Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HCC (Hepatoseluler Carsinoma)

2.1 Definisi

Pertumbuhan sel hati yang ditandai dengan bertambahnya jumlah sel

yang memiliki kemampuan membelah (mitosis) secara abnormal disebut

hepatoma atau karsinoma hepato primer. Karsinoma hepato primer dibedakan

atas karsinoma yang berasal dari: i) sel-sel hati (HCC, karsinoma

fibrolamelar, dan hepatoblastoma); ii) karsinoma dari sel-sel epitel bilier

(kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma); atau iii) dari sel-sel mesenkim

(leiomiosarkoma dan angiosarkoma). Hepatoselular karsinoma (HCC)

merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit.1

2.2 Epidemiologi

HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta

menempati peringkat kanker kelima terbanyak pada laki-laki dan kesembilan

pada perempuan di dunia. Tingkat kematian HCC menempati urutan kedua

setelah kanker pankreas. Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok

wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari

tiga kasus per 100.000 penduduk); menengah (tiga hingga sepuluh kasus per

100.000 penduduk); dan tinggi (lebih dari sepuluh per 100.000 penduduk).

Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta di

4
5

Afrika tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika Tengah,

Australia, dan Selandia Baru.1

Prevalensi HCC di dunia sejalan dengan distribusi dari virus hepatitis,

dan mayoritas kasus berhubungan dengan hepatitis B (HBV) dan virus

hepatitis C (HCV). Adanya kecenderungan peningkatan kekerapan HCC di

banyak negara maju daripada negara berkembang berkaitan dengan

meningkatnya seroprevalensi infeksi HCV di negara maju dan hasil upaya

eliminasi faktor-faktor infeksi HBV di negara berkembang.1

HCC jarang terjadi pada usia muda, kecuali di wilayah endemik infeksi

HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi,

HCC banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan

4 : 1, bahkan pada wilayah dengan kekerapan HCC tinggi perbandingannya

bisa menjadi 8 : 1. Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC ditemukan

tersering pada usia antara 50-60 tahun dengan predominansi laki-laki. Rasio

antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1. Hal ini dikaitkan

dengan faktor risiko HCC seperti virus hepatitis maupun alkohol yang lebih

sering terpajan pada laki-laki.1

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Sekarang HCC dianggap terjadi akibat dari hasil interaksi sinergis

multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi, serta

peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum

diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor resiko yang memicunya. Faktor

resiko dari HCC meliputi: infeksi HBV dan HCV, sirosis hati, alfatoksin,
6

obesitas, diabetes melitus, serta alkohol. Namun, lebih jarang ditemukan,

antara lain : 1). Penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun; PBC/sirosis bilier

primer); 2). Penyakit hati metabolik (hemokromatosis. genetik; defisiensi

antitripsin-alfa l; penyakit Wilson); 3). Kontrasepsi oral; 4). Senyawa kimia

(thorotrast; vinil klorida; nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik);

5). Tembakau (masih kontroversial).1,7

a. Infeksi HBV

Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya kanker hati di

daerah yang tinggi prevalensinya seperti di Cina dan Indonesia. Penderita

HBV kronis dan pembawa HBV (carrier) memiliki risiko terkena HCC

yang lebih tinggi dari populasi normal. Hal ini dibuktikan pada penelitian

di Taiwan, dimana lebih dari 20.000 pria diteliti secara prospektif untuk

mengetahui terjadinya HCC. Ternyata risiko untuk terkena hepatoma

pada penderita hepatitis B yang HbsAg-nya positif meningkat lebih dari

100 kali dibandingkan populasi normal.7

Umur saat terjadi infeksi merupakan faktor risiko penting, karena

infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya persistensi

(kronisitas). Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui

proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV

DNA ke dalam DNA sel pejamu, aktivitas protein spesifik-HBV

berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari

kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan

tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak


7

langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati,

atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang

berubah akibat HBV. Koinsidensii infeksi HBV dengan pajanan agen

onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC

tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik).1

b. Infeksi HCV

Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan

faktor risiko penting dari HCC. Meta analisis dari 32 penelitian kasus-

kelola menyimpulkan bahwa risiko terjadinya HCC pada pengidap

infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan

pengidap. Koeksistensi infeksi HCV kronik dengan infeksi HBV atau

dengan peminum alkohol meliputi 20% dari kasus HCC. 1

Di area hiperendemik HBV seperti Taiwan, prevalensi anti-HCV

jauh lebih tinggi pada kasus HCC dengan HBsAg-negatif daripada yang

HBsAg-positif. Juga ditemukan bahwa prevalensi HCV-RNA dalam

serum dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien HCC dengan HBsAg-

negatif dibandingkan dengan yang HBsAgpositif. Ini menunjukkan

bahwa infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis HCC pada

pasien yang bukan pengidap HBV.1

Seperti HBV, kebanyakan dari pasien-pasien HCV dengan hepatoma

mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi

retrospektif-prospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam waktu)

dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan


8

hepatoma setelah paparan HCV adalah kira-kira 28 tahun. Hepatoma

terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada

pasien-pasien dengan hepatitis C.7

Pada sisi lain, ada beberapa individu yang terinfeksi HCV kronis

yang menderita hepatoma tanpa sirosis. Suatu protein inti (pusat) dari

HCV diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau

mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan tumor yang

normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut

hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang

adalah apa yang terjadi pada kanker.7

c. Sirosis Hepatis

Sirosis hati merupakan faktor risiko pertama HCC di dunia dan

melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun, 3-5% dari

pasien sirosis akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab

utama kematian pada sirosis hepatis. Otopsi pada pasien sirosis hepatis

mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Pada 60-80%

sirosis hepatis makronodular dan 3-10% dari sirosis hepatis mikronodular

dapat ditemukan adanya HCC. Prediktor utama HCC pada sirosis hepatis

adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP)

serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati.1

d. Alfatoksin

Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh

jamur AspergiIlus. Pada percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1


9

bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid

merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu

membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme

hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi

pada kodon 249 dad' gen supresor tumor p53.1

Beberapa penelitian dengan menggunakan biomarker di Mozambik,

Afrika Selatan, Swaziland, Cina dan Taiwan menunjukkan bahwa ada

korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan

mortalitas HCC. Risiko relatif HCC dengan aflatoksin saja adalah 3,4,

dengan infeksi HBV kronik risiko relatifnya 7, dan meningkat menjadi

59 bila disertai dengan kebiasaan mengonsumsi aflatoksin.1

e. Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor resiko dari HCC. Suatu

penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900,000 individu di Amerika

Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan

terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker

hati pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (Indeks masa

tubuh: IMT 35-40Kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang

IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko

utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-

alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis

hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.1


10

f. Diabetes mellitus

Diabetes melitus (DM) telah lama ditengarai merupakan faktor risiko

baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya

perlemakan hati dan steatohepatitis nonalkoholik (NASH). Di samping

itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin-like growth

factor (IGF) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan HCC terlihat dari banyak

penelitian, antara lain penelitian kasus-kelola oleh Hassan dkk. yang

melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC dan 230 pasien non-HCC, rasio

odd dari DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus DM

sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar oleh El

Serag dkk. yang melibatkan 173,643 pasien DM dan 650,620 pasien

bukan DM menemukan bahwa insidensi HCC pada kelompok DM lebih

dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi HCC kelompok bukan

DM. Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan lamanya pengamatan

(kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan

faktor risiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras.1

g. Alkohol

Alkohol juga termasuk resiko HCC. Meskipun alkohol tidak

memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-70 glhari

dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati

alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari

alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati


11

dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada

sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien

dengan HBsAg-positif atau anti-HCV-positif. Ini menunjukkan adanya

peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.

Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk

terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat

infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose

dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko

terjadinya HCC.1

h. Idiopatik

Antara 15 - 40% kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya

walaupun sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa

penjelasan akhir-akhir ini menyebutkan peranan perlemakan hati - fatty

liver disease - yang bukan disebabkan oleh alkohol (NASH = Non

Alkohol Steato Hepatitis), dipercaya dapat menyebabkan kerusakan sel

hati yang luas yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan kanker hati.8

2.4 Klasifikasi

Secara makroskopis karsinoma hati dapat dijumpai dalam bentuk: (i)

masif yang biasanya di lobus kanan, berbatas tegas, dapat disertai nodul-

nodul kecil di sekitar masa tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis; (ii)

noduler, dengan nodul di seluruh hati; dan (iii) difus, seluruh hati terisi sel

tumor. Secara mikroskopis, sel-sel tumor biasanya lebih kecil dari sel hati
12

yang normal, berbentuk poligonal dengan sitoplasma granuler. Sering

ditemukan sel raksasa yang atipik.9

Pembagian atas tipe morfologisnya adalah: 1) ekspansif, dengan batas

yang jelas; 2) infiltratif, menyebar/menjalar; dan 3) multifokal. Tipe ekspansif

lebih sering ditemukan pada hati nonsirotik. Menurut WHO, secara histologik

HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan organisasi struktural sel tumor

sebagai berikut: 1). Trabekular (sinusoidal), 2). Pseudoglandular (asiner), 3).

Kompak (padat), 4. Sirous.1

2.5 Patogenesis

Mekanisme karsinigenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun

agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit dapat terjadi melalui

peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury)

dan regenerasi kronik (chronic injury) dalam bentuk inflamasi dan kerusakan

oksidatif DNA. Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang

parenkim hepar yang disertai stimulasi regenarasi dan remodelling hepar yang

terus menerus. Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin,

interferon, tumor necrosis factor-, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan

(misalnya insulin-like growth factors, epidermal growth factor /EGF,

transforming growth factor-/TGF-) dilepaskan sehingga memicu timbulnya

fokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia yang dapat

berujung pada transformasi ganas. Hepatitis virus kronis, alkohol, dan

penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-


13

alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cidera

kronik, regenerasi, dan sirosis).1,10

Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53.

Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan

dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik adalah

hilangnya satu salinan dari bagian suatu genom. Pada manusia, LOH dapat

terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi HBV juga dihubungkan dengan

kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53. Pada kasus HCC,

lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak). Oleh

karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic insersional non-

selektif. Integrasi acapkali menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan

selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik,

penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua perubahan ini dapat berakibat

hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen selular penting lain.

dengan analisis Southern blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi

ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan

tumor. Produk gen X dari HBV, lazim disebut HBVx, dapat berfungsi sebagai

transaktivator transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan

dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis bahwa HBx

mungkin terlibat pada hepatokarsiogenesis oleh HBV.1

Selain yang disebutkan di atas, mekanisme karsinogenesis HCC juga

dikaitkan dengan peran dari: 1). Telomerase, 2). Insulin-like growth factor

(IGF), 3). Insulin receptor substrate 1 (IRS1). Untuk ploriferasi HCC, diduga
14

vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth

factor (bFGF) berperan dalam proses angiogenesis.1

2.6 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis HCC sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang

gejala dan tandanya sangat jelas disertai gagal hati. Gambaran klinis berupa

rasa nyeri tumpul umumnya dirasakan oleh penderita dan mengenai perut

bagian kanan atas, di epigastrium atau pada kedua tempat epigastrium dan

hipokondrium kanan. Rasa nyeri tersebut tidak berkurang dengan pengobatan

apapun juga. Nyeri yang terjadi terus menerus sering menjadi lebih hebat bila

bergerak. Nyeri terjadi sebagai akibat pembesaran hati, peregangan glison dan

rangsangan peritoneum. Terdapat benjolan di daerah perut bagian kanan atas

atau di epigastrium. Perut membesar karena adanya asites yang disebabkan

oleh sirosis atau karena adanya penyebaran karsinoma hati ke peritoneum.

Harus diwaspadai juga bila keluhan terasa penuh di abdomen disertai

perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam. Yang paling

penting dari manifestasi klinis sirosis adalah gejala-gejala yang berkaitan

dengan terjadinya hipertensi portal yang meliputi asites, perdarahan karena

varises esofagus, dan ensefalopati.1,8

Berdasarkan fasenya, manifestasi klinis HCC terbagi dua, yaitu:7

a. Hepatoma Sub Klinis

Hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa

gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui

pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.


15

b. Hepatoma Fase Klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang hingga

lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan, antara lain:

1. Nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut

sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri

samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau

menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati

terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga

menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah

hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.

2. Massa abdomen atas, hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas

atas hati bergeser ke atas, pada pemeriksaan fisik ditemukan

hepatomegali di bawah arcus costae tapi tanpa nodul, hepatoma

segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di

bawah arcus costae kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa

di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costae kiri.

3. Perut membesar disebabkan karena asites.

4. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak

saluran gastrointestinal.

5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba.

6. Demam, timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit

tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak

disertai menggigil.
16

7. Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan

fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau

tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

Lainnya, perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan,

edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis

hati yang lain seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik,

spider nevi, vena dilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir

hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.7

2.7 Diagnosis

Diagnosis HCC yang asimptomatik atau jarang bergejala membutuhkan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dapat melalui tes darah, radiografi, dan

biopsi serta derajat histologi. Ada beberapa hal yang membuat skrining dan

deteksi dini HCC menjadi suatu hal yang penting:7

- Bila penderita ditemukan dalam stadium dini, reseksi dapat bersifat

kuratif;

- HCC cenderung tumbuh lambat dan terbatas hanya di hepar;

- Deteksi dini dapat dikerjakan dengan memeriksa ultrasonografi/USG

abdomen dan kadar AFP (Alpha fetoprotein) serum.

a. Tumor Marker

Alfafetoprotein (AFP) adalah suatu glikoprotein yang disintesis oleh

hati, sel yolk sac, dan sedikit sekali saluran gastrointestinal fetal. Pada

manusia, AFP mulai terdeteksi pada fetus umur 6-7 minggu kehamilan dan

mencapai puncaknya pada minggu ke-13. Pada bayi yang baru lahir,
17

kadarnya adalah sebesar 10,000 - 100,000 ng/ml, kemudian menurun dan

pada usia 250-300 hari kelahiran kadarnya sama dengan kadar pada orang

dewasa, yaitu sekitar 0-20 ng/ml. Adanya peningkatan kadar AFP diduga

karena sel-sel hati mengalami diferensiasi menyerupai sel hati pada janin.9

Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien HCC, dengan kadar

lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC.

Meskipun begitu, sensitivitas hanya berkisar 30%. Peningkatan AFP

jarang terdeteksi pada HCC awal bahkan yang telah progresif dan tak

terdeteksi pada displastik nodul. Teratokarsinoma tak berdiferensiasi,

pasien dengan HCV kronis yang disertai fibrosis hepar tingkat lanjut

(walaupun tanpa HCC), pasien sirosis hati dan carrier hepatitis B,

trimester kedua dan ketiga kehamilan, serta pada pasien dengan tumor

yang berasal dari gonad (karsinoma sel embrional testis atau ovarium),

bisa memberikan peningkatan AFP positif palsu. Oleh karena itu, semua

pasien dengan peningkatan AFP sebaiknya menjalani pemeriksaan

radiologi USG abdomen, CT Scan, atau MRI.1,7

Hepatoma dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu

atau merusak sel-sel hati oleh karena penekanan massa tumor atau karena

invasi sel tumor hingga terjadi gangguan hati yang tampak pada kelainan

SGOT, SGPT, alkali fosfatase, laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati

ini tidak spesifik sebagai petanda tumor. Penanda tumor lainnya untuk

HCC adalah des gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang

kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC. Namun, penanda
18

tumor ini juga meningkat kadarnya pada defisiensi vitamin K, hepatitis

kronik aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC,

seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll., tetapi

tidak ada yang memiliki agregrat sensitifitas dan spesifisitas melebihi

AFP, AFP-L3, dan PIVKA-2.1

b. Ultrasonography (USG) Abdomen

USG abdomen dipakai secara luas untuk skrining HCC karena

sifatnya yang non invasif dan relatif murah. Kesulitan muncul bila ada

lingkungan/latar hepar yang sirotik sehingga mempersulit deteksi tumor

yang berukuran kecil. Kelemahan utama lain adalah sifatnya yang

bergantung pada kemampuan operator dan keterbatasan pada

reproduksibilitasnya. Pada USG konvensional, lesi HCC dapat hipoekoik,

hiperekoik, maupun isoekoik; lesi isoekoik hanya akan terdeteksi apabila

dikelilingi oleh lingkaran halo di perifernya atau pseudokapsul.

Gambaran khas dari HCC adalah pola mosaik, sonolusensi perifer,

bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan

akustik posterior. HCC yang masih berupa nodul kecil cenderung bersifat

homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya heterogen.

Sensitivitas USG konvensional dalam deteksi HCC sebesar 35- 84%.1,11,12

Penilaian vaskularitas tumor maupun penentuan patensi vaskuler

untuk membedakan HCC dari tumor hepatik lain dapat dipakai USG

Doppler. Penggunaan contrast enhanced ultrasound (CEUS) untuk

diagnostik HCC juga semakin meningkat. Pada CEUS, HCC akan tampak
19

sebagai penyengatan kuat (strong enhancement) intratumor pada fase arteri

diikuti bersihan/washout yang cepat dengan gambaran tumor iso- atau

hipoekoik pada fase porta dan fase lambat. Nodul regenerasi dan displasia

tidak menunjukkan penyengatan kontras pada fase awal. Penyengatan

arteri yang selektif yang tampak pada 91-96% lesi HCC mengkonfirmasi

tingginya sensitivitas metode ini dalam identifikasi neoangiogenesis pada

HCC.4

Surveilans yang dianjurkan oleh banyak ahli adalah melakukan

pemeriksaan USG dan AFP enam bulan sekali pada kalangan yang

memiliki risiko tinggi. Kelompok risiko tinggi HCC tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.1.13

Tabel 2.1. Kelompok yang dianjurkan pemeriksaan USG dan AFP/ 6


bulan
20

c. Computed Tomography (CT Scan)

Saat ini CT Scan masih menduduki tempat utama pencitraan hepar.

Kebanyakan pusat diagnostik menerapkan CT Scan sebagai modalitas

pencitraan lanjutan setelah nodul hepar terdeteksi lewat USG. CT scan

hepar bisa dengan atau tanpa bahan kontras (contrastenhanced vs.

unenhanced). Indikasi pemeriksaan CT tanpa kontras meliputi untuk

pasien yang memang sudah diketahui ada keganasan namun hendak dicitra

untuk kali pertama sebagai usaha skrining adanya kalsifikasi, untuk pasien

dengan sirosis sehingga nodul regenerasi akan sangat dilemahkan

(mengalami hiperatenuasi) pada citra tanpa kontras akibat kandungan

besinya yang tinggi, serta untuk pasien dengan tumor hati yang difus.

Pemeriksaan CT dengan kontras lebih sensitif untuk mendeteksi lesi

fokal pada hepar. Pada pasien sirosis, apabila didapatkan nodul solid yang

menonjol dengan hipervaskularitas disertai peningkatan intensitas sinyal

pada fase T2, disertai oleh adanya invasi ke vena atau hasil laboratorium

yang menunjukkan kenaikan kadar AFP serum, pasien tersebut harus

dianggap sebagai penderita HCC, sampai terbukti sebaliknya. Jika ada

rencana reseksi pada pasien demikian, dan apabila lesinya memang khas

dan sangat mencurigakan HCC, biasanya tidak diperlukan konfirmasi

dengan biopsi karena dikhawatirkan dapat mencetuskan pertunasan

(seeding) tumor di sepanjang jalur jarum biopsi dan meningkatkan

kemungkinan komplikasi pada pasien sirosis tersebut. Pada pasien non-

sirosis, diagnosis HCC dipertimbangkan bila didapatkan lesi di hepar yang


21

tidak jelas menyerupai hemangioma atau hiperplasia nodular fokal. Pada

kondisi tidak adanya petunjuk spesifik HCC sama sekali, barulah dapat

dipertimbangkan biopsi.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI mempunyai keunggulan dalam resolusi spasial yang

tinggi, tingkat radiasinya yang rendah (non-pengion), bersifat non-invasif,

dengan kemampuan pencitraan 3-dimensional. Pemeriksaan MRI abdomen

dapat memberikan informasi berharga bagi deteksi dan penentuan lesi

hepar yang fokal. Pembedaan lesi metastasis dan keganasan primer dari

hemangioma dan lesi kistik didasarkan pada citra T2-weighted. Citra T2-

weighted menampilkan lemak sebagai gelap sedangkan air sebagai terang,

kebalikan dari T1-weighted yang menampilkan lemak sebagai terang dan

air sebagai gelap. Selain citra T2-weighted, pola penyengatan kontras

setelah pemberian bahan kontras (kontras yang sering digunakan adalah

kontras berbasis gadolinium) juga berbeda-beda pada lesi maligna,

hemangioma, kistik. Penggunaan gabungan data dari T2-weighted dan

penyengatan kontras dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas

pemeriksaan MRI abdomen. Pada citra T2-weighted, HCC biasanya

tampak sebagai nodul hiperintens, sedangkan nodul regenerasi dan

kebanyakan nodul hiperplasia hipointens. Namun lesi HCC yang

berdiferensiasi baik dapat pula isoataupun hipointens pada T2-weighted.

Fokus dengan intensitas tinggi di tengah area hipo- atau isointens pada
22

citra T2-weighted (nodule within a nodule sign) sangat mencurigakan

suatu HCC yang tumbuh di dalam nodul displasia.

Tumpang tindihnya intensitas sinyal dari nodul regenerasi, nodul

displasia dan HCC pada citra T1- dan T2-weighted membuat penggunaan

bahan kontras diperlukan. Gadolinium- DTPA merupakan bahan kontras

yang membuat penyengatan HCC pada citra T1-weighted. HCC

mendapatkan suplai darah terutama dari arteria hepatika, sehingga

kebanyakan HCC terlihat dengan baik pada citra fase arterial. Hal ini

membuat pembedaan HCC dari nodul regenerasi dan displasia serta

fibrosis fokal yang menyengat kontras selama fase porta.(9) Fung dkk.

melaporkan sensitivitas CT dan MRI untuk deteksi HCC

berturutturutsebesar 53,8-71% dan 53-77%, didapatkan dari berbagai

penelitian.

e. Biopsi Hepar

Biopsi hepar diindikasikan jika diagnosis melalui AFP dan radiografi

meragukan. Hasil histopatologi ini merupakan diagnosis pasti HCC.

Biopasi dilakukan terhadap massa yang terlihat pada ultrasonografi, CT

Scan atau melalui angiografi. Pedoman internasional menyarankan biopsi

pada lesi berukuran <2 cm jika penemuan radiologi tidak khas HCC.

Untuk lesi >2 cm, biopsy dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi.

Diferensiasi HCC mudah didiagnosis berdasarkan histologi, tetapi HCC

berdiferensiasi baik sulit dibedakan dari nodul displastik derajat tinggi

apalagi jika sampel biopsi kecil. Pengambilan sampel sebaiknya dari


23

jaringan intralesi dan ekstralesi, karena abnormalitas sitologi dan bentuk

lebih mudah dinilai dengan membandingkan dua bagian.7

Berikut adalah algoritma diagnosis curiga HCC (Gambar 1) dan kriteria

diagnostic HCC menurut Barcelona EASL Conference (Tabel 2.2).1,13

Gambar 2.1 Algoritma diagnosis curiga HCC

Tabel 2.2 Kriteria diagnostic HCC menurut Barcelona EASL Conference


Kriteria sito-histologi
Kriteria non-invasif (khusus untuk pasien sirosis hepatis):
Kriteria radiologis: koinsidens 2 cara pencitraan (USG/CT-
Spiral/MRI/angiografi).
- Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskulariasi arterial
Kriteria kombinasi: satu cara pencitraan dengan kadar AFP serum:
- Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
- Kadar AFP serum 400 ng/ml
24

Untuk menilai status klinis, sistem skor Child-Turcotte-Pugh

menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien.

Gambar 2.2 Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh

2.8 Staging HCC

Dalam staging klinis HCC terdapat pemilahan pasien atas kelompok-

kelompok yang prognosisnya berbeda, berdasarkan parameter klinis,

biokimiawi, dan radiologi yang tersedia. Sistem staging yang ideal

seharusnya juga mencantumkan penilaian ekstensi tumor, derajat gangguan

fungsi hati, keadaan umum pasien serta keefektifan terapi. Sistem yang

banyak digunakan untuk menulis status fungsional hati dan prediksi prognosis

pasien sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, tetapi sistem ini

tidak ditunjukkan untuk penilaian staging HCC melainan status klinis pasien.

Beberapa sistem staging HCC telah diajukan dan dipakai, antara lain:1
25

a. Tumor-Node-Metastases (TNM)

b. Okuda Staging System


26

c. Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC)

d. Cancer of Liver Italian Program (CLIP)

e. Group dEtute et de Traitement du Carcinome Hepatocellulaire

(GRETCH)

f. Chinese University Prognostic Index (CUPI)

g. Japanese Integrated Staging (JIS)


27

2.9 Tatalaksana

Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas adanya tidaknya sirosis

hepatis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik. Berikut

beberapa pilihan tatalaksana yang dapat dilakukan pada HCC.1

a. Terapi Operasi

1). Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai

fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun,

untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat

memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan

hidup. Parameter seleksi yang dapat digunakan adalah skor Child-

Turcotte-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum

dan derajat hipertensi portal saja. Kontraindikasi tindakan ini adalah

metastasis ekstrahepatik, HCC difus atau multifokal, sirosis stadium

lanjut, dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan

pasien menjalani operasi.1

2). Transplantasi Hati

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan

tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi.

Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi

tumor di dalam maupun di luar transplantasi. Tumor yang berdiameter

kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor

yang diameternya lebih dari 5 cm.1,9


28

3). Terapi Operatif Non Reseksi

Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan

reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup

injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi

embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat

operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang

mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair,

efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol

absolut intratumor saat operasi.14

b. Terapi Lokal

1). Ablasi Radiofrekuensi (RFA)

RFA merupakan teknik destruksi sel neoplasti dengan memodifikasi

suhunya. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan

energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis

koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan

tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola

berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma,

dengan hasil kuratif. RFA menunjukkan angka keberhasilan yang

lebih tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang

lebih besar dari 3 cm tetapi tetap tidak berpengaruh terhadap harapan

hidup pasien. Kekurangan teknik ini ialah biayanya yang lebih mahal

dan efek sampingnya lebih banyak daripada PEI.1,14


29

2). Injeksi Etanol Perkutan (PEI)

PEI merupakan metode ablasi lokal yang menggunakan bahan kimia.

Teknik ini lebih baik untuk terapi hepatoma kecil yang tak sesuai

direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik

karena efikasinya yang tingi, efek sampingnya yang rendah serta

relatif murah. Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis,

oklusi vascular dan fibrosis.1

c. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan

cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan

lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat

pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul

kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal

mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap

fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk

tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi

diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi,

hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma,

suksek terdapat residif, dll.14

d. Kemoterapi

Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi

sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC,

karboplatin, MTX, 5- FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.14


30

e. Radioterapi

Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang

relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain

itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi

umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba,

ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk

kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal

dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk

radioterapi internal terhadap hepatoma.14

Gambar di bawah adalah sistem staging BCLC untuk prognosis dan tata

laksana dengan interpretasi sebagai berikut.

Stage 0 : berarti tumor berukuran <2 cm, pasien merasa baik (PS,

Performance status 0), dan liver berfungsi normal (Child-Pugh A)

Stage A : berarti terdapat satu tumor <5 cm, atau 3 buah tumor semuanya

<3cm. Pasien merasa baik dan aktif (PS 0) dan fungsi liver bekerja dengan

baik (Child-Pugh A atau B)

Stage B : berarti terdapat banyak tumor pada liver, tetapi pasien merasa

baik (PS 0) dan fungsi liver bekerja baik (Child-Pugh A atau B)

Stage C : berarti kanker sudah menyebar ke pembuluh darah, pembuluh

limfe, atau organ lain. Atau pasien merasa tidak baik (PS 1 atau 2). Fungsi

liver masih bekerja (Child-Pugh A atau B)

Stage D : berarti terdapat kerusakan liver yang berat (Child-Pugh C) atau

pasien merasa tidak baik dan memerlukan bantuan (PS 3 atau 4).
31

Gambar 2.3 Sistem staging BCLC untuk prognosis dan tatalaksana

2.10 Prognosis

Pada umumnya prognosis karsinoma hepatoseluler adalah buruk. Tanpa

pengobatan kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul

keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang

sekitar 11 12 bulan. Bila karsinoma hepatoseluler dapat dideteksi secara

dini, usaha usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan

misalnya dengan cara sub segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat

menjadi lebih panjang lagi.5

Вам также может понравиться

  • Perencanaan Program Kesehatan
    Perencanaan Program Kesehatan
    Документ30 страниц
    Perencanaan Program Kesehatan
    Adelaide Sharfina
    50% (2)
  • Bab Ii Tinpus
    Bab Ii Tinpus
    Документ24 страницы
    Bab Ii Tinpus
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Roman's Forensik
    Roman's Forensik
    Документ388 страниц
    Roman's Forensik
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Bab I, Ii, Iii
    Bab I, Ii, Iii
    Документ17 страниц
    Bab I, Ii, Iii
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Referat Strangulasi
    Referat Strangulasi
    Документ14 страниц
    Referat Strangulasi
    Apriyan Yudha
    Оценок пока нет
  • Krisis Hiperglikemi Dan Cao
    Krisis Hiperglikemi Dan Cao
    Документ3 страницы
    Krisis Hiperglikemi Dan Cao
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • 31 61 1 SM PDF
    31 61 1 SM PDF
    Документ7 страниц
    31 61 1 SM PDF
    Sri Cici Anggelina MJ
    Оценок пока нет
  • Deteksi Dini Gagal Tumbuh Pada Anak Dengan Kelainan Jantung Bawaan
    Deteksi Dini Gagal Tumbuh Pada Anak Dengan Kelainan Jantung Bawaan
    Документ2 страницы
    Deteksi Dini Gagal Tumbuh Pada Anak Dengan Kelainan Jantung Bawaan
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Persiapan Kehamilan Tanpa Anemia
    Persiapan Kehamilan Tanpa Anemia
    Документ2 страницы
    Persiapan Kehamilan Tanpa Anemia
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ2 страницы
    Bab I Pendahuluan
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Profil Puskesmas Pelambuan
    Profil Puskesmas Pelambuan
    Документ3 страницы
    Profil Puskesmas Pelambuan
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Profil Pusk Pelambuan
    Profil Pusk Pelambuan
    Документ5 страниц
    Profil Pusk Pelambuan
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Bruksisme
    Leaflet Bruksisme
    Документ2 страницы
    Leaflet Bruksisme
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Lapsus Katarak Kongenital
    Lapsus Katarak Kongenital
    Документ22 страницы
    Lapsus Katarak Kongenital
    Dimas Harditya M P
    Оценок пока нет
  • Diagnosis Dini Gangguan Fungsi Kognitif
    Diagnosis Dini Gangguan Fungsi Kognitif
    Документ42 страницы
    Diagnosis Dini Gangguan Fungsi Kognitif
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    ThieFeezae
    Оценок пока нет
  • Vaksin Rotarix
    Vaksin Rotarix
    Документ13 страниц
    Vaksin Rotarix
    Denny
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ30 страниц
    Bab 2
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Документ2 страницы
    Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Документ1 страница
    Uretritis Dan Sindrom Uretra
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Workshop Demensia 1
    Workshop Demensia 1
    Документ18 страниц
    Workshop Demensia 1
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Simposium Dr. Zainuddin Arpandy, Sp. S
    Simposium Dr. Zainuddin Arpandy, Sp. S
    Документ13 страниц
    Simposium Dr. Zainuddin Arpandy, Sp. S
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Workshop Demensia 1
    Workshop Demensia 1
    Документ18 страниц
    Workshop Demensia 1
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Bab II Tinjauan Pustaka
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Документ21 страница
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Buku Hitam Kulit Kelamin
    Buku Hitam Kulit Kelamin
    Документ33 страницы
    Buku Hitam Kulit Kelamin
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Bab 2 - Daftar Pustaka PDF
    Bab 2 - Daftar Pustaka PDF
    Документ50 страниц
    Bab 2 - Daftar Pustaka PDF
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Lampiran PDF
    Lampiran PDF
    Документ25 страниц
    Lampiran PDF
    Adelaide Sharfina
    100% (2)
  • Kebudayaan Islam
    Kebudayaan Islam
    Документ10 страниц
    Kebudayaan Islam
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Bab I PDF
    Bab I PDF
    Документ6 страниц
    Bab I PDF
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет
  • Hari Jantung Sedunia HPS 2015
    Hari Jantung Sedunia HPS 2015
    Документ8 страниц
    Hari Jantung Sedunia HPS 2015
    Adelaide Sharfina
    Оценок пока нет