Вы находитесь на странице: 1из 24

KATA PENGANTAR

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 1
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul "Konsep Technical and Vocational Education and
Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan". Selama pembuatan makalah
pun kami juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Suparji, M.Pd dan Bapak Wahyu Dwi Mulyono, M.Pd,
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Vokasi, yang
memberikan bimbingan, dorongan, dan juga masukan kepada kami.
2. Kawan S1 Pendidikan Teknik Bangunan B 2015 yang telah
membersamai, saling memberi dorongan dan ide kepada kami.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang "Konsep Technical and
Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan" ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 28 September 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 2
HALAMAN SAMPUL........ 1
KATA PENGANTAR. 2
DAFTAR ISI. 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang... 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan................. 4

BAB II KAJIAN TEORI... 6

BAB III PEMBAHASAN. 14

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan................ 24
B. Saran .. 24

DAFTAR PUSTAKA... 25

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 3
Saat ini kita dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan
sumber daya manusia untuk merespon kebutuhan pembangunan
nasional, persaingan global, dan perkembangan teknologi dan ekonomi
yang berubah dengan cepat. Pengembangan kompetensi pekerja pada
tingkat pendidikan dan pelatihan teknik kejuruan (TVET), adalah isu
utama bagi pembangunan ekonomi yang pada gilirannya merupakan
prasyarat utama untuk pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut dan dengan merujuk
pada tujuan terbentuknya pusat kajian pendidikan teknologi dan
kejuruan TVETRC (Technical and Vocational Education and Training
Ressearch Ceter) FPTK UPI yaitu menjadi lembaga penelitian dalam
bidang TVET, mengembangkan kapasitas pembuatan kebijakan dalam
bidang TVET, serta mengembangkan komunitas peneliti TVET
Indonesia, maka TVET RC FPTK UPI berupaya melakukan upaya
pengembangan pada bidang vokasional.
Upaya itu antara lain mencoba menjembani berbagai permasalahan
di SMK berkaitan dengan implementasi kurikulum SMK 2013.
Perubahan karakterisik pada kurikulum SMK tahun 2013, menyangkut
tuntutan penyesuaian bidang keahlian/program studi keahliandengan
kebutuhan global dengan memperhatikan keseimbangan hard dan soft
skill, tuntutan lebih banyak melibatkan peran Du/Di, serta adanya
tuntutan pembentukan kultur sekolah yang produktif dengan
membangun manajemen industri sebagai wahana pembelajaran,
merupakan tantangan dalam implementasi kurikulum SMK 2013. Oleh
Karena itu TVET RC bermaksud menyelengarakan kegiatan yaitu Forum
Focus Group Disscussion Implementasi Kurikulum SMK 2013.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara lembaga Kejuruan supaya dapat benar-benar
menjalankan fungsi dari TVET ?
2. Bagaimana pelaksanaan dari pembelajaran TVET yang inovatif ?
3. Bagaimana tujuan utama dengan adanya TVET di dalam pembelajaran
siswa kejuruan ?
4. Bagaimana Tren TVET di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui cara lembaga Kejuruan supaya dapat benar-benar
menjalankan fungsi dari TVET.
2. Memahami pelaksanaan evaluasi dari pembelajaran TVET.
3. Mengetahui tujuan utama dengan adanya TVET di dalam
pembelajaran siswa Kejuruan.
4. Mengetahui tren TVET di Indonesia.

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian TVET
Dalam berbagai literatur berkaitan dengan pendidikan kejuruan
berbahasa asing (Bahasa Inggris) sering dijumpai istilah TVET.
Kepanjangan dari TVET adalah Technical and Vocational Education and
Training. Istilah tersebut terdiri dari 4 (empat) kata inti, yaitu: (1)

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 5
Technical; (2) Vocational; (3) Education, dan (4) Training. Apabila dikaji
secara mendalam ada perbedaan makna yang sangat jauh antara
Technical dengan Vocational dan antara Education dengan Training.
Apabila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, education memiliki
arti pendidikan, dan training memiliki arti pelatihan. Pendidikan dan
pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu terjadinya perubahan
perilaku ke arah yang lebih sesuai dengan yang diinginkan. Secara
umum, keduanya berhubungan dengan belajar dan perubahan pada diri
manusia, akan tetapi secara khusus memiliki perbedaan tujuan spesifik
yang ingin dicapai. Pendidikan lebih mengarah pada pengetahuan dan
hal-hal yang bersifat umum, terkait dengan kehidupan pribadi secara
luas, dan less tangible. Pelatihan lebih mengarah pada keterampilan
berperilaku secara khusus dan ada ukuran benar atau salah, dan more
tangible. Secara sederhana dapat diartikan bahwa pelatihan merupakan
bagian dari pendidikan yang bersifat lebih spesifik (mikro).
Kemudian, apabila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia,
technical memiliki arti teknik, dan vocational memiliki arti kejuruan.
Kedua istilah tersebut akan memiliki batasan yang jelas apabila
digabungkan dengan kata pendidikan sehingga menjadi pendidikan
teknik dan pendidikan kejuruan. Pendidikan teknik diartikan sebagai
program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja
pada level teknisi atau sub profesional, yang biasanya tingkatannya
berada satu level di atas craftsman akan tetapi levelnya berada di bawah
profesional. Pendidikan kejuruan diartikan program pendidikan yang
bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja pada level craftsman atau
perusahaan pada level dasar.
Pada konteks Bangsa Indonesia, dengan berdasarkan pada
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 15, vocational education telah terkontekskan sebagai pendidikan
kejuruan, sedangkan technical eductaion telah terkontekskan dengan
pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi
yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
Untuk mengetahui posisi pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi
dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat pada Gambar 1.
Dengan demikian, apabila istilah TVET diartikan secara penuh
kedalam Bahasa Indonesia akan menjadi Pendidikan dan Pelatihan
Teknik dan Kejuruan atau disingkat PPTK. Secara konsep, istilah PPTK
akan memayungi semua pendidikan di Indonesia yang bertujuan untuk
mencetak tenaga kerja. Akan tetapi, di dalam berbagai literatur Bahasa
Indonesia, penggunaan istilah PPTK sangat jarang ditemukan. Pada

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 6
literatur-literatur tersebut lebih sering menggunakan kata Pendidikan
Kejuruan daripada PPTK. Demikian juga pada website resmi UNEVOC,
pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi disebut dalam satu istilah,
yaitu Vocational Education, yang artinya adalah Pendidikan Kejuruan
(Gambar 2). Apabila dipahami secara mendalam, akan ditemukan suatu
kerancuan yang nyata apabila kita kembali berkiblat kepada penjelasan
Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 bahwa istilah pendidikan
kejuruan hanya dibatasi pada tingkat menengah.
Kemudian di berbagai negara atau organisasi banyak variasi
istilah yang dimaksudkan untuk menyebut TVET. TVET sendiri
merupakan istilah yang digunakan oleh UNESCO. CTE (Career and
Technical Education) merupakan istilah yang digunakan di Amerika
Serikat. FET (Further Education and Training) merupakan istilah yang
digunakan di Inggris dan Afrika Selatan. VTET (Vocational and Technical
Education and Training) merupakan istilah yang dipergunakan di Asia
Tenggara. VET (Vocational Education and Training) dan VTE (Vocational
and Technical Education) merupakan istilah yang digunakan di Australia.

Gambar 1. Skema Pendidikan Indonesia di dalam Perspektif UU Sistem


Pendidikan Nasional

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 7
Gambar 2. Skema Pendidikan Indonesia di dalam Perspektif UNEVOC

B. Teori Belajar klasik


Teri belajar kasik adalah
1. Teori belajar behavioritik
Konsep teori belajar behavioritik adalah respon dari perubahan
perilaku yang teramati, diukur, dan ternilai kongkret karena ada
rangsangn luar pada lingkungan belajar (stimulus) berdasarkan
hukum-hukum mekanistik. Respon terhadap kondisi lingkungan
membentuk ikatan yang kuat, asosiasi, perwujudan sikap, pola
pikir, dan tindakan belajar.
Teori behavioristik menyatakan belajar adalah perubahan tingkah
laku anak karena interaksi anak terhadap lingkungan terkondisi.
Teori belajar behavioristik dalam TVET relevan digunakan dalam
belajar skill motorik pada lebel pemula.
Kekurangan teori belajar behavioristik adalah perlakuan peserta
didik sebagai pribadi yang pasif. Peserta didik menjalani proses
belajar hanya jika ada stimulus dari luar.
2. Teori belajar Kognitivistik
Teori belajar kognitik membuka pemahaman akan pikiran sebagai
kotak hitam pemrosesan informasi. Kognitivisme fokus pada
aktifitas mental dan pikiran sebagaimana seorang belajar
Teori Kognitivistik menyatakan bahwa belajar adalah kombinasi
antaran faktor eksternal dan internal. Intelegensia memberi
pengaruh terhadap hasil belajar.

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 8
Brunner mengajukan tiga tahap pemprosesan informasi yaitu :
enactive (action Based), icon (image based), simbolis (languange
based). Proses mental dalam proses berpikir analisis berproses dari
adanya tindakan (action) berdasarkan image atau ikon dan simbol-
simbol bahasa.
Teori kognitif menurut merrill pemprosesan informasai menjadi
pengehaun merupakan seri tampilan (display) yang berdiri
sendiri (discreate). Merrill mengajukan teori component display
Theory (CDT). Teori ini menegaskan agar dalam merancang
pembelajaran strategi yang diterapkan harus disusun dalam
urutan komponen-komponen pembelajaran yang terorganisir
menuju tujuan atu capaian pembelajaran yang konkret.
Roger Schank dengan teori Learning by doing menyatakan bahwa
pembelajar diberi kesempatan melakukan proses belajar dengan
melakukan.
Konsep learning by doing diterapkan melalui proses melakukan ,
pemberian tugas secara berulang , membuat variasi penugasan,
melakukan perbaikan terhadap kesalahan, mengeleminir tindakan
yang tidak perlu dilakukan.
Standura mengajukan structure learning Theory.materi
pembelajran dibuat dalam bagian-bagian kecil sebagai komponen
dasar kemudian seara bertahap diintegrasikan ke tingkat yang
lebhi tinggi.
Teori Belajarkognitivitik TVET digunakan dalam pembelajaran
Skill berpikir (thinking skills). Pemecahan masalah modern
semakin banyak membutuhkan pemecahan berbasis mental atau
pikiran.
Pembelajaran TVET membutuhkan interaksi sosial yang aktif
bertindak, membangun ikon dan menggukan simbol-simbol atau
bahasa dan didisplaikan menjadi rumus , model, konsep,
alogaritma, program dan sebagainya. Belajar memecahkan masalah
bertingkat mulai dari sederhana ke masalah yang lebih rumit
3. Teori belajar konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik menekankan bahwa belajar adalah
proses aktif mengkosntruksikan pengetahuan. Peserta didik
berperan sebagai konstruktor pengetahuan.
Belajar merupakan proses aktif mengkosntruksi pengehuan dan
ide baru atas pengalaman sebelumnya.
Teori belajar konstrukvistik merupakan teori klasik
penyempurnaan dua teori belajar sebelumnya yang paling
lengkap. Pembelajaran dalam penerolehan pengetahuan, skill, dan
sikap kerja dalam TVET membutuhkan aktivitas konteksstual,
autentik dan bermakna secara sosial budaya, ekonomi ,

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 9
teknologi, emosional-spriritual, kinestetika, intelektual. Pendekatan
sosial budaya berbasis lingkungan dan pemberian dukungan atau
bantuan dalam belajar merupakan tawaran pokok dalam teori
kosntruktivistik.
Belajar membutuhkan perancah, proses dan pengalaman diri
sendiri, konkret, belajar memecahkan masalah, ada jangkar
lingkungan belajar yang menarik, situasional, berbasis proyek,
melalui penelitian.
4. Teori Belajar Kearifan Lokal Indonesia
Teori belajar kearifan lokal indonesia adalah teori belajar yang
diperoleh dari kearifan masing-masing daerah di indonesia. Ada yang
menggunakan gending, kidung, cerita rakyat, konsep formal, cerita
pewayangan, lontar kekawin dalam bahasa kawi dan lain-lain. yang isi
dapat memberikan konsep pembelajaran yang memberi manfaat
positif bagi orang lain. Teori-teori belajar kearifan lokal indonesia jika
disatukan dari berbagai daerah akan membangun suatu teori yang
bisa saja membangun teori belaajr modern yang konteksstual dengan
kebutuhan Abab XXI.

C. Teori Belajar kontemporer dalam TVET


Konsep belajar kontemporer dalam TVET adalah belajar yang
terkonstruksi secara sosial, situasional, kondisional, berpatisipasi
langsung dalam masyarakat, belajar sepanjang hayat, belaajr berbasis
kehidupan. Pembelaran TVET selalu konksstrual sesuai kebuthan
kmpetensi melakukan berbagai jenis pekerjaan atau tugas keseharian.
Perubaha tuntutan kompetensi kerja menjadi dasar pengembangan
pembelajaran.

1. Life-based learning
Life based learning adalah proses pemerolehan pengetahuan
dan skill memahami hakikat kehidupan, terampil memecahkan
masalah-masalah kehidupan, menjalani kehidupan secara seimbang
dan harmonis. Life based learning mengetengahkan konsep bahwa
belajar dari kehidupan adalah belajar yang sesungguhnya.
Visi life based learning dalam TVET adalah terbagnunnya
keyakinan dan budaya belajar untuk saling membantu diantara
peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam
pengembagnan potensi diri mereka masing-masing agar berkembang
kapabilitasnya secara terus menerus dalam bidang atau bisnis
kejuruannya.
Life based learning dalam perspektif pendidikan indonesia adalah
pembelajaran dalam proses pembentukan manusia seutuhnya (whole
person) dan seluruhnya (all people). Life based learning dalam TVET

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 10
merupakan pendekatan pembelajaran kontekstual- holistik- integratif
pengembangan kapabilitas diri seseorang secara berkelanjutan.
2. Teori belajar Tranformatif (Transformative Learning Theory)
Teori belajar transformatif mencakup perubahan yang
mendalam terhadap keyakinan-keyakinan, niai-nilai, sikap hidup
dalam bertindak baik sebagai individu maupun sebagai bagian
anggota masyarakat. Pembelajaran transformatif mendorong
pembelajaran sebagai proses transformasi pemberdayaan peserta
didik aktif mengambil bagian memecahkan permasalah kehidupan
dimasyarakat baik lokal, nasional, regional dan internasional.
Pembelajaran merupakan proses transformasi perubahan pada diri
peserta didik bersama-sama lingkungan hidupnya.
Penerapan teori Tranformatif dalam TVET terletak pada
pembelajaran partisipatif, berpikir kreatif dan berpikir divergen
melalui berbagai dialog dan diskusi pada kegiatan praktikum,
pekerjaan proyek, magan industri. Pengetahuan diperoleh dari
pengalaman belajar yang secara riil dilakukan sesuai konteks bidang
pekerjaannya. Pendidik bersama peserta didik sama-sama melakukan
konfirmasi, kritik, refleksi, memodifikasi, mengganti, menambahkan
terhadap hal-hal yang perlu dikembangkan.
3. Self-directed Learning
Self-directed Learning merupakan pembelajaran dimana desain,
rencana, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran didesain oleh
pembelajar itu sendiri. Dalam self-directed learning seluruh keputusan
tentang apa, dimana, kapan, berapa lama, dengan siapa belajar semua
ditetapkan oleh pembelajar. Pekerja yang membutuhkan peningkatan
posisi karir dalam kerja sangat perlu melakukan self- directed learning
untuk peningkatan kompetensi kerja.
4. Belajar berpatner sosial (Sosial Partnerships)
Belajar berpartner sosial adalah jaringan belajar yang
menghubungkan kelompok lokal dengan organisasi atau lembaga
eksternal yang bergerak lintas global, regional, nasional, lokal, kota,
tempat kerja, dan keluarga. Belajar berpartner secara sosial dalam
TVET merupakan proses belajar membangun interaksi dan kreativitas
kerja sebagai persejutuan bersama.
Tujuan berlajar berpartner sosial adalah untuk peningkatan
kesempatan pewarisan kerjasama. Pembelajaran TVET membutuhkan
partisipasi pasangan dalam meningkatkan pembelajaran melalui
interaksi dan aktivitas daam setiap kerja berpasangan. Pembelajaran
berpatner secara sosial akan mengembangkan percaya diri dan
komunikasi yang semakin cari diantara peserta didik dengan
lembaga-lembaga terkait dengan sistem TVET. Dampak
pengembangan kapabilitas untuk memenuhi tuntutan perbuaha dan

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 11
kebutuhan industri.
5. Pembelajaran orang dewasa (mature Adult learning)
Pembelajaran orang dewasa lebih bersifat terbuka dan
kontekstual sesuai dengan problematika autentik yang terjadi dan di
alami. Konsep penbelajaran orang dewasa diarahkan untuk
pembentukan konsep diri terhadap sesuatu yang dipelajari.
Terbentuknya konsep diri, penemuan makna dari pengetahuan yang
dipelajari merupakan bagian terpenting dari pembelajaran orang
dewasa. Pembelajaran orang dewasa membutuhkan perubahan
strategi belajar yang semakin peduli pada kebutuhan diri peserta
didik, butuh berkembang dan berubah secara terus menerus,
pemberdayaaan individu, pemahamn potensi diri.
6. Pengembangan kompetensi sebagai proses kolektif (competensi As
collective Process)
Kompetensi adalah kapasitas diri seseorang yang dapat
didemonstrasikan atau ditampilkan berupa pengetahuan, skill, dan
karakteritik diri pribadi yang dibutuhkn untuk memenuhi
permintaan-permintaan atau situasi khusus. Kompetensi menandakan
skill atau sejumlah skill, level pengetahuan, dan praktek perilaku
yang diperoleh melalui pembelajaran formal, non formal, atau
informal. Pembelajaran TVET membutuhkan interaksi den setting
sosial yang autentik. Hanya melalui pembelajaran dengan setting
lingkungan belajar yang nyata, pengembangan kompetensi berjalan
utuh. Pengembangan kompetensi kerja membutuhkan proses kolektif
bagaimana pengetahuan itu diterapkan dan di kelola ditempat kerja.

7. Belajar berbasis kerja (work-Based Learning)


Work based learning diterapkan dalam TVET untuk memenuhi
kebutuhan ketuntasan belajar sesuai standar industri. Belajar berbasis
kerja dapat dilakukan di sekolah atau di industri. Perubahah
kebutuhan tenaga kerja dalam suatu organisasi mendorong TVET
menerapkan Work Based Learning. Pembelajaran berbasis kerja
dikembangkan untuk mengembangkan kompentesi kerja sesuai
dengan pasar tenaga kerja.
Perubahan orientasi kerja pada peningkatan kualitas layanan,
pengembangan kelompok kerja yang tanggap semakin luas, dan
penerapan lingkungan kerja yang semakin berkualitas berimplikasi
besar pada perubahan work based learning tradisional yang
menerapkan pola akuisi kompetensi yang intensif hanya pada stu
skill, ruang lingkup yang sempit.
8. Belajar di tempat kerja (Workplace Learning) dan belajar langsung
dalam kehidupan kerja (learning in working life)
Setiap pemecahan masalah membutuhkan proses analisis

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 12
sintesis masalah sampai pada pengambilan keputusan yang efektif
dan efisien. Belajar memecahkan masalah dalam kehidupan kerja dan
berlangsung di tempat kerja merupakan pembelajaran TVET abad 21.
Ditempat kerja dalam seting alami pekerja belajar langsung dai
kehiduppan kerja secara autentik. Penguatan kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan kerja
membuat para pekerja memiliki pengalaman dan skill yang memadai.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. CARA SISWA KEJURUAN SUPAYA DAPAT BENAR-BENAR


MENJALANKAN FUNGSI DARI TVET

Pendidikan kejuruan merupakan program pengembangan sumber


daya manusia sehingga siap saat masuk ke industri kerja. Mendikbud
(1993-1999) Wardiman Djojonegoro mengeluarkan kebijakan pendidikan
kejuruan berbasis konsep link and - match. Pendidikan kejuruan adalah
pihak yang menyiapkan sumber daya manusia, sedangkan masyarakat
dan dunia kerja menjadi pihak yang membutuhkan sumber daya manusia.

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 13
Menurut Wardiman (1998) beberapa negara maju telah menerapkan empat
model pendidikan kejuruan yaitu:
1. Pendidikan kejuruan model sekolah, yaitu pemberian pelajaran
sepenuhnya dilaksanakan di sekolah. Segala hal yang terjadi di tempat
kerja dapat diajarkan di sekolah, karena semua sumber belajar ada di
sekolah.
2. Pendidikan kejuruan model ganda, yaitu kombinasi pemberian
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman magang di dunia
kerja. Siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna
karena bahan ajar dikemas menjadi bahan pelajaran yang terpadu,
konkrit, dan sesuai kebutuhan kerja.
3. Pendidikan kejuruan model magang, yaitu pendidikan diserahkan
sepenuhnya kepada dunia kerja. Sekolah menyelenggarakan
pendidikan yang sifatnya komprehensif, memberikan dasar - dasar
pendidikkan kejuruan, dan selanjutnya pendidikan langsung di dunia
kerja.
4. Pendidikan kejuruan model sekolah berbasis usaha mandiri (unit
industri), yaitu sekolah selain menyelenggarakan pendidikan
kejuruan, juga mengelola usaha mandiri yang ditujukan selain untuk
menambah penghasilan sekolah juga menjadi media magang bagi para
siswa. Ketergantungan sekolah kepada 13 industri menjadi berkurang.
Model ini tepat untuk sekolah yang berada di suatu wilayah yang
tidak memiliki perusahan/industri.

Pendidikan SMK di Indonesia menggunakan model sistem ganda,


yaitu memadukan secara sistematik dan sikron program pendidikan di
sekolah dan program magang/praktek kerja, sehingga siswa memiliki
keahlian tertentu, dan menjadi pribadi yang kreatif. Dengan demikian,
cara yang paling tepat agar lembaga Kejuruan benar-benar menjalankan
fungsi dari TVET adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan tenaga kerja yang bermutu, yaitu tenaga kerja yang
memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja yang
sesuai dengan tuntutan lapangan pekerjaan
2. Memperkokoh keterkaitan dan kesepadanan antara SMK dan dunia
kerja.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja yang bermutu.
4. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja
sebagai bagian dari proses pendidikan.

Kompetensi lulusan SMK memuat lima kemampuan yang harus


tertuang di dalam kurikulum SMK, yaitu:

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 14
1. Kemampuan normatif yaitu pembentukan watak melalui pendidikan
umum
2. Kemampuan adaptif, yaitu pengembangan diri melalui pendidikan
dasar penunjang
3. Kemampuan teoritis keahlian, melalui teori kejuruan/keahlian,
4. Kemampuan praktik dasar profesi, melalui kegiatan praktek di
bengkel atau laboratorium sekolah (dapat bekerjasama dengan pihak
industri).
5. Kemampuan praktik keahlian profesi, melalui kegiatan magang secara
nyata dan penuh waktu di industri kerja.

B. KONSEP PEMBELAJARAN TVET YANG LEBIH INOVATIF


Pembelajaran TVET adalah proses aktif melakukan akuisi atau
perolehan skill, pengetahuan atau pemahaman dan pendalaman tata
nilai untuk menumbuhkan kapabilitas (kemampuan dan kemauan)
memasuki dan mengembangkan karir didunia kerja untuk pemenuhan
kebutuhan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1. Teori belajar kreatif memecahkan masalah

a. Belajar Berpikir Kreatif Memecahkan Masalah


Berdasarkan Gambar diatas kerangka pertama dari Model LIS-5C
dalam learning to solve problems creatively adalah berpikir kreatif.
Belajar berpikir kreatif dalam memecahkan masalah membutuhkan
strategi kognitif microskills. Sembilan strategi kognitif microskills
menurut Piirto (2011:30)

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 15
b. Belajar Bekerja Kreatif dengan Orang Lain dalam Pemecahan
Masalah
Kerangka kedua dalam LIS-5C adalah belajar bekerja kreatif
dengan orang lain dalam memecahkan masalah. Work creatively
with others membutuhkan latihan pengembangan strategi kognitif
makroabilities. Pengembangan strategi kognitif makroabilities
(Piirto, 2011:30)
c. Belajar Menerapkan Inovasi dalam Pemecahan Masalah
Belajar menerapkan inovasi dalam pemecahan masalah merupakan
sebuah tindakan nyata dalam menerapkan ide-ide kreatif.
Menerapkan ide-ide kreatif membutuhkan lingkungan belajar dan
lingkungan sosial budaya yang mendukung kreativitas. Proses
penerapan kreativitas membutuhkan proses menemukan inspirasi,
intuisi, dan inkubasi dari berbagai hal yang menginspirasi. Model
ketrampilan belajar dan berinovasi bagi peserta didik pendidikan
vokasional sangat dibutuhkan dalam rangka membangun kualitas
dan dampak lulusan. Model LIS-5C sesuai dengan paradigma baru
tujuan PTK yaitu mewujudkan tumbuhnya peserta didik menjadi
pemimpin dan anggota masyarakat pembelajar yang kreatif-
inovatif berkontribusi pada pembangunan masyarakat
berkelanjutan. Model LIS-5C dapat membangun skill kreativitas,
kekritisan berpikir, kemampuan berkomunikasi peserta didik
dalam memecahkan masalah baik secara individu maupun secara
berkelompok dengan selalu membangun kemampuan
berkolaborasi.

C. Tujuan TVET
Tujuan Utama Pembelajaran TVET adalah terbangunnya
identitas profesi yang diharapkan disukai, dibutuhkan oleh
pemangku kepentingan (stakeholders) dan bermakna bagi diri sendiri.
Identitas profesi sebagai dampak pembelajaran TVET adalah produk
dari berbagai pengalaman (Experiences), hubungan baik (relationship)
dengan Stakeholders, menjado harapan stakeholders, dan bermakna
bagi dirinya sendiri. Pembelajaran TVET Abab XXI adalah
pembelajaran yang tidak hanya berbasis kompetensi pengetahuan,
Skill dan attitude, tetapi juga juga pada pengembangan kompetensi
kerja yang diterima oleh pemangku kepentingan dan memiliki jejaring
yang luas.
TVET Mencakup 2 hal pokok yaitu Pendidikan dan pelatihan.
Pembelajaran di lembaga pendidikan teknikal dan vokational dan
pelatihan dilembaga diklat memiliki pendekatan yang berbeda.
Pembelajaran TVET akan efektif hanya jika seluruh proses dan hasil
akan memberi dampak bagi masyarakat peserta didik untuk

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 16
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berkarir di dunia kerja,
peningkatan produktivitas lembaga atau perusahaan pemberi kerja,
pembangunan ekonomi dan daya saing bangsa.
Filosofi esensialisme mengarahkan tujuan pokok TVET untuk
memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Filosofi esensialisme
mendudukan TVET dalam kaitannya dengan efisiensi sosial.
Kurikulum dan pembelajaran dikembangkan berdasarkan kebutuhan
bisnis dunia usaha dan industri. TVET diukur dari nilai balik investasi
pendidikan sebagai investasi ekonomi. Teori Human Capital
meneguhkan manusia sebagai modal utama pembangunan sehingga
harus dididik dan dilatih agar mampu berkompetisi dalam pasar kerja.
TVET dianggap berhasil bila nilai baliknya melebihi nilai investasi
yang dikeluarkan, jika tidak maka dianggap gagal. Aliran esensialisme
memisahkan antara sistem pendidikan akademik dan vokasional. Di
Indonesia KKNI memisahkan pendidikan akademik dan vokasional
Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu
terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih sesuai dengan yang
diinginkan. Secara umum, keduanya berhubungan dengan belajar dan
perubahan pada diri manusia, akan tetapi secara khusus memiliki
perbedaan tujuan spesifik yang ingin dicapai. Pendidikan lebih
mengarah pada pengetahuan dan hal-hal yang bersifat umum, terkait
dengan kehidupan pribadi secara luas, dan less tangible. Pelatihan
lebih mengarah pada keterampilan berperilaku secara khusus dan ada
ukuran benar atau salah, dan more tangible. Secara sederhana dapat
diartikan bahwa pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
bersifat lebih spesifik (mikro). Dalam perkembangannya TVET
dituntut untuk:
a. Menyediakan kursus yang diselenggarakan dalam format
modular, pengembangan keterampilan yang sesuai dengan
kebutuhan.
b. Modul dinyatakan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan skill
dengan standar yang jelas.
c. Memungkinkan siswa untuk mengakses pelatihan di daerah-
daerah tertentu dimana suatu keterampilan diperlukannya
d. Pencapaian kompetensi dalam waktu yang ditetapkan,
e. Modul yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan secara bertahap mampu menilai, mengenali dan
memberikan kredit untuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dicapai dari sumber selain dalam sistem TVET

Konteks Politik melatarbelakangi TVET karena beberapa faktor


diantaranya:
a. Agenda Politik selalu melibatkan ketegangan antara tujuan

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 17
berbagai kebijakan. Salah satu contoh ketegangan politik
diantaranya:
1) Manajemen ekonomi yang baik membutuhkan kontrol yang
ketat dari pengeluaran pemerintah
2) Pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan
keterampilan dan membentuk sikap yang diperlukan untuk
industri produktif dan competitive.
3) Perdebatan mengenai apakah TVET harus diarahkan pada
keterampilan khusus yang spesifik saat diperlukan.

b. Sistem politik mempengaruhi tujuan kebijakan pemerintah yang


berhubungan dengan TVET, bertujuan untuk
1) Reformasi social
2) Restrukturisasi industri dan pengembangan
3) Pengurangi pengangguran kaum muda
4) Meningkatkan kapasitas ekspor
5) Memastikan dukungan teknis yang memadai bagi militer
6) Meningkatnya tingkat kemampuan membaca orang dewasa
7) Pencapaian kebijakan lingkungan
8) Pencapaian transfer teknologi yang efektif

D. Tren TVET di Indonesia


Dengan meningkatnya permintaan akan pekerja yang lebih
banyak dan lebih terampil, bisnis di seluruh dunia pada dasarnya
membantu menciptakan kebangkitan dan antusiasme baru untuk
pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan. Artikel ini mulai
meneliti beberapa kecenderungan yang terjadi di pasar secara
keseluruhan, dan lebih spesifik lagi bagaimana hal itu mempengaruhi
sekolah perdagangan, para siswa yang hadir, dan pengusaha yang
merekrut pekerja bersertifikat dan gelar pendidikan akhirnya.
Pendidikan kejuruan secara keseluruhan adalah topik yang sangat
beragam dan terperinci, melibatkan penelitian dari berbagai sumber
dan referensi ke topik yang lebih spesifik mengenai program kerja,
pelatihan, dan jalur karir. Meskipun terlalu banyak untuk mulai
masuk ke sini, informasi lebih rinci tersedia di banyak sumber online.
Untuk beberapa contoh tentang apa yang ada di luar sana.
Pendidik kejuruan di seluruh negeri percaya bahwa sekolah
perdagangan membuat comeback yang kuat karena banyak bisnis
sangat membutuhkan pekerja terampil. Banyak lulusan sekolah
menengah dan pelajar saat ini belajar menjadi profesional sains
komputer, koki, desainer grafis, mekanik, insinyur, perawat dan
sebagainya. Dan sementara semakin banyak siswa memasuki dunia
kerja dengan gelar, kebanyakan tidak memiliki keterampilan langsung

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 18
yang diperlukan untuk langsung terjun tanpa mendapat pelatihan
kerja tambahan.
Ada banyak orang berpendidikan tinggi yang telah memperoleh
pendidikan berharga dari buku dan kursus, namun banyak dari orang-
orang ini tidak memiliki kesempatan untuk menerapkan apa yang
telah mereka pelajari secara langsung di lingkungan kerja. Orang-
orang ini mungkin sangat cerdas dengan banyak potensi jangka
panjang, tapi mereka sebenarnya tidak dapat menawarkan sebanyak
itu kepada sebagian besar perusahaan apabila belum masuk dalam
perusahaan tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar keuntungan
tidak direalisasikan oleh pengusaha sampai karyawan baru telah
berhasil belajar bagaimana menerapkan pengetahuan baru mereka.
Bagi pengusaha, ini bisa berarti penundaan bulan dan bahkan
bertahun-tahun sebelum mereka dapat mulai melihat pengembalian
investasi mereka, bukan sesuatu yang diinginkan bisnis jika hal itu
dapat dihindari.
Untuk memenuhi tuntutan bisnis yang meningkat ini, penempatan
pada tenaga kerja, pendidik teknik, dan teknis yang sangat khusus
saat ini mulai menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk
mengajarkan keterampilan khusus dan generik. Sebagian besar
keterampilan ini tidak dapat dipelajari melalui buku-buku dan metode
pengajaran tradisional. Oleh karena itu, para pendidik pada dasarnya
mulai lebih fokus pada pelatihan untuk dipekerjakan, berlawanan
dengan pendidikan berbasis pengetahuan atau gelar tertentu.
Dengan semua persyaratan yang berubah ini, siswa sekarang
mulai mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk belajar tidak
hanya pengetahuan buku standar, namun bagaimana menerapkan
pengetahuan itu, mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
pengetahuan tersebut dalam banyak kasus, bagaimana berinteraksi
dan menjadi produktif dalam Tempat kerja, dan bagaimana dilatih
untuk lingkungan tempat mereka akan segera bekerja. Karena semakin
banyak sekolah kejuruan, perguruan tinggi, dan universitas mulai
mengadopsi jenis program pendidikan yang diperluas ini, semua
orang akan menang. Sekolah akan terus tumbuh dan memperluas
pendaftaran, dan tenaga kerja, pengusaha, dan masyarakat secara
keseluruhan pada akhirnya akan berada dalam posisi untuk bisa ebih
produktif, lebih cepat, dan setiap orang yang terlibat akan
mendapatkan keuntungan.

Berikut Program-program Pendidikan Kejuruan TVET di Indonesia :


a) Pelatihan Penyesuaian Pribadi & Pekerjaan
Program rehabilitasi kejuruan yang dirancang untuk mengembangkan
kemampuan individu ke tingkat optimal di semua bidang (kejuruan,

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 19
sosial, dan emosional). Unsur kualifikasi utama adalah prospek
pencapaian lapangan kerja kompetitif dalam waktu singkat. Individu
ditugaskan sebagai konselor dan ditempatkan dalam lingkungan kerja
yang berorientasi pada persaingan.
b) Program Ketenagakerjaan yang Didukung
Dirancang untuk membantu individu penyandang cacat dalam
memperoleh dan mempertahankan lapangan kerja terpadu dan kompetitif
di dalam masyarakat. Layanan dalam program ini dapat mencakup
pengembangan pekerjaan dan bantuan mencari pekerjaan, termasuk
penyelesaian aplikasi, penulisan resume, dan teknik wawancara. Begitu
pekerjaan diamankan, pelatihan majikan diperkuat, dan ditambah sesuai
kebutuhan, oleh Pelatih Pekerjaan. Dukungan dan pelatihan intensif
diberikan secara terbatas dan dihapus bersamaan dengan pekerjaan
tuannya. Individu dapat diberikan layanan tindak lanjut bila sesuai,
karena dana tersedia. Program ini umumnya didanai oleh negara melalui
Kantor Rehabilitasi Kejuruan.
c) Program Rehabilitasi Kejuruan Kesehatan Mental:
Bagi orang-orang yang tidak dapat mempertahankan pekerjaan di
lingkungan yang kompetitif karena penyakit jiwa, DIPERLUKAN
penyediakan lapangan kerja dalam situasi yang memungkinkan individu
tersebut bekerja sesuai tingkat kemampuannya sendiri. Program ini
menawarkan pelatihan di semua bidang pekerjaan untuk memasukkan
pelatihan kerja pada berbagai pekerjaan, kompetensi sosial di tempat
kerja, dan kepribadian pekerja. Individu diberikan konselor dan
ditugaskan ke area kerja dimana dia menerima bantuan untuk mencapai
tingkat kelayakan kerja mereka yang tertinggi. klien melakukan layanan
subkontrak in-house untuk perusahaan lokal. Individu mendapatkan gaji
yang sepadan dengan produksinya.
d) Pekerjaan Transisi:
Program ini memberikan pelatihan ketrampilan kejuruan dan pembinaan
pekerjaan kepada individu dalam lingkungan kerja yang kompetitif.
Individu diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan tuntutan
dunia nyata dengan dukungan pelatih kerja. Layanan ini merupakan
perpanjangan dari program pra-kejuruan dan merupakan langkah menuju
mempersiapkan individu untuk mendapatkan pekerjaan yang kompetitif.
Pekerjaan Transisional memungkinkan individu untuk meningkatkan
tingkat keterampilan dan pengetahuan tugas sambil mengurangi
kebutuhan akan pengawasan dan pelatihan intensif. Dalam program ini,
individu bekerja dalam "kru kerja" hingga enam orang di bawah arahan
seorang pemimpin kru, atau Pelatih Pekerjaan. Meskipun klien tidak
dipekerjakan oleh bisnis tuan rumah, kesempatan diberikan untuk dilatih
dalam berbagai tugas untuk mendapatkan kompetensi dalam memenuhi
tuntutan yang serupa dengan situasi persaingan kerja. Kesiapan dan
motivasi untuk kerja kompetitif dinilai, dan persaingan kerja merupakan
hasil yang mungkin bagi individu.

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 20
e) Layanan Pra-Kejuruan:
Bila pekerjaan terlindung adalah pengaturan kejuruan yang paling tepat,
aktivitas kerja menyediakan kesempatan kerja jangka panjang. Program
ini menawarkan pelatihan di semua bidang pekerjaan untuk memasukkan
pelatihan kerja pada berbagai pekerjaan, kompetensi sosial di tempat
kerja, dan kepribadian pekerja. Karena individu diberikan seorang
konselor dan ditempatkan di sebuah pusat kerja, mereka dibantu untuk
mencapai tingkat kelayakan kerja mereka yang tertinggi. klien melakukan
beragam layanan subkontrak in-house sambil mendapatkan gaji dan
memberikan layanan yang berharga kepada perusahaan lokal.

Kedudukan Evaluasi dalam Manajemen Pendidikan Kejuruan di


Indonesia
Pendidikan kejuruan sebagai pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan sumber daya manusia untuk dapat memiliki
kompetensi sehingga siap untuk bekerja. Program program
pendidikan kejuruan perlu di evaluasi sebgai langkah untuk melihat
seberapa jauh program yang telah di canangkan dapat tercapai.
Kedudukan evaluasi dalam menejemen pendidikan kejuruan terdiri
dari 4 macam diantaranya yaitu:
a) Planning
b) Organising
c) Staffing
d) Actuating
e) Controlling

Monitoring
merupakan suatu proses atau kehiatan yang di lakukan oleh pimpinan
untuk melihat apa yang sedang di lakukan oleh bawahan. (proses
melihat). Monitoring di lakukan pada saat programkegiatan sedang
berlangsung dengan melakukan observasi di lapangan. Monitoring
program sangat penting di lakukan, hal di lakukan karena monitoring
bertujuan untuk
Mengetahui tujuan program yang telah di rencanakan dapat
tercapai.
Mengetahui program berjalan sesuai dengan yang di rencanakan.
Mengetahui hambatan-hambatan apa yang terjadi
Menentukan alternative cara mengatasi masalah.

Selain mengadakan monitoring di lapangan, dalam evaluasi di


perlukan juga supervise. Supervisi hampir sama dengan monitoring

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 21
namun sekaligus melakukan pembenahan-pembenahan terhadap
program yang yang sedang berlangsung.

Evaluasi program
Evaluasi : evaluasi merupakan suatu proses untuk identivikasi
masalah, mengumpulkan data, menganalisis, menyajikan informasi
untuk pembuatan keputusan . Program merupakan rentetan kegiatan
yang tersistim, ada tujuan, ada sasaran, ada prosedur, ada kriteria
keberhasilan. Contoh program :
- Pelatihan preventif maintenance bagi wakil kepala sekolah
kejuruan bidang sarana prasarana
- Pelatihan perpustakaan SMK.

Process of determining to what extent the educational objectivies are being realized
(tyler)

Proses untuk menentukan sejauh mana tujuan pendidikan telah di capai.


Evaluasi bisa di pandang sebagai cara untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. (cronbach)

Comparison of a performance to same standart to determaine wether discripancies


existed(provous)

Cara membandingkan perilaku dengan standar yang telah di tetukan untuk


menentukan ada tidaknya perbedaan

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 22
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Pendidikan SMK di Indonesia menggunakan model sistem ganda,
yaitu memadukan secara sistematik dan sikron program
pendidikan di sekolah dan program magang/praktek kerja,
sehingga siswa memiliki keahlian tertentu, dan menjadi pribadi
yang kreatif.
2. Konsep TVET yang inovatif adalah dengan berproses aktif
melakukan akuisi atau perolehan skill, pengetahuan atau
pemahaman dan pendalaman tata nilai untuk menumbuhkan
kapabilitas (kemampuan dan kemauan) memasuki dan
mengembangkan karir didunia kerja untuk pemenuhan kebutuhan
hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Tujuan Utama Pembelajaran TVET adalah terbangunnya identitas
profesi yang diharapkan disukai, dibutuhkan oleh pemangku
kepentingan (stakeholders) dan bermakna bagi diri sendiri.
4. Untuk memenuhi tuntutan bisnis yang meningkat ini, penempatan
pada tenaga kerja, pendidik teknik, dan teknis yang sangat khusus
saat ini mulai menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk
mengajarkan keterampilan khusus dan generik.

B. SARAN
Seharusnya ada survey terkait pemasalahan TVET di lapangan Kejuruan
langsung agar lebih mengetahui persis dampat positif dan negatif
pelaksanaannya. Sehingga metode penyusunan makalah ini bukan hanya
studi pustaka.

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 23
DAFTAR PUSTAKA

Blog Resmi TVET. 2017. Kedudukan Evaluasi dalam Manajemen Pendidikan


Kejuruan. (http://tvetindonesia.blogspot.co.id/2017/04/kedudukan-
evaluasi-dalam-menejemen.html)
Blog Resmi TVET. 2017. Program-program Pendidikan Kejuruan.
(http://tvetindonesia.blogspot.co.id/2017/04/kedudukan-evaluasi-
dalam-menejemen.html)
Blog Resmi TVET. 2017. Tren Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan TVET di
Indonesia. (http://tvetindonesia.blogspot.co.id/2017/04/kedudukan-
evaluasi-dalam-menejemen.html)

Konsep Technical and Vocational Education and Training (TVET) dalam Pendidikan Kejuruan 24

Вам также может понравиться