Вы находитесь на странице: 1из 11

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS DIFTERI ANAK DI

PUSKESMAS BANGKALAN TAHUN 2016


Factors That Related With Diptheria Cases of Children in Bangkalan Health Centers in 2016

Isnaniyanti Fajrin Arifin1, Corie Indria Prasasti2


1
FKM UA, nan.arifin02@gmail.com
2
Departemen Kesehatan Lingkungan, corie_prasasti_fkmua@yahoo.co.id
Alamat Korespondensi: Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Kasus difteri meningkat setiap tahunnya di Bangkalan Tahun 2015 sebanyak 19 kasus dengan nilai CFR
15,79% yang tersebar di 13 Kelurahan/Desa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor risiko
yang berhubungan dengan kasus difteri anak di Puskesmas Bangkalan dengan desain case control dan analisa
data menggunakan komputasi komputer. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2016 dengan
menggunakan panduan kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran. Jumlah sampel sebanyak 48
responden dengan jumlah kasus sebanyak 8 dan jumlah kontrol sebanyak 40. Variabel yang diteliti adalah
karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan), status imunisasi DPT, dan kondisi lingkungan fisik
rumah. Hasil penelitian tentang analisis karakteristik (tingkat pendidikan), status imunisasi DPT berhubungan
dengan tingginya kasus difteri anak. Dan variabel yang paling dominan adalah satus imunisasi DPT dengan
nilai (p value = 0,0037; OR = 4,667). Disarankan petugas kesehatan khususnya bidan desa bekerjasama
dengan kader perlu meningkatkan perannya sebagai educator dan conselor dalam memberikan informasi
kepada masyarakat berupa penyuluhan kepada masyarakat berhubungan risiko penularan difteri serta manfaat
pemberian imunisasi dasar ke seluruh Kelurahan/Desa pada kegiatan Posyandu hingga mencapai target UCI.
Kata Kunci : faktor risiko, kasus difteri, Puskesmas Bangkalan

ABSTRACT
The diptheria cases raised up in Bangkalan District in 2015, as many as 19 case with CFR 15,79% spread in
13 subdistricts/villages. This study was to analyze the risk factors the corelated factors to dipheria cases of
children with case control design and analyses data using computer computing. It condusted in July-December
2016 by using questionnaire, interviews, observation, and measurement. Total sample was 48 respondents
which number of case 8 respondents and number of control 40 respondents. Variabel in this study were
characteristic (age, sex, level of education), the completeness of immunization DPT, and the condition of
the physical environment of the house. Characteristic (level of education), the completeness of immunization
DPT, and the condition of the physical environment of the house had corelated to diptheria cases. The most
influential variable was the completeness of immunization DPT (p value = 0,037; OR = 4,667). Health
workers in particular in collaboration with the village midwife cadres need to increase its role as educator and
conselor in providing information in the form of outreach to the community related to the risk of transmission
of diphtheria and immunization basics awarding benefits to the entire Neighborhood/village at Posyandu
activities until it reaches the target UCI.
Keywords: risk factors, diphtheria cases, Bangkalan sub district Health Centers

PENDAHULUAN diphtheria (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut


Purwana (2010) bahwa semua glongan umur dapat
Difteri pada umumnya lebih banyak menyerang terinfeksi oleh bakteri Corynebacterium diphtheria,
pada usia anak 5-7 tahun. Penyakit infeksi akut namun 80% kasus terjadi diderita pada anak usia
yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium kurang dari 15 tahun dan yang tidak mendapatkan

2016 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY SA license doi:10.20473/jbe.v5i1.2017.26-36
Received 29 December 2016, received in revised form 18 January 2017, Accepted 19 January 2017, Published online: 28 April 2017
Isnaniyanti Fajrin A., dan Corrie Indria P., Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri ... 27

imunisasi dasar. Golongan umur yang sering terkena Tanjung Bumi (1 kasus), Kecamatan Sepulu (2
difteri adalah 5-7 tahun. Jarang ditemukan pada kasus), dan Kecamatan Klampis (3 kasus). Jumlah
bayi yang berusia di bawah 6 bulan dikarenakan, kematian sebanyak 3 orang terjadi di wilayah kerja
adanya imunitas pasif melalui plasenta dari ibunya. Puskesmas Bangkalan, Geger, dan Tanjung Bumi.
Bahkan juga jarang pada usia di atas 10 tahun. Dan Tahun 2015 berdasarkan indikator keberhasilan
jenis kelamin yang sering menderita difteri adalah program imunisasi DPT berdasarkan RPJM dan
perempuan dikaitkan dengan daya imunitasnya yang Kementerian Kesehatan bahwa prosentasi desa
rendah. Menurut Setyowati (2011) kasus difteri yang telah mencapai Universal Child Immunization
pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor (UCI) mencapai 183 desa (65,1%). Angka tersebut
risiko seperti status gizi anak, status imunisasi yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
tidak lengkap, serta adanya riwayat kontak dengan yaitu pada tahun 2014 sebanyak 201 desa UCI
si penderita. (71,5%). Sementara bila dilihat dari pencapaian
Di Indonesia difteri tersebar merupakan masalah imunisasi dasar lengkap tahun 2015 sebanyak
kesehatan berbasis lingkungan yang tersebar di 11,567 (77,57%). Dan capaian ini juga menurun
seluruh dunia. Di Asia Tenggara (South East Asia dibandingkan pada tahun sebelumnya dimana pada
Regional Office) pada Tahun 2011 Indonesia tahun 2014 mencapai 88% (Dinkes Kabupaten
menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus Bangkalan, 2015).
difteri setelah India jumlah kasus difteri 3485 dan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Nepal merupakan negara ketiga 94 kasus difteri. Bangkalan-Madura (2015) diketahui bahwa difteri
Pada tahun 2010 Indonesia negara kedua tertinggi merupakan 10 penyakit berbasis lingkungan
dengan 432 kasus difteri. Sedang kan kasus difteri tertinggi di Kabupaten Bangkalan antara lain: ISPA
tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah India (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) berjumlah 8.604
dengan 3485 kasus (WHO, 2012). kasus (15,12%), diare dengan berjumlah 6.542
Pada Tahun 2011, jumlah kasus difteri di kasus (11,50%), penyakit otot berjumlah 3.028
Indonesia tersebar 18 provinsi dengan total 811 kasus (5,32%), difteri berjumlah 2.752 (4,84%),
kasus dengan 38 orang meninggal yaitu di Provinsi gastritis berjumlah 2.507 kasus (4,41%), penyakit
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, darah tingi berjumlah 2.389 kasus (4,20%),
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, DKI penyakit gizi berjumlah 2.157 kasus (3,79%), asma
Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah berjumlah 2.039 kasus (3,58%), stomatis berjumlah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan 1.900 kasus(3,34%), dan TB.Paru berjumlah 1.680
Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, kasus (2,95%). Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Bali. di Kabupaten Bangkalan terjadi pada tahun 2015
Pada tahun 2014, jumlah kasus difteri sebanyak 296 berdasarkan hukum pernyataan KLB oleh Gubernur
kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 16 Jawa Timur. Distribusi kasus difteri terjadi di 19
orang dengan nilai CFR disteri sebesar 4,0%. Dari Kelurahan/Desa dengan jumlah kematian sebanyak
22 provinsi yang melaporkan adanya kasus difteri, 3 orang dengan jumlah kasus sebanyak 19 kasus
provinsi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur dengan nilai CFR 15,79%.
yaitu sebanyak 295 kasus yang berkonstribusi Pemahaman mengenai difteri dan hal apa saja
sebesar 74%. Dari total kasus tersebut, sebanyak yang perlu diperhatikan sebagai faktor risiko
37% tidak mendapakan vaksin campak (Kementerian penyebab difteri anak masih sangat terbatas bagi
Kesehatan, 2014). tenaga kesehatan terutama dalam hal mendiagnosis
Kasus difteri meningkat setiap tahunnya di suatu penyakit diperlukan pemeriksaan yang tepat.
Provinsi Jawa Timur yang tersebar di kabupaten/ Apabila terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis
kota yang dengan angka kematian yang cukup tinggi. maka akan menyebabkan pula terlambatnya
KLB difteri ditetapkan di Jawa Timur. Tahun 2015 penanganan medis akibatnya akan timbul komplikasi
di Kabupaten/Kota Bangkalan mengalami kenaikan klinik yang fatal bahkan menyebabkan kematian.
pada tahun 2014 sebanyak 11 kasus sedangkan Diperlukan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi
distribusi kasus difteri pada tahun 2015 meningkat dan mendeteksi secara dini mengenai faktor yang
sebanyak 19 dengan nilai CFR 15,79% yang tersebar berhubungan dengan terjadinya difteri anak.
di beberapa kecamatan dan 5 kecamatan dengan Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian
kasus tertinggi antara lain di Kecamatan Geger (2 ini dilaksanakan guna menganalisis terhadap
kasus), Kecamatan Bangkalan (3 kasus), Kecamatan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya
28 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 26-36

kasus difteri pada anak yang diharapkan dapat dalam penelitian ini, antara wawancara dilakukan
membantu dalam memudahkan saat mendiagnosis kepada responden (Ibu/Wali) dengan menggunakan
dan mempercepat penanganan penyakit difteri pada kuesioner guna mendapatkan informasi tentang
anak. karakteristik (umur, jenis kelamin, dan tingkat
pendididikan), panduan observasi guna mendapatkan
informasi mengenai status imunisasi DPT pada
METODE
anak dilihat dengan kepemilikan buku KMS/KIA/
Penelitian ini menggunakan desain studi case buku kesehatan anak lainnya dan pengukuran
control untuk menganalisis hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah yaitu luas ruangan
karakteristik, status imunisasi DPT, dan kondisi dan lua ventilasi dengan menggunakan rollmeter,
lingkungan fisik rumah dengan kasus difteri anak kelembaban menggunakan termohigrometer, dan
di Puskesmas Bangkalan sejak Januari-September pada pencahayaan alami pengukuran menggunakan
2016 dengan membandingkan antara kelompok luxmeter kemudian hasil pengukuran dibandingkan
kasus dan kelompok kontrol. Populasi dalam dengan Permenkes RI No.1077 Tahun 2011 tentang
penelitian ini adalah semua anak umur 1-7 tahun Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.
yang dinyatakan difteri oleh Dokter dan tercatat Analisis univariat dilakukan guna melihat
dalam data rekam medik di wilayah kerja Puskesmas distribusi frekuensi masing-masing variabel yang
Bangkalan sebagai kasus baru yang terdaftar mulai diteliti. Dan analisis bivariat dilakukan guna
01 Januari sampai 30 September 2016. mengetahui terdapat hubungan yang bermakna
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji
dan kontrol. Sampel kasus adalah semua anak umur statistik yang digunakan adalah uji chi-square
1-7 tahun yang dinyatakan difteri oleh Dokter. dengan melihat derajat kemaknaan hubungan
Sedangkan sampel kontrol adalah semua anak umur apabila nilai p < 0,05 (p < ) yang artinya terdapat
1-7 tahun yang bukan penderita difteri di Puskesmas hubungan.
Bangkalan. Adapun besar sampel dalam penelitian Penelitian ini telah memperoleh persetujuan dari
ini sebagai berikut : komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kesehatan
Besar sampel menurut (Lemeshow (1997) Masyarakat Universitas Airlangga pada tanggal 24
Oktober 2016 dengan No : 557-KEPK.

HASIL
Keterangan :
n = besar sampel minimum Dari hasil perhitungan besar sampel didapatkan
= tingkat kemaknaan (0,05) bahwa jumlah sampel minimal yang harus diambil
= kekuatan uji (80%) terbesar sebanyak 40 orang, dengan perbandingan
P2 = proporsi pada kelompok kontrol besar sampel antara kasus : kontrol = 1:5, dimana
P1 = proporsi pada kelompok kasus sampel terdiri dari 40 orang sebagai kolompok
kasus. Namun, berdasarkan data rekam medik
Cara penentuan sampling yang digunakan diketahui bahwa jumlah penderita difteri anak di
adalah sampel acak (random) atau probability Puskesmas Kecamatan Bangkalan sejak 1 Januari
sampling, bahwa sampel yang diambil sedemikian hingga 30 September 2016 yang memenuhi kriteria
rupa sehingga tiap unit sampel dari populasi sebanyak 8 orang dan 40 orang sebagai kontrol.
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel. Variabel dalam penelitian ini dibagi Karakteristik
menjadi dua yaitu variabel bebas (independent) Variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi
adalah karakteristik (umur, jenis kelamin, dan karakteristik adalah umur dan jenis kelamin anak,
tingkat penidikan), status imunisasi DPT, kondisi tingkat pendidikan responden, dan status imunisasi
lingkungan fisik rumah (dinding rumah, keberadaan DPT dalam bentuk kuisioner dan panduan observasi
langit-langit rumah, keberadaan lantai rumah, di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Hasil analisis
kelembaban, pencahayaan alami, ventilasi/jendela karakteristik di Puskesmas Bangkalan Tahun
rumah, tingkat kepadatan hunian) dan variabel 2016 disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan Tabel
terikat (dependent) adalah kasus difteri anak. 1 diketahui bahwa analisis umur untuk dari dua
Teknik pengumpulan data yang digunakan kelompok baik kelompok kasus maupun kelompok
Isnaniyanti Fajrin A., dan Corrie Indria P., Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri ... 29

kontrol jumlah distribusi umur anak terbanyak Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
adalah 1-4 tahun berjumlah 27 orang (56,2%), Variabel untuk mengidentifikasi kondisi
karena mengingat kasus difteri jarang terjadi pada lingkungan fisik rumah menggunakan panduan
anak usia di atas 10 tahun. observasi penilaian rumah sehat yang telah
Berdasarkan hasil analisis jenis kelamin diketahui dimodifikasi berdasarkan Permenkes 1077 Tahun
bahwa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam
berjumlah 26 orang (54,2%) karena mayoritas Ruang Rumah dengan 7 variabel .
jumlah penduduk terbanyak berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 46.975 jiwa. Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
Variabel untuk mengidentifikasi kondisi
Tabel 1. Karakteristik di Puskesmas Bangkalan lingkungan fisik rumah menggunakan panduan
Tahun 2016 observasi penilaian rumah sehat yang telah
dimodifikasi berdasarkan Permenkes 1077 Tahun
Kelompok Kelompok 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam
Karakteristik Kasus Kontrol Ruang Rumah dengan 7 variabel .
Responden Variabel tersebut sesuai dengan kebutuhan
f % f %
penelitian yaitu dinding rumah, keberadaan langit-
Umur langit rumah, keberadaan lantai rumah, kelembaban,
1-4 tahun 5 62,5 22 55 pencahayaan alami, ventilasi/jendela rumah, dan
5-7 tahun 3 37,5 18 45 tingkat kepadatan hunian. Hasil analisis mengenai
kondisi lingkungan fisik rumah di Puskesmas
Jenis Kelamin
Bangkalan Tahun 2016 disajikan dalam Tabel 2.
Laki-laki 5 62,5 21 52,5 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari hasil
Perempuan 3 37,5 19 47,5 analisis kondisi lingkungan fisik rumah di Puskesmas
Tingkat Pendidikan Bangkalan Tahun 2016 baik dari kelompok kontrol
maupun kelompok kasus adalah sebagai berikut:
SD 2 25,0 3 7,5
untuk kondisi dinding rumah diketahui bahwa
SMP 2 25,0 4 10,0 semua rumah sebanyak 48 (100%) terbuat dari
SMA 4 50,0 13 32,5 bahan/material dari bata/batako.
PT 0 0 20 50,0 Keberadaan langit-langit rumah sebagian besar
Status Imunisasi DPT terbuat dari bahan/material gipsum berjumlah
29 rumah dengan prosentase sebesar 39,6%.
Lengkap 3 37,5 9 22,5
Keberadaan lantai rumah sebagian besar terbuat
Tidak dari papan/keramik berjumlah 30 rumah (62,5%).
5 62,5 31 77,5
Lengkap Namun, untuk kondisi kelembaban diketahui
bahwa semua rumah sebanyak 48 rumah dengan
nilai prosentase sebesar 100% telah melebihi batas
Berdasarkan hasil analisis tingkat pendidikan
syarat yang ditetapkan berdasarkan Permenkes
diketahui bahwa semua responden pernah
RI No.1077 Tahun 2011 bahwa batas minimal
mengenyam pendidikan formal. Dan sebagian besar
kelembaban sebesar 40-60%.
berpendidikan perguruan tinggi (PT) sebanyak
Kondisi pencahayaan alami di dalam rumah
20 orang (41,7%) karena tingkat pendidikan akan
terbanyak dalam kondisi tidak memenuhi syarat
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden.
yaitu 60 lux berjumlah 35 rumah (72,9%).
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa
Kondisi ventilasi/jendela rumah untuk kelompok
sebagian besar anak dengan status imunisasi DPTtidak
kontrol diketahui bahwa kondisi ventilasi/jendela
lengkap berjumlah 34 orang (70,8%) dikarenakan
rumah terbanyak adalah kondisi yang memenuhi
kesibukan responden yang lupa membawa anak
syarat yaitu 20 m2 berjumlah 32 rumah (80,0%).
untuk mendapatkan imunisasi mengingat sebagian
Namun, untuk kelompok kasus diketahui bahwa
besar pernah mengenyam pendidikan formal
kondisi ventilasi/jendela rumah terbanyak adalah
dan dengan alasan ketidakmudahan akses untuk
kondisi yang tidak memenuhi syarat yaitu 20 m2
mencapai sarana pelayanan kesehatan.
berjumlah 6 rumah (75,0%).
30 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 26-36

Tabel 2. Distribusi Kondisi Lingkungan Fisik Rumah di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016

Kelompok Kelompok
Variabel Kondisi Jumlah
Kontrol Kasus
Lingkungan Fisik Rumah
f % f % f %
Dinding Rumah
Bata/Batako 40 100,0 8 100,0 48 100,0
Papan kayu 0 0 0 0 0 0
Triplek 0 0 0 0 0 0
Keberadaan Langit-langit Rumah
Gipsum 27 67,5 2 25,0 29 39,6
Triplek/Asbes 13 32,5 6 75,0 19 60,4
Anyaman bambu 0 0 0 0 0 0
Keberadaan Lantai Rumah
Papan/keramik 25 62,5 5 62,5 30 62,5
Plester (bersih) 15 37,5 3 37,5 18 37,5
Plester yang retak 0 0 0 0 0 0
Kelembaban
Tidak memenuhi syarat 40 100,0 8 100,0 48 100,0
Memenuhi Syarat 0 0 0 0 0 0
Pencahayaan Alami
Tidak memenuhi syarat 31 77,5 4 50,0 35 72,9
Memenuhi Syarat 9 22,5 4 50,0 13 27,1
Ventilasi/Jendela Rumah
20 m2 8 20,0 6 75,0 14 29,2
20 m2 32 80,0 2 25,0 34 70,8
Kepadatan Hunian
Tidak memenuhi syarat 9 22,5 8 100,0 17 35,4
Memenuhi Syarat 31 77,5 0 0 31 64,6

Kepadatan hunian untuk kelompok kontrol jendela rumah, dan kepadatan hunian. Namun, ada
yang terbanyak adalah kondisi yang memenuhi variabel melebihi batas syarat yaitu kelembaban
syarat berjumlah 31 rumah (77,5%). Namun, untuk yang melebihi batas 40%-60% Rh, pencahayaan
kelompok kasus kepadatan hunian terbanyak adalah alami melebihi batas syarat < 60 lux.
tidak memenuhi syarat berjumlah 8 rumah (100%).
Dikatakan tidak memenuhi syarat apabila luas Hubungan Antara Karakteristik Dengan Kasus
ruangan dibandingkan dengan jumlah penghuni Difteri Anak
adalah 4m2/orang.
Variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi
Tabel 2 menyimpulkan bahwa untuk kondisi
karakteristik adalah umur dan jenis kelamin anak,
lingkungan fisik rumah di Puskesmas Bangkalan
tingkat pendidikan responden, dan status imunisasi
Tahun 2016 diketahui bahwa secara keseluruhan
DPT. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas
untuk 7 variabel rumah sehat yang memenuhi batas
Bangkalan Tahun 2016. Untuk kelompok kasus pada
syarat sesuai Permenkes RI No 1077 Tahun 2011
penelitian ini adalah anak yang berusia 1-7 tahun
tentang Pedoman Penyehatan Udara Ruang Dalam
yang telah didiagnosis oleh dokter dari data rekam
Rumah adalah dinding rumah, keberadaan langit-
medik Puskesmas. Sedangkan untuk kelompok
langit rumah, keberadaan lantai rumah, ventilasi/
Isnaniyanti Fajrin A., dan Corrie Indria P., Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri ... 31

kontrol dalam penelitian ini adalah anak usia 1-7 Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Didapatkan
tahun yang tidak menderita difteri. nilai OR sebesar 1,67 artinya responden dengan
Anak usia sekolah cenderung lebih banyak tingkat pendidikan rendah 1,67 kali lebih berisiko
berinteraksi dengan orang lain. Selain sering menderita difteri dibandingkan responden dengan
berinteraksi dengan keluarga dan tetangga juga sering tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi.
berinteraksi dengan teman sekolah dan guru, yang Pada variabel status imunisasi DPT diketahui
terkadang bukan berasal dari desa/wilayah setempat. bahwa nilai p sebesar 0,037 atau nilai p<0,05
Hal ini menyebabkan peluang lebih banyak untuk (p<). Yang artinya, terdapat hubungan antara
terpapar bakteri C. Diptheriae. Berdasarkan hasil status imunisasi DPT dengan kasus difteri anak di
analisis hubungan antara karakteristik (umur, jenis Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Didapatkan nilai
kelamin, tingkat pendidikan, dan status imunisasi OR sebesar 4,667 artinya responden dengan status
DPT) dengan kasus difteri anak di Puskesmas imunisasi tidak lengkap 4,667 kali lebih berisiko
Bangkalan disajikan dalam Tabel 3. menderita difteri dibandingkan responden dengan
status imunisasi lengkap.
Tabel 3. Hubungan Karakteristik Dengan Tingginya
Kasus Difteri Anak di Puskesmas Bangkalan Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Fisik
Tahun 2016 Rumah Dengan Kasus Difteri Anak di Puskesmas
Bangkalan Tahun 2016
P
Variabel f % OR Setelah melakukan panduan observasi terhadap
Value
kondisi lingkungan fisik rumah berdasarkan
Umur Permenkes RI No.1077 Tahun 2011 kemudian
1-4 tahun 27 56,2 menguji dengan uji statistik chi-square maka
0,151 0,85
5-7 tahun 21 43,8 diperoleh nilai p untuk masing-masing variabel
Jenis Kelamin kondisi lingkungan fisik rumah (dinding rumah,
keberadaan langit-langit, keberadaan lantai rumah,
Laki-laki 26 54,2
0,710 1,08 kelembaban, pencahayaan alami, ventilasi/jendela
Perempuan 22 45,8 rumah, dan kepadatan hunian) adalah diperoleh
Tingkat Pendidikan p sebesar 0,008 atau nilai p < 0,05 (p < ). Yang
SD 5 10,4 artinya, terdapat hubungan antara kondisi lingkungan
fisik rumah dengan tingginya kasus difteri anak di
SMP 6 12,5
0,016 1,67 Puskesmas Bangkalan Tahun 2016.
SMA 17 35,4 Komponen kondisi lingkungan fisik yang
PT 20 41,7 berhubungan dengan tingginya kasus difteri anak
Status Imunisasi DPT adalah keberadaan lantai rumah, kelembaban,
ventilasi/jendela rumah, dan kepadatan hunian.
Lengkap 14 29,2
0,037 4,667 Didapatkan nilai OR sebesar 4,18 yang artinya
Tidak lengkap 34 70,8 responden dengan kondisi lingkungan fisik rumah
yang tidak memenuhi syarat berisiko 4,18 kali
Hasil analisis hubungan diperoleh bahwa menderita difteri dibandingkan dengan kondisi
nilai p untuk variabel umur sebesar 0,151 atau lingkungan fisik rumah yang memenuhi syarat.
nilai p > 0,05 ( p > ). Yang artinya, tidak ada
hubungan antara karakteristik umur anak dengan Faktor Paling Dominan Yang Berhubungan
kasus difteri anak di Puskesmas Bangkalan Tahun Dengan Kasus Difteri Anak di Puskesmas
2016. Pada variabel jenis kelamin diperoleh nilai Bangkalan Tahun 2016
p sebesar 0,710 atau nilai p > 0,05 ( p > ). Yang
artinya, tidak ada hubungan antara karakteristik Pemilihan faktor paling dominan dilakukan
jenis kelamin anak dengan kasus difteri anak di dengan analisis bivariat untuk mengetahui
Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. hubungan dari masing-masing variabel dependen
Pada variabel tingkat pendidikan diperoleh nilai dengan variabel independen. Dimana, variabel yang
p sebesar 0,016 atau nilai p < 0,05 ( p < ). Yang dapat masuk dalam analisis bivariat yaitu variabel
artinya, terdapat hubungan antara karakteristik yang memiliki nilai p value < 0,05 serta variabel
tingkat pendidikan dengan kasus difteri anak di yang masuk dengan memperhatikan proporsi kasus
32 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 26-36

dan substansi dari hipotesa penelitian. Adapun Tingkat pendidikan merupakan salah satu
selengkapnya disajikan pada Tabel 4. faktor yang mempunyai peranan dalam penularan
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa variabel difteri. Diketahui bahwa tingkat pendidikan akan
yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap mempengaruhi cara berpikir seseorang terutama
tingginya kasus difteri anak dilihat dari nilai OR dalam memahami informasi dari kegiatan penyuluhan
yang tertinggi. Dimana semakin besar nilai OR serta bagaimana cara kegiatan pencegahan yang
suatu variabel independen maka semakin besar tepat guna meningkatkan derajat kesehatan (Utami,
pengaruhnya terhadap variabel tingginya kasus 2010).
difteri anak. Dengan demikian dalam penelitian Secara tidak lain diketahui bahwa tingkat
ini diketahui bahwa faktor paling dominan yang pendidikan tidak lepas dari proses belajar. Dimana
berhubungan dengan tingginya kasus difteri anak proses belajar adalah suatu usaha untuk memahami
di Puskesmas Kecamatan Bangkalan Tahun 2016 pengetahuan yang dapat memberi bermanfaat demi
adalah status imunisasi DPT. kelangsungan hidup. Oleh sebab itu, diharapkan
reponden dapat menerapkan pengetahuan yang
Tabel 4. Faktor Paling Dominan Dengan Kasus dimiliki ke dalam kehidupan sehari-hari terutama
Difteri Anak di Puskesmas Bangkalan yang berkaitan terhadap pencegahan penyakit difteri
Tahun 2016 pada anak terutama dalam pelaksanaan kelengkapan
status imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Variabel P Value OR guna mencegah penyakit difteri, pertusis dan tetanus
(Notoatmodjo, 2007).
Status Imunisasi DPT 0,037 4,667
Status Imunisasi DPT
Tingkat Pendidikan 0,016 1,67
Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang
Kondisi Lingkungan
0,003 4,18 kesehatan, disebutkan bahwa pemberian imunisasi
Fisik Rumah
merupakan salah satu upaya yang dilakukan guna
mencegah terjadinya penyakit menular yang
PEMBAHASAN merupakan salah satu kegiatan prioritas dari
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk
Karakteristik nyata dan komitmen pemerintah untuk mencapai
Sebagian besar kejadian difteri jarang terjadi Millenium Development Goals (MDGs) khususnya
pada anak umur di bawah 6 bulan dikarenakan untuk menurunkan angka kematian pada anak.
pada umur tersebut terkadang masih memiliki daya Oleh sebab itu imunisasi dianggap sebagai salah
imunitas pasif melalui plasenta yang diperoleh dari satu upaya pencegahan kesehatan masyarakat yang
ibunya. Dan jarang pula terjadi pada anak umur di sangat penting.
atas 10 tahun (Purwana dan Djaja , 2008). Hal ini Program imunisasi dapat menunjukkan
sejalan dengan penelitian yang dikemukakan oleh suatu keberhasilan program yang luar biasa dan
Azwar (2009) bahwa pertambahan umur dapat merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam
meningkatkan risiko menderita difteri apabila tidak mencegah penyakit menular. Data dinas kesehatan
mendapatkan vaksin yang dilakukan berulang yaitu Kabupaten Bangkalan (2015) menunjukkan bahwa
sebanyak 3 kali. kelengkapan imunisasi DPT pada kasus difteri tahun
Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko menderita 2014 diketahui bahwa adanya penderita difteri
difteri daripada jenis kelamin perempuan dikarenakan dengan status imunisasi DPT tidak lengkap sebesar
anak laki-laki lebih sering menghabiskan aktivitas di (18%) dan yang tidak mendapatkan imunisasi DPT
luar rumah dibandingkan dengan anak perempuan. sebesar (82%).
Aktivitas di luar rumah memiliki potensi yang lebih Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia
besar sebagai faktor penularan penyakit difteri. yaitu Provinsi Jawa Timur, diketahui bahwa salah
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang satu faktor risiko penularan difteri yaitu dapat dilihat
dikemukakan oleh dua peneliti yaitu (Patel, 2006) dari pencapaian program imunisasi DPT apakah telah
dan (Sudoyo dkk, 2006) bahwa anak dengan jenis memenuhi target atau sebaliknya belum memenuhi
kelamin laki-laki memiliki risiko yang lebih besar target. Dari hasil penelitian oleh (Mustikawati,
menderita difteri dibandingkan anak perempuan. 2012) diketahui bahwa cakupan imunisasi DPT
masih belum mencapai target 100% (Tahun 2012 :
Isnaniyanti Fajrin A., dan Corrie Indria P., Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri ... 33

74,6%, Tahun 2011 : 97,81%, Tahun 2010 : 98,08%, syarat yaitu 20 m2 namun, sebanyak 14 rumah
Tahun 2009 sebesar 99,09% dan Tahun 2008 : harus perlu untuk diwaspadai sebab kurangnya
92,57%). Daya imunitas individu dipengaruhi oleh pertukaran udara akan menyebabkan kurangnya O2
frekuensi pemberian imunisasi dasar pada usia anak. dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat
Pemberian vaksin dengan frekuensi sebanyak 2 kali racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
dengan 3 kali sistem imunitas meningkat lebih besar Disamping itu tidak cukupnya udara yang masuk
dibandingkan dengan pemberian vaksin yang hanya akan menyebabkan kelembaban dalam ruangan naik
dilakukan dengan frekunsi sebanyak 1 kali (Lubov, karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit
2011). dan penyerapan (Permenkes No. 1077, 2011).
Kepatuhan responden untuk tetap melakukan Kepadatan hunian diperoleh dari luas lantai
imunisasi DPT pada anak sesuai jadwal yaitu dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota
sebanyak 3 kali dilakukan oleh 3 orang pada keluarga penghuni di rumah tersebut. Luas ruangan
kelompok kasus, sedangkan kelompok kontrol yang harus cukup untuk penghuni, dimana luas ruangan
melakukan imunisasi DPT sebanyak 3 kali hanya disesuaikan dengan jumlah penghuni. Apabila luas
berjumlah 9 orang. Hal ini disebabkan karena yang tidak sebanding jumlah penghuninya akan
kesibukan bekerja. Ibu yang bekerja cenderung lebih menyebabkan overcrowded (Kusno, 2000).
sibuk sehingga anak terlambat untuk mendapatkan
imunisasi sesuai jadwal Posyandu. Status imunisasi Hubungan Antara Karakteristik Dengan
yang tidak lengkap akan berpengaruh kejadian Tingginya Kasus Difteri Anak di Puskesmas
penularan penyakit difteri pada anak dengan risiko Bangkalan Tahun 2016
yang lebih besar dibandingkan dengan anak dengan Umur merupakan salah satu faktor risiko sebagai
status imunisasi yang lengkap (Utami, 2010). tolak ukur menentukan derajat kesehatan. Tidak ada
hubungan antara umur anak yang kurang dari 6
Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
tahun dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur
Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua (Sitohang, 2006). Dari hasil analisis hubungan
kondisi dinding rumah telah memenuhi syarat. Hasil diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
penelitian ini didukung dengan pendapat yang oleh karakteristik jenis kelamin anak dengan tingginya
Purwanto (2011) tentang kondisi dinding rumah kasus difteri anak di Puskesmas Kecamatan
yang tidak memenuhi syarat yaitu dengan kondisi Bangkalan Tahun 2016.
dinding tidak rapat contohnya papan, kayu, dan Sebaran penyakit difteri erat kaitannya dengan
bambu menyebabkan timbulnya penyakit, karena jumlah populasi laki-laki dan perempuan di
kondisi lingkungan yaitu kecepatan dan arah angin suatu daerah. Karena proposi jenis kelamin akan
langsung masuk ke dalam rumah. menentukan lebih tingginya distribusi frekuensi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor penyakit pada laki-laki dibandingkan perempuan,
1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan dimana diketahui bahwa laki-laki merupakan
Udara Dalam Ruang Rumah menyatakan bahwa populasi yang paling berisiko.
kadar yang dipersyaratkan untuk parameter suhu Menurut Setyowati (2011) ditekankan bahwa
adalah 18-30C dan kelembaban 40-60% Rh. jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian difteri di
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa Kota Surabaya. Hal ini diperkuat dengan teori yang
kelembaban yang diperoleh sebesar 61-64%, hal menyatakan bahwa pada distribusi berdasarkan jenis
ini menunjukkan bahwa kelembaban udara telah kelamin diketahui bahwa laki-laki memiliki proporsi
melebihi batas syarat. tertinggi rentan menderita difteri dibandingkan
Kelembaban yang melebihi batas syarat dapat perempuan. Dengan alasan jenis kelamin laki-laki
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme merupakan rasio tertinggi pada populasi tersebut
khusunya bakteri Corynebacterium diphtheria (Sitohang, 2006).
(Lubov, 2011). Upaya penyehatan yang dapat Menurut Notoatmodjo (2007) mengatakan
dilakukan apabila kelembaban udara melebihi batas bahwa tingkat pendidikan tidak lepas dari proses
syarat yaitu > 60% adalah memesang genteng kaca, belajar. Dengan kata lain belajar adalah usaha
menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban untuk menguasai informasi yang berguna untuk
seperti humidifier (alat pengatur kelembaban kelangsungan hidup. Hal ini didukung penelitian
udara). Meskipun kondisi ventilasi/jendela udara (Arthika, 2012) yaitu terdapat hubungan bermakna
rumah masih dalam kadar normal dan memenuhi antara tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan,
34 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 26-36

pengetahuan dengan kejadian penyakit difteri. tubuh lebih lemah dibandingkan dengan kelompok
Sedangkan menurut Nuruaprilyanti (2009) orang dewasa. Kartono (2007) menyatakan bahwa
menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, sikap, ada hubungan bermakna antara kelengkapan status
tingkat pendidikan, sarana prasarana menuju imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kabupaten
pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, dan Garut dan Kabupaten Tasikmalaya.
pemahaman informasi terkait kegiatan penuluhan
memiliki hubungan terhadap kejadian penularan Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Fisik
penyakit difteri. Rumah Dengan Tingginya Kasus Difteri Anak di
Penyakit difteri berkaitan erat dengan dengan Puskesmas Bangkalan Tahun 2016
status imunisasi individu. Mengingat daya tahan Rumah yang sehat memiliki ciri yaitu lantai
tubuh diperoleh dari pemberian vaksin. Penelitian rumah yang sesuai dengan syarat kesehatan yaitu
ini sejalan dengan penelitian oleh (Lia, 2010) terbuat dari bahan yang kedap air, tidak lembab,
didapatkan hasil bahwa pemberian imunisasi tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm
DPT lengkap pada usia anak memiliki hubungan dari badan jalan (Keman, 2005). Hasil penelitian ini
dengan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan sejalan dengan (Fajar, dkk 2010) bahwa tingginya
serta sikap Ibu. Kelengkapan status imunisasi difteri pada anak memiliki hubungan bermakna
DPT pada kasus difteri di Bangkalan Tahun 2014 dengan kondisi jenis lantai. Artinya responden
selalu menunjukkan adanya penderita dengan status yang tinggal di rumah dengan kondisi lantai
imunisasi tidak lengkap sebesar (18%) dan yang rumahnya tidak memenuhi syarat berpeluang lebih
tidak mendapatkan imunisasi sebesar (82%) (Dinas besar dibandingkan responden yang kondisi lantai
Kesehatan Kabupaten Bangkalan, 2014). Hal rumahnya memenuhi syarat. Lantai rumah akan
ini didukung dari beberapa penelitian yang telah mempengaruhi kelembaban ruangan, sebagaimana
dilakukan seperti di India Tahun 2002 didapatkan yang disebutkan oleh Lubis (2004), bahwa kondisi
kasus difteri mencapai > 60% dari 189 kasus tanpa kelembaban dipengaruhi oleh kondisi tanah.
imunisasi. Quick di Georgia melaporkan kasus Kriteria suhu yang memenuhi syarat berkisar 18C-
difteri dengan jumlah sebanyak 219 kasus tanpa 30C. Hasil penelitian diperoleh bahwa suhu rumah
imunisasi. Daya tahan tubuh terhadap penyakit sebesar 31C.
difteri dipengaruhi oleh adanya antioksin di dalam Kestabilan suhu ruangan perlu dijaga karena
darah dan kemampuan seseorang untuk membentuk akan mempengaruhi kondisi lingkungan lainya
antioksin dengan cepat. seperti kelembaban. Tinggal di rumah dalam
Kemampuan ini merupakan akibat dari imunisasi kondisi kelembaban yang tidak memenuhi syarat
aktif. Beberapa penelitian sejalan yang dilakukan di memberikan peluan lebih besar terkena penyakit
Indonesia terutama di Jawa Timur Diketahui bahwa difteri dibandingkan tinggal di rumah dengan kondisi
salah satu faktor risiko terjadinya kasus difteri yaitu kelembaban yang memenuhi syarat. Kelembaban
pencapaian program imunisasi DPT menunjukkan akan mempengaruhi ada/tidaknya ventilasi serta
bahwa cakupan masih belum mencapai 100% kepatuhan untuk membuka ventilasi/jendela rumah
(Tahun 2012 : 74,6%, Tahun 2011: 97,81%, Tahun (Budiman, 2006).
2010 : 98,08%, Tahun 2009 sebesar 99,09% dan
Tahun 2008 : 92,57%) (Mustikawati, 2014). Faktor Paling Dominan Yang Berhubungan
Kadar antibodi diukur dari pemberian vaksin Dengan Tingginya Kasus Difteri Anak di
yang diterima pada saat pemberian imunisasi dasar Puskesmas Bangkalan Tahun 2016
memiliki perbedaan day imunitas pada pemberian
Hasil uji hubungan diketahui bahwa yang
vaksin jumlahnya. Terdapat perbedaan imunitas
mempunyai nilai OR tertinggi adalah variabel yang
pada frekuensi pemberian pada imunisasi 1 kali
mempunyai pengaruh lebih besar dengan tingginya
dengan 3 kali atau lebih daripada pemberian
kasus difteri anak, dimana variabel tersebut adalah
imunisasi 2 kali dengan 3 kali atau lebih. Rendahnya
status imunisasi DPT. Hal tersebut sesuai dengan
imunitas berpengaruh terhadap terjadinya
teori Notoatmojo (2007) mengatakan bahwa
difteri (Lubis,2005). Menurut Kumalaili (2011)
perilaku dibentuk karena adanya ketertarikan dari
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
kondisi kejiwaan, seperti pengetahuan dan sikap.
antara kelengkapan imunisasi DPT dan imunisasi
Dengan kata lain, pengetahuan yang baik akan
Campak dengan terjadinya difteri. Penyakit difteri
mencermikan penerapan sikap yang baik pula.
sering ditemukan pada usia anak karena daya tahan
Isnaniyanti Fajrin A., dan Corrie Indria P., Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Difteri ... 35

Dalam perilaku kesehatan perilaku untuk tingkat pendidikan ada hubungan bermakna dengan
memberikan imunisasi dasar perlu didukung tingginya kasus difteri anak di wilayah kerja
dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang Puskesmas Bangkalan Tahun 2016.
penyakit difteri dan program sub PIN difteri. Hal Ada hubungan antara kelengkapan status
tersebut menunjukkan bahwa Ibu dengan tingkat imunisasi DPT dengan tingginya kasus difteri
pengetahuan yang tinggi maka status imunisasi anak di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Ada
DPT pada program sub PIN anaknya akan semakin hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah
baik pula. dengan tingginya kasus difteri anak di Puskesmas
Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu Bangkalan Tahun 2016. Faktor paling dominan
predisposing, reinforcing, enabling. Faktor yang berhubungan dengan tingginya kasus difteri
predisposing secara tidak langsung akan anak di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016 adalah
mempengaruhi terbentuknya perilaku kesehatan status imunisasi DPT dengan nilai (p value = 0,037,
yang dipengaruhi salah satunya yaitu tingkat OR = 4,667). Yang artinya responden dengan status
pengetahuan. Pengetahuan adalah modal dasar imunisasi DPT tidak lengkap memiliki 5 kali lebih
seseorang untuk menerapkan sikap dan melakukan berisiko menderita difteri dibandingkan dengan
tindakan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa responden dengan status imunisasi DPT lengkap.
seseorang yang mempunyai pengetahuan baik
akan menunjukkan sikap yang baik pula namun Saran
sebaliknya seseorang yang pengetahuannya kurang Petugas Puskesmas angkalan khususnya bidan
akan menunjukkan sikap yang negatif. Contohnya desa hendaknya meningkatkan bekerjasama dengan
tindakan mengizinkan anak untuk mendapatkan para kader kesehatan untuk meningkatkan perannya
status imunisasi DPT lengkap juga dipengaruhi oleh sebagai educator dan conselor dalam memberikan
tingkat pengetahuan yang baik tentang penyakit informasi berupa peningkatan frekuesnsi
difteri dan bagaimana pelaksanaan program sub penyuluhan kepada masyarakat mengenai risiko
PIN difteri. Pengetahuan yang baik mengenai penularan difteri akibat pemberian imunisasi
bahaya penyakit difteri dan manfaat program sub DPT tidak lengkap serta manfaat pemberian
PIN difteri. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ibu imunisasi dasar pada anak ke seluruh Kelurahan/
yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi Desa di wilayah kerja Puskesmas Bangkalan pada
maka status imunisasi DPT pada program sub PIN kegiatan Posyandu hingga mencapai target desa
anaknya akan semakin lengkap. UCI dapat terpenuhi. Untuk masyarakat sebagai
subyek yang berisiko disarankan untuk dapat lebih
SIMPULAN DAN SARAN aktif dalam mengikuti kegiatan Posyandu, serta
menyusun jadwal pemberian imunisasi dasar DPT
Simpulan pada kalender rumah sesuai dengan jadwal yang
diinformasikan oleh bidan desa, agar kesadaran
Berdasarkan karakteriktik berdasarkan kelompok
untuk menjaga kesehatan anak meningkat.
umur anak terbanyak adalah 1-4 tahun, berjenis
kelamin laki-laki, dan tingkat pendidikan terbanyak
adalah perguruan tinggi (PT). Untuk kelengkapan REFERENSI
status imunisasi DPT pada anak di Puskesmas
Azwar, A. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan
Bangkalan Tahun 2016 masih dikategorikan tidak
Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya
lengkap.
Arthika D. 2012. Assessment Pelayanan Imunisasi
Kondisi lingkungan fisik rumah di Puskesmas
DPT di Unit Pelayanan Swasta Surabaya. Skripsi.
Bangkalan sebagian besar masih belum memenuhi
Surabaya: Universitas Airlangga; 1. http://adln.
persyaratan sesuai Permenkes RI No.1077 Tahun
fkm.unair.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=rea
2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Ruang
d&id=adlnfkm-adlndinastyart-2436 [Sitasi 18
Dalam Rumah. Hasil analisis hubungan antara
Desember 2016]
karakteristik (umur dan jenis kelamin anak, tingkat
Budiman. 2006. Penelitian Kesehatan. Bandung :
pendidikan responden) adalah sebagai berikut :
PT. Refika Adiatama.
tidak ada hubungan antara karakteristik umur dan
Dinkes Kabupaten Bangkalan. 2015. Ringkasan
jenis kelamin anak dengan tingginya kasus difteri
Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan
anak. Namun, untuk karakteristik berdasarkan
Bangkalan, Kabupaten Bangkalan
36 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 1, Januari 2017, hlm. 26-36

Fajar. N. A, Purba. I. G. 2010. Hubungan Kondisi Mustikawati, D. 2012. Faktor karakteristik individu
Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga Terhadap yang mempengaruhi penularan penyakit difteri
Kejadian Difteri Pada Balita Di Kelurahan di kabupaten Situbondo. Jurnal Kesehatan
Cambai Kota Prabumulih tahun 2010. Jurnal Masyarakat. 20(5):pp.34-35
Pembangunan Manusia. Volume. 4, Nomor. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
12, Universitas Sriwijaya. Mei 2010. Hal. 1-15. Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Diakses pada 06 Desember 2016 pukul 21.42 Nuruaprilyanti, I. 2009. Faktor-faktor yang
httpbalitbangnovdasumsel.com/data/ Berhubungan Dengan Perilaku Ibu dalam
download/2 0140128150303/pdf. Pemberian Imunisasi DPT Pada Bayi di
Kartono, B. 2007. Hubungan Lingkungan Rumah Kecamatan Pancoran Mas Depok Tahun 2009.
Dengan Kejadian Difteri Pada Kejadian Luar Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Biasa (KLB) Difteri di Kabupaten Tasikmalaya Universitas Indonesia
Tahun 2005-2006 dan di Kabupaten Garut Bulan Patel, UV. 2006. A retrospective study of diphtheria
Januari Tahun 2007. Tesis Program Magister cases, Rakjot, Gujarat.Indian Journal of
Program Studi ilmu Kesehatan Masyarakat Community Medicine, Vol. XXIX, no. 4. Oktober-
Universitas Indonesia, Jakarta. Desember 2004. p. 161-163
Keman, S. 2005. Kesehatan perumahan dan Purwana, dan Djaja. 2008. Hubungan Lingkungan
lingkungan pemukiman. Jurnal Kesehatan Rumah dengan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Lingkungan. Vol 2(1):,pp.29-42 difteri di Kabupaten Tasikmalaya (20052006)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. dan Garut Januari 2007 Jawa Barat. Jurnal
Perkembangan Kasus Difteri dan Distribusi Kesehatan Lingkungan Indonesia, vol.11 No.1
Kasus Difteri di Kabupaten/Kota Tahun 2010- Hal 82. Diunduh dari http://journal.ui.ac.id/
2014. Kemenkes RI Jakarta upload/artikel/02 pada 28 Desember 2016
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Purwanto, A. 2011. Faktor yang Berhubungan
2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor dengan Tindakan Ibu dalam Pemberian Imunisasi
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah Bajeng Bajeng Kabupaten Gowa. Skripsi.
Kumalaili, N. 2011. Gambaran Pengetahuan Ibu Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas
tentang Imunisasi DPT HB Combo Polindes Hasanuddin: 1-8
Labang Sreseh kabupaten Sampang. KTI. Stikes Setyowati N. 2011. Faktor yang mempengaruhi
Yarsi;1. Diunduh dari:http://share.stikesyarsis. Kontak Positif Difteri di Kabupaten Jember.
ac.id/elib/main/dok/00295 pada 08 Desember Tesis. Jember: Universitas Jember. Diunduh
2016 dari: http://digilib.unej.ac.id/gdl42/ gdl.php?mo
Kusno, Y. 2013. Faktor-Faktor Internal yang d=browse&op=read&id=gdlhub-gdlniningsety-
Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi 5058 pada 22 Desember 2016
Dasar Balita Usia 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Sitohang, R.V. 2006. Hubungan Kepadatan Serumah
Pukesmas Situ Gintung Ciputat Tahu 2013. Dengan Kejadian Difteri Pada Kejadian Luar
Skripsi. Jakarta; Universitas Islam Negeri Syarif Biasa (KLB) Difteri di Kabupaten Cianjur Jawa
Hidayatullah: 69-87 Barat Tahun 2000-20001. Tesis. Program Magister
Lemeshow, S. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Program Studi Epidemiologi Kekhususan
Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Epidemiologi Lapangan Universitan Indonesia,
Press Jakarta
Lia, A. 2010. Faktor Risiko Kejadian Difteri pada Sudoyo, A.W, Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata
KLB Difteri di Sidoarjo Tahun 2010. Skripsi. M., dan Setiati S. 2006. Ilmu Penyakit dalam
Universitas Airlangga: 6771. jilid II edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu
Lubis, B. 2005. Penelitian Status Imunisasi Penyakit Dalam Fakultas Kesehatan Universitas
Terhadap Penyakit Difteri Dengan Schick Test Indonesia.
pada Murid Sekolah Taman Kanak-kanak di Utami. 2010. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Kotamadya Medan. e-Journal USU Repository. Penularan Difteri di Kota Blitar Propinsi Jawa
2005. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada Timur. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
05 Desember 2016, pukul 21.52 WIB Universitas Airlangga. Surabaya.
Lubov, S. 2011. Epidemic diptheria in India 1991-
1998. The journal of Infectious Diseases 2001 :
p 589:591

Вам также может понравиться