Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah di sampaikan mengenai
Asma Bronkial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Prevalensi asma diketahui mengalami peningkatan selama periode 20 tahun
terakhir ini. Prevalensi asma diperkirakan sekitar 5-10% di dunia dengan estimasi
sekitar 23.4 juta orang menderita asma, termasuk 7 juta di antaranya adalah kelompok
anak-anak. World Health Organization (WHO) memprediksi 250.000 kematian asma
yang dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Terdapat perbedaan prevalensi
asma di setiap negara maupun daerah. 2
Di Indonesia, prevalensi asma adalah sebesar 4.5% dengan prevalensi asma
pada anak usia 1-4 tahun sebesar 3.8% dan anak usia 5-14 tahun sebesar 3.9%. Pada
kelompok anak-anak terdapat kecenderungan lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki
dibadingkan anak perempuan dengan rasio 2:1 dan rasio berubah menjadi 1:1 pada
kelompok usia pubertas.
Meskipun faktor genetik dianggap sebagai faktor predisposisi paling penting
dalam perkembangan asma, faktor lingkungan juga turut berperan dalam munculnya
asma. Faktor risiko asma di antaranya: jenis kelamin, usia, riwayat atopi pada
keluarga, lingkungan, ras, asap rokok, polusi, dan infeksi respiratorius. Prevalensi
asma meningkat pada kelompok umur sangat muda dan kelompok usia tua
2.3 Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:3
1. Faktor genetik
(a) Hiperreaktivitas
(b) Atopi/Alergi bronkus
(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
(d) Jenis Kelamin
(e) Ras/Etnik
2. Faktor lingkungan
(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)
(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)
(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur)
(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)
(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
(f) Ekspresi emosi berlebih
(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas tertentu
(j) Perubahan cuaca
2.4. Patogenesis
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan
penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi
paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang
asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya
mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait
lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.4
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh
antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang
melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada
sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen
Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari
prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-
selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel
tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF,
yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan
sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak
mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel
dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan
komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.
Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal.
Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan
makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi
molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran
respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2,
selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan
transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF
untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi,
sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur
sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut,
ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau
Transforming Growth Factors (TGF-), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.
Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,
kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran
respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,
neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk
kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien
yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan
lamanya penyakit.
Hiperaktivitas Obstruksi
Bronkus Bronkus
2.6. Diagnosis
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan
batruk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini
hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada
pasien atau keluarga.5
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan
bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih
definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau
yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamine,
metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin
hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung
diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya.
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Dalam membuat diagnosis asma, diagnosis harus mencakup derajat asma dan
beratnya serangan asma yang terjadi, misalnya asma episodik jarang serangan ringan,
asma episodik jarang serangan sedang, asma episodik jarang serangan berat, dan
lainnya.
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak secara arbitreri PNAA membagi asma anak
menjadi 3 derajat penyakit6
Parameter klinis Asma episodic Asma episodic Asma persisten
Kebutuhan obat, jarang sering (asma berat)
dan faal paru (asma ringan) (asma sedang)
1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan 1/bulan
2.Lama serangan <1 minggu 1 minggu Hampirsepanjang
tahun, tidak ada remisi
3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat
4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
<3x/minggu >3x/minggu
6.Pemeriksaan fisis Normal, tidak Mungkin terganggu Tidak pernah normal
diluar serangan ditemukan kelainan (ditemukan kelainan)
7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ Perlu, steroid inhalasi
steroid inhalasi dosis Dosis 400 g/hari
100-200 g
8.Uji faal paru PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
9.Variabilitas faal 20% 30% 50%
paru
(bila ada serangan)
2.6.1 Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala
batuk dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk
dijumpai sesak nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang
timbul bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang
timbul tidak terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak
terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah berat anak sulit mengungkapkan
kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien
berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya.
Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya
retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas
normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama
pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan
dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis
atopi dapat ditemukan5,6
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi
kronik saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding
bronkus dan konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas
mengakibatkan timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah
kasar dan mengi. Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan
komponen ekspiratori yang lebih menonjol
Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma7
2.8.Tatalaksana Asma
Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan
jangka panjang. Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya.
1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam
> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
2. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan
nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis
anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis :
untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek
sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik
inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada
anak10.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan10 :
Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang
cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
2.9. Pencegahan
a. Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak
memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi
kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
b. Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan
c. Menghindari makanan berpotensi alergen
2.10. Prognosis
Mortalitas asma secara internasional dilaporkan mencapai 0.86 kematian per
100.000 orang di beberapa negara. Angka kematian asma di UK pada tahun 2006
dilaporkan 1.2 kematian per 100.000 orang. Mortalitas terutama terkait dengan
kegagalan fungsi paru-paru.Tingkat absen kerja ataupun absen sekolah terkait asma
juga dilaporkan tinggi. Sedikitnya setengah anak-anak yang didiagnosis asma
memiliki penurunan gejala dan tidak memerlukan terapi ketika menginjak remaja
akhir atau dewasa muda. Akan tetapi pasien dengan kontrol asma yang buruk dapat
memunculkan gejala-gejala kronis dan terjadinya airway remodeling.10
BAB III
KESIMPULAN
Asma adalah penyakit yang tidak lagi jarang di temukan di Indonesia. Maka
dari itu kita harus dapat mengenali penyebab dan gejala nya. Asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor penyebab sebaGai pencetus kekambuhan dari gejala asma
tersebut. Dapat di sebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Dari
faktor pencetus tersebut dapat mengaktifkan mediator yang di keluarkan oleh sel
inflamasi yang dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas pada pasien asma.