Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipoglikemia
1. Definisi
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah
nilai normal. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah < 60 mg/dl atau <80mg/dl disertai gejala klinis. Hipoglikemia
dapat terjadi pada pasien diabetes melitus (DM) maupun non-DM
(Prianto, 2014
2. Etiologi
Faktor predisposisi hipoglikemia (Soelistijo, Novida, & Rudijanto,
2015)
- Pengurangan/Keterlambatan makan
- Kesalahan dosis obat
- Latihan jasmani yang berlebihan
- Penurunan kebutuhan insulin
- Pengendalian gula darah yang ketat
- Penggunaan obat-obat yang mempunyai potensi
hipoglikemik
3. Patofisiologi
Tubuh akan bereaksi terhadap penurunan glukosa darah dengan
stimulasi sekresi hormon kontra-regulasi. Pada kadar glukosa (KG)-
plasma mencapai <75,6 mg/dL (<4,2 mmol/L) sekresi insulin endogen
oleh pankreas ditekan. Pada KG-plasma <60,4 mg/dL (<3,8 mmol/L)
terjadi peningkatan sekresi hormon kontra-regulasi: glukagon,
epinefrin (adrenalin), kortisol, dan growth hormone. Pada KG-plasma
<57,6 mg/dL atau <3,2 mmol/L sekresi hormon menimbulkan gejala
klasik autonomic. Hipoglikemia pada diabetes paling sering
disebabkan oleh penggunaan obat sulfonilurea dan insulin.
4. Manifestasi klinis
5. Klasifikasi
Menurut Clayton (2015), berdasarkan beratnya gejala, hipoglikemia dapat
dibedakan menjadi:
1. Hipoglikemia ringan : terdapat gejala otonom. Individu masih dapat
mengatasinya sendiri.
2. Hipoglikemia Sedang : terdapat gejala otonom dan neuroglikopenik.
Individu masih dapat mengatasinya sendiri.
3. Hipoglikemia Berat : Individu membutuhkan bantuan dari orang lain.
Ketidaksadaran mungkin terjadi. Glukosa darah plasma biasanya <2,8
mmol / L.
6. Penatalaksanaan
1. Menurut Rush&Louis (2004)
Manajemen penatalaksanaan hipoglikemia bergantung pada derajat
hipoglikemia pasien.
a. Hipoglikemia ringan-sedang
1. Setelah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan
glukosa darah kapiler, maka pasien segera diberikan glukosa oral.
2. Glukosa oral sebanyak 10-20 g, idealnya dalam bentuk tablet, jelly
atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa (seperti teh
atau jus buah segar). Pemberian makanan tinggi lemak seperti
coklat sebaiknya tidak diberikan karena dapat menghambat absorpsi
glukosa.
3. Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit ulangi pemberian
b. Hipoglikemia berat
1. Terapi berdasarkan derajat kesadaran pasien
2. Jika pasien tidak sadar, maka pastikan airway, breathing,
circulation pasien aman dan stabil.
3. Berikan glukosa intravena sebagai tindakan darurat, sebelum
dipastikan penyebab penurunan kesadaran. Berikut terapi untuk
hipoglikemia berat berdasarkan kadar glukosa
3. Patofisiologi
4. Manifestasi klinis
Gejala klinis
Poliuria
Penurunan berat badan
Kelemahan
Penglihatan kabur
Pernapasan kussmaul
Nyeri abdomen, terutama pada anak
Kram tungkai
Mual dan muntah
Konfusi dan mengantuk
Koma (10% kasus)
5. Diagnosis
Anamnesis:
-penyebab presipitasi?
- Apakah pasien menderita DM saat ini menjalani terapi dan
mengalami masalah?
Pemeriksaan Fisik
-Dehidrasi
-hipotensi (postural), syok
-ketosis (nafas berbau aseton)
-asidosis (napas berbau kussmaul)
-penyebab presipitasi, misal pneumonia, ISK
-komplikasi DM, terutama penyakit cardiovaskuler
-hipotermia
-statis lambung
6. Pemeriksaan penunjang
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan awal KAD pada orang dewasa
Cairan dan elektrolit
Volume
1 liter pada jam pertama, 2 liter pada 4 jam berikutnya, 1 liter setiap
4-6 jam, setelah itu volume disesuaikan dengan respon pasien
Cairan
Isotonic (salin normal) umumnya 150 mmol/L
Hipotonic (salin setengah normal) 75 mmol/L bila natrium serum
melebihi 150 mmol/L (tidak lebih dari 1-2 liter, pertimbangkan
pemberian dextrose 5% disertai peningkatan insulin)
Pertimbangkan pemberian dextrose 5% sebanyak 1 liter setiap 4-6
jam bila glukosa darah menurun hingga 15 mmol/L (pasien dehidrasi
kronis dapat memerlukan infuse salin secara simultan atau selang-
seling)
Kalium
Berikan kalium 20 mmol/L pada pemberian pertama cairan, kecuali
bila kalium plasma awal > 5,5 mmol/L
Setelah itu, tambahkan dosis kurang dari 1 liter cairan. Bila K plasma
<3,5 mmol/L tambahkan KCL 4 mmol/L (hopokalemia kronik dapat
memerluka lebih banyak pengganti cairan KCL progresif)
Bila K plasma >5,5 mmol/L tanpa penambahan KCL.
Insulin
Insulin intravena kontinu
5-10 unit/jam (rata-rata 6 unit/jam) pada pemberian awal sampai
glukosa darah turun menjadi 15 mmol/L. kemudian sesuaikan dosis
(biasanya 1-4 unit/jam) selama pemberian infuse dextrose untuk
mempertahankan glukosa darah 5-10 mmol/L hingga pasien kembali
makan.
Injeksi intramuscular segera 20 unit, kemudian 5-10 unit/jam hingga
glukosa darah turun 15 mmol/L. setelah itu ubah dosis menjadi 6
unit/jam subkutan hingga pasien kembali makan.
Tindakan lain
Cari tahu dan atasi penyebab pencetus (infeksi, infark miokardium)
Hipotensi biasanya berespon terhadap pemberian cairan adekuat
namun infuse koloid diperlukan.
Pantau tekanan vena sentral pada pasien lansia atau bila ditemukan
penyakit jantung.
Pasang selang NGT bila tingkat kesadaran terganggu untuk
menghindari aspirasi lambung
Pasang kateter urine bila tingkat kesadaran terganggu atau pasien
tidak berkemih selama 4 jam setelah terapi.
Pemantauan EKG dapat mendeteksi hiperkalemia atau hipokalemia
Pasang ventilasi mekanik pada sindrom gawat napas, hindari
kelebihan cairan.
Berikan manitol hingga 1 gr/kg IV bila dicyrigai edema serebral.
Atasi komplikasi tromboembolik spesifik bila ditemukan
Rehidrasi
. Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah:
1. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
2. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
Penggantian Natrium
Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi.
Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya
Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun
dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan
resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg
BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda,
pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Setelah fungsi ginjal telah terjaga dengan baik, cairan infus harus
ditambahkan 20-30 mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai keadaan
pasien stabil dan dapat menerima suplementasi oral. Kemajuan yang baik
untuk terapi pergantian cairan dinilai dengan pemantauan parameter
hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran masukan/keluaran
cairan dan pemeriksaan klinis. Pergantian cairan harus memperbaiki defisit
perkiraan dalam waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum akibat
terapi tidak boleh melebihi 3 mOsm/kg H2O/jam. Pada pasien dengan
gangguan ginjal atau jantung, pemantauan osmolalitas serum dan penilaian
rutin status jantung, ginjal serta mental harus dilakukan bersamaan dengan
resusitasi cairan untuk menghindari overloading iatrogenik.
Penggantian Bikarbonat
1. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian
bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
2. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
Hipertonis dan kelebihan natrium
Meningkatkan insidens hipokalemia
Gangguan fungsi serebral
Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
3. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada
syok yang persistent. walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan
hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian
bikarbonat.
3. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan
dari kebutuhan.
Pemberian Insulin
Insulin
Kecuali episode KAD ringan, insulin regular dengan infus intravena
kontinu merupakan pilihan terapi. Pada pasien dewasa, setelah hipokalemia (K+
<3,3 mEq/L) disingkirkan, bolus insulin regular intravena 0,15 unit/kgBB diikuti
dengan infus kontinu insulin regular 0,1 unit/kgBB/jam (5-7 unit/jam pada
dewasa) harus diberikan. Insulin bolus inisial tidak direkomendasikan untuk
pasien anak dan remaja; infus insulin regular kontinu 0,1 unit/kgBB/jam dapat
dimulai pada kelompok pasien ini. Insulin dosis rendah ini biasanya dapat
menurunkan kadar glukosa plasma dengan laju 50-75 mg/dL/jam sama dengan
regimen insulin dosis lebih tinggi. Bila glukosa plasma tidak turun 50 mg/dL dari
kadar awal dalam 1 jam pertama, periksa status hidrasi; apabila memungkinkan
infus insulin dapat digandakan setiap jam sampai penurunan glukosa stabil
antara 50-75 mg/dL.
Pada saat kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dL di KAD dan 300 mg/dL di
KHH maka dimungkinkan untuk menurunkan laju infus insulin menjadi 0,05-0,1
unit/kgBB/jam (3-6 unit/jam) dan ditambahkan dektrosa (5-10%) ke dalam cairan
infus. Selanjutnya, laju pemberian insulin atau konsentrasi dekstrosa perlu
disesuaikan untuk mempertahakan kadar glukosa di atas sampai asidosis di KAD
atau perubahan kesadaran dan hiperosmolaritas di KHH membaik.
1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
3. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
4. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam
pada anak < 2 tahun.
5. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet
(50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
6. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
7. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
8. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
9. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 Salin.
10. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
11. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
12. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
13. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan
respon pemberian insulin.
14. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler
atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)
Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
Memulai diet per-oral.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250
mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai
30 menit sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x
sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.
Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan
siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
TERAPI KAD
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang
ada.Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
1. REHIDRASI, NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm
selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. INSULIN, 4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
3. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
4. Infus Bicarbonat
Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
5. Antibiotik dosis tinggi, Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau
reduksi
Fase II/maintenance:
1. Cairan maintenance
Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
Perenteral bila K+ <4mEq
Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat komlek peras
Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada dibawah ini,
yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien
semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan suplement potasium ditambahkan kedalam
regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita
DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang
cermat.
Terapi cairan
Terapi Insulin
Kalium
Pada keadaan krisis hiperglikemi terjadi defisit total kalium tubuh, namun
hiperkalemia ringan sampai sedang umumnya ditemukan pada pasien
tersebut.3 Terapi insulin, koreksi dari asidosis, dan ekspansi volume
menyebabkan penurunan konsentrasi serum kalium. Pencegahan hipokalemia
dilakukan dengan pemberian kalium yang dimulai setelah konsentrasi serum
kalium turun dibawah batas atas dari nilai normal laboratorium (5,0-5,2 mEq/L).
Tujuan terapi ini adalah untuk menjaga serum kalium dalam batas normal yaitu
4-5 mEq/L. Terapi kalium dapat diberikan sesuai dengan tabel 2.2 Secara umum,
20-30 mEq kalium dalam setiap liter cairan infus cukup untuk menjaga serum
kalium dalam batas normal. Sangat jarang pasien KAD datang dengan
hipokalemia berat. Dalam kasus tersebut, terapi penggantian kalium harus
dimulai dengan terapi cairan dan terapi insulin ditunda dahulu sampai
konsentrasi serum kalium >3,3 mEq/L untuk mencegah aritmia dan kelemahan
otot pernapasan yang mengancam nyawa.15,16
Tabel 1. Terapi kalium sesuai kadar kalium dalam darah pada krisis
hiperglikemik
(Dikutip dari: McNaughton CD, Wesley H, and Slovis C. Diabetes in the Emergency
Department: Acute Care of Diabetes Patients. Clin Diab 2011;29:2)
Terapi bikarbonat
Terapi Fosfat
Pada KAD juga terjadi defisit total fosfat tubuh sejumlah rata-rata 1,0
mmol/kg, namun pada saat presentasi biasanya normal atau meningkat.
Konsentrasi fosfat akan berkurang ketika diberikan insulin. Beberapa studi
prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan pemberian fosfat pada
penderita KAD dan pemberian fosfat berlebihan justru menyebabkan
hipokalsemia berat.3 Pemberian fosfat dengan perhatian khusus kadang
diindikasikan pada penderita KAD dengan disfungsi kardiak, anemia, depresi
napas dan pasien dengan konsentrasi serum fosfat <1,0 mg/dL untuk
menghindari potensi terjadinya kelemahan otot kardiak dan skeletal dan gagal
napas karena hipofosfatemia.16,18 Pemberian 20-30 mEq/L kalium fosfat dapat
ditambahkan pada cairan pengganti. Kecepatan maksimal pemberian fosfat yang
dinilai aman pada hipofosfatemia berat adalah 4,5 mmol/jam (1,5 ml/jam K 2PO4).
Belum ada studi mengenai pemberian fosfat pada penderita SHH.3
Gambar 1. Protokol untuk penanganan pasien dewasa dengan KAD atau SHH.
Kriteria diagnosis untuk KAD: glukosa darah 250 mg/dL, pH arteri 7,3, bikarbonat
15 mEq/L, dan moderate ketonuria atau ketonemia. Kriteria diagnosis untuk
SHH: glukosa darah 600 mg/dl, pH arteri 7.3, serum bicarbonate15 mEq/l, and
ketonuria and ketonemia minimal. 1520 ml/kg/h; serum Na harus dikoreksi
untuk hiperglikemia (setiap 100 mg/dl dari glucose 100 mg/dl, tambahkan 1.6
mEq untuk nilai natrium).
(Dikutip dari: Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN: Hyperglycemic
crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 2009; 32:13351343.)
8. Komplikasi
a. Edema Cerebri
b. ARDS
Sindrom gawat nafas banyak ditemukan pada penderita usia
<50 tahun, ditandai dengan sesak napas, takipnea, sianosis sentral
dan hipoksia arterial.
c. Tromboembolisme
Biasanya berhubungan dengan dehidrasi berat, peningkatan
viskositas darah, dan hiperkoagulasi. Antikoagulasi profilaktik
pada KAD tidak direkomendasikan untuk diberikan secara rutin,
namun pasien beresiko tinggi sebaiknya mendapat terapi heparin.
C. Status Hiperglikemik Hiperosmolar
1. Definisi
Merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi koma
hiperglikemik non ketosis hiperosmolar (HONK). Akan tetapi, saat ini
istilah yang digunakan adalah HHS, karena ketosis ringan dapat terjadi
dan tidak semua pasien mengalami status koma (komatosa).
Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah
komplikasi metabolik akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes
mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada kondisi ini, terjadi
hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa
disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Psien dapat menjadi tidak sadar
dan meninggal bila tidak segera ditanganin (Price, 2006).
2. Etiologi
Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut (Soewondo, 2009) :
1. Infeksi
2. Selulitis
3. Infeksi gigi
4. Pneumonia d. Sepsis
e. Infeksi saluran kemih
2. Pengobatan
a Obat kemoterapi
b Glukokortikoid
c Fenitoin
d Diuretik tiazid
e Propanolol
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita
Diabetes
Melitus terhadap penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal
mengkonsumsi makanan, tidak patuh meminum obat, melewatkan
jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta
a Infark miokard akut
b Tumor yang menghasilkan hormone adrenokortikotropin
c Kejadian serebrovaskular
d Sindrom cushing
e Hipertermia
f Hipotermia
g Trombosis mesenterika
h Pankreatitis
i Emboli paru
j Gagal ginjal
k Luka bakar berat
3. Patofisiologi
4. Manisfestasi Klinis
KAD HHS
Ringan Sedang Berat
pH arteri 7,25-2,3 7,00-7,24 <7,00 7,30
Bicarbonat 15-18 10-15 <10 18
serum
Keton urine Positif (+2) Posiif (>+2) Positif Kecil
(>+2) (<+1)
Osmolalitas Variable Variable Variable >320
serum
Gap Anion 12 12 12
10
a. Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah
penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan
mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg,
atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan isotonik akan dapat menyebabkan
overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi deficit cairan
terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus.
Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika
pasiennya mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders.
Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor
hemodinamik (Soewondo, 2009).
Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan
sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan
cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa
diturunkan sebesar 75-100 mg per dL per jam, hal ini biasanya menunjukkan
penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal (Soewondo, 2009).
b Elektrolit
Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena
konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium
yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan
mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus
dipantau terus menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor
(Soewondo, 2009).
Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol/ per L), pemberian
insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat
sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi
kalium lebih besar dari 5,0 mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus
diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium
ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi awal kalium antara 3,3-5,0 mEq
per L , maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena
yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan
5,0 mEq per L (Soewondo, 2009).
c Insulin
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian
cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian
cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya
diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena, dan diikuti dengan
drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250 mg
per dL (13,9 mmol/L) sampai 300 mg/dl.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam,
dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa darah sudah
mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena
dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan
keadaan hiperosmolar (Soewondo, 2009).