Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Keluhan Utama :
Pasien mengatakan dada terasa nyeri dan sesak
Justifikasi:
Pada pasien CAD akan menunjukkan keluhan nyeri dada atau
ketidaknyamanan didada, dada terasa sesak, mual dan muntah, perubahan
hemodinamik, serta gangguan irama jantung (disritmia) (Chulay &
Burns, 2006).
1
Pada saat di IGD mengeluh nyeri dada yang dirasakan seperti terhimpit beban
berat dan menjalar ke punggung, mual serta keringat dingin membasahi baju,
nyeri dada disertai sesak dan mudah lelah.
Justifikasi:
Manifestasi klinis CAD yang mana lebih dominan sesak dan nyeri dada
(manurung, 2006).
Apabila jantung bagian kanan dan kiri dalam keadaan gagal akhibat
gangguan alitran darah dan bendungan, maka akan tampak tanda dan
gejala gagalnya pompan jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi
paru, gejala yang muncul adalah nyeri, sesak nafas dan intoleransi
(Aspiani, 2015)
Saat pengkajian klien mengeluh adanya sesak nafas, perawat jaga mengatakan
klien sering menunjuk dadanya dan ketika ditanya apakah ia merasa terkadang
sesak saat bernapas klien mengangguk, perawat juga mengatakan kien tampak
mudah lelah, sesak jika dalam posisi fowler dan sering mengatur posisinya,
terdapat batuk, kurang nafsu makan dan tidak bisa tidur, keluhan dirasakan
sampai saat ini.
Justifikasi:
Menurut Black, 2009 sesak terjadi kerena penurunan volume udara paru
(vital capacity) yang digantikan oleh darah atau cairan interstitial.
Kongesti pulmonal dapat menurunkan kapasitas vital paru sebesar 1500
mL atau kurang.
Nilai normal pada orang dewasa sekitar 16 20 x/ menit karena
dipengaruhi oleh medula oblongata, kadar CO2 (Perry & Potter. 2006 ).
Pernafasan klien mengalami peningkatan karena respon dari rasa takut
pasien untuk melakukan ekpansi paru maksimal akibat nyeri yang
dirasakan (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2009).
Pada pengkajian TTV didapatkan TD: 110/80 mmhg, N= 80x/mnt, T = 36,7 oC,
Saturasi = 95%, terpasang O2 binasal kanul 5 Lpm , RR= 26 x/mnt pola nafas
cepat dan dangkal, terdapat bunyi ronki basah, klien mengeluh nyeri dada dalam
2
skala VDS diterangkan, klien mengeluh nyeri dirasakan saat posisi duduk, klien
mengatkan nyeri seperti ditusuk, klien menggatkan nyeri didaerah dada, klien
menggatkan skala nyeri 5, klien mengatkan nyeri hilang timbul, TB = 155cm,
BB= 50 Kg, terdapat pupura dibagian ekstremitas bawah dan klien mengatakan
sudah beberapa bulan mengalaminya, klien menggatakan tidak bisa memenuhi
ADL, dan perawat jaga menggatakan klien terlihat lemah.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat bengkak di kedua kaki sejak 1 tahun SMRS dirasakan hilang timbul.
Riwayat terbangun tengah malam karena keluhan sesak yang berkurang dengan
posisi duduk sering dialami klien dan klien sering tidur dengan 2 3 bantal.
riwayat keluhan nyeri dada baru dirasakan saat ini.
Riwayat alergi:
Klien tidak ditemukan mengalami akergi makanan dan obat-obatan
Faktor resiko :
Klien memilki riwayat hipertensi sejak 10 tahun dengan tekanan darah
tertinggi 170 mmhg rata-rata 140 mmhg, riwayat merokok sejak 20 thn yang lalu
sebanyak 1 bungkus per hari, namun tidak ada riwayat DM dan dislipidemia.
Justifikasi:
faktor risiko seseorang menderita CAD ditentukan melalui interaksi dua
atau lebih faktor risiko yaitu yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis
kelamin, suku/ras dan riwayat penyakit keluarga) dan faktor yang bisa
dimodifikasi (merokok, aktivitas fisik, diet, displidemia, obesitas,
hipertensi dan DM) (Bender et al, 2015)
Merokok dalam jangka yang lama akan meningkatkan risiko penyakit
jantung koroner dengan menurunkan level kolesterol HDL (High density
3
lifid), semakin banyak merokok semakin besar risiko terkena serangan
jantung (Ramandika, 2016)
Merokok dapat merubah metabolisme khususnya dengan meningkatkan
kadar kolesterol darah mempunyai pengaruh yang besar terjadinya PJK
(Muttaqin, arif, 2011)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh badan kesehatan korea dengan
menggunakan Prosfektif Cohort study dengan jumlah 648.364 sampel
didapatkan hasil penelitian bahwa semakin banyak jumlah rokok yang
dihisap perhari semakin tinggi risiko terjadinya PJK dan penyakit lain
(Hata dan Kiyohara, 2016)
Riwayat hipertensi akan menyebabkan peningkatan tegangan pada
ventrikel kiri sehingga akan terjadi hipertropi ventrikel kiri yang pada
akhirnya menurunkan kontraktilitas miokard (Silbernagl, 2007). Hal ini
didukung pula dalam Price , 2006 yaitu peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai
akibatnya akan terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan
terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung menjadi semakin terancam
oleh semakin parahnya aterosklerosis koroner.
4
1.1.2 Pernapasan:
Pada saat dilakukan inspeksi terlihat pengembangan rongga dada
belum optimal, terdapat retaksi dinding dada dan penggunaan otot
bantu pernafasan sternokledomasteudeus, pernafasan cepat dan
dangkal, terpasang nasal canule O2 5 ltr/mnt. RR : 26 x/mnt, klien
terlihat sesak dan meringis, Saat dilakukan palpasi tidak didapatkan
benjolan atau massa serta krepitasi, pada saat dilakukan perkusi
didaerah lapang paru di dapatkan bunyi sonor di daerah 6 lapang
paru. Pada saat dilakukan auskultasi terdapat bunyi nafas ronki
basah di daerah lobus superior pulmo sinistra, saturasi oksigen 92%.
1.1.3 Sirkulasi/kardiovaskuler:
Pada saat dilakukan inspeksi, Ictus cordis tampak JVP 5cm+4cm
terlihat posisi trakea ditengah, saat dilakukan palpasi Ictus cordis
teraba di ICS VI (terjadi pembesaran), denyut jantung teraba, thrill
tidak teraba, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening,
dilakukan perkusi didapatkan bunyi redup di daerah batas kiri
bawah jantung ICS VI dan saat di lakukan auskultasi didapatkan
dada irama jantung tidak regular, bunyi jantung S1 dan S2, tidak
terdapat bunyi jantung tambahan S3 ataupun bunyi mur-mur jantung.
5
Tekanan Darah (BP) 143/93 mmHg 100-125/70-85 mmHg (sistolik)
MAP 90 70 90 mmHg normal
Justifikasi:
Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyaknya
gangguan karena sebagian besar metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi elektrolit (rismawati, 2014)
1.1.4 Neurosensori
Kesadaran pasien CM dengan GCS: 15, pupil isokor dengan
diameter 2 mm/2 mm, status mental normal klien bisa membedakan
waktu, tempat dan orang, pada saat dilakukan pengkajian syaraf
kranial didapatkan kemampuan motorik baik, refleks fisiologis dan
patologis normal, wajah menyeringai saat menggerakkan anggota
badan baik ektermitas atas ataupun bawah. Kemampuan sensori
visual, auditori, taktil, olfaktori dan gustatory dalam keadaan normal.
6
1.1.5 Eliminasi dan cairan.
Eliminasi fekal: BAB lancar tidak ada masalah, Eliminasi urin: BAK
terpasang kateter tanggal 6 mei 2017, diuresis 1520 ml/24 jam
dengan warna kuning tua, IWL 21, balans cairan + 350cc pada
tanggal 9 mei 2017 jam 10.00.
7
Pada pengkajian aktifitas dan istirahat klien hanya mampu
melakukan mobilisasi di tempat tidur, pasien sudah dapat duduk
semi fowler dengan bantuan tempat tidur yang dapat diatur sendiri,
pasien belum berani miring sendiri, kebutuhan pasien semua dibantu
oleh perawat Skala aktivitas dibantu total (5), skala resiko jatung
/morse falls scale 45 (risiko sedang rendah). Pola tidur klien tidak
teratur, frekuensi tidur sering namun selalu terbangun saat sesak.
1.1.8 Integumen:
pengkajian kulit klien didapatkan kelembaban kulit cukup, rambut,
dan kuku bersih klien diseka oleh perawat 2x sehari. Kulit tidak ada
tanda- tanda (decubitus), skala skrining resiko dekubitus/norton 15
(berisiko).
8
Asam laktat
GDS 164 80-120 mg/dl
AGD: Arteri Arteri
pH 7,42 7,34 7,44 Normal
PCO2 28,9 35 45 mmHg
PO2 98,8 69 116 mmHg
HCO3 18,6 2 26
BE 1,7 -2,4 2,3 Normal
Saturasi O2 95 95 99 % Normal
B. Echocardiogram ( 15-10-2010)
Dimensi ruang jantung LV dilatasi, Kontrasi LV global menurun,
Kontraktilitas RV normal, EF 35 %, , LVH (-), MR trivial, AR trivial, E/A
>2 DAN TAPSE 2cm.
Kesimpulan : Fungsi sistol dan segmental LV menurun, LVEDP
meningkat, MR trivial danAR trivial
C. EKG ( 9-5-2017)
Hasil EKG irama sinus, QRS rate 80x/mnt, gel P 0,08 s 0,1 mv, PR
interval 0,16, Q patologis lead II, II, aVF, V3R, V4, V5R, ST elevasi 1-4
mm di lead II, II, aVF, V3R, V5R, ST depresi 1-3mm dilead I,aVL, V5-
V6, V7-V9, T inversi di lead II, II, aVF, V3R, V5R, R/S di VI < 1, R
V5/V6.
E. Terapi Medis
No Nama obat Dosis obat Indikasi obat
1 Alinamin 1x40gr/oral Vitamin BI dan
B2
2 Laxadine 1x50mg /oral Mengatasi susah
9
BAB
3 Diazepam 1x5mg/IV Antogonis
kalsium
4 calos 3x1tab/oral Pencegahan dan
terapi untuk
gangguan
metabolisme
atau defisiensi
Ca
5 Methylprednisolone 3x1tab/oral Immunosupresan
6 cefotaxime 3x1gr/IV Antibiotik
infeksi
pernafasan
7 furosemid 1x40mg Mengurangi
edema
8 dexamethasone 40mg/drop kortikosteroid
9 Dextrose 5% 100ml/jam Hypotonik/
cairan masuk
kedalam sel
Justifikasi :
Profil terapi PJK yang sering digunakan yaitu golongan nitrat, anti
platelet, antikoogulan, antikolestrol, bronkodilator dan analgesik
(Wijayanti, 2015)
10
FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN
MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
11
Kebutuhan
Perilaku Verbal Perilaku Non Verbal pasien/ Diagnosa
Keperawatan
Perawat mengatakan pasien - Pernafasan 26 x/mnt Pola nafas tidak
sering menunjuk dadanya dan - Muka tampak meringis efektif dalam
ketika ditanya apakah ia merasa tampak otot bantu pemenuhan
terkadang sesak saat bernapas pernafasan kebutuhan
pasien mengangguk. sternokledomasteudius oksigen
- Terpasang O2 binasal berhubungan
5ltpm dengan hipertropi
- Tekanan Darah: 110/80 ventrikel kiri
mmHg, Nadi: 80 x/mnt.
- CRT < 3 dtk
Parameter hemodinamik:
- Sat.O2 95%, SV 74,1
ml/denyut, CO 6,0 ltr/mnt,
CI 3,4 ltr/mnt, MAP 99
mmhg
-hivopentilasi
-HB = 12400/mm3
12
Kebutuhan
Perilaku Verbal Perilaku Non Verbal pasien/ Diagnosa
Keperawatan
Perawat jaga mengatakan klien - Klien tampak kesakitan Gangguan
sesak jika dalam posisi fowler (sambil menunjuk area pertukaran gas
dan klien sering mengatur dada) berhubungan
posisinya - Eskpresi wajah meringis dengan ketidak
- Pengembangan dada terbatas seimbangan
- Hasil AGD (10.00 wib): ventilasi dan
pH7,4/PCO2 28,9/PO2 perfusi
98,8/HCO3 18,6/BF -4,2/Sat
O2: 95% (asidosis
respiratorik)
- klien tampak pucat
- Hb= 8,7 gr/dl
Foto Thorax
Efusi pleura kanan,
kardiomegali tanpa
bendungan paru,
arterisklerosis aorta
Hasil EKG irama sinus, QRS
rate 80x/mnt, gel P 0,08 s
0,1 mv, PR interval 0,16, Q
patologis lead II, II, aVF,
V3R, V4, V5R, ST elevasi
1-4 mm di lead II, II, aVF,
V3R, V5R, ST depresi 1-
3mm dilead I,aVL, V5-V6,
V7-V9, T inversi di lead II,
II, aVF, V3R, V5R, R/S di
VI < 1, R V5/V6.
13
Kebutuhan
Perilaku Verbal Perilaku Non Verbal pasien/ Diagnosa
Keperawatan
Klien tidak bisa memenuhi - Skala aktivitas klien Intoleransi
ADL, gelisah dan terlihat dibantu total (5) aktivitas aktivitas
lemah - Bed rest total fisik berhubungan
- Terpasang kateter dengan
- Mudah lelah ketidaksimbangan
- Gambaran EKG suplai dan
menunjukkan iskemia kebutuhan akan
- Imobilitas oksigen
- TD: 110/80 mmhg, N=
80x/mnt, T = 36,7 oC,
Saturasi = 95%, terpasang
O2 binasal kanul 5 Lpm ,
RR= 26 x/mnt
Kebutuhan
Perilaku Verbal Perilaku Non Verbal pasien/ Diagnosa
Keperawatan
- Ketika ditanya - klien mengeluh nyeri dada nyeri
tentang nyeri klien dalam skala 2 (sedang), berhubungan
mengatakan nyeri - Skala aktivitas klien dengan adanya
dirasakan saat posisi dibantu total (5) iskemik
duduk, nyeri seperti - Klien mudah lelah
ditusuk, nyeri - Gelisah
dirasakan didaerah - Sesak
dada, skala nyeri - STEMI inferior right
yang dirasakan 5, ventrikel iskemik posterior
dengan nyeri hilang lateral high lateral
timbul
14
FORMAT TUJUAN & INTERVENSI KEPERAWATAN
MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Diagnosa
Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji dan dokumentasi tekanan
penurunan curah perawatan 2x24 jam curah darah, adanya sianosis, status
jantung dalam jantung optimal ditandai spernafasan dan status mental
mekanis
dengan 2. Pantau tanda kelebihan
kompensasi
cairan(mislnya edema,
mempertahankan Perilaku verbal:
kenaikan berat badan)
curah jantung Klien tidak mengeluhkan
3. Kaji toleransi aktivitas klien
berhubungan kelemahan
dengan penurunan
dengan memperhatikan adanya
15
10. Ajarkan teknik napas dalam
11. Anjurkan untuk menghindari
tindakan valsava manuver:
mengedan
12. Lakukan elevasi tungkai
(pasive leg raising) 450 untuk
meningkatkan 6-9% curah
jantung (indra, 2016)
Kolaborasi
1. konsultasikan dengan dokter
menyangkut pemberian atau
penghentian obat tekanan
darah
2. Pantau nilai elektrolit dan
pertahankan nilai elektrolit
dalam batas normal
3. Kolaborasi untuk pemberian
obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraktilitas
otot jantung (dopamin,
dobutamin) kalau perlu
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas
efektif dalam keperawatan selama 1 kali 24 2. Monitor respirasi dan status
pemenuhan jam masalah pola nafas teratasi O2
kebutuhan ditandai dengan 3. Bersihkan mulut, hidung
oksigen Perilaku verbal: dan secret trakea
Klien tidak mengeluh sesak
berhubungan 4. Pertahankan jalan nafas
dengan yang paten
Perilaku non verbal:
hipoventilasi - RR dalam batas 5. Posisikan pasien untuk
normal 20-24 x/mnt memaksimalkan ventilasi
- Pola nafas reguler posisi kepala 450 lebih
16
- Tidak ada tinggi dari pada tubuh/semi
penggunaan otot fowler ( Jannah, 2017)
bantu nafas 6. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan .
7. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
8. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
9. Monitor vital sign
10. Informasikan pada pasien
tentang teknik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas
Kolaborasi
1. Berikan terapi oksigen
sesuai dengan kebutuhan
klien
17
- HR dan RR dalam menginformasikan kepada
batas normal perawat jika peredaan nyeri
tidak dicapai
5. Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung
dan anstipasi ketidaknyamanan
akhibat prosedur.
6. Posisikan pasien semi fowler
atau duduk tegak atau posisi
nyaman bagi klien
7. Ajarkan penggunaan tehnik
farmakologis tehnik nafas
dalam, kompres hangat dan
relaksasi progresif (Anggriana,
2017)
Kolaborasi
1. Laporkan kepada dokter
jika tindakan pengendalian
nyeri tidak berhasil/
perubahan bermakna dari
pengalaman nyeri pasien.
2. Berikan obat anti nyeri :
morfin sesuai dengan
program therapi.
3. Berikan Oksigen melalui
nasal canul 5 liter / menit
sesuai program therapi
18
dengan ketidak ditandai dengan sampai kondisi akut teratasi
seimbangan Perilaku verbal: dan keadaan stabil.
ventilasi dan 3. Pantau saturasi O2 dengan
klien tidak mengeluh sesak jika
perfusi oksimeter
dalam posisi fowler
4. Observasi adanya sianosis
Perilaku non verbal: 5. Atur posisi lateral kiri
dengan elevasi kepala 300
- Status neurologis dalam
ntuk meningkatkan parsial
rentang normal
oksigen/ PCO2 (karmiza,
- Tidak ada dispnea pada
2014)
saat istirahat dan
6. Kaji tingkat kesadaran dan
aktivitas
adanya perubahan mental
- Tidak ada gelisah,
7. Ajarkan klien tehnik nafas
sianosis dan keletihan
dalam dan relaksasi
- PaO2, PCO2, PH arteri
8. Kaji bunyi paru, frekuensi
dan saturasi O2 dalam
nafas, kedalaman dan
batas normal
produksi sputum
Kolaborasi :
1. Analisis hasil gas darah
PaO2 yang rendah dan
PCO2 yang meningkat
2. Pantau kadar elektrolit
3. Koreksi pemberian cairan
elektrolit
19
intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji aktifitas personal sehari-
aktivitas fisik keperawatan selama 1x 24 jam hari yang bisa dilakukan
berhubungan klien dapat mentoleransi 2. Observasi tanda-tanda vital
dengan aktivitas yang biasa dilakukan sebelum, selama dan sesudah
ketidaksimbangan ditunjukkan dengan melakukan aktivitas.
suplai dan penghematan energi dan 3. Bantu pasien untuk merubah
kebutuhan akan perawatan diri posisi secara bertahap,
oksigen Perilaku verbal: duduk, berdiri dann ambulasi
Klien tidak mengeluh sesak sesuai toleransi
saat melakukan aktifitas 4. Bantu pasien dalam
Perilaku non verbal: pemenuhan kebutuhan
sehari-hari ; nutrisi, personal
- Bertoleransi terhadap
hygiene, eliminasi.
adanya aktifitas yang
5. Berikan medel aktivitas dan
bisa dilakukan
latihan intensitas ringan
- Vital sign dalam batas
(inpatient) selama perawatan
normal
di rs dan awasi over aktifitas
- Tidak terjadi dispnea
selama penerapan pada fase
setelah beraktifitas
akut
- Hilangnya keletihan
(Halimuddin, 2017)
- Kelemahan berkurang
6. Lakukan mobilisasi fisik
(Nanda ,2015)
setelah kondisi stabil
7. Pantau saturasi oksigen
sebelumnya, saat dan setelah
aktivitas.
Kolaborasi :
1. Berikan terapi oksigen nasal
kanul sesuai kebutuhan
20
FORMAT IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
21
informasi kepada klien
16. mengukur asupan dan haluaran urine dan berat badan
11.25 jika perlu
17. mengukur frekuensi jantung dan irama nadi
18. mengajarkan klien teknik napas dalam
12.00 19. memberikan informasi kepada klien untuk menghindari
tindakan valsava manuver: mengedan
20. meakukan elevasi tungkai 3 menit (pasive leg raising)
450 untuk meningkatkan 6-9% curah jantung (indra,
2016) (pasive leg raising) 450 untuk meningkatkan 6-9%
curah jantung (indra, 2016)
12.15 Kolaborasi
21. mengkonsultasikan dengan dokter menyangkut
pemberian atau penghentian obat tekanan darah
22. melihat hasil lab nilai elektrolit dan pertahankan nilai
12.30 elektrolit dalam batas normal
23. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan yang dapat
meningkatkan kontraktilitas otot jantung (dopamin,
dobutamin) kalau perlu
22
FORMAT EVALUASI KEPERAWATAN
MODIFIKASI MODE IDA JEAN ORLANDO
Diagnosa
Hari/tanggal Evaluasi keperawatan
keperawatan ke:
Prilaku verbal:
23
elevasi tidak ada, ECG 12 lead: irama
sinus, HR: 80 x/mnt.
Hasil analisa :
Masalah resiko penurunan curah jantung
tidak terjadi pada pasien
- Mempertahankan intervensi
keperawatan yang telah dilakukan
secara masimal
- Kaji secara lengkap tanda-tanda
penurunan curah jantung yang dapat
terjadi pada pasien
- Masimalkan pemberian asupan
nutrisi secara oral
24
2. ANALISA DAN JUSTIFIKASI HASIL PENGKAJIAN
Pada kasus Ny. S tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap
perilaku pasien baik secara verbal maupun non verbal, melakukan validasi,
membagi bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir
dan merasakan. Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan
baik fisik maupun psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya,
serta mengevaluasi tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu
dapat diterapkan melalui pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai
berikut :
1. Fase Reaksi Perawat.
Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi
perawat dan perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando
identik dengan fase pengkajian pada proses keperawatan.
Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi
yang emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu
dikaji pada kasus diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya
gangguan sirkulasi koroner, juga perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana
kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang menjadi faktor pencetusnya,
bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya. Disamping itu
dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan
muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada.
Perawat perlu mengkaji perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa
pasien memerlukan pertolongan segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus
didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 26
kali/menit. Tampak gelisah dan mengeluh sesak, banyak keluar keringat.
Perlu juga dikaji bagaimana kondisi akral apakah hangat atau dingin, CRT,
kekuatan denyut nadi, Selanjutnya perawat perlu mengetahui data-data lain
seperti catatan dari tim kesehatan lain, hasil laboratorium dan pemeriksaan
diagnostik. Pada kasus didapatkan : EKG ST elevasi, diagnosa medis CAD
STEMI. Troponin T positif, CKMB meningkat.
25
2. Fase Nursing Action
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action
pada disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data),
diagnosa keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau
implementasi . Tujuannya adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien
terhadap bantuan serta berhubngan dengan peningkatan perilaku pasien.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut
Orlando perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan
analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan
1) Resiko tinggi penurunan curah jantung dalam mekanis kompensasi
mempertahankan curah jantung berhubungan dengan penurunan fungsi
ventrikel kiri dan gangguan kontraktilitas
2) Pola nafas tidak efektif dalam pemenuhan kebutuhan oksigen
berhubungan dengan hipoventilasi
3) Nyeri berhubungan dengan adanya iskemik
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi dan perfusi
5) Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidaksimbangan
suplai dan kebutuhan akan oksigen
b. Rencana Keperawatan
26
c. Implementasi
27
terjadi hipertropi ventrikel kiri yang pada akhirnya menurunkan
kontraktilitas miokard (Silbernagl, 2007). Hal ini didukung pula dalam
Price , 2006 yaitu peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban
kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya akan terjadi hipertrofi
ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah
jantung. Jantung menjadi semakin terancam oleh semakin parahnya
aterosklerosis koroner.
Kondisi ini sesuai dengan manifestasi klinis CAD yang mana lebih
dominan sesak dan nyeri dada (manurung, 2006). Apabila jantung bagian
kanan dan kiri dalam keadaan gagal akhibat gangguan alitran darah dan
bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagalnya pompan
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru, gejala yang muncul
adalah nyeri, sesak nafas dan intoleransi (Aspiani, 2015)
Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami CAD dan terjadi
akibat adanya iskemik, ini sesuai dengan teori yang mana iskemik
diakibatkan adanya CAD. Keadaan ini sesuai dengan teori dimana pasien
ditemukan keadaan yang mengarah pada CAD setelah di bawa ke RSHS.
CAD merupakan penyakit pembuluh darah koroner yang terbanyak
akibat dari arterosklerosis, dimana faktor pencetus terbanyak antaralain
hiperlipoproteinemia, tinggi kolesterol, perokok, dan atau diabetis
mellitus (Alwi, 2009). Tindakan medis yang diberikan pada pasien
Ny.SN adalah PCI. Pengobatan tersebut tentunya harus menghilangkan
atau meminimalis penyebab utama atau faktor resikonya (manurung,
2013). Pasien Ny.SN mengalami CAD yang bisa dipastikan bahwa
keadaan tersebut diderita akibat adanya infark kronik akibat penyempitan
pembuluh darah jantung.
Keluhan pasien adalah manifestasi dari adanya kelainan anatomi tersebut
yaitu CAD. Kelainan ini sangat beresiko terjadinya henti jantung tiba-
tiba, sebagian besar pasien henti jantung tiba- tiba akibat adanya CAD
28
(Manurung, 2013). Pencegahan henti jantung dengan tiba- tiba perlu
dilakukan terapi adalah menghilangkan penyebab utamanya yaitu
Justifikasi hasil pengkajian dengan penerapan teori orlando
Pengkajian keperawatan :
Orlando mengidentifikasi bahwa pengkajian keperawatan merupakan
reaksi perawat untuk mengetahui tingkah laku pasien secara verbal
meliputi semua penggunaan bahasa (keluhan, permintaan, pertanyaan,
penolakan, tuntutan dan komentar atau pernyataan). Nonverbal meliputi
manifestasi fisiologis seperti: nadi, pernafasan, tekanan darah, gambaran
ECG dan sebagainya, Orlando dalam Alligod & Tomey (2016).
Orlando mengindikasikan bahwa keperawatan adalah membantu individu
yang memerlukan bantuan kapan saja, kesegeraan (immediacy) situasi
keperawatan, Orlando tidak memasukkan pengkajian individu
dipengaruhi lingkungan, keluarga atau kelompok Orlando dalam Alligod
& Tomey (2016).
Keadaan ini mengharuskan perawat untuk melakukan pengkajian secara
cepat, tepat sesuai perilaku pasien, dimana pemeriksaan fisik mengacu
pada sistem tubuh. Situasi ini juga diperkuat bahwasanya pengkajian
keperawatan kritis lebih berfokus pada lima sistem yaitu breath, blood,
brain, bowel, and bone.
Pengkajian perilaku non verbal.
Pengkajian tanda-tanda vital yang dilakukan :
Tekanan darah adalah tekanan yang mendesak dinding arteri
selama sistolik dan diastolik dari ventrikel, (Smeltzer, 2000).
Pada Ny S tekanan darah 110/80 mmhg, keadaan ini merupakan
masa pemulihan pasca tindakan dan reaksi dari terapi obat yang
juga diberikan pada pasien.
Nadi : Digunakan untuk mengidentifikadi adanya perubahan
fungsi / daya pompa jantung, (Priharjo, Robert. 2007). Nadi klien
Ny.S 80 x/menit masih dalam batas nilai normal yang
menandakan jantung mampu memenuhi sirkulasi tubuh.
29
Pola nafas : Adapun dyspnea terjadi karena adanya kegagalan
ventrikel kiri yang menyebabkan kongesti pulmonal atau
gangguan dalam mekanisme control pernapasan. Menurut Black,
2005 Dyspnea terjadi kerena penurunan volume udara paru (vital
capacity) yang digantikan oleh darah atau cairan interstitial.
Kongesti pulmonal dapat menurunkan kapasitas vital paru sebesar
1500 mL atau kurang.
Nilai normal pada orang dewasa sekitar 16 20 x/ menit karena
dipengaruhi oleh medula oblongata, kadar CO2 (Perry & Potter.
2006 ). Pernafasan klien mengalami peningkatan karena respon
dari rasa takut pasien untuk melakukan ekpansi paru maksimal
akibat nyeri yang dirasakan (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2005).
Kondisi tersebut mengakibatkan penumpukan sekret pada pasien
Ny.S di paru dan bronkus. Sedangkan suhu tubuh
menggambarkan fungsi metabolik tubuh secara umum, tetapi juga
dipengaruhi reseptor yang ada di otak.( Perry & Potter. 2006 ).
Suhu tubuh klien dalam batas normal yang menandakan tidak
adanya keadaan infeksi pada daerah luka.
Sistem pernapasan :Pembedahan jantung yang dilakukan pada
pasien juga dapat mengakibatkan produksi sekret yang meningkat
dan dimungkinkan adanya penumpukan darah ke paru sehingga
mengurangi kapasitas volume paru dan gangguan pertukaran gas
yang juga dapat ditandai dengan suara nafas ronkhi yang
pernapasan pasienjelas pada (Black.J.M, & Hawks.J.H, 2005)
kondisi tersebut sesuai dengan kondisi pasien Ny.S saat dilakukan
pengkajian dimana ditemukannya suara ronkhi + dan sekret/
produksi sputum +.
Ronchi adalah suara nafas yang kasar yang berderik-derik seperti
snoring biasanya diakibatkan oleh secret pada jalan nafas
bronchial. Ronchi adalah suara nafas abnormal yang terdengar
saat bernafas yang terjadi ketika jalan nafas mengalami obstruksi
secara parsial oleh secret, odema mukosa, atau tumor yang
30
menekan jalan nafas. Suara dapat diakibatkan oleh udara yang
melewati sekresi mukosa yang tebal pada jalan nafas besar seperti
bronkhiolus tetapi juga dapat berhubungan dengan struktur yang
kecil seperti alveoli (http://en.wikipedia.org/wiki/Rhonchi,
diperoleh tanggal 10 Mei 2017).
Pemeriksan fisik kardiovaskuler: Bertujuan untuk memperoleh
data tentang efektifitas kerja jantung melalui pengamatan tentang
HR, irama jantung, curah jantung (Priharjo, Robert. 2007).
Murmur terjadi akibat adanya turbulensi aliran darah pada
jantung atau pada pembuluh darah besar. Murmur dapat
disebabkan peningkatan denyut nadi atau peningkatan velocity
aliran darah, incompetent atau stenosis katub, masuknya aliran
darah ke ronnga yang lebih lebar (Woods.S.L.et al, 2005). Pada
klien Ny.S tidak memiliki bunyi murmur saat dilakukan
pemeriksaan dengan auskultasi.
Pemeriksaan fisik neurosensori: Pasien Ny.S dalam kondisi sadar,
dengan GCS 15, klien juga mengalami nyeri saat meenggerakkan
anggota badannya baik ektermitas atas atau bawah, sehingga
pasien kurang mau melakukan aktifitas meski fungsi motorik
bagus.
Pemeriksaan fisik eliminasi dan cairan :Yang perlu dikaji pada
sistem ini terutama pada pola, frekwensi, karakteristik, keluhan
nyeri saat BAB/ BAK, penggunaan obat. (Perry & Potter : 2007).
Klien Ny.S pada saat pengkajian memiliki balance +350 cc
sedangkan untuk eliminasi urin klien sedang terpasang kateter.
Pemeriksaan fisik pencernaan dan nutrisi :Dalam sistim
pencernaan dan pemenuhan nutrisi klien dengan jantung ada
klasifikasi diet yang diberikan ( DJ I-IV) (Perry & Potter : 2007).
Sistem ini masih dalam kondisi baik karena masih ditemukan
bising usus + 12 x/menit, dan pasien klien Ny.S mendapat diet
jantung .
31
Pemeriksaan fisik musculoskeletal aktivitas dan istirahat:
Kemampuan bergerak klien Ny.S untuk memenuhi kebutuhan
ADLnya setelah dirawat di rumah sakit, secara fisik tidak
ditemukan
32
4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi dan perfusi
5) Intoleransi aktivitas fisik berhubungan dengan ketidaksimbangan
suplai dan kebutuhan akan oksigen
Tujuan Asuhan keperawatan pada pasien ini juga telah menetapkan beberapa
tujuan keperawatan yang disesuaikan dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditetapkan. Penetapan tujuan keperawatan dalam proses Orlando merupakan
pemenuhan kebutuhan pasien untuk dibantu yang berhubungan dengan
peningkatan tingkah laku pasien (Orlando dalam Alligood & Tomey, 2016).
Konsep orlando menekankan pada penetapan tujuan mempunyai target yang jelas
pencapaiannya pada setiap intervensi keperawatan yang akan diberikan pada
pasien. Target ini menjadi acuan dalam evaluasi keperawatan. Target harus
dicapai secepatnya untuk dievaluasi secepatnya.
Tujuan keperawatan pada diagnosa 1 adalah Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam
curah jantung optimal, sehingga resiko penurunan kardiac Out put sangat kecil.
33
DAFTAR PUSTAKA
George Julia B. (1995). Nursing theories: the base for professional nursing practice.
Ed 4th. Appleton & Lange: Connecticut
Marriner Tomey, Alligood Raile Martha. 2016. Nursing theorists and their work. Ed
6th. Mosby Inc: St Louis Missiouri.
Hamimuddin, 2017, Analisis fraksi ejeksi klien gagal jantung pre dan post penerapan
model aktivitas dan latihan intensitas ringan,
Indra Bani, 2016, Perbandingan insiden hipotensi saat induksi intravena profol
2Mg/Kg Bb pada posisi supine dengan perlakuan dan tanpa perlakuan elevasi
tungkai, http://jurnal.fk.unand.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam 17.20
wib
Wahyuni, tri, 2017, Gambaran diet pada penderita penyakit jantung koroner di poli
jantungRSUP Dr. soedarji Titronegoro klaten, http://jurnal.ui.ac.id Diakses
tanggal 10 Mei 2017 jam 17.40 wib
Wijayanti, 2015. Evaluasi penggunaan obat pada pasien jantung koroner dengan
komplikasi hipertensi di instalasi rawat inap RSD dr. Soebandi tahun 2014,
http://digital respiratory universitas jember Diakses tanggal 11 Mei 2017 jam
12.00 wib
34
Ardianta dicky, 2017,Upaya penatalaksanaan intoleransi aktifitas pada pasien gagal
jantung kongestif, http://eprint.ums.ac.id Diakses tanggal 10 Mei 2017 jam
17.20 wib
35