumbu sebelumnya menyebabkan rasa dan tekstur yang lebih kompleks. Rasa kimchiyang berkurang rasa asamnya karena lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis aktif pada tahap akhir fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada tahap ini, pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karena Lactobacilus plantarum, sehingga mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang.