Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB III

DISKUSI

Seorang anak laki-laki masuk dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam
tinggi, mendadak, menggigil dan terus-menerus. Sakit kepala (+), kejang (+) 1 kali dan lebih
dari 5 menit. Batuk (+) sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk
awalnya kering kemudian menjadi produktif berdahak sedikit, berwarna putih. Batuk hanya
sesekali, tidak menentu waktu munculnya. Bengkak pada mata sejak 3 hari yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Sejak demam meninggi, pasien tampak lemas, malas makan dan hanya
minum air saja. Mual/Muntah (+) dengan frekuensi sering 2 kali yang berisi makanan dengan
nyeri perut. BAK baik, lancar, tetapi air kencing berwarna agak gelap mirip teh pekat
dirasakan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat sering demam (+) dan
batuk (+) 1 minggu yang lalu, obat dari puskesmas yaitu Paracetamol dan Ampicilin dan
demam menghilang. Riwayat penyakit dalam keluarga, Hipertensi. Riwayat pengobatan pada
puskesmas Paracetamol, Cefadroxil dan Captopril. ASI tidak eksklusif (+), Riwayat
imunisasi wajib (+) lengkap. Pemeriksaan fisik didapatkan, KU: tampak sakit sedang,
compos mentis dan gemuk. TD: 120/80 mmHg, N : 90 x/ menit, reguler, kuat angkat. P : 26x/
menit, S: 38C. Bunyi pernapasan bronkovesikuler pada kedua lapang paru, rhonki ada pada
kedua lapang paru. Pemeriksaan antropometrik termasuk gizi lebih. Inspeksi ditemukan
bengkak pada palpebra dan perut cembung, pada perkusi ditemukan shiffting dullness (+).
Pada pasien ini didiagnosis glomerulonefritis akut pada saat pasien masuk dengan
gejala yang meyerupai dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung karena adanya
kerusakan pada glomerulus ginjal, namun pada minggu kedua pasien dirawat, pasien
mengalami kejang yang fokal dan terjadi lebih dari 5 detik. Sehingga dicurigai adanya
komplikasi yang mendasar akibat dari terjadinya kerusakan pada glomerulus ginjal yakni
hipertensi emergensi, hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik atau
diastolik yang telah atau dalam proses mengalami kerusakan organ target yaitu otak, jantung,
ginjal atau mata. Manifestasi dari hipertensi emergensi adalah ensefalopati hipertensi,
ensefalopati hipertensi (EH) merupakan bagian dari hipertensi krisis yaitu tekanan darah
yang meningkat mendadak dan berlebihan dengan akibat terjadi disfungsi serebral. Biasanya
pada anak yang sering ditemukan adalah ensefalopati hipertensi pada penderita
glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS).2,3,8,9
Gejala dini EH yang merupakan gejala prodromal terjadi 12 - 48 jam sebelumnya
ialah keluhan sakit kepala yang makin lama makin hebat, mual, muntah dan gangguan
penglihatan seperti kabur dan diplopia. Selanjutnya terjadi mental confusion, penurunan
kesadaran yang makin berat, kejang umum atau fokal. Defisit neurologik fokal dapat
dijumpai misalnya hemiparesis, afasia, refleks asimetrik dan nistagmus. Gejala neurologik
fokal tersebut bersifat sementara. Timbulnya EH tidak hanya ditentukan oleh derajat
hipertensi tetapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah. Gejala EH terjadi karena
ada gangguan autoregulasi pembuluh darah serebral yang menyebabkan terjadinya
gangguan peredaran darah otak. Pada kasus ini pasien mengalami sakit kepala yang perlahan-
lahan semakin hebat dan kejang fokal yang lebih dari 5 menit dengan penurunan kesadaran,
mual dan muntah, dengan tekanan darah yang terus-menerus naik turun dan demam.2,3,8,9
Tekanan darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik dan atau tekanan darah
diastolik dibawah presentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan. Hipertensi
dinyatakan sebagai rerata TDS dan atau TDD lebih dari atau sama dengan 90 tetapi kurang
dari presentil 95 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada lebih dari 3 kali
pengukuran berturut-turut. Pre hipertensi yaitu rerata TDS dan atau TDD lebih dari sama
dengan presentil 90 tetap kurang dari sama dengan presentil 95 dan merupakan keadaan yang
berisiko tinggi berkembang menjadi hipertensi.3,10,11,12 Pemeriksaan tanda vital pada pasien
ini pada tanggal 23 Desember 2016 saat pasien di UGD Andi Makassau Parepare adalah
170/100 mmHg, tanggal 24 Desember 2016 adalah 140/90 mmHg dan pengukuran pada
tanggal 25 Desember 2016 adalah 140/90 mmHg. Berdasarkan kriteria tekanan diastolik
normal sesuai dengan usia di dapatkan pasien masuk ke dalam kriteria hipertensi sedang-
berat. Namun pada tanggal 31 desember 2016 tekanan darah pasien ini menurun, tetapi pada
tanggal 3 Januari 2017 tekanan darahnya naik berturut menjadi 130/90 mmHg sehingga patut
untuk diwaspadai dengan terjadinya peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba pada pasien.
Pada pemeriksaan status gizi pasien, pasien masuk kedalam status gizi yang lebih
berdarakan rumus status gizi menurut Waterlow dan berdasarkan indeks massa tubuh.
Berdasarkan penelitian anak dengan obesitas akan beresiko untuk terjadinya hipertensi.
Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan sebesar 1 sampai dengan 2%. Hipertensi
diketahui merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya penyakit jantung koroner
pada orang dewasa, dan adanya hipertensi pada masa anak mungkin berperan dalam
perkembangan dini penyakit jantung koroner tersebut.3, 13
Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan adanya hematuria yang juga dikeluhkan oleh
pasien berupa urin seperti teh pekat. Hematuria mikroskopis (gross hematuria) terdapat pada
30-70 % kasus glomerulonefritis akut yang terjadi kerusakan glomerulus ginjal yakni urin
berwarna cokelat kemerahan seperti teh pekat atau cola, sedangkan hematuria mikroskopis
hampir pada semua kasus. Suati penelitian multisenter di indonesia didapatkan hasil
hematuria makroskopi berkisar 46-100%. Urin akan tampak cokelat kemerahan atau seperti
teah pekat. Hematuria makroskopi biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung
beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopi
dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang kadang
masih dijumpai hematuria mikroskopi dan proteniuria walaupun secara klinik
glomeruloefritis akut sudah sembuh bahkan hematuria mikroskopi bisa menetap lebih dari 1
tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Pada urinalisis, adanya torak eritrosit ini
merupakan batuan yang sangat penting pada kasus glomerulonefritis akut yang tidak jelas,
sebab torak ini menggambarkan peradangan glomerulus.1,2,3,14
Sesuai dengan kasus, berdasarkan keluhan urin berwarna teh pekat dan dari hasil
urinalsis didapatkan adanya eritrosit pada urin makan hematuria makroskopi ditegakkan.
Pada kasus ini sesuai dengan teori bahwa adanya gross hematuria dan pada pemeriksaan
urinalisis didapatkan hematuria (++/+++) dan sedimen urin didapatkan eritrosi torak yang
menendakan adanya peradangan pada glomerulus.
Pada pemeriksaan urinalisis pasien selain hematuria terdapat juga proteinuria. Secara
kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan (++), jarang terjadi sampai
dengan (+++). Secara kuantitatif proetinuria biasanya kurang dari 2 gr2/m2 LPB/24 jam.
Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala klinik, sebab lamanya
proteinuria bervariasi antara miggu sampai dengan bulan sesudah gejala klinik menghilang.
Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria
menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan
biopsi ginjal untuk membuktikannya.
Penatalaksanaan pada kasus ini yang direkomendasikan adalah dengan terapi
simptomatik terhadap kasus terutama mengenai masalah infeksi pada glomerulus ginjalnya.
Sehingga kebanyakan pengobatan untuk kasus dengan glomerulonefritis akut adalah untuk
mengedalikan hipertensi dan edema. Selama fase akut, penderita dibatasi aktivitasnya
dengan pemberian diet makanan biasa dengan rendah garam, energi 2210 kkal per hari,
protein 55,25 g perhari , lemak 49,1 g perhari dan karbohidrat 386,75 g perhari.
Pengobatan hipertensi dapat menggunakan loop diuretic contohnya furosemid atau bila
hipertensi tetap tidak teratasi pilihan obat selanjutnya pada kasus dengan esefalopati
hipertensi ini adalaha golongan Cailcium channel blocker, ACE inhibitor. Antibiotik di
indikasikan untuk pengobatan infeksi pada glomerulonefritis akutnya.14
Pada kasus ini pasien diberikan terapi IVFD Asering 12 tetes per menit, tetapi pada
tanggal 31 Desember 2016 jenis cairannya di ganti dengan Kaen 3B 12 tetes permenit,
Nebulaiser Nacl 30/5cc/12 jam, Sanmol 500 mg/6 jam/IV, Cefadroxil 500 mg 2x1, Captopril
12,5 mg 2x1, Furosemid 1x40 mg , Calnic plus syr 100 ml 2x1, Ondansentron 0,5 mg inj/6
jam/ IV, Ambroxol 30 mg 3x1, Ampicilin 500 mg/iv, Nifedipin 10 mg tab 3x1 sublingual
(jika tekanan darah 150/110 mmHg), Gentamisin 80 mg/ 12 jam /IV, Stesolit 10 mg/IV/rectal
tiap 5 menit, kalau tidak kejang hentikan, bed rest total, diet rendah garam dan protein serta
di monitoring keseimbangan cairan, elektrolit serta tanda vital secara ketat. Nebulaizer
diberikan untuk melegakan saluran napas karena pasien mengalami batuk, nebulaizer
mengubah obat cair menjadi gas atau aerosol sehingga dapat langsung tertangkap oleh
reseptor saluran napas bawah dan berekasi cepat untuk melegakan saluran napas. Sanmol
mempunyai efek analgesilk untuk mengurangi sakit kepala deng bekerja meningkatkan
ambang rasa sakit dan efek antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dengan bekerja
langsung pada pusat engatur panas di hipothalamus. Cefadroxil merupakan golongan
cephalosporin mekanisme kerja dengan cara menghambat sintesis didnding sel mikroba pada
infeksi yang dialami oleh pasien ini. Captopril merupaka obat yang digunakan untuk
mengatsai hipertensi pada pasien, captopril berkerja dengan caraa mencegah Konversi
angiotensin 1 menjadi angiotensin II, zat vasokonstriktor endogen, penghambat ini
menyebabkan kadar angiotensin II menurun. Penrurunan juga terjadi pada kadar hormon-
hormon simpatis seperti noradrenalin dan adrenalin, di sisi lain terjadi penigkatan bradikinin,
prostaglandin, dan nitrit oksida. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi terutama
pada arteri perifer, sehingga tekanan darh sistemik menurun, beban afterload jantung
berkurang dan peningkatan aliran darah ke organ-organ penting seperti jantung dan ginjal.
Furosemid untuk mengatasi edema palpebra dan asites pada pasien ini, Furosemid adalah
diuretik derivat asam antranilat. Furosemid bekerja dengan cara menghambat absorpsi
natrium dan klorida, tidak hanya pada tubulus proximal dan tubulus distal, tapi juga pada
loop of Henle. Calnic plus syrup mengandung zat kalsium organik yang berasal dari rumput
laut yag kaya akan mineral dan vitamin D. Ondansentron merupakan obat antimuntah, yang
mekanisme kerjanya belum diketahui secara pasti namun demikian kini ondasentron berkerja
sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3 dengan cara
menghambat aktivitas aferen-aferen nervus vagal sehingga menekan terjadinya refleks
muntah. Ambroxol merupakan terapi simptomatik yang deberikan pada pasien dengan gejala
batuk berdahak. Mekanismenya bekerja dengan cara mempermudah pemecahan ikatan fibrin
sehingga dahak mudah dikeluarkan. Ampicilin merupakan antibiotk golongan penisilin cara
kerjanya dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding mikroba. Nifedipin merupakan obat antihipertensi golongan calsium chanel blocker
dengan mempunyai efek vasodilator yang kuat arteriol, dengan cara menghambat inpuls
kalsium ke dalam otot polos arteri dan memperlebar arteriol perifer sehingga dapat
mengurangi tekanan darah. Gentamisin merupakan obat antibiotik golongan aminoglikosida
yang bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom 30 S dan menghambat sintesis protein.
Stesolid merupakan obat anti kejang yang biasanya digunakan untuk pelumnas otot pada
orang yang kejang. Pada tanggal 2 Januari 2017 Furosemid dihentikan karena pasien sudah
tidak edema. Cefadroxil digantikan dengan Ceftriaxone 1 g/12 jam/IV dan di tambah obat
untuk menhilangkan nyeri perut yang dialami oleh pasien yaitu Ranitidine 1 amp/ 12 jam/ IV,
Antasida syr 60 ml 4x1 (pagi, sore, malam dan sebelum tidur).14
Prognosis pada kasus ini tergantung, biasanya kalau hanya glomerulonefritis akut,
biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi namun
pada pasien ini telah terjadi komplikasi berupa ensefalopati hipertensi sehingga untuk
mencegah keruskan ginjal yang lebih parah lagi maka pengontrolan terhadap tekanan
darah,dan terapi yang optimal dapt mnurunkan insiden terhadap gangguan fungsi ginjal.
Pencegahan yang dpat dilakukan dengan perbaikan lingkungan tempat tinggal, ekonomi dan
mengontrol mengobati infeksi kulit, pebcegahan pada pasien ini akan menurunkan
akankejadian gagal ginjal dan pemyakit kardiovaskuler di kemuadian hari.1,2

Вам также может понравиться