Вы находитесь на странице: 1из 22

MAKALAH SYARIAH & HUKUM

ISLAM

Kelompok 1
1. Fiki Purnama Indra
2. Diky Benarivo
3. Marwan G.P
4. Dheny Ary.W
5. Arfinsyah . N
6. Aditya Yunara
PENDAHULUAN

Bab 1 Kata Pengantar


Bab 2 Syariah Islam
Bab 3 Hukum Islam
Bab 4 Penutup
Bab 1

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melal
ui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama emp
at belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangk
ut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan buda
ya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa
Jepang dan Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Mercu Buana. Saya
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,


Penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah,
Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah,
Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekelompok orang, atau
organisasi/lembaga,
Ucapan terima kasih kepada seseorang/lembaga yang membantu,
Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa dibubuhi tanda
tangan,
Harapan penulis atas karangan tersebut, dan
Manfaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.
Bab II
SYARIAH ISLAM
Defenisi Syariah
Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan.
Kata syariat berasal dari kata syara al-syaiu yang berarti menerangkan atau
menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syirah dan syariah yang berarti suatu
tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang
yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syari
hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-
hukum dalam Al-Quran dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan
penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah hukum-hukum Allah yang
ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan sunnah serta dalil-dalil yang
berkaitan dengan keduanya seperti ijma dan qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah
apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah),
ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda
untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Demikian juga istilah hukum Islam sering diidentikkan dengan kata norma
Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian, padanan kata ini dalam bahasa
Arab barangkali adalah kata al-syariah. Namun, ada juga yang mengartikan kata
hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan tingkah laku, yang padanannya
barangkali adalah al-fiqh.
Penjabaran lebih luas dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan
dengan kata al-syariah, hukum Islam secara umum dapat diartikan dalam arti luas
dan dalam arti sempit.

Syari'ah Dalam Arti Luas


Dalam arti luas al-syariah berarti seluruh ajaran Islam yang berupa
norma-norma ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual
dan kolektif.
Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang
pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul
fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih).
Syari'ah Dalam Arti Sempit
Dalam arti sempit al-syariah berarti norma-norma yang mengatur sistem
tingkah laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-
syariah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih. Syari'ah dalam arti sempit
(fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi empat bidang:
ibadah
muamalah
uqubah dan
lainnya.

Perbedaan Syari'ah dan Fikih


Abu Ameenah menambahkan tiga perbedaan lain antara syariah dan fiqh,
yaitu: Pertama, Syariah merupakan hukum yang diwahyukan Allah yang
terdapat dalam al-Quran dan sunah, sementara fiqh adalah hukum yang
disimpulkan dari syariah yang merespon situasi-situasi tertentu yang tidak
secara langsung dibahas dalam hukum syariah. Kedua, syariah adalah pasti
dan tidak berubah, sementara fiqh berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana
diterapkan. Ketiga, hukum syariah sebagian besar bersifat umum;
meletakkan prinsip-prinsip dasar, sebaliknya hukum fiqh cenderung
spesifik; menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip dasar syariah bisa
diaplikasikan sesuai dengan keadaan. Akan tetapi, walaupun sesungguhnya
makna syariah dan fiqh memiliki perbedaan, namun kemudian diterjemahkan
secara longgar sebagai hukum Islam.
Prinsip dan Ciri-Ciri Ekonomi Islam - Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah
swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 105, "Dan
katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu". Kerja membawa pada kemampuan, sebagaimana
sabda Rasulullah Muhammad SAW: "Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena
bekerja, maka di waktu itu ia mendapat ampunan". (HR. Thabrani dan Baihaqi). Islam
adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam
dengan prinsip-prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik
manusia, melainkan hanya anugerah dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya
demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada
Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.
Prinsip Ekonomi Islam
Secara umum prinsip-prinsip ekonomi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Tauhid (keesaan Tuhan). Segala sesuatu yang kita perbuat di dunia nantinya akan
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
2. Adl (keadilan). Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil.
Adil yang dimaksud disini adalah tidak menzalimi dan tidak dizalimi, sehingga
penerapannya dalam kegiatan ekonomi adalah manusia tidak boleh berbuat jahat kepada
orang lain atau merusak alam untuk memperoleh keuntungan pribadi.
3. Nubuwwah (kenabian). Setiap muslim diharuskan untuk meneladani sifat dari
nabi Muhammad SAW. Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yang patut diteladani untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang ekonomi yaitu : Siddiq
(benar, jujur), Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas), Fathanah
(Kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualita) dan tabligh (komunikasi, keterbukaan,
pemasaran).
4. Khilafah (pemerintahan). Dalam Islam, peranan yang dimainkan pemerintah
terbilang kecil akan tetapi sangat vital dalam perekonomian. Peranan utamanya adalah
memastikan bahwa perekonomian suatu negara berjalan dengan baik tanpa distorsi dan
telah sesuai dengan syariah.
5. Maad (hasil). Imam Ghazali menyatakan bahwa motif para pelaku ekonomi
adalah untuk mendapatkan keuntungan/profit/laba. Dalam islam, ada laba/keuntungan di
dunia dan ada laba/keuntungan di akhirat.

Prinsip Derivatif
Merupakan prinsip-prinsip sistem ekonomi islam yang juga menjadi tiang ekonomi islam
yaitu:
1. Multitype Ownership (kepemilikan multijenis) merupakan turunan dari nilai
tauhid dan adil. Dalam ekonomi Islam, kepemilikan swasta atau pribadi tetap diakui.
Akan tetapi untuk menjamin adanya keadilan, maka cabang-cabang produksi yang
strategis dapat dikuasai oleh negara.
2. Freedom to act (Kebebasan bertindak atau berusaha) merupakan turunan dari
nilai nubuwwah, adil dan khilafah. Freedom to act akan menciptakan mekanisme pasar
dalam perekonomian karena setiap individu bebas untuk bemuamalah. Pemerintah akan
bertindak sebagai wasit yang adil dan mengawasi pelaku-pelaku ekonomi serta
memastikan bahwa tidak terjadi distorsi dalam pasar dan menjamin tidak dilanggarnya
syariah.
3. Social Justice (Keadilan Sosial) merupakan turunan dari nilai khilafah dan
maad. Dalam ekonomi islam, pemerintah bertanggungjawab menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara kaya dan miskin.
Secara garis besar

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau anugerah dari Allah
swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8. Islam menolak riba dalam bentuk apapun.

Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya
kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan,
dan kerugian p[ada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya
adalah membantu manusia mencapai ketenangan di dunia dan di akhirat. Teori ekonomi
islam dan sistemnya belumlah cukup tanpa adanya manusia yang menerapkan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi
seluruh umat manusia, yaitu:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek
kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa
maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar yaitu:
Kamaslahatan keyakinan agama (al din)
Kamaslahatan jiwa (al nafs)
Kamaslahatan akal (al aql)
Kamaslahatan keluarga dan keturunan (al nasl)
Kamaslahatan harta benda (al mal)

Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari sumber
akal. yang membedakannya dari sistem ekonomi lainnya, yaitu Ilahiah dan Insaniah.
Berciri Ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya,
Ekonomi Islam berlandaskan pada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah
milik Allah SWT semata, sedangkN manusia hanya sebagai khalifah yang
mengelolanya (Istikhlaf) guna kelangsungan hidupnya, sebagaimana diamanatkan
Allah SWT dalam surat Al-Hadiid ayat 7. Ekonomi Islam juga berpijak pada syariat
yang mewajibkan pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana
ditekankan dalam surat Al-Maa-idah ayat 48 bahwa setiap umat para Nabi punya
aturan syariat dan sistem.
Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para pelaku
Ekonomi Islam berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaimana
Rasulullah SAW mengingatkan bahwasanya beliau diutus hanya untuk
menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq.

Berciri Insaniah karena memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi dan sempurna. Sistem
ekonomi Islam tidak membunuh hak individu sebagaimana Allah SWT nyatakan
dalam surat Al-Baqarah ayat 29 bahwa semua yang ada di bumi diciptakan untuk
semua orang. Namun pada saat yang sama tetap memelihara hak sosial dengan
seimbang, sebagaimana diamanatkan dalam surat Al-Israa ayat 29 bahwa pengelolaan
harta tidak boleh kikir, tapi juga tidak boleh boros.
Disamping itu, tetap menjaga hubungan dengan negara sebagaimana diperintahkan
dalam surat An-Nisaa ayat 59 yang mewajibkan ketaatan kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW serta Ulil Amri yang dalam hal ini boleh diartikan penguasa
(pemerintah) selama taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Berbeda dengan ilmu ekonomi modern dimana masalah pilihan sangat tergantung pada
macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin atau mungkin juga
tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu
ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-
sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan
ketetapan kitab Suci Al-Quran dan Sunnah atas tenaga individu. Dalam Islam,
kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan
sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya, tidak seorang pun
lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Quran atau
Sunnah.

pertama, individual yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan mendapatkan keuntungan


materi bagi pelakunya, seperti perniagaan, pertukaran dan perusahaan. Kedua, sosial
yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan memberikan keuntungan kepada orang lain,
seperti pemberian, pertolongan dan perputaran.

Syariat Islam mempunyai 2 sumber hukum dalam menetapkan undang-undangnya,


yaitu: Al-Quran dan Hadits, walaupun sebagain ulama memasukkan ijma dan
qiyas sebagai sumber hukum syariat Islam. Segala ketetapan di dalam agama Islam
yang bersifat perintah, anjuran, larangan, pemberian pilihan atau yang sejenisnya
dinamakan sebagai hukum-hukum syara atau hukum-hukum syariat atau hukum-
hukum agama.
Hukum syara adalah seruan Syari (pembuat hukum) yang berkaitan dengan aktivitas
hamba (manusia) berupa tuntutan, penetapan dan pemberian pilihan. Dikatakan Syari
tanpa menyebutkan Allah swt sebagai pembuat hukum karena agar sunnah Nabi
Muhammad saw termasuk didalamnya. Dikatakan pula aktivitas hamba, tidak
menggunakan mukallaf (orang yang dibebani hukum), agar hukum itu mencakup anak
kecil dan orang gila.

Secara garis besar ada 5 macam hukum syara yang mesti diketahui oleh kita:
1. Wajib
2. Sunnah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah

1. Wajib: para ulama memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain:


Suatu ketentuan agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa. Atau Suatu
ketentuan jika ditinggalkan mendapat adzab

Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib
hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka
berdosalah dia.

Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yang
harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia.
Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman
Allah swt:

(
( :63

.Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (An-Nur: 63)
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka
akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain
melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

2. Sunnah:
Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan
tidak berdosa. Atau bisa anda katakan : Suatu perbuatan yang diminta oleh syari
tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa
Contoh: Nabi saw bersabda:

. -
-

Artinya: Shaumlah sehari dan berbukalah sehari. Hadits riwayat Imam Bukhari
dan Imam Muslim.
Dalam hadits ini ada perintah -
- shaumlah, jika perintah ini dianggap wajib,
maka menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa
kewajiban shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.


..

.

.apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan
ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu (melakukan yang sunnah). Hadits
riwayat Imam Bukhari.

Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan ramadhan
sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama shaumlah
itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:
1.Sunnah
2. Mubah

Shaum adalah suatu amalan yang berkaitan dengan ibadah, maka jika ada perintah
yang berhubungan dengan ibadah tetapi tidak wajib, maka hukumnya sunnah. Kalau
dikerjakan mendapat pahala jika meninggalkannya tidak berdosa.

Alasan untuk menetapkan hal itu mendapat pahala adalah atas dasar firman Allah swt:


- . -: 26

Bagi orang-orang yang melakukan kebaikan (akan mendapat) kebaikan dan


(disediakan) tambahan (atas kebaikan yang telah diperbuatnya) S.Yunus: 26-

Allah swt memberi kabar, bahwasanya siapa saja yang berbuat baik di dunia dengan
keimanan (kepada-Nya) maka (balasan) kebaikan di akhirat untuknya, sebagai mana
firman Allah:

-

. :60

Artinya: Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) S. Ar-Rahman: 60.

Kita bisa memahami bahwa orang yang melakukan suatu kebaikan selain
mendapatkan balasan atas apa yang telah dia lakukan, terdapat pula tambahan yang
disediakan, dan tambahan ini bisa kita sebut sebagai ganjaran.

3.Haram:
Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau
orang melanggarnya, berdosalah orang itu.
Contoh: Nabi saw bersabda:

- .

Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun. Hadits riwayat Imam


Thabrani.
Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib
lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.

Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai
untuk menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Quran S.An-Nur: 63.

4.Makruh:
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci.
Suatu ketentuan larangan yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada
dilakukan. Atau meninggalkannya lebih baik dari pada melakukannya.

Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya,
dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja,
lihat Al-Quran Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:


- : 173

Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan
binatang yang disembelih bukan karena Allah.

Kata dalam bahasa Arab disebut sebagai huruf hashr yaitu huruf yang dipakai
untuk membatas sesuatu. Kata ini diterjemahkan dengan arti: hanya, tidak lain
melainkan. Salah satu hadits Nabi saw yang menggunakan huruf innama ini adalah:

Tidak lain melainkan aku diperintah berwudhu apabila aku akan mengerjakan
shalat. Hadits riwayat Imam Tirmidzi.

Dengan ini berarti bahwa wudhu hanya diwajibkan ketika akan mengerjakan shalat.
Lafazh pada ayat ini ia berfungsi membatasi bahwa makanan yang diharamkan itu
hanya empat yaitu: bangkai, darah, babi dan binatang yang disembelih bukan karena
Allah. Maka kalau larangan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga,
berarti sabda Nabi saw yang melarang makan binatang buas itu, menentangi Allah, ini
tidak mungkin. Berarti binatang buas itu tidak haram, kalau tidak haram maka hukum
itu berhadapan dengan 2 kemungkinan yaitu: mubah atau makruh. Jika dihukumkan
mubah tidak tepat, karena Nabi saw melarang bukan memerintah. Jadi larangan dari
Nabi itu kita ringankan dan larangan yang ringan itu tidak lain melainkan makruh.
Maka kesimpulannya: binatang buas itu makruh.
5.Mubah:
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal.
Satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang
mengerjakannya atau tidak mengerjakannya atau Segala sesuatu yang
diidzinkan oleh Allah untuk mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa
dikenakan siksa bagi pelakunya

Contoh: dalam Al-Quran ada perintah makan, yaitu:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan Al-Araf: 31

Akan tetapi perintah ini dianggap mubah. Jika kita mewajibkan perintah makan maka
anggapan ini tidak tepat, karena urusan makan atau minum ini adalah hal yang pasti
dilakukan oleh seluruh manusia baik masih balita atau jompo. Sesuatu yang tidak bisa
dielak dan menjadi kemestian bagi manusia tidak perlu memberi hukum wajib, maka
perintah Allah dalam ayat diatas bukanlah wajib, jika bukan wajib maka ada 2
kemungkian hukum yang dapat kita ambil, yaitu: sunnah atau mubah. Urusan makan
atau minum ini adalah bersifat keduniaan dan tidak dijanjikan ganjarannya jika
melakukannya, maka jika suatu amal yang tidak mendapat ganjaran maka hal itu
termasuk dalam hukum mubah.

Ekonomi Syariah adalah ekonomi yang berdasarkan dengan ketentuan syariah.


Lahirnya ekonomi syariah ini bermula ketika Rasulullah SAW melakukan aktifitas
perdagangannya, yaitu ketika berusia sekitar 16 - 17 Tahun. Rasulullah SAW ketika itu
melakukan perdagangan disekitar masjidil haram dengan sistem murabahah, yaitu jual
beli yang harga pokoknya diinformasikan dan marginnya dapat dinegosiasikan.

Rasulullah SAW memulai aktifitas perdagangan karena pada saat itu perekonomian
Abu Thalib mengalami kesulitan. Ketika Rasulullah SAW berusia 20-an, Rasulullah SAW
memulai bisnis kongsi dagang (bermusyarokah) dengan Khodijah. Bisnis Rasulullah
SAW berkembang dengan pesat, sampai - sampai Rasulullah SAW dapat memberikan
mahar kepada Khodijah sebesar 100 ekor unta merah (pada saat itu unta merah
adalah kendaraan termahal).

Pada sejarah ini, hal yang kita dapat pelajaran dari hal ini adalah :

1. Akad - akad syariah telah ada ketika Rasulullah SAW belum diangkat menjadi Nabi
dan Rasul.
2. Sistem Ekonomi Syariah baru ada ketika Rasulullah SAW diangkat menjadi Nabi
dan Rasul.

Akad - akad syariah seperti Murabahah, Mudharabah, Musyarokah, Salam, Istisna, dan
Ijaroh telah ada dan biasa dilakukan oleh Bangsa Arab ketika itu karena memang
mereka melakukan perdagangan sebagaimana di jabarkan dalam Al-quran dalam
Surat Quraisy.

Bukan hanya akad - akad yang syariah saja yang ada, akan tetapi juga akad - akad
yang dilarang syariah pun juga dilakukan oleh mereka seperti mengambil riba,
penipuan, dan perjudian. Sebagaimana dalam benak mereka, ketika mereka
melakukan praktik riba mereka beranggapan bahwa mereka sedang Taqarub
(mendekatkan diri) kepada Allah SWT, ketika mereka melakukan perjudian anggapan
mereka adalah kedermawanan.

Pada saat itulah telah terjadi misinterpersepsi masyarakat yang sangat jauh dari nilai
kebenaran (kalau kita amati pada zaman sekarang, sepertinya gejala seperti ini mulai
ada). Anggapan - anggapan yang salah dianggap benar dan yang benar dianggap
salah.

Pada saat kesimpangsiuran persepsi manusia kian membuncah maka pada saat itulah
Islam memberikan pencerahan kembali dan mengembalikan semua itu pada tempat
awalnya, seperti Riba yang dianggap Taqarub kepada Allah maka Allah SWT balas
dengan Riba itu tidak menambah apapun disisi Allah SWT, dan bahkan dikatakan
dalam Alquran surat Al - baqoroh ayat 275 - 279 orang - orang yang memakan riba
seperti orang yang kerasukan dan bahkan dianggap mengajak perang kepada Allah
dan Rasul-Nya.

Inilah yang menjadi dasar dalam praktik muamalah yaitu berawal dari yang mubah
kecuali kalau ada larangannya. Segala sesuatu dalam muamalah itu adalah boleh
kecuali ada dalil pelarangannya dan yang dilarang itu hanya sedikit sedangkan yang
halal itu banyak.
Bab III
Hukum Islam
Pengertian hukum
Hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari wahyu agama,
sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan
agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa
disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian biasa hanya menyangkut
soal keduniaan semata.[5] Sedangkan Joseph Schacht mengartikan hukum Islam
sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur kehidupan umat Islam dalam
keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik dan hukum.[6]
Terkait tentang sumber hukum, kata-kata sumber hukum Islam merupakan
terjemahan dari lafazh Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam
kitab-kitab hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik.
Untuk menjelaskan arti sumber hukum Islam, mereka menggunakan al-adillah al-
Syariyyah. Penggunaan mashadir al-Ahkam oleh ulama pada masa sekarang ini, tentu
yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-Syariyyah.
Yang dimaksud Masadir al-Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara yang
diambil (diistimbathkan) daripadanya untuk menemukan hukum. Sumber hukum
dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih
dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur
ulama adalah Al Quran, Hadits, Ijma dan Qiyas. Para Ulama juga sepakat dengan
urutan dalil-dalil tersebut di atas (Al Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas).
Sedangkan sumber hukum Islam yang masih diperselisihkan di kalangan para
ulama selain sumber hukum yang empat di atas adalah istihsan, maslahah mursalah,
istishab, uruf, madzhab as-Shahabi, syaru man qablana.
Dengan demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat sumber
hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan. Wahbah al-
Zuhaili menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang
telah disebutkan di atas dan yang ketujuh adalah ad-dzarai. Sebagian ulama
menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil
hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai metode
ijtihad.
Hukum Islam[7] mengalami perkembangan yang pesat di periode Nabi
Muhammad di mana tradisi Arab pra-Islam yang berhubungan dengan akidah
dihilangkan, sedangkan tradisi lokal Arab yang berhubungan dengan muamalah
sejauh masih sejalan dengan nilai-nilai Islam, dipertahankan dan diakulturasikan.
Namun dalam perjalanannya, hukum Islam mengalami pergolakan dan kontroversi
yang luar biasa ketika dihadapkan dengan kondisi sosio-kultural dalam dimensi
tempat dan waktu yang berbeda. Menurut hemat penulis, hukum Islam meliputi
syariat (al-Quran dan sunnah) sebagai sumber primer dan fiqh yang diambil dari
syariat yang pada dasarnya digunakan sebagai landasan hukum.[8]
Adapun spesifikasi dari macam-macam hukum Islam, fuqaha memberi
formulasi di antaranya wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
a. Wajib
Ulama memberikan banyak pengertian mengenainya, antara lain suatu ketentuan
agama yang harus dikerjakan kalau tidak berdosa. Atau Suatu ketentuan jika
ditinggalkan mendapat adzab. Contoh, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu
ketentuan dari agama yang harus dikerjakan, jika tidak berdosalah ia. Alasan yang
dipakai untuk menetapkan pengertian diatas adalah atas dasar firman Allah swt:
Dirikanlah shalat dari tergelincir matahari sampai malam telah gelap dan bacalah Al
Quran di waktu Fajar, sesungguhnya membaca Al Quran di waktu Fajar disaksikan
(dihadiri oleh Malaikat yang bertugas di malam hari dan yang bertugas di siang hari).
b. Sunnah
Suatu perbuatan jika dikerjakan akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak
berdosa. Atau bisa anda katakan sebagai suatu perbuatan yang diminta oleh syari
tetapi tidak wajib, dan meninggalkannya tidak berdosa.
c. Haram
Suatu ketentuan larangan dari agama yang tidak boleh dikerjakan. Kalau orang
melanggarnya, berdosalah orang itu.
d. Makruh
Arti makruh secara bahasa adalah dibenci. Suatu ketentuan larangan yang lebih baik
tidak dikerjakan dari pada dilakukan. Atau meninggalkannya lebih baik dari pada
melakukannya.
e. Mubah
Arti mubah itu adalah dibolehkan atau sering kali juga disebut halal. Satu perbuatan
yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang yang mengerjakannya atau tidak
mengerjakannya atau segala sesuatu yang diidzinkan oleh Allah untuk
mengerjakannya atau meninggalkannya tanpa dikenakan siksa bagi pelakunya.
Sejarah Hukum Islam di Indonesia
Hukum islam yang juga merukan salah satu sistem hukum yang berlaku di
Indonesia disamping sistem hukum lainnya (sistem hukum Adat dan sistem hukum
barat) pada dasarnya kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersubut
adalah relevan dengan kebutuhan hukum masyarakat.

B. Sumber Hukum Ashliyah


Yang dimaksud dengan Sumber Hukum Ashliyah ialah sumber hukum yang
penggunaannya tidak bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini
adalah yang paling utama diantara sumber sumber Hukum Islam lainnya, oleh
karena keduanya adalah sumber wahyu.

1. Al-Quran
Al-Quran adalah kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada Nabi
Muhammmad s.a.w dengan perantaraan malaikat Jibril untuk mengatur hidup dan
kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Al-Quran sebagai wahyu dari Allah pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad pada malam Lailatul Qadr, yaitu suatu malam kebesaran yang jatuh
pada malam ke tujuh belas Ramadhan.
Pada malam tujuh belas ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi
Muhammad s.a.w tatkala beliau bersemedi di Gua Hira, turunlah ayat pertama seperti
yang tercantum dalam surat/surah Al-Alaq yang Artinya bacalah ya muhammad
dengan nama Tuhanmu yang maha Budiman yang telah mengajar manusia dengan
qalam, telah mengajar manusia tentang apa-apa yang belum diketahuinya.
Dari ayat pertama sampai kepada ayat yang terakhir tidaklah diturunkan
seklaigusm melainkan secara berangsur angsur sesuai dengan kebutuhan, misalnya
apabila ada kejadian kejadian yang perlu dipecahkan oleh nabi atau ada pertanyaan
pertanyaan yang diajukan kepada nabi yang perlu segera mendapat jawaban. Ayat
ayat Al-Quran turun dalam kurung waktu 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hariyang dibagi
atas dua periode yaitu periode Mekah/Makyah dan periode Madinah/Madaniyah.
Al-Quran terdiri dari 30 Juz,114 surah dengan jumlah ayat seluruhnya
6342,ayat (Hanafi 1984 : 55) atau 6666 ayat (Rasyidi, 1980 :21) atau 6236 ayat
(Ridwan Saleh, Bahan Kuliah). Sebagai pegangan kita ambil jumlah 6236 ayat dan
daripadanya hanyalah terdapat 228 ayatul ahkam/ ayat-ayat hukum dengan rincian
sebagai berikut :
70 ayat mengenai hidup kekeluargaan, perceraian, waris-mewaris dan sebagainya;
70 ayat mengenai perdagangan, perekonomian, seperti jual-beli dan sebagainya;
30 ayat mengenai soal soal kriminal;
25 ayat mengenai hubungan antara orang islam dan bukan islam;
10 ayat mengenai hubungan antara orang kaya dan orang miskin;
13 ayat mengenai hukum acara;
10 ayat mengenai soal soal kenegaraan.
Al-Quran hanya memberikan dasar atau patokan yang umum untuk
membimbing manusia kearah kesempurnaan hidup yang selaras antara kehidupan
dunia dengan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat; antara lahir dan batin;
antara individu dengan masyarakat bahkan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Oleh karena itu, Al-quran dalam kaitan dengan pembinaan hukumnya, mempunyai
ciri ciri sebagai berikut :
1. Ayat ayat Al-Quran tidak membicarakan suatu persoalan sedetail detailnya,
tetapi cenderung memberikan kerangka yang sifatnya umum.
2. Ayat ayat yang menunjukkan adanya kewajiban bagi manusia tidak bersifat
memberatlan
3. Dalam bidang ibadah semua dilarang kecuali perintah sedangkan dalam bidang
muamalah semuanya diperbolehkan kecualai ada larangan.
4. Dasar penetapan hukumnya tidak boleh berdasarkan prasangka semata
5. Ayat ayat berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan
masyarakat sebagai bahan pertimbangannya.
6. Penetapan hukumnya yang bersifat perubahan tidak mempunyai daya surut
berlakunya.
Prinsip penetapan hukum yang bersifat perubahan yang tidak mempunyai daya
surut berlakunya ini sangat penting demi menjamin adanya kepastian hukum dalam
hukum islam. Mengenai substansi hukum yang diatur dalam Al-Quran adalah :
1. Ayat hukum yang mengatur masalah itiqadiyyah ( keyakinan dan keimanan )
2. Ayat hukum mengenai khuluqy, pola perilaku manusia yag berakhlak mulia.
3. Ayat hukum mengenai amaly, yang berkaitan dengan perbuatan manusia baik ibadah
maupun muamalah.
2. Hadis atau Sunnah Rasulullah
Hadis/Sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad s.a.w,
baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang perbah diperbuat
dimasa hidupnya ataupun segala yang dibiarkan berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Hadis/Sunnah pada hakekatnya
dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Hadis/Sunnah Qauliyah yaitu Hadis / Sunnah yang berupa segala apa yang telah
diucapkan oleh Nabi Muhammad sebagai suatu penjelasan terhadap sesuatu.
2. Hadis/Sunnah Fiiliyah yaitu Hadis berupa segala apa yang pernah diperbuat oleh
Nabi Muhammad semasa hidupnya atau tindakan nyata yang telah diperbuat semasa
hidupanya.
3. Hadis/Sunnah Taqiriyah, Yaitu hadis yang berupa apa yang dibiarkan berlaku oleh
Nabi Muhammad baik yang berwujud tindakan atau pembicaraan,dirasakan sendiri
atau berupa berita yang diterima lalu Nabi Muhammad tidak melarangnya dantidak
pula menyuruh lakukan.
Untuk mengetahui apakah itu hadis betul betul dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa syarat yang
dapat mendukungnya :
1. Harus ada mathan yaitu teks dan nash itu sendiri yang tidak boleh bertentangan
dengan Al-Quran
2. Harus ada Sanad, yaitu sandaran atau rentetan dari orang orang yang meriwatkan
hadis itu
3. Harus ada pratiwi, yaitu orang orang yang meriwatkan hadis itu. Sehubungan
dengan adanya tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui kuat tidaknya suatu
hadis sebagai sumber hukum maka hadis itu dapat pula dibagi tiga golongan yaitu
a. Hadis Mutawathir yaitu hadis yang tidak bisa sama sekali di curigai kebenarannya.
b. Hadis Masyhur yaitu hadis yang semula hanya diriwatkan oleh seorang yang dapat
dipercaya kemudian diteruskan oleh beberapa orang yang dipercaya pula
c. Hadis Ahad yaitu hadis yang secara turun temurun diriwatkan oleh orang seorang
yang layak dipercaya.
Hadis sebagai sember hukum kedua mempunyai kedudukan sebagai sumber
hukum yang tidak berdiri sendiri dalam hal berfungsi menerangkan/memberi
penjelasan atas hukum hukum ada dalam Al-Quran sedangkan hadis mempunyai
kedudukan sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri jika ia memberikan ketentuan
hukum sendiri mengenai suatu masalah.
Hukum Islam dan Peranannya
Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku juga di Indonesia
mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan
pembangunan manusia seutuhnya yakni baik pembangunan daunia maupun
pembangunan akhirat dan baik dibidang material maupun dibidang spiritual. Di dalam
Al-Quran dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan
pembangunan itu antara lain :
1. Al-Quran, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba
lomba dalam kebaikan.
2. Al-Quran, Surah Ar Radu ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
3. Al-Quran, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat orang
orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang yang
berilmu pengetahuan.
4. Hadis Riwayat Abu Naim yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang kepada
kekufuran.
5. Hadis riwayat Iman Buchary, yang artinya sesungguhnya dirimu mempunyai hak
atasmu, dan badanmu hak atasmu.
6. Hadis Riwayat Abu zakir yang artinya berbuatlah untuk duniamu seolah oleh kamu
akan hidup selama lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah olah engkau
mati pada hari esok.
Sehubungan dengan adanya prinsip-prinsip hukum islam dalam pembangunan
sebagaimana yang dimaksud di atas maka penduduk indonesia lebih banyak
berpartisipasi, berinteraksi dan berasilimasi terhadap pelaksanaan pembangunan
nasional indonesia dalam segala bidang.
A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah, hukum Islam bersifat universal, berlaku
kepada setiap orang yang beragama Islam, dimanapun dan kapanpun ia berada. Oleh
karena itu, hukum Islam juga berlaku terhadap umat Islam di Indonesia. hanya saja,
tidak semua peraturan dalam hukum Islam menjadi hukum nasional, dikarenakan
harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakter bangsa dan Undang Undang
Dasar 1945.

Hukum Islam di Indonesia telah mengalami pasang surut seiring dengan kebijakan
yang diterapkan oleh pemerintah. Pasang surut tersebut adalah perkembangan yang
dinamis dan berkesinambungan bagi upaya transformasi hukum Islam ke dalam
sistem hukum Nasional. Sejarah produk hukum Islam sejak masa penjajahan hingga
masa kemerdekaan dan masa reformasi merupakan fakta yang menjadi bukti bahwa
sejak dahulu kala hukum Islam telah menjadi hukum yang sangat berpengaruh di
Indonesia.

Hukum Islam berkedudukan sebagai salah satu hukum yang mempengaruhi


perkembangan sistem hukum nasional. Beberapa hukum Islam yang telah melekat
pada masyarakat kemudian dijadikan peraturan perundang undangan. Dengan
adanya peraturan peraturan perundang undang yang memiliki muatan hukum
Islam maka umat muslim Indonesia pun memiliki landasan yuridis dalam
menyelesaikan masalah masD. Produk Hukum Islam di Indonesia

Di antara sebagian besar produk hukum Islam yang ada dalam sistem hukum
nasional di Indonesia, umumnya memiliki tiga bentuk[8];
1. hukum Islam yang secara formil maupun materil menggunakan corak dan
pendekatan keislaman.

2. hukum Islam dalam proses transformasi diwujudkan sebagai sumber sumber


materi hukum, di mana asas asas dan prinsip prinsipnya menjiwai setiap produk
aturan dan perundang undangan.

3. hukum Islam yang secara formil dan materil ditransformasikan secara persuasive
source dan authority source.

alah perdata.

C. Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional

Pada tahap perkembangan pembinaan hukum nasional sekarang, menurut Daud


Ali,[5] yang diperlukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah badan yang
berwenang merancang dan menyusun hukum nasional yang akan datang adalah asas
asas dan kaidah kaidah hukum Islam dalam segala bidang, baik yang bersifat
umum maupun khusus. Umum adalah ketentuan ketentuan umum mengenai
peraturan perundang undangan yang akan berlaku di tanah air kita, sedangkan
khusus contohnya adalah asas asas hukum perdata Islam terutama mengenai
hukum kewarisan, asas asas hukum ekonomi terutama mengenai hak milik,
perjanjian dan utang piutang, asas asas hukum pidana Islam, asas asas hukum
tata negara dan administrasi pemerintahan, asas asas hukum acara dalam Islam
dan lain lain.
Masalah utama yang dihadapi oleh lembaga pembinaan hukum nasional adalah
merumuskan asas asas dalam hukum Islam tersebut ke dalam kata kata jelas
yang dapat diterima oleh semua golongan di pelosok tanah air, bukan hanya orang
Islam saja. Tim pengkajian Hukum Islam Babinkumnas telah berusaha menemukan
asas asas tersebut dan merumuskannya ke dalam kaidah kaidah untuk dijadikan
untuk dijadikan bahan pembinaan hukum nasional. Berbagai asas dapat
dikembangkan melalui jurisprudensi peradilan agama, karena asas asas ini
dirumuskan dari keadaan konkret di tanah air kita, sehingga dapat lebih mudah
diterima.

Konsep pengembangan hukum Islam,[6] secara kuantitatif begitu mempengaruhi


tatanan sosial-budaya serta politik dan hukum dalam masyarakat. Kemudian, konsep
tersebut lalu diubah arahnya yaitu secara kualitatif diakomodasikan dalam berbagai
perundang undangan yang dilegaslasikan oleh lembaga pemerintah dan negara.
Konkretisasi dari pandangan ini selanjutnya disebut sebagai usaha transformasi
hukum Islam ke dalam bentuk perundang undangan.
Transformasi hukum agama menjadi hukum nasional[7] terjadi juga di beberapa
negara muslim seperti Mesir, Syria, Irak, Jordania dan Libya. Yang berbeda adalah
kadar unsur unsur hukum Islam dalam hukum nasional negara negara yang
bersangkutan. Di negara negara tersebut, hukum nasional mereka merupakan
percampuran antara hukum barat dan hukum Islam, sementara di Indonesia, hukum
nasional di masa yang akan datang akan merupakan perpaduan antara hukum adat,
hukum Islam dan hukum eks-Barat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan
umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Muamalah dalam syariah Islam bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian
Syariah Islam dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam
menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek
kehidupan. Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran
manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan dan
kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan
dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat
marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
Islam adalah sekaligus syariat yang dalam dirinya terkandung kepedulian
sangat tinggi dengan masalah sosial budaya dan pendidikan. Keharusan
melaksanakan Islam secara kaffah, niscaya menjadi pijakanyang sangat
kokoh akan keharusan keberadaan syariat pada lapangan sosial budaya dan
pendidikan. Lebih dari itu sejarah umat yang telah terukir berabad-abad
lamanya, baik pada skala lokal, nasional maupun global, ternyata juga
membuktikan bahwa syariat Islam itu memang rahmatan lil alamindan
karenanya pastilah ia dapat dan perlu terwujud pada tataran sosial
budaya dan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ramadan, Said, Islamic Law, Its Scope and Equity, alih bahasa Badri Saleh
dengan judul Keunikan dan Keistimewaan Hukum Islam (Jakarta: Firdaus, 1991)

M. Arfin Hamid. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar


dalam Memahami Realitasnya di Indonesia). Makassar : PT. UMITOHA. 2011

Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Refrensi : www.SyariahIslam
www.HukumIslam

Вам также может понравиться