Вы находитесь на странице: 1из 38

BAB I

PENDAHULUAN

Secara garis besar limbah dapat dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama
adalah limbah organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,
peternskan, rumah tangga, industri dll, yang secara alamimudah terurai (oleh
aktivitas mikroorganisme). Kedua limbah anorganik, yaitu limbah yang berasal
dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau hasil
samping proses industri. Limbah anorganik tidak mudah hancur (lapuk). Sebagian
zat anorganik secara tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnyan
hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Ketiga limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3), merupakan sisa suatu usaha yang mengandung
bahan berbahaya (beracun), baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak (mencemarkan dan membahayakan) lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.

Sampah merupakan sisa sisa aktifitas makhluk hidup yang identik


dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah
organik seperti dedaunan yang berasal dari tanaman, jerami, rerumputan, dan sisa
sisa sayur, buah, yang berasal dari aktifitas rumah tangga (sampah domestik)
memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan
kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu,
keluarga, maupun masyarakat. Masalah masalah seperti timbulnya bau tak sedap
maupun berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun
lingkungan disekitarnya, baik materi maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu
perlu adanya suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang
ditimbulkan dan berupaya meningkatkan semaksimal mungkin dampak positifnya.

Proses pengomposan adalah dimana bahan organik mengalami penguraian


secara biologis, khususnya oleh mikroba mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan

1
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses
ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan.

Kesuburan tanah sangat bergantung pada kandungan organik dalam tanah.


Sehingga ukuran kesuburan tanah dapat diukur melalui kadar organik dalam tanah
atau dalam ilmu tentang tanah disebut juga dengan sebutan kadar C-Organik. Di
kalangan para petani, pemahaman tentang kandungan organik ataupun C-organik
kurang dipahami. Namun dalam dunia pertanian hal tersebut dapat dikatakan
sebagia salah satu faktor penting dalam mempengaruhi hasil produksi. Oleh
karena itu perlu melakukan pengukuran atau pengamatan tentang kadar C-organik
dalam tanah agar mengetahui tindakan apa selanjutnya yang akan di buat untuk
kesuburan tanah tersebut yang tujuann utamnya adalah meningkatkan hasil
produksi.

Kandungan bahan orgnik pada masing masing horison merupakan


bentuk besarnya akumulasi bahan oorganik dalam keadaaan lingkungan yang
berbeda.Komponen bahan organik yang penting adalah C dan N.Kandungan
bahan organik itu dengan mengalihkan ditentukan secara tidak langsung yaitkan u
dengan mengalikan kadar C dengan suatu faktor yang umumnya sebagai
berikut :Kandunagn bahan organik =C *1,724.Bila jumlah C organik dalam tanah
dapat diketahui maka kandungan bahan organik merupakan salah satu indikator
tingkat kesuburan tanah.Dan dalam pengapuran berfungsi dlam mempengaruhi
kondisi tanah bereaksi masam cukup baik untuk pertumbuhan tanaman.

Fungsi N adalah memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan


pembentukan protein. Gejala-gejala kekurangan N adalah tanaman kerdil,
pertumbuhan akar terbatas, dan daun-daun kuning dan gugur. Gejala-gejala
kebanyakan N adalah memperlambat kematangan tanaman, batang-batang lemah
mudah roboh, dan mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit. Nitrogen di
dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk yaitu protein, senyawa-senyawa
amino, Amonium (NH4+), dan Nitrat (NO3-).

2
Diantara berbagai macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman nitrogen
merupakan salah satu diantara unsur hara makro tersebut yang sangat besar
peranannya bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nitrogen memberikan
pengaruh besar terhadap perkembangan pertumbuhan. Diantara tiga unsur yang
biasa mengandung pupuk buatan yaitu kalium, fosfat, dan nitrogen, rupanya
nitrogen mempunyai efek paling menonjol.

B. Tujuan
1. Membuat probiotik untuk membantu proses pengomposan,
2. Membuat kompos dari bahan organik,
3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam proses pengomposan,
4. Mengamati kadar C-organik kompos pada proses pengomposan,
5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan,
6. Mengamati rasio C/N pada proses pengomosan,
7. Mengamati kemampua pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu
kamar.
8. Mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompos
A. Probitik
Probiotik merupakan organisme yang dapat dimanfaatkan untuk
membantu mempercepat digradasi limbah organic. Dengan menambahkanya pada
limbah yang akan dikomposkan dapatmempercepat proses pengomposan. Adanya
probiotik akan membantu masyarakat untuk mengelola limbah yang dihasilkan,
kususnya limbah organic menjadi kompos. (anonim,2011).
Peranan bakteri probiotik sebagai kontrol biologis pada sistem budi daya
adalah Menekan pertumbuhan bakteri pathogen, Mempercepat degradasi bahan
organik dan limbah, Meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial, Meningkatkan
aktivitas mikroorganisme indigenus yang menguntungkan pada tanaman, misal
Mycorriza, Rhizobium dan bakteri pelarut pospat, Memfiksasi nitrogen,
Mengurangi pupuk dan pestisida.
Dengan adanya probiotik maka proses degradasi bahan organik akan
lancar, sehingga menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi pertumbuhan. Bahan
organik yang mengalami mineralisasi oleh jasad pengurai (probiotik) akan diubah
menjadi bahan anorganik seperti nitrat dan pospat.
Probiotik dapat dibagi 2 kelompok yaitu ; bentuk cair merupakan mikroba
dalam bentuk suspensi (inokulan tunggal maupun multikultur) antara lain
Lactobacillus, Bacillus sp, Nitrobacteria dan bentuk padat yaitu mikroba
diinokulasi (tunggal atau multikultur) dalam media carier. (Simarmata, 2006).
Prebiotik dapat di gunakan untuk berbagai keperluan di kehidupan
manusia seperti Pupuk Organik pada tanah perkebunan dan pertanian,
Dekomposer/Pengurai Sampah, Penghilang bau WC dan anti sedot WC ,
Pembersih porselen/keramik, Mikroba yang membantu pencernaan manusia dan
hewan, Bahan pembantu Planter Tambak dan Pengendali Amdal/IPAL.
(Murbandono,1992)

B. Pengomposan

4
Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang
terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus dan kompos (Simamora
dan Salundik, 2006). Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) pada
dasarnya pengomposan merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar
mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan mikroba tersebut
diantaranya bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan (Wikipedia Indonesia, 2008).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organic
menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan
antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai
nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama
dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman
(Djuarnani dkk, 2005).
Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat,
selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air, 2) zat putih telur
amonia, CO2, dan air, 3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat
diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau
turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian C/N
semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Indriani, 2007).
Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan
oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik.
a. Pengomposan secara Aerobik

Pada pengomposan secara aerobik, oksigen mutlak dibutuhkan.


Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen
dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon,
nitrogen, fosfor, belerang, dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel
tubuhnya (Simamora dan Salundik, 2006).

Dalam sistem ini, kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi
CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama

5
proses pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses
pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas
akibat pelepasan energi (Sutanto, 2002).

Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O
(air), humus, dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat
disajikan dengan reaksi sebagai berikut :

Mikroba aerob

Bahan organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi

(Djuarnani dkk, 2005).

b. Pengomposan secara Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada


struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara).
Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperature
seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses
anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300C (Djuarnani dkk, 2005).

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),


karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini
yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
digunakan harus dikeringkan (Simamora dan Salundik, 2006).

Pembuatan kompos pada prinsipnya cukup mudah bisa dilakukan dengan


cara membiarkan bahan organik hingga malapuk atau menambahkan activator
untuk mempercepat proses pengomposan.

C. Kadar C-organik

6
Pada dasarnya tanaman memerlukan berbagai unsur hara baik itu unsur
mikro, ataupun unsur makro. Unsur C dan N merupakan unsur yang paling
penting dalam tanaman. Maka dari itu sebelum orang akan memupuk tanman
budidayanya pastilah orang tersebut menghitung keperluan pupuk atau unsur yang
diperlukan. (Murbandono,1992.).
C-organik bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika,
maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organic dilakukan
berdasarkan jumlah c-oraganik. (anonymous,2011).
Sumber utama CO2 di alam berasal dari dekomposisi bahan organik
berupa sisa-sisa tanaman ataupun hewan dan dari respirasi invertebrata, bakteri
serta fungi. Keperluan seluruh tanaman yang hidup diperkirakan sekitar 80 x 109
ton karbon/tahun. Dengan perediaan CO2 dalam udara sebesar 0,03% volume,
maka CO2 tersebut akan habis diserap tanaman dalam waktu beberapa dekade
saja. Berkat adanya daur (siklus) yang menghasilkan CO2, maka kadar gas
tersebut relatif stabil (Konova, 1966).
D. Kadar N total
Nitrogen merupakan unsure hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5%
bobot tanaman yang berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
(Hanafiah,2005).
Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3
atau NH4+ dari tanah. Kadar Ntrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah
2% - 4% berat kering. Dalam tanah, kadar Nitrogen sangat bervariasi, tergantung
pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanah hutan berbeda dengan
tanah perkebunan dan tanah peternakan. Tanaman di lahan kering umumnya
menyerap ion nitrat NO3 relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ion
NH4+. Ada dugaan bahwa senyawa organik, misalnya asam nukleat dan asam
amino larut, dapat diserap langsung oleh tanaman (Tisdale, 1985).

E. Rasio C/N
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organis dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang
rendah (telah melapuk) (Hasibuan, 2006).

7
Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati C/N tanah, dapat
langsung digunakan sebagai pupuk, tetapi bila C/N nya tinggi harus
didekomposisikan dulu sehingga melapuk dengan C/N rendah yakni 10-12
(Rinsemo, 1993).
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos
adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara
karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan
ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila
mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos
sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon
dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan
C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 :
1 sampai dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.
Jika nisbah C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang.
Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan
degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan
kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika nisbah C/N terlalu
rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh
mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai
amonia atau terdenitrifikasi (Djuarnani dkk, 2005).
Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada
ketersediaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu
rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah
nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3 - dan kompos yang dihasilkan
mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebihan (C/N>40)
jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga merupakan faktor pembatas
pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi terhambat karena
kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam
bentuk CO2 (Sutanto, 2002).
Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengomposan
menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikroba untuk

8
tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi
(Baca et al., 1993)

2.2. Kemasaman

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas


mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena
itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur
untuk menaikkan pH (Indriani, 2007).

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang


optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral
(Wikipedia Indonesia, 2008).

Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses


pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :

a. pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3
yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang
menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan
mikroorganisme.
b. pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat
menyebabkan kematian jasad renik.
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 8,0 derajat keasaman bahan
pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0
7,0) derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah

9
bahan organic menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme,
dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk
sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.
Seperti factor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses
pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa
konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk
bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3)
sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan
sebagian mikroorganisme mati.
Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan
menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman
terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur
kedalam bahan kompos.

2.3. Temperatur
Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang
cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55-
700C. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh tiga
kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 550C. Selain itu,
pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan
bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan dengan sempurna
(Djuarnani dkk, 2005).
Suhu dan Ketinggian Timbunan pembuaatan pupuk organik, penjagaan
panas sangat penting dalam pembuatan pembuatan pupuk organik. Faktor yang
menentukan tingginya suhu adalah tingginya timbunan itu sendiri. Bila timbunan
yang terlalu dangkal akan kehilangan panas dengan cepat karena tidak adanya
cukup material untuk menahan panas tersebut, akibatnya pembuaatan pupuk
organik akan berlangsung lebih lama. Sebaliknya jika timbunan terlalu tinggi bisa
mengakibatkan material memadat karena berat bahan pembuaatan pupuk organic
itu sendiri dan ini akan mengakibatkan suhu terlalu tinggi di dasar timbunan.
Panas yang terlalu tinggi menyebabkan terbunuhnya bakteri anaerobik yang

10
baunya tidak enak. Tinggi timbunan yang memenuhi persyaratan adalah 1 sampai
2 meter, ini akan memenuhi penjagaan tanah dan pemenuhan kebutuhan akan
udara (Asngad dan Suparti, 2005).
Proses pengomposan akan berjalan dengan baik jika bahan berada dalam
temperature yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak.
Tempertur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan
adalah 35 55 C. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperature
optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis microorganisme
yang terlibat. Pada pengomposan secara aerobic akan terjadi kenaikan temperature
yang cukup cepat selama 3 5 hari pertama dan temperature tersebut merupakan
yang terbaik bagi pertumbuhan microorganisme.pada kisaran temperature ini
mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperature
yang kurang dari 55 C.selain itu pada temperature tersebut enzim yang dihasilkan
juga paling efektif mengurai bahan organic. Penurunan rasio C/N juga dapat
berjalan dengan sempurna. Temperature yang tinggi berperan untuk membunuh
mikroorganisme pathogen (bibit penyakit) menetralisir bibit Mycobacterium
tuberculosis biasa nya akan rusak pada hari ke 14 pada suhu 65 C. Virus volio
akan mati jika berada pada temperature 54 oC selama 30 menit. Salmonella akan
menjadi tidak aktif jika berada pada temperature 60 C pada waktu 60 menit.
Ascaris lumbricoides, cacing beracun yang ditemukan pada saluran pencernaan
babi akan terbunuh pada temperature 60 C dalam waktu 60 menit protein
microorganisme yang mati ini akan digumpalkan. Karena itu keadaan
tetemperatur yang tinggi perlu dipertahankan minimum 15 hari berturut turut.
Untuk mempertahankan temperature pengomposan perlu diperhatikan ketinggian
tumpukan bahan mentah. Ketinggian tumpukan yang baik adalah 1 1,2 dan
tinggi maximum adalah 1,5 1,8 m. tumpukan bahan yang terlalu rendah akan
membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga temperature yang tinggi
tidak akan tercapai. Selain itu,microorganisme pathogen tidak akan mati dan
proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. Jika
timbunan yang dibuat terlalu tinggi akan menyebabkan pemadatan pada bahan
dan temperature pengomposan menjadi terlalu tinggi. Pengomposan pada bahan

11
yang memiliki rasio C/N tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum
peningkatan temperature tidak dapat melebihi 52C. Keadaan ini menunjukkan
bahwa peningkatan temperature juga tergantung dari tipe bahan yang digunakan.
(Zuremi,2010).

2.4. Identifikasi pupuk anorganik

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun
non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan
baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara
suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme.
Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat
ditambahkan sejumlah material suplemen. (Wikipedia,2013)

Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan proses fisika, kimia,
atau biologis. pada umumnya pupuk anorganik dibuat oleh pabrik. Bahan bahan
dalam pembuatan pupuk anorgank berbeda beda, tergantung kandungan yang
diinginkan. Misalnya unsur hara fosfor terbuat dari batu fosfor, unsure hara
nitrogen terbuat dari urea. Pupuk anorganik sebagian besar bersifat hidroskopis.
Hidroskopis adalah kemampuan menyerap air diudara, sehingga semakin tinggi
higroskopis semakin cepat pupuk mencair.Pupuk anorganik atau pupuk buatan
dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal
adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk
P, pupuk K dan sebagainya. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung
lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan
sebagainya (Hardjowigeno, 2004).

Kelebihan pupuk anorganik yaitu hasil cepat terlihat pada


tanaman, kandungan unsur hara jelas, mudah pengaplikasian,tidak bau dan
pengangkutan mudah. Sedangkan kekurangan pupuk anorganik mengakibatkan

12
residu pada tanah,penggunaan tidak bijaksana dapat merusak tanah, Harga mahal,
bersifat higroskopis.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu Dan Tempat Praktikum


Praktikum kesuburan tanah ini dilaksanakan hari Rabu jam 01.00 - sampai
selesai WIB. Dari Tanggal 22 Maret 2017 sampai 10 Mei 2017, di Laboratorium
Ilmu Tanah Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
3.2. Alat dan Bahan

1. Probiotik
a. Alat
Ember plastik
Autoklaf
Gelas ukur 1 liter
Gelas ukur 100 ml
Timbangan Analitik
b. Bahan
Urine Sapi

13
Bekatul
Terasi
Tetes tebu (gula jawa)
Air

2. Pengomposan

a. Alat
Ember plastik
Autoklaf
Gelas ukur 1 liter
Gelas ukur 100 ml
Timbangan analitik

b. Bahan
Probiotik
Sampah organik
Abu dapur
3. Suhu dan Keasaman
a. Alat
Thermometer teliti 0,1 o C
Pengukur keaasaman (pH meter) lengkap
Gelas ukur 100 ml
Beker glass 50 ml
Kaca pengaduk
Botol pemancar air
Timbangan analitik
b. Bahan
sampah organik(dalam proses pengomposa)
air suling

4. Kadar C-Organik

a. Alat
Labu takar 50 ml
Pipet ukur 10 ml dan 5 ml
Gelas ukur 10 ml
Labu erlenmeyer 250 ml
Buret 50 ml
Pipet tetes sampai 0,0002 gr
Timbangan analitik

14
Botol pemancar air

b. Bahan
K2 Cr2 O7 1 N
H2SO4 pekat
H3PO4 85 %
FeSO4 1 N
Indikator Diphenylamine.
5. Kadar N total
a. Alat
Botol timbangan
Gelas Piala 100 ml
Gelas Arloji
Oven
Labu Kjeldhal 100 ml
Buret 50 ml
Timbangan Analitik
b. Bahan
H2SO4 pekat 0,1 N
Serbuk CuSO4
K2SO4
Indikator methyl red
NaOH pekat 0,1 N
Air suling.

6. Rasio C/N
a. Alat
Kalkulator
Alat tulis

b.Bahan
Data hasil pengukuran C-organik
Data hasil pengukuran N total.

7. Higroskopisitas
a. Alat
Timbangan Analitik
Sendok
Bak Plastik

15
b. Bahan
Pupuk anorganik
Kantong Plastik
Alat tulis
8. Tingkat Kelarutan

a. Alat

Timbangan analitik
SendokBak plastik Kertas Saring Beker glas Air

b. Bahan

Pupuk anorganik
Gelas ukur Alat tulis

3.3. Cara kerja

A. Kompos
1. Probiotik
a. Menyiapkan bahan untuk satu paket probiotik,yaitu bekatul 0,75 kg,
terasi 0,125 kg, dan tetes tbu 50 ml (gula jawa 5 ons)
b. Bahan tersebut di sterilisasi (kecuali gula) menggunakan autoklaf
dengan tekanan 1 atm selama 15-20 menit
c. Hasil sterilisasi dikeluarkan dari autoklaf,kemudian didinginkan
d. Menyiapkan urin sapi sebanyak 500ml
e. Setelah hasil rebusan (sterilisasi) dingin,kemudian dimasukkan ke
dalam ember plastik dan ditambahkan 500ml urin sapi sambil diaduk
sampai rata
f. Langkah 1 s/d 5 juga diperlakukan untuk pupuk kandan 500g
g. Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setiap harinya
dilakukan pengadukan
h. Setelah 3 hari probiotik siap untuk digunakan

16
2. Pengomposan
a. Mengambil sampah organic sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari
bahan-bahan anorganik.
b. Sampah organic dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm.
c. Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak
0,5 liter.
d. Sambil diaduk-aduk ditambahkan air sampai dicapai kelembaban
kurang lebih 30% (jika dikepal tidak keluar air tetapi kepalan dibuka
akan berurai lagi).
e. Selanjutnya dimasukkan kedalam ember dibagi 3 lapis
f. Masing-masing lapisan ditaburi dengan abu dapur (total yang
diperlukan 0,5 kg) kemudian ember ditutup.
g. Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai
sampah menjadi kompos (C/N 20).

3. Kadar C-organik
a. Menimbang bahan kompos kering 0,1g, dimasukkan kedalam labu
takar,

b. Menambahkan sebanyak 10 ml dengan pipet ukur,

c. Menambahkan 10 ml dengan gelas ukur, dan dikocok

dengan gerakan memutar


d. Warna harus tetap merah jingga, apabila warna menjadi hijau atau biru

ditambah dan (jumlah penambahan

dicatat), didiamkan lebih kurang 30 menit sampai larutan dingin.

e. Menambahkan 5 ml 85% dan 1 ml indicator diphenylamine,


f. Menambahkan air suling sampai volumenya 50 ml,
g. Mengocok dengan membolak balikkan sampai homogeny dan
mengendap,
h. Mengambil dengan pipet ukur 5 ml larutan jernih , kemiudian
dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15
ml,

17
i. Larutan dititrasi dengan , sehingga warna menjadi kehijau-

hijauan,
j. Langkah ini diulang tanpa sempel untuk keperluan blangko.

4. Kadar N total
Destruksi
a. Ditimbang kompos dengan gelas arloji (kertas) yang bersih dan
keringseberat 250 mg. ditimbang juga analisis kadar air.
b. Dimasukkan kedalam labu kjeldal 100 ml dan ditambahkan

2,5 ml.
c. Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati-
hati sampai asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih
kehijauan atau tidak berwarna (pemanasan dalam almari asam)
kemudian didinginkan.

Destilasi
a. Setelah larutan didalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air
suling 25-50 ml, kemudian larutan ditambahkan kedalam labu
destilasi, cara memasukkan larutan dengan menuangkan
beruang-ulang dengan air (dalam hal ini diusahakan butir-butir
tanah tidak mask).
b. Mengambil gelas piala 100-150 ml dan diisi dengan 0,1

N 10 ml, diberi 2 tetes indkator methilhingga warna menjadi


merah.
c. Gelas piala ini (b) ditemptkan dibawah alat pendingin destilasi
sedemikian rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup
diatas permukaaan asam.
d. Menambahkan dengan hati-hati (dengan gelas ukur) 20 ml
NaOH pekat (penmbahan NaOH ini diusahakan melalui
dinding labu destilasi). Pekerjaan ini digunakan menjelang saat
sebelum destilasi dimulai (tidak boleh lama).

18
e. Setelah itu didestilasidimulai dan dijaga supaya larutan yang
ada didalam gelas tetap berwarna merah, kalau warna berubah

hilang segera ditambah lagi 0,1 N dengan jumlah yang

diketahui. Estilasi berlangsung selama sekitar 30 menit (dilihat


nilai larutan itu mendidih).
f. Setelah larutan didestilasi, gelas piaa diambi (ingat api baru
boleh dipadamkan kalau gelas piala sudah diambil)
g. Bilas dengan air suling ujung atas bawah alat pendingin (air
suling ini juga dmasukkan dalam gelas piala)

Titrasi
a. Larutan dalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
warna hampir hilang
b. Pekerjaan 1s/d 3 dilakukan juga untuk blangko, yaitu tanpa
memakai sampel.

5. Rasio C/N
a. Menghitung perbandingan antara C-organik dengan N total.
b. Apabila nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai
pupuk (rasio C/N kompos 20), maka proses pengomposan di
hentikan.

B. Temperatur dan Keasaman


Pengamatan temperature dan pH dilakukan setiap hari sampai

sampah menjadi kompos (C/N ).


1. Pengukuran temperatur
a. Menyiapkan alat ukur temperature (thermometer).
b. Memasukkan (menancapkan) thermometer kebagian tengah-tengah
pengomposan ( 15 cm dari permukaan)
c. Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya.

19
d. Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama pada bagian tengah
antara tepid an tengah gundukan (diambil 2 tempat).
e. Tiga hasil pengukuran dibuat rata-rata.
2. Derajat keasaman (pH)
a. Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan kdalam beker glas 50 ml.
b. Menambahkan air suling sebanyak 25 ml kedalam beker glas.
c. Mengaduk air dalam beker glas sampai kompos menjadi larut.
d. Lartan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit.
e. Setelah mengendap dilakukan pengukuran ph dengan ph meter (kertas
lakmus).
f. Menyambung eektroda paaz meterannya.
g. Elektroda diclupkan pada larutan penyangga ph 7 dan ditekan tombol
pada tanda ON disesuaikan dengan keadaan tombol TEMP pada
angka temperature larutan penyangga pH 7, dan atur tombol CALIB
hingga terbaca pada angka 7,00 pada llayar pH meter.
h. Elektroda dicuci pada pancaran air suling dibagian bawahnya sampai
bersih.
i. Elektroda diclupkan pada larutan penyangga pH 4 dan tekan tombol
pada anda ON disesuaikan dngan keadaan tombol TEMP pada
angka temperature larutan penyangga pH 4 dan diatur tombol
SLOPE hingga terbaca angka 4,00 pada layar ph meter.
j. Elaktroda di cuci dengan pancaran air sulling samai bersih
k. Dengan mengikut angkah f s/d j maka pH yag diteliti siap diamati.
l. Elektroda diclupkan pada arutan kompos, kemudian diamati dan
dicatat angka pada monitor menunjukan pada ph meter.
m. Pengukuran diulang sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-rata.

C. Identifikasi Pupuk An-0rganik


1. Higroskopisitas
a. Menimbang sampel pupuk seberat 10 g.
b. Menimbang kantong plastik tempat pupuk.
c. Pupuk dimasukkan dalam kantong plastik yang terbuka.
d. Kantong plastik berisi pupuk disimpan di tempat yang aman dan di
biarkan terbuka.
e. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan cara menimbang
pupuk bersama kantong plastiknya.
f. Pengamatan dilakukan selama 4 minggu.

2. Tingkat kelarutan
a. Menimbang sampel pupuk seberat 10 g.

20
b. Memasukkan pupuk ke dalam gelas ukur.
c. Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume 2 kali lipat
volume pupuk.
d. Setelah 1 jam larutan pupuk di saring dengan kertas saring.
e. Kertas saring dan endapan pupuk diangin-anginkan hingga kering.
f. Setelah kering pupuk dan kertas saringnya di timbang.
g. Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang.
h. Dari hasil penimbangan kita dapat mengetahui berapa endapan yang
diperoleh.
i. Mengitung persentase kelarutan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

21
1. Probiotik
Dari praktikum dan pengamatan pada acara probiotik yang telah
dilakukan dapat diperoleh hasil gambar sebagai berikut :

2. Kompos
Hasil dari pengomposan berbentuk pupuk kompos yang siap
digunakan untuk memupuk tanaman sebagai penambah unsur hara tanaman
dan tanah. Selain itu dari kompos tersebut juga diamati suhu, pH, serta
kadar lengas untuk menghitung kandungan C-Organik, N-Organik serta
rasio C/N.

Gambar 1. Hasil pembuatan kompos

Tabel 1. Pengamatan suhu dan kemasaman

A. Pengamatan 1

Kel. Ket. 30/3/17 31/3/17 1/4/17 3/4/17 4/4/17 5/4/17 5/4/17

22
Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Ph
1. Perlakuan : Urine Sapi
A 27 25 28 29 24 26 8
T 28 29 28 27 26 33 5
B 30 29 30 28 28 31 5
Rata 28,3 27,6 28,6 28 26 30 6
2. Perlakuan : Pupuk Kandang
A 32 28 27 26 29 29 8
T 34 28 29 31 31 27 7
B 29 30 26 29 29 29 5
Rata 31,67 28,67 27,3 28,67 29,67 28,3 6,6
3. Perlakuan : Urine Sapi
A 26 26 26 27 29 27 7
T 30 30 26 28 34 29 7,2
B 26 28 29 29 27 26 7
Rata 27,33 28 27 28 30 27,3 7
4. Perlakuan : Pupuk Kandang
A 31 30 27 27 30 27 7,5
T 33 31 29 30 31 28 7,5
B 31 29 29 26 27 29 8
Rata 31,67 30 28,33 27,67 29,33 28 7,6

B. Pengamatan 2

Kel. Ket. 6/4/17 7/4/17 10/4/17 11/4/17 12/4/17 12/4/17


Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Ph
1. Perlakuan : Urine Sapi

23
A 32 27 24 2 28 8
T 30 26 28 29 30 7
B 30 25 28 28 28 7
Rata 30,6 26 26,6 27,6 28,6 7,3
2. Perlakuan : Pupuk Kandang
A 28 31 30 29 29 7
T 30 31 28 27 27 7
B 26 38 27 36 30 7
Rata 28 28,67 28,33 30,6 30,6 7
3. Perlakuan : Urine Sapi
A 27 26 26 27 29 7
T 28 30 26 28 34 7
B 29 28 29 29 27 7
Rata 28 28 27 28 30 7
4. Perlakuan : Pupuk Kandang
A 30 29 28 30 28 7
T 29 28 29 29 29 7
B 28 27 29 28 30 8
Rata 29 28 28,3 29 29 7,3

Keasaman
Dari praktikum dan pengamatan pada acara keasaman (pH) yang telah
dilakukan ini diperoleh hasil grafik sebagai berikut :

24
Temperatur

Dari praktikum dan pengamatan pada acara suhu/temperatur yang telah


dilakukan ini diperoleh hasil gambar sebagai berikut :

kadar C-organik kompos dalam proses pengomposan

25
Perlakuan Kel.1 Kel. 2 Kel. 3 Kel. 4
Blanko (B) 1.93 ml 2.23 ml 1.93 ml 1.56 ml
Sampel (A) 1.5 ml 0.63 ml 1.47 ml 1.08 ml
Kadar C-organik 3.37% 12.53% 0.36% 3.766%
Kadar BO 5.81% 21.6% 0.62% 6.492%
Tabel 2. Kadar C-organik kompos pada berbagai macam perlakuan
probiotik

Kel C1 C2 C3
kadar N Total
K1 0.00238 0.4290 2.49
Perlakuan
K2 Kel.1 1.75Kel. 2 13.19Kel. 3
11.84 Kel. 4
Blanko
K3 (B) 5.178.2 ml 2.2 8.2 ml 0.5294 8.2 ml 8.2 ml
Sampel (A) 5.8 ml 5.1 ml 7 7.6 ml
K4 0.0025 0.13 11.109
Kadar N Total 1.35% 0.95% 0.68% 0.339%
Tabel 3. Kadar N Total kompos pada berbagai macam perlakuan probiotik

Rasio C/N

Kel.1 Kel. 2 Kel. 3 Kel. 4


C 3.37% 12,53% 0.36% 3.776%
N 1.35% 0.95% 0.68% 0.339%
C/N 2.49% 13,19% 0.5294% 11.109%
Tabel 4. Rasio C/N kompos pada berbagai macam perlakuan probiotik

5. Tabel Anova C/N Rasio

F
SV db db JK KT F hit tab.05
Ulngan (3-1) 2 65.24 32.62 1.80 9.55
Perlakuan (4-1) 3 106.03 35.34 1.95
(3-1)(4-
Eror 1) 6 108.82 18.14
Total (3x4)-1 11 26
280.09
Higroskopisitas

NO JENIS KELOMPOK PENGAMATAN Rata-rata


AWAL I II III IV
PUPUK
(GR)
1 10 10.3 10.7 10.96 11.6 10.9
2 10 11.16 11.62 11.93 11.93 11.66
1 UREA
3 10 10.9 11.27 11.33 11.43 10.99
4 10 10.20 10.60 10.37 10.17 10.33
1 10 10.2 10.7 11 11.6 10.89
2 10 10.8 10.83 10.63 10.43 10.67
2 Mpk
3 10 10.9 10.87 10.8 10.67 10.65
4 10 10.10 10.30 10.67 10.23 10.33
1 10 10.3 10.7 11.3 11.6 11
2 10 10.83 11.03 11.2 11.33 11,09
3 KCL
3 10 10.97 11.37 11.83 11.83 11.20
4 10 10.33 10.37 10.23 10.17 10.28
1 10 10.3 10.6 10.89 11.5 11.8
2 10 10.76 10.63 10.7 10.66 10.68
4 SP36
3 10 10.67 10.63 10.57 10.33 10.44
4 10 10.03 10.10 10.10 10.07 10.08
1 10 10.2 10.56 10.86 11.3 10.74
2 10 10.7 10.9 10.83 10.56 10.74
5 ZA
3 10 10.67 10.53 10.77 10.7 10.53
4 10 10.10 10.17 10.33 10.16 10.2

Tingkat Kelarutan

Tingkat kelarutan pada pupuk

JENIS SAMP BERAT KERTAS SARING (A B ) %


NO
PUPUK EL BASAH ( A ) KERING ( B ) KELARUTAN
1 Mpk 1 10 1.1 8.9 89%
2 10 0.5 9.5 95%
3 10 5.75 4.25 42.5%
4 10 1.4 8.6 86%

27
2 KCL 1 10 4.5 5.5 55%
2 10 5 5 50%
3 10 6 4 40%
4 10 1.6 8.4 84%
3 SP36 1 10 7.7 2.3 23%
2 10 9.1 0.9 9%
3 10 9.65 0.35 3.5%
4 10 1.9 8.1 81%
4 UREA 1 10 0 10 100%
2 10 6.6 3.4 34%
3 10 0.85 9.15 91.5%
4 10 1.3 8.7 87%
5 ZA 1 10 0 10 100%
2 10 1 9 90%
3 10 0.82 9.18 91.8%
4 10 1.4 8.6 86%

Grafik Tingkat kelarutan pupuk

4.2 Pembahasan

1. Probiotik

28
Pada praktikum pengomposan kali bertujuan Membuat probiotik untuk
membantu proses pengomposan, Pada pembuatan probiotik ini, bahan dasar yang
digunakan adalah urin sapi dan pupuk kandang . Hasil probiotik dari kedua bahan
dasar ini nantinya akan digunakan sebagai starter dalam proses pengomposan
sampah organik dan dan hasilnya dibandingkan. Kelompok kami membuat
probiotik dari bahan baku kotoran sapi. Dalam pembuatan probiotik ini gula jawa
tidak disterilisasi karena apabila disterilasi maka kandungan karbohidrat (gula
sederhana) akan berkurang bahkan hilang. Karbohidrat sendiri merupakan substrat
yang digunakan mikroorganisme untuk melangsungkan hidupnya. Probiotik yang
dihasilkan dari urin sapi berwarna coklat kekuningan dan mengeluarkan bau yang
tidak sedap. Bau ini berasal dari urin sapi, terasi dan bekatul yang tercampur
menjadi satu dan menandakan banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dan
sudah siap digunakan.

Praktikum pengomposan ini terdiri dari bermacam-macam bahan


diantaranya: pupuk hijau yaitu bahan kompos terdiri dari sisa-sisa tanaman
misalnya jerami dan daun-daun tumbuhan.

Probiotik merupakan organisme yang dapat dimanfaatkan untuk membantu


mempercepat digradasi limbah organic. Dengan menambahkanya pada limbah
yang akan dikomposkan dapatmempercepat proses pengomposan. Adanya
probiotik akan membantu masyarakat untuk mengelola limbah yang dihasilkan,
khususnya limbah organic menjadi kompos.Pengomposan pada dasarnya
merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Mikrobia tersebut adalah bakteri, fungi, dan
jasad renik lainnya

Peranan bakteri probiotik sebagai kontrol biologis pada sistem budi daya
adalah menekan pertumbuhan bakteri pathogen, mempercepat degradasi bahan
organik dan limbah, meningkatkan ketersediaan nutrisi esensial, meningkatkan
aktivitas mikroorganisme indigenus yang menguntungkan pada tanaman, misal

29
Mycorriza, Rhizobium dan bakteri pelarut pospat, memfiksasi nitrogen,
mengurangi pupuk dan pestisida.

2. Pengomposan

Acara yang kedua yaitu pengomposan dimana pada proses pengomposan


ini bahan-bahan yang akan digunakan yaitu daun-daun tanaman dari jenis sayur-
sayuran, rerumputan dan jerami, sebelum dilakukan pengomosan daun-daun
tanaman ini dipotong-potong (dicincang) kecil-kecil agar nantinya pada saat
proses pengomposan, kompos lebih cepat matang dan cepat terurai sehingga
proses pengomposan tidak terlalu lama.

Secara garis besar pengomposan dapat dilakukan bebrapa cara tergantung


pada keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah
kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera pembuat
kompos itu sendiri.

Yang perlu diperhatikan atau diamati dalam proses pengomposan


adalah sebagai berikut:
1. Kelembaban
Mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%.
Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme bekerja optimal.
2. Konsentarasi oksigen
Kebutuhan oksigen dalam pembuatan kompos yakni berkisar antara
10-18%.
3. Temperatur
Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
merombak bahan adalah 35-55C.
4. Perbandingan C/N
Perbandingan C/N yang optimum untuk proses pengomposan
adalah berkisar antara 25-25.
5. derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman yang terbaik untuk proses pengomposan adalah
pada kondisi pH netral yakni berkisar antara 6-8.
6. Ukuran bahan

30
Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan aerobik berkisar
antara 1-7,5 cm.
7. Homogenitas campuran sampah
Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos
perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, sehingga
diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu
kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara
seragam.
Dalam praktikum kali ini mahasiswa dibagi menjadi empat
kelompok dimana kelompok 1 dan 3 membuat kompos dengan bahan probiotik
urin sapi kelompok 2 dan 4 membuat kompos dengan bahan probiotik pupuk
kandang. Nantinya bertujuan untuk membandingkan hasil antara kompos bahan
probiotik urin sapi dengan kompos bahan probiotik pupuk kandang. Pada saat
proses pengomposan daun-daun tanaman yang sudah di potong-potong kemudian
di timbang / dibagi rata disetiap kelompok dan mulai dilakukan proses
pencampuran bahan daun-daun tanaman sebanyak 5 kg dengan probiotik 0,5 liter
kemudian diaduk hingga rata dengan kelembaban kurang lebih 30%. Kemudian
bahan kompos yang sudah dicampur rata dimasukkan dalam ember dan di bagi
menjadi tiga lapisan setiap lapisan ditabuti dengan abu guna untuk meningkatkan
dan menjaga derajat keasaman (pH). kompos ditutup rapat dengan plastik
kemudian dilakukan pengamatan suhu dan derajat kesaman (pH) setiap hari
hingga kompos sudah menjadi dan siap pakai unuk memupuk tanaman.

Pada kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah


terdekomposisi membentuk produk yang stabil. Untuk mengetahui tingkat
kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun
pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk
mengetahui tingkat kematangan kompos adalah sebagai berikut:

Dicium/dibaui

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum,


meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak

31
sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa
berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau
seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.

Warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman.


Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan
mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

Penyusutan

Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan


kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 40 %. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang.

3. Suhu dan keasaman


Pola perubahan temperatur dan tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan
tipe dan jenis mikroorganisme. Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi
yang dihasilkan akan meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator
adanya proses dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja
mikroorganisme. Pada saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka
dibebaskanlah sejumlah energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan
miroorganisme memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu.

Dari hasil praktikum pembuatan kompos diperoleh rata rata suhu saat
proses pengomposan, yaitu pada pengomposan yang menggunakan probiotik
urine sapi diperoleh rata rata suhu 28,120C. Sedangkan pada pengomposan
perlakuan probiotik kotoran sapi adalah 29,14 0C. Saat pengomposan terjadi naik
turunnya suhu kompos dan itu dikarenakan oleh beberapa faktor, misalnya faktor
lingkungan tempat kompos tersebut disimpan, saat pengukuran suhu bisa saja

32
dibawah AC yang menyala yang bisa menyebabkan suhu kompos tersebut tidak
stabil, bisa juga disebabkan oleh waktu pengamatan yang berbeda beda.

Hasil pengukuran/pengamatan keasaman (pH) pada saat proses pengomposan


diperoleh data sebagai berikut, yaitu : kelompok 1 dan 4 yang menggunakan
probiotik urine sapi memiliki rata rata pH sebesar 6,77 dan 7,02 sedangkan
kelompok 2 dan 4 yang menggunakan probiotik yang berbahan dasar kotoran sapi
sebesar 6,89.dan 7,32. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pH pada setiap
kelompok baik itu yang menggunakan probitik urine sapi maupun kotoran sapi,
mengalami naik turun. Hal ini bisa dikarenakan kurang ratanya sampel dalam
pengambilan sampel ataupun berat sampel yang sedikit berbeda, dan juga
banyaknya abu yang ikut terbawa saat pengecekan kadar pH, semakin banyak abu
yang terbawa semakin tinggi kadar pH yang diamati. dan pada saat pengadukan
sampel tidak merata saat akan dicek pHnya menggunakan pH meter, sehingga
dapat mengakibatkan pH berubah ubah.

Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses


pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :

pH terlalu tinggi (di atas 8), unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3
yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang
menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan
mikroorganisme.
pH terlalu rendah (di bawah 6). Kondisi menjadi asam dan dapat
menyebabkan kematian jasad renik.

4. Kadar C-organik
Pada dasarnya tanaman memerlukan berbagai unsur hara baik itu unsur
mikro, ataupun unsur makro. Unsur C dan N merupakan unsur yang paling
penting dalam tanaman. C-organik bahan organik dapat meningkatkan kesuburan

33
kimia, fisika, maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organic
dilakukan berdasarkan jumlah c-oraganik. Sumber utama CO 2 di alam berasal dari
dekomposisi bahan organik berupa sisa-sisa tanaman ataupun hewan dan dari
respirasi invertebrata, bakteri serta fungi.

Kadar C-Organik kompos yang menggunakan probiotik pupuk kandang dan


urin sapi yaitu 8,63% . Untuk standar SNI kadar C-Organik mempunyai batas
minimum 9.8% dan batas maksimum 32%. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan macam probiotik terhadap kadar C-Organik kompos maka dilakukan
penukaran data dengan kelompok 1, 2, 3,dan 4. Setelah dilakukan uji analisis
varians diketahui bahwa F-Hitung lebih kecil dari F-Tabel, sehingga tidak ada
beda nyata antar perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan macam probiotik
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar C-organik kompos. Keperluan seluruh
tanaman yang hidup diperkirakan sekitar 80 x 109 ton karbon/tahun. Dengan
perediaan CO2 dalam udara sebesar 1,80% volume, maka CO 2 tersebut akan habis
diserap tanaman dalam waktu beberapa dekade saja. Berkat adanya daur (siklus)
yang menghasilkan CO2, maka kadar gas tersebut relatif stabil (Konova, 1966).

5. Kadar N total

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai N-Total yaitu bahan organic,


apabila bahan organiknya tinggi maka nilai N-Total juga tinggi, begitu pula
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kemas (2005) yang menyatakan
bahwa apabila peningkatan kadar bahan organik terjadi maka N dalam tanah juga
akan meningkat.

Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik.


Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman
menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga
dapat menyerap adalah NH4, dan urea {CO(N2)}2 dalam bentuk NO3.
Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami
mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi.Sebagian N

34
terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan
kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui
pemupukan.Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.

N total tanah dilakukan dengan mendestruksi larutan terlebih dahulu


kemudian di destilasi dan yang terakhir adalah dititrasi.Larutan H2SO4 pekat
digunakan untuk mendestruksi untuk mengetahui N total tanah hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan serbuk K2SO4 dan CuSO4 1 sendok kecil. Akhir
mendestruksi larutan tersebut yaitu dengan menunggu hingga asap hilang dan
larutan menjadi putih kehijauan atau tidak berwarna.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil kadar N kompos


dengan probiotik urin sapi kelompok 1 adalah 1,35% dan kelompok 3 yaitu
0,68%. Sedangkan kadar n total probiotik pupuk kandang kel 2 yaitu 0,95% dan
kel 4 yaitu 0,339%. Hal ini dapat terjadi karena masing-masing berbeda dalam
perlakuan pupuk, jadi sumber N juga berbeda dalam jumlah kualitas dan
kuantitasnya. Menurut Darmawijaya (2000) pada tiap horizon tanah terjadi
perubahan N total disebabkan oleh kehilagan N total oleh alih rupa, juga
dipengaruhi tingkat perombakan bahan organik. Sedangkan ke horizon bawah
menunujukkan kenaikan N total ini diduga karena perombakan bahan organik
yang belum intensif.

6. Rasio C/N
Rasio C/Nmerupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal
ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme
yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan
nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah.
Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20
sampai dengan 40, tetapi rasio paling baik adalah 30.

Rasio C/N kompos yang menggunakan probiotik pupuk kandang yaitu


12,1495% sedangkan kompos yang menggunakan probiotik urin sapi yaitu

35
1,5097%. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan macam probiotik terhadap rasio
C/N kompos maka dilakukan penukaran data dengan kelompok 1, 2, 3 dan 4.
Setelah dilakukan uji analisis varians diketahui bahwa F-Hitung lebih besar dari
F-Tabel, sehingga ada beda nyata antar perlakuan. Untuk meyakinkan hal tersebut
maka dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf 5% dan didapatkan hasilnya.

7. Higroskopisitas
Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan proses fisika, kimia,
atau biologis. pada umumnya pupuk anorganik dibuat oleh pabrik. Bahan bahan
dalam pembuatan pupuk anorgank berbeda beda, tergantung kandungan yang
diinginkan. Misalnya unsur hara fosfor terbuat dari batu fosfor, unsure hara
nitrogen terbuat dari urea. Pupuk anorganik sebagian besar bersifat hidroskopis.
Higroskopisitas adalah kemampuan menyerap air diudara, sehingga semakin
tinggi higroskopisitas semakin cepat pupuk mencair.

Dalam praktikum ini dilakukan pengujian higroskopisitas terhadap enam


macam pupuk anorganik yaitu ZA, urea, KCL, SP-36, NPK- 16 dan NPK 25. Dari
enam kelompok praktikum di dapat hasil yang berbeda- beda pada uji
higrokopitas .Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa NPK-25 memiliki
higroskopisitas tertinggi dan ZA, Urea, KCL, SP-36, NPK-16 memiliki
higroskopisitas yang relatif sama. Perbedaan higroskopisitas ini disebabkan oleh
bahan pembentuk dan struktur kimia dari pupuk itu sendiri. Higroskopisitas ini
berkaitan dengan daya dan cara simpan dari pupuk anorganik. Pupuk yang mudah
menyerap air akan memiliki daya simpan yang singkat dibandingkan dengan
pupuk yang sukar menyerap air.

1. Tingkat kelarutan pupuk anorganik


Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu
tertentu yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau
solven telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogeni. Kelarutan
suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves like

36
senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang
penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan
dengan tetapan dielektrikum.

Tinggi rendahnya persen kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor dari


bentuk fisik misalnya bentuk butiran lebih lembut maka tingkat kelarutan pada
pupuk tersebut akan lebih cepat terlarut dibandingkan dengan yang memiliki
bentuk butiran yang lebih kasar (besar).

BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Probiotik merupakan organisme yang dapat dimanfaatkan untuk


membantu mempercepat degradasi atau penguraian limbah organik.

37
2. Kompos merupakan pupuk organik sebagai hasil dari proses biologi oleh
aktivitas mikroorganisme decomposer dalam menguraikan (dekomposisi)
bahan organik menjadi humus.
3. Pengomposan adalah penguraian bahan organik oleh sejumlah besar
mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara
dengan hasil akhir berupa humus.
4. Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa hal yang bekaitan dengan
aktivitas mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung :

a. Ukuran dan jenis sumber bahan organik d. Kelembaban

b. Keseimbangan nutrisi ( Rasio C : N ) e. Keasaman

c. Suhu f. Sirkulasi udara

5. Perlakuan macam probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar C-


organik kompos dan N total.
6. Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia, biologi, tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman.
7. Pupuk NPK higroskopisitasnya paling tinggi yaitu 13,8.
8. Tingkat kelarutan pupuk dari yang paling tinggi ke rendah:
1. MKP
2. UREA
3. NPK
4. ZA
5. KCL
6. SP-36

38

Вам также может понравиться