Вы находитесь на странице: 1из 16

Perspektif Vol. 14 No. 2 /Des 2015.

Hlm 135 -150


ISSN: 1412-8004

PROSPEK PENGEMBANGAN
AGROFORESTRI BERBASIS KOPI DI INDONESIA
Prospects of Agroforestry Development Based on Coffee in Indonesia

HANDI SUPRIADI dan DIBYO PRANOWO


Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Indonesian Research Institute for Industrial and Beverage Crops
Jalan Raya Pakuwon Km 2, Parungkuda, Sukabumi 43357, Indonesia
E-mail: handibalittri@gmail.com

Diterima: 04 Agustus 2016; Direvisi: 30 Oktober 2015; Disetujui: 10 November 2015

ABSTRAK ABSTRACT

Keterbatasan lahan pertanian mendorong masyarakat/ Limitations of agricultural land to encourage people/
petani membuka lahan baru di kawasan hutan, farmers open up new land in forest areas, by felling
dengan cara menebang dan membongkar tanaman tree forests and forcing open plants and burning the
hutan serta membakar sisa-sisa tanaman dan semak remains of plants and shrubs as a result of land being
belukar, akibatnya lahan menjadi kritis. Salah satu serious critical. One effort to over come the problem is
upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah through the implementation of a coffee-based
melalui penerapan sistem agroforestri berbasis kopi. agroforestry systems. Role-based on agroforestry coffee
Agroforestri berbasis kopi yang sudah dikembangkan
farmers that have been developed, by farmers involve
petani berperan dalam : (1) Konservasi lahan, air dan
on (1) Conserve land, water and biodiversity, (2) Add
keanekaragaman hayati, (2) Penambahan unsur hara
of nutrients lands, (3) Control of microclimate, (4) Add
lahan, (3) Pengendalian iklim mikro, (4) Penambahan
of carbon stocks (5) Suppress pests and diseases, and
cadangan karbon (5) Menekan serangan hama dan
penyakit dan (6) Peningkatan pendapatan petani. (6) Enhancement to the income of farmers. Coffee-
Agroforestri berbasis kopi telah dipraktekkan oleh based agroforestry has been practiced by farmers in
petani pada berbagai wilayah di Indonesia, various regions in Indonesia, including in West
diantaranya di Lampung Barat (pola hutan Lampung (patterns of community forestry and forest
kemasyarakatan dan hutan desa), Jawa Barat dan Jawa villages), West Java and Central Java (forest
Tengah (pola pengelolaan hutan bersama masyarakat). management with communities). Challenge/problems
Tantangan/masalah yang dijumpai pada agroforestri encountered in the coffee-based agroforestry include
berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat pengetahun (1) The level of knowledge of farmers on the cultivation
petani tentang budidaya agroforestri berbasis kopi of coffee-based agroforestry still low, (2) Lack of
yang masih rendah, (2) Terbatasnya modal usaha dan venture capital and (3) The uncertainty of the status of
(3) Ketidakpastian status lahan usaha. Upaya untuk business land. Efforts to overcome these problems can
mengatasi masalah tersebut dapat dilalukan melalui through training and mentoring cultivation
pelatihan dan pendampingan teknologi budidaya, technology, venture capital assistance and legal
bantuan modal usaha dan kepastian hukum status certainty of land status. Development direction of
lahan. Pengembangan agroforesti berbasis kopi
coffee-based agroforestry can be done conduct of
diarahkan pada dikawasan hutan milik Perum
region-owned Perum Perhutani, community forestry
Perhutani, hutan kemasyarakan (HKm) dan hutan
(CF) and village forest (VF) which covers each
desa (HD) yang luasnya masing-masing 2.250.172;
2.250.172; 2.500.000 and 500.000 ha. This paper aims to
2.500.000 dan 500.000 ha. Makalah ini bertujuan untuk
mengidentifikasi peran agroforestri berbasis kopi identify the role of coffee-based agroforestry on the
terhadap lingkungan, dan ekonomi petani serta environment, and the economy of farmers and
prospek pengembangannya di Indonesia. development prospect in Indonesia.

Kata kunci: Tanaman kopi, agroforestri, tanaman Keywords: Coffee sp., agroforestry, shade plants,
penaung, lingkungan, pendapatan, environment, income, development
pengembangan

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 135


PENDAHULUAN 62,54 dan 23,6% (Bahrami et al., 2010; Oksana et
al., 2012; Nugroho et al., 2013) serta meningkatkan
Laju konversi lahan pertanian mencapai kerapatan tanah sebesar 29% (Bahrami et al.,
100.000 ha/tahun, sedangkan kemampuan 2010). Alih guna lahan juga meningkatkan erosi
pemerintah mencetak lahan pertanian baru hanya dari 288,6 kg/ha (hutan alam) menjadi rata-rata
40.000 ha/tahun, akibatnya lahan pertanian 1534,76 kg/ha (kebun kakao, jagung, kacang
luasnya semakin meyempit. Dengan tanah, pisang (Musa sp.) dan ubikayu (Manihot
bertambahnya jumlah penduduk, maka esculenta) (Hidayat et al., 2012). Sementara itu
penguasaan lahan oleh petani luasnya semakin stok karbon lahan menurun dari rata-rata 278,29
berkurang. Jika pada tahun 2012, luas ton C/ha (hutan alam) menjadi 148,76 ton C/ha
penguasaan lahan per petani mencapai 0,22 ha, (kebun kakao monokultur) (Muhardi et al., 2012).
diperkirakan pada tahun 2050 akan menurun Lahan kritis akibat alih guna lahan hutan di
menjadi 0,18 ha. Kondisi ini akan menyebabkan Indonesia pada tahun 2011 (tanpa DKI Jakarta)
kesejahteraan petani semakin berkurang, karena seluas 27.294.842 ha, yang terdiri dari lahan kritis
pada lahan yang sempit usahatani menjadi tidak 22.025.581 ha dan sangat kritis 5.269.260 ha
efisien (Kementerian Pertanian, 2015). (Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah
Akibat semakin menyempitnya lahan Aliran Sungan dan Perhutanan Sosial, 2014).
pertanian, dan penguasaan lahan oleh petani, Salah satu upaya untuk mengatasi
mendorong petani/masyarakat mencari lahan kebutuhan akan lahan pertanian dengan tetap
baru di kawasan hutan, sehingga memacu mempertahankan fungsi hutan dan lingkungan
peningkatan jumlah penduduk yang berada di adalah melalui penerapan sistem agroforestri.
dalam maupun di sekitar kawasan hutan. Jika Dengan penerapan agroforestri diharapkan
pada tahun 2004 jumlah rumah tangga di dalam mampu menjadi media untuk meningkatkan
maupun disekitar kawasan hutan mencapai kesejahteraan petani sekaligus mengatasi
7.804.970 rumah tangga pada tahun 2014 masalah global, seperti penurunan kualitas
meningkat menjadi 8.643.228 rumah tangga lingkungan, kemiskinan, dan pemanasan global
(Badan Pusat Statistik, 2015). (Sabarnurdin et al., 2011 dalam Firdaus et al., 2013;
Penduduk di dalam dan di sekitar kawasan Lestari dan Premono, 2014).
hutan menunjang hidupnya dengan melakukan Model agroforestri yang sudah berkembang
pembukaan lahan hutan untuk dijadikan lahan di Indonesia salah satunya yaitu agroforestri
tanaman pangan seperti padi (Oryza sativa), berbasis kopi. Model agroforestri ini mampu
jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis menyediakan layanan ekosistem yang hampir
hypogaea) seta tanaman perkebunan seperti kopi sama dengan hutan dan pada saat yang sama
(Coffea sp.), kakao (Theobroma cacao), dan lada dapat memenuhi kepentingan sosial, ekonomi
(Piper nigrum). Pembukaan lahan hutan dan ekologi (konservasi) (Prasmatiwi et al., 2010;
umumnya dilakukan dengan cara penebangan Haggar et al., 2011; Taugourdeau et al., 2014).
tanaman hutan dan pembakaran gulma dan sisa- Makalah ini bertujuan untuk mengiden-
sisa tanaman hutan, sehingga lahan hutan tifikasi peran agroforestri berbasis kopi terhadap
menjadi rusak (kritis) karena kehilangan lingkungan, dan ekonomi petani serta prospek
penutupan vegetasinya. Kondisi ini pengembangannya di Indonesia.
mengakibatkan fungsi hutan sebagai penahan air,
pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim
DEFINISI DAN PERAN AGROFORESTRI
mikro dan retensi karbon semakin berkurang.
BERBASIS KOPI
Alih fungsi lahan (konversi) dari lahan
hutan menjadi lahan perkebunan/pertanian
Definisi
mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan
bahan organik, nitrogen total (N-total), Definisi agroforestri yang dipopulerkan oleh
magnesium (Mg), natrium (Na) dan porositas World Agroforestry Centre (ICRAF) yaitu:
tanah masing-masing sebesar 33,33; 0,23; 0,13; Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk

136 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


sistem penggunaan lahan, yang dalam hara, modifikasi iklim mikro, penambahan
prakteknya tanaman keras berkayu ditanam cadangan karbon, menekan serangan hama dan
bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau penyakit kopi dan peningkatan pendapatan
hewan, dalam suatu unit pengelolaan lahan yang petani. Selain itu agroforestri berbasis kopi juga
sama. Terintegrasi dalam suatu bentuk berperan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan
pengaturan spasial atau urutan temporal. Di iklim. Adaptasi perubahan iklim pada
dalamnya terdapat interaksi faktor ekologi agroforestri berbasis kopi diwujudkan dalam
dengan ekonomi antara komponen tanaman bentuk konservasi lahan, air dan biodiversitas
berkayu dan non kayu (Lundgren, 1982 dalam serta pengendalian iklim mikro, sedangkan
Firdaus et al., 2013) mitigasi dalam bentuk penambahan cadangan
Menurut Nair (1993) dalam Firdaus et al. karbon sehingga emisi CO2 dapat dikurangi
(2013), definisi terebut mengandung pengertian : (Hairiah dan Ashari, 2013).
1. Agroforestri setidaknya melibatkan dua atau
lebih spesies tanaman yang salah satu Konservasi Lahan
diantaranya adalah tanaman berkayu, Agroforestri berbasis kopi dapat
2. Luaran (output) yang diperoleh dari sistem mengurangi laju aliran permukaan dan erosi
agroforestri lebih dari satu tanah. Hasil penelitian Dariah et al. (2004)
3. Siklus yang terjadi pada sistem agroforestri menunjukkan bahwa tingkat aliran permukaan
selalu lebih dari satu tahun, (46,36 mm) dan erosi (1,29 ton/ha) pada
4. Proses ekologi dan ekonomi dalam sistem agroforestri berbasis kopi lebih rendah
agroforestri lebih kompleks dibanding sistem dibandingkan kopi monokultur yang mempunyai
monokultur. aliran permukaan dan erosi masing-masing 53,25
Menurut Sardjono (2003), terdapat tiga tipe mm dan 1,50 ton/ha. Bahkan Utami (2011)
utama dalam sistem agroforestri yaitu : melaporkan aliran permukaan pada sistem
agrisilvikultur: mengkombinasikan tanaman agroforestri berbasis kopi lebih rendah dari lahan
berkayu dan tanaman pertanian dalam satu terbuka dan hutan (Tabel 1). Masnang et al.
hamparan lahan, silvopastura: mencakup (2014) juga melaporkan bahwa tingkat erosi pada
pengembangan ternak pada areal padang rumput agroforestri berbasis kopi 67,67% lebih rendah
bersama-sama dengan tanaman berkayu dan dibandingkan erosi pada tanaman jagung
agrosilvopastura: mencakup tiga kategori monokultur. Hanisch et al. (2011) melaporkan
campuran yaitu tanaman berkayu, tanaman bahwa dengan berkurangnya tingkat aliran
pertanian dan ternak. permukaan dan erosi, maka pencucian unsur
Salah satu bentuk agrisilvikultur adalah harapun semakin rendah.
agroforestri berbasis kopi, yang dikelompokkan
ke dalam dua sistem, yaitu sistem agroforestri Tabel 1. Aliran permukaan dan erosi pada
multistrata dan agroforestri sederhana. Kopi agroforestri berbasis kopi, hutan dan
multistrata atau kompleks yaitu tanaman kopi lahan terbuka di Bandung Selatan,
yang ditanam dengan menggunakan lebih dari tahun 2010-2011.
lima jenis tanaman penaung sedangkan pada Aliran
agroforestri sederhana menggunakan kurang dari Erosi
Perlakuan Permukaan
(ton/ha)
lima jenis tanaman penaung. Basal area (luas (mm)
lahan yang ditutupi tanaman) pada kedua sistem Agroforestri
42,66 1,53
berbasis kopi
agroforestri tersebut kurang dari 80% (Hairiah,
Hutan 51,43 4,08
2010). Lahan terbuka 106,22 56,00
Sumber : Utami (2011)
Peran
Agroforestri berbasis kopi mempunyai
peran dalam konservasi tanah, air dan
keanekaragaman hayati, penambahan unsur

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 137


Tabel 2. Kadar air pada berbagai sistem tanam kopi dan kedalaman tanah di Espirito Santo, Brasil
Kadar Air (%)
Sistem Tanam
0-10 cm 10-20 cm 20-40 cm 40-60 cm
Hutan Sekunder 8,78 9,85 10,81 14,23
Kopi tanpa tanaman penaung 8,16 8,65 10,41 9,98
Agroforestri Kopi + Inga sessilis 14,87 14,23 15,21 18,03
Agroforestri Kopi + Inga sessilis 15,84 14,69 14,13 18,13
+ Leucaena leucocephala
Agroforestri Kopi + Toona ciliata. 17,75 19,36 20,17 20,10
Sumber : Guimares et al. (2014)

Konservasi Air dibandingkan kopi monokultur (Evizal et al.,


Peyerapan air pada agroforestri berbasis 2012b).
kopi lebih tinggi dibandingkan kopi monokultur,
sehingga ketersediaan air pada agroforestri Penambahan Unsur Hara
berbasis kopi lebih besar, terutama pada kedalam Kandungan unsur N pada agroforestri kopi
tanah 100 200 cm (Cannavo et al., 2011). multistrata dan sederana masing-masing
Guimares et al. (2014) melaporkan bahwa kadar mencapai 13,22 dan 15,70% dan unsur karbon (C)
air tanah pada sistem agroforestri berbasis kopi masing-masing 3,90 dan 4,80%, sedangkan pada
lebih tinggi dibandingkan kopi monokultur kopi monokultur unsur N dan C masing-masing
(tanpa naungan) maupun hutan sekunder (Tabel hanya mencapai 12,30 dan 3,60% (Qifli et al.,
2). Pada sistem agroforestri kopi multistrata 2014). Unsur posfor (P) dan kalium (K) pada
kadar airnya dapat mencapai 49,10% (Maharahi agroforestri kopi masing-masing 5, 44 dan 3,15
et al, 2013). ppm sedangkan pada kopi monokultur tidak
terdapat unsur P dan unsur K nya 3,08 ppm
Konservasi Keanekaragaman Hayati (Ebisa, 2014).
Sistem Agroforestri berbasis kopi merupa- Total unsur hara makro (N, P,K, kalsium
kan habitat bagi satwa liar (Williams-Guillen dan (Ca), Mg dan sulfat (SO4) yang potensial dapat
Perfecto, 2010; Philpott dan Bichier, 2012), dikembalikan ke lahan agroforestri berbasis kopi
Keanekaragaman mamalia pada agroforestri yang berasal dari tanaman penaung waru,
berbasis kopi 5% lebih besar dibandingkan kopi (Hibiscus tiliaceus), lamtoro (Leucaena sp.), sengon
monokultur (Caudill et al., 2014). Agroforestri varietas Solomon (Paraserianthes falcataria var.
berbasis kopi dapat memberikan kelembaban Solomon), jati (Tectona grandis), mindi (Melia
udara yang sesuai untuk semut terutama di azedarach) dan sengon (Paraserianthes falcataria)
musim kemarau (Teodoro et al., 2010). Menurut masing-masing sebesar 387,86; 274,34; 272,10;
Armbrecht dan Gallego (2007) semut merupakan 244,26; 208,44 dan 128,23 g/pohon/tahun
musuh alami/predator penggerek buah kopi (Prawoto, 2008). Evizal et al. (2012a) melaporkan
(Hypothenemus hampei). Dalam 5 hari semut bahwa tanaman penaung gamal/glirisidia
dapat membunuh 74-99% dari populasi (Gliricidia sepium) dapat menyumbang serasah, N,
Hypothenemus hampei. P dan K pada lahan agroforestri berbasis kopi
Bonfim et al. (2010), melaporkan bahwa masing-masing sebesar 2,270; 60,94; 3,11 dan
jumlah spora jamur mikoriza arbuskular 32,28 kg/ha, tanaman penaung dadap (Erythrina
(Arbuscular Mycorrhizal Fungi) pada agroforestri glauca) masing-masing 3,976; 120,49; 7,07 dan
kopi dengan Grevillea robusta, jumlahnya dua kali 59,63 kg/ha dan tanaman cempaka (Michelia
lipat dibandingkan kopi monokultur. Begitu juga champaca) 5,245; 66,48; 8,49 dan 72,24 kg/ha.
denga bakteri tanah yang berfungsi dalam siklus
unsur hara dan fiksasi N pada agroforestri Pengendalian Iklim Mikro
berbasis kopi populasinya 22% lebih tinggi Agroforestri berbasis kopi dapat
mengurangi kecepatan angin rata-rata 35%, suhu

138 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


Tabel 3. Cadangan karbon pada lahan dengan berbagai sistem tanam di Malang, tahun 2009-2011
Sistem Tanam Biomass Tumbuhan Nekromasa Akar Tanah Total
Pohon Bawah (ton C/ha) (ton C/ha) 0-30 cm (ton C/ha)
(ton C/ha) (ton C/ha) (ton C/ha)
Hutan Primer 140,2 0,6 12,3 35,1 106,9 295,0
Hutan Sekunder 68,5 1,1 12,0 17,1 60,1 158,8
Agroforestri Sederhana 38,8 2,2 5,6 9,7 70,5 126,8
Agroforestri Multistrata 51,5 1,8 4,2 12,9 68,9 139,2
Sumber : Sari dan Hairiah (2012)

udara 1,2 1,4oC dibandingkan kopi monokultur nilainya hanya sekitar 0,5 ton C/ha/tahun.
(tanpa tanaman penaung (Pezzopane et al., 2011). Dengan demikian time averaged C stock untuk
Bahkan menurut Pezzopane et al. (2010) agroforestri berbasis kopi dan kopi monokultur
penurunan suhu udara dapat mencapai 2,2 0C diduga sekitar masing-masing 41 ton C/ha dan
pada agroforestri kopi dengan tanaman 12,5 ton C/ha/tahun.
makadamia (Macadamia integrifolia Maiden and Hasil penelitian Sari dan Hariah (2012)
Betche). Suhu tanah, dan suhu daun kopi pada menunjukkan bahwa cadangan karbon pada
agroforestri berbasis kopi masing-masing 19,7; agroforestri sederhana dan agroforestri multi
24,20C lebih rendah dibandingkan kopi strata berbasis kopi nilainya hanya masing-
monokultur yang mencapai masing-masing 20,8; masing 42,98 dan 47,19% dari cadangan karbon
28,1 0C. (Bote dan Struik, 2011). hutan primer, sedang terhadap cadangan karbon
hutan sekunder nilainya masing-masing dapat
Penambahan Cadangan Karbon mencapai 79,85 dan 87,66% (Tabel 3).
Hergoualch, et al. (2012), melaporkan bahwa
cadangkan karbon pada kopi monokultur di Menekan Serangan Hama dan Penyakit
Costa Rica sebesar 14,1 ton C/ha dan pada Agroforestri berbasis kopi dapat
agroforestri kopi dengan Inga densiflora dapat menurunkan penyakit buah hijau kopi, yang
mencapai 32,4 ton C/ha, sedangkan di Mexico disebabkan oleh Colletotrichum kahawae. Penyakit
agroforestri kopi dengan Inga spp. dapat tersebut merupakan kendala utama untuk
mencapai 154,30 ton C/ha (Soto-Pinto dan Davila, budidaya kopi Arabika di Afrika, yang dapat
2015). Agroforestri kopi dengan penaung menyebabkan kerugian panen 60% (Bedimo, et
tanaman kayu, obat dan buah di Gutemala dapat al., 2008). Hasil penelitian Sribawa et al. (2010)
menghasilkan stok karbon 127,62 ton C/ha menunjukkan bahwa sistem agroforestri berbasis
(Schmitt-Harsh et al., 2012) kopi dengan tingkat naungan di atas 40% dapat
Cadangan karbon untuk beberapa wilayah menurunkan kelimpahan nematoda parasit.
di Indonesia, pada agroforestri multistrata
berbasis kopi rata-rata adalah 43 ton C/ha, Peningkatan Pendapatan
agroforestri sederhana (naungan tunggal) Pendapatan dari nilai ekonomi sistem
berbasis kopi lahan milik petani dan kebun agroforestri lebih besar dari pendapatan non
percobaan masing-masing adalah 23 dan 38 ton agroforestri (Rachman, 2011). Kopi yang
C/ha. Sedang pada lahan kopi monokultur diusahakan secara monokultur (tanpa naungan)
cadangan karbonnya rata-rata hanya 13 ton C/ha hanya memberikan nilai NPV (Net Present Value)
(Hairiah dan Rahayu, 2010). Rp. 13.594.616/ha, BCR (Benefit Cost Ratio) 1,31
Selanjutnya Hairiah dan Rahayu (2010) dan IRR (Internal Rate Return) 22,08% sedangkan
melaporkan bahwa laju pertumbuhan cadangan jika diusahakan dalam sistem agroforestri
karbon pada agroforestri multistrata berbasis sederhana berbasis kopi, agroforestri multistrata
kopi berkisar 0,9 1,86 ton C/ha/tahun dan kayu-kayuan berbasis kopi dan agroforestri
agroforestri sederhana milik petani dan di kebun multistrata multiguna berbasis kopi memberikan
percobaan masing-masing 0,79 dan 2, 8 ton nilai NPV masing-masing sebesar Rp.14.136.907,
C/ha/tahun. Untuk lahan kopi monokultur

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 139


Rp.14.894.276 dan Rp.18.759.216/ha; BCR masing- per bulan) hanya terjadi 1-3 bulan per tahun
masing 1,32; 1,34 dan 1,42 dan IRR masing- (Ditjenbun, 2014).
masing 22,55; 22,79 dan 25,07% (Prasmatiwi et al., Lahan untuk tanaman kopi mempunyai
2010). kemiringan kurang dari 30% dengan kedalaman
Usahatani agroforestri berbasis kopi di tanah efektif lebih dari 100 cm. Kemasaman tanah
kawasan hutan milik Perum Perhutani (kopi + (pH) untuk kopi Robusta dan Arabika 5,5 6,5
pinus (Pinus merkusii)) di Kabupaten Bandung sedangkan untuk kopi Liberika 4,5 6,5
Barat, Jawa Barat pada skala usaha di bawah 0,5; (Ditjenbun, 2014). Unsur hara P, K, Ca, dan Mg
0,5 1,0 dan di atas 1,0 ha diperoleh nilai NPV yang diperlukan kopi Robusta masing-masing
masing-masing sebesar Rp.59.296.855; Rp. 6,0; 0,4; 0,89 dan 0,8 cmol/kg tanah (Iloyanomon
68.174.726 dan Rp. 38.874.948/ha, BCR masing- et al., 2011)
masing sebesar 9,68; 12,04 dan 5,66 dan IRR Pengembangan kopi Robusta di Indonesia
masing-masing sebesar 37; 40 dan 29% (Fadli, ternyata tidak terbatas pada daerah dengan
2014). ketinggian 100 600 m dpl saja, pada daerah
Agroforestri multistrata kopi + kakao + tertentu seperti di Sumber Jaya, Lampung Barat
pisang + cengkeh (Eugenia aromatica) + kelapa dan Kota Pagaralam kopi Robusta dapat tumbuh
(Cocos nucifera) di Bali menghasilkan pendapatan dan berproduksi dengan baik pada ketinggian
Rp. 34.500.951 dengan R/C ratio 5,91. (Hariyati, 900 1250 m dpl (Evizal et al., 2010). Agar
2013), sedangkan kopi + alpukat (Persea diperoleh hasil yang optimal dalam agroforestri
americana) + durian (Durio zibethinus) + cengkeh + berbasis kopi maka tanaman penaung yang
tanaman semusim dapat memberikan pada digunakan harus mempunyai syarat tumbuh
petani Bondowoso sebesar Rp. 21.483.580 dengan yang sama dengan tanaman kopi.
R/C rasio 2,76. Asmi et al. (2013) melaporkan
agroforestri multistrata kopi + kakao + waru + Budidaya
dadap + kayumanis (Cinamomum mercusii) +
Bahan Tanam
kelapa di Pasawaran, Lampung dapat
menghasilkan keuntungan pada petani sebesar 1. Tanaman kopi
Rp. 10.122.577. Bahan tanam kopi yang dianjurkan adalah
varietas/klon unggul yang penanamannya
disesuaikan dengan kondisi lingkungan tumbuh
KERAGAAN AGROFORESTRI BERBASIS (tinggi tempat dan tipe iklim). Klon kopi Robusta
KOPI DI INDONESIA dan varietas kopi Arabika anjuran terdapat pada
Tabel 4 dan 5. Untuk kopi Liberika, klon yang
Kesesuaian Lahan dan Iklim dianjurkan untuk dikembangkan adalah klon
Liberika Tungkal Komposit (Libtukom)
Tanaman kopi yang banyak ditanam oleh
(Ditjenbun, 2014).
petani di Indonesia adalah kopi Robusta (Coffea
Laporan Hulupi (2014) menunjukkan bahwa
canephora) dan Arabika (Coffea arabica) serta
varietas kopi Arabika yang sesuai ditanam
sebagian kecil kopi Liberika (Coffea liberica). dibawah tegakan tanaman hutan (leda
Daerah yang sesuai untuk pengembangan kopi (Eucalyptus deglupta Bl.) dan suren (Toona sureni
Robusta berada pada ketinggian 100 600 m dpl, Merr.)) adalah varietas Sigarar Utang dan S 795.
dengan suhu udara 21 24 oC, untuk kopi Di daerah Pangalengan, Jawa Barat (ketinggian
Arabika pada ketinggian 1.000 2.000 m dpl tempat 1.300 m dpl), kopi Sigarar Utang yang
dengan suhu udara 15 - 25 oC, sedangkan untuk ditanam di bawah tegakan tanaman hutan (leda
kopi Liberika pada ketinggian 0 900 m dpl dan suren) dengan pola pengelolaan hutan
dengan suhu udara 21 30 oC. Jumlah curah bersama masyarakat (PHBM), mempunyai
hujan yang diperlukan oleh ketiga jenis kopi respon yang paling baik dibandingkan kopi
tersebut sama yaitu 1.250 2.500 mm per tahun Arabika Catimor Jaluk, Arabusta Timtim dan
dan bulan kering (curah hujan di bawah 60 mm Andungsari 1.

140 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


Tabel 4. Komposisi klon kopi Robusta anjuran
sesuai dengan tipe iklim dan
ketinggian tempat di Indonesia
produksi dan ketahanan terhadap karat daunnya
Komposisi Klon
Tipe
Tinggi Tempat Tinggi Tempat
sama dengan S 795, namun kopi ini tidak disukai
Iklim* konsumen (Hulupi, 2014).
di Atas 400 m dpl di Bawah 400 m dpl
Berdasarkan hasil survey, di daerah
Klon BP 42 : BP 234 : Klon BP 42 : BP 234 :
A atau Pagaralam, Sumatera Selatan terdapat beberapa
BP 358 : SA 237 = 1 : BP 409 =
B
1:1:1 2:1:1 klon kopi Robusta unggul yang ditanam petani
Klon BP 409 : BP 42 : Klon BP 42 : BP 234 : sejak 50 tahun yang lalu. Klon unggul lokal
C atau tersebut diberi nama sesuai dengan nama
BP 234 = BP 288 : BP 409 = 1 : 1
D
2:1:1 :1:1 penemunya seperti kopi Panji, kopi Bastian dan
Keterngan : * Menurut Schmidt dan Ferguson kopi Rakiman yang ditemukan oleh petani
Sumber : Ditjenbun (2014)
bernama Panji, Bastian dan Rakimin. Ketiga jenis
klon tersebut disukai petani karena produksinya
Tabel 5. Pemilihan varietas kopi Arabika
tinggi (di atas 1,5 ton/ha), produksinya stabil dan
anjuran sesuai ketinggian tempat di
tahan terhadap hama dan penyakit utama kopi
Indonesia
(nematoda dan karat daun). Kopi yang diusahan
Tinggi Tempat Varietas Anjuran petani di daerah ini umumnya menggunakan
Penanaman Tipe Iklim Tipe Iklim tanaman penaung antara lain lamtoro, glirisidia,
(m dpl) A atau B C atau D
alpukat, karet (Havea brasiliensis), sengon dan
700 1.000 S 795 S 795
1.000 AS 1, Gayo 1, S 795, USDA 762, cempaka.
Gayo 2, Sigarar AS 1, Gayo 1, AS Petani di daerah Garut Jawa Barat, sejak
Utang, AS 2K 2K tahun 2010 mengembangkan kopi Arabika buah
1.250 AB 3, AS 1, Gayo AB 3, S 795,
kuning. Keunggulan kopi jenis ini selain
1, Gayo 2, Sigarar USDA 762, AS 1,
Utang, AS 2K AS 2K produksinya tinggi (di atas 1,7 ton ha/tahun) dan
Sumber : Ditjenbun (2014) stabil, buah kopinya mudah dikupas dan
citarasanya tergolong excellent (skor di atas 80),
dan yang menarik kopi Arabika tersebut
Agroforestri kopi dengan tanaman berkayu
mempunyai harga jual yang lebih tinggi
seperti jati, sengon, mindi, dan tisuk (Hibiscus
dibandingkan kopi Arabika lainnya seperti Si
macrophyllus) berpengaruh terhadap karakter
garar Utang, S 795, dan Kartika. Kopi Arabika
fisik biji kopi Robusta, semakin tinggi tingkat
buah kuning dalam bentuk gelondong (buah)
naungan maka persentase biji tunggal dan biji
dijual dengan harga Rp. 7.000 per kg dan dalam
hampa meningkat. Persentase biji kopi tunggal
bentuk biji harganya mencapai Rp. 90.000 per kg,
dan hampa/kosong tertinggi terdapat pada klon
BP 939 sedangkan terendah pada klon BP 936 sedangkan kopi Arabika jenis lain dalam bentuk
(Prawoto dan Yuliasmara, 2011). buah dan biji kering harganya hanya masing-
Varietas S 795 yang ditanam di bawah masing Rp, 600 dan Rp. 80.000 per kg. Tanaman
tegakan tanaman hutan di Tana Toraja Sulawesi penaung untuk kopi Arabika buah kuning di
Selatan, mempunyai produksi yang cukup tinggi, Garut diantaranya adalah pinus dan leda.
citarasa yang excellen dan tahan terhadap
penyakit karat daun, lebih disukai petani 2. Tanaman penaung
dibandingkan Catimor dan Arabusta Timtim. Tanaman penaung pada budidaya tanaman
Walaupun Catimor mempunyai potensi produksi kopi berperan dalam menunjang keberlanjutan
paling tinggi namun agak rentan terhadap karat usahatani kopi, yaitu mempertahankan produksi
daun sehingga produksinya tidak stabil karena dalam jangka panjang (di atas 20 tahun) dan
sering mengalami over bearing. Begitu juga mengurangi kelebihan produksi (over bearing) dan
dengan Arabusta Timtim, walaupun potensi mati cabang (DaMatta et al., 2007).

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 141


A B C
Gambar 1. Agroforestri kopi dengan penaung (A) glirisidia (legum) di Pagaralam, (B) cengkeh (tanaman
perkebunan) di Bandung Barat, dan (B) suren (tanaman hutan) di Bandung Selatan pada tahun
2015. (Sumber: Handi Supriadi)

Pada tanaman kopi tanpa penaung, selama


periode pembungaan terjadi peningkatan
penyerapan karbohidrat oleh daun dan cabang
untuk menunjang proses pembentukan
pembuahan. Akibatnya akar, cabang dan daun
mengalami kerusakan. Dengan adanya tanaman
penaung proses pematangan buah di perlambat
sehingga dapat mengurangi over bearing dan
kerusakan pada akar, daun dan cabang
(Muschler, 2001 dalam Bote dan Struik, 2011;
Ricci et al., 2011).
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan
ekonomi, tanaman penaung yang digunakan Gambar 2. Agroforestri kopi dengan penaung
petanipun semakin bervariasi mulai dari alpukat (tanaman buah) di
tanaman buah-buahan antara lain alpukat, Pagaralam, tahun 2015. (Sumber:
mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium Handi Supriadi)
guajava), pisang, pepaya (Carica papaya),
rambutan (Nephelium lappaceum), jengkol
(Archidendron jiringa), nangka (Arthocarpus diperlukan, sehingga intensitas cahaya yang
heterophyllus), durian, cempedak (Arthocarpus masuk sesuai untuk tanaman kopi. Tanaman
integra), sukun (Arthocarpus sp.), petai (Parkia kopi muda memerlukan tingkat naungan
speciosa), markisa (Passiflora edulis) dan jeruk berkisar 3566% untuk menunjang pertumbuhan-
(Citrus sp.); tanaman perkebunan seperti karet nya (Baliza et al., 2012; Sobari et al., 2012),
kayu manis, cengkeh, kemiri (Alleurites sedangkan pada tanaman kopi yang sudah
moluccana), kakao, kelapa, pala (Myristica fragrans berproduksi (umur di atas empat tahun) tingkat
dan melinjo (Gnetum gnemon); sampai tanaman naungan yang diperlukan berkisar 3050% (Ricci
penghasil kayu/tanaman hutan seperti pohon et al., 2011; Fathurrohmah, 2014). Salah satu cara
kertas (Gmelina arborea), kayu afrika (Myopsis untuk menentukan tingkat naungan adalah
eminii), mahoni (Swietenia mahogani), leda, suren, dengan pengaturan jarak tanam/populasi
jati, cempaka, rasamala (Altingia excelsa), dan tanaman penaung.
pinus, (Evizal et al., 2010; Soeharto et al., 2011, Penampilan argroforestri kopi dengan
Utami, 2011; Asmi et al., 2013; Fathurrohmah, tanaman legum, kopi dengan tanaman
2014; Hulupi, 2014; Ayu et al., 2015) perkebunan, kopi dengan tanaman buah dan
Pengaturan jarak tanam penaung harus kopi dengan tanaman hutan (berkayu) terdapat
disesuaikan dengan tingkat naungan yang pada Gambar 1 A, B, C, dan Gambar 2.

142 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


Pertumbuhan, Produksi, Mutu dan Citarasa panen) menghasilkan biji kopi Arabika yang
Kopi lebih rendah dibandingkan kopi tanpa penaung,
namun pada panen berikutnya (umur empat,
Beberapa hasil penelitian menunjukkan lima dan enam tahun setelah tanam),
bahwa eksudat dari akar tanaman ramayana produktivitasnya melampaui kopi Arabika tanpa
(Cassia spectabilis), johar (Cassia siamea) dan penaung (Gambar 3).
durian, serta ekstrak daun Eucalyptus globulus,
Albizia gummifera dan Cordia africana dapat
menghambat pertumbuhan tanaman kopi. 3000

Produktivitas
Diuduga tanaman tersebut mengeluarkan
2000
Kopi Tanpa

(kg/ha)
senyawa alelopati seperti coumarik, gallik, gentisik,
katekol, vanilat dan asam hidroksibenzoat syringik 1000 Penaung
(Prawoto et al., 2006; Hunde et al., 2014). 0 Kopi Dengan
Dampak tanaman penaung pada tanaman 3 4 5 6 Penaung
kopi diantaranya adalah : (1) Memperlambat Umur Tanaman (tahun)
pematangan buah, (2) Meningkatkan luas daun
dan jumlah cabang bawah, (3) Menurunkan Sumber : Ricci et al. (2011)
jumlah produksi dompolan buah per cabang, dan
(4) Meningkatkan jarak antar dompolan dan Gambar 3. Pengaruh naungan terhadap produksi
jumlah daun per cabang. Jumlah tanaman kopi kopi Arabika di Rio de Janeiro, Brasil
yang mengalami mati cabang/ranting meningkat
pada tanaman kopi tanpa naungan (Ricci et al., Begitu juga dengan hasil penelitian Evizal
2011). Tanaman kopi Arabika yang (2010) di Lampung (ketinggian tempat 900 m
menggunakan naungan menghasilkan berat biji dpl). Agroforestri kopi Robusta + gamal dan
lebih besar (148 g/1000 biji) dibanding tanpa kopi Robusta + dadap, pada umur tanaman kopi
naungan (134 g/1000 biji) dan kualitas biji yang 3 tiga tahun, produktivitasnya lebih rendah di
lebih baik dibandingkan tanpa naungan (Bote bandingkan kopi Robusta tanpa naungan, tetapi
dan Struik, 2011). ketika umur tanaman kopi 4 16 tahun, biji kopi
Tanaman penaung dapat membuat produksi Robusta yang dihasilkan lebih tinggi
kopi menjadi stabil. Ricci et al. (2011) melaporkan dibandingkan kopi tanpa naungan. Pada
bahwa tanaman kopi Arabika (jarak tanam 2,5 m Agroforestri kopi Robusta + cempaka,
x 0,7 m) dengan tingkat naungan 33%, produktivitas kopi pada umur 3 5 nilainya
menggunakan penaung sementara pisang (Musa selalu lebih tinggi dibandingkan kopi Robusta
sp., var. Prata Comum (jarak tanam 3 m x 5 m), tanpa naungan, tetapi pada umur 15-16 tahun
dan penaung tetap Erythrina verna (jarak tanam 9 produktivitasnya menjadi lebih rendah (Tabel 6).
m 5 m) pada ketinggian tempat 608 m dpl, Produktivitas biji kopi Arabika umur 12
panen pertamanya (umur tiga tahun setelah tahun (jarak tanam 2,5 m x 2,5 m) di bawah

Tabel 6. Produktivitas kopi Robusta pada berbagai tanaman penaung dan tingkat umur di Sumber Jaya,
Lampung, tahun 2007-2010
Umur Tanaman Tanpa Tanaman Penaung
Kopi Penaung (kg/ha)
(tahun) (kg/ha) Gamal Dadap Cempaka
3 465,30 463,30 389,90 557,50
4 1352,40 1637,40 1595,00 1446,10
5 1290,50 1431,10 1573,20 1364,40
15 683,53 805,57 987,50 534,50
16 598,82 839,16 935,54 489,77
Sumber : Evizal et al. (2010)
Keterangan : Jarak tanam kopi 2 m x 2 m dan tanaman penaung 4 m x 4 m

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 143


Tabel 7. Produktivitas kopi Arabika dan kondisi lingkungan pada sistem agroforestri kopi dengan
tanaman penaung leda dan suren di Bandung Selatan, tahun 2014.
Tanaman Tingkat pH C-organik Kapasitas Tukar Produktivitas
Penaung Naungan (%) Kation (kg/ha)
(%) (me/100 g)
Leda 51,13 5,8 3,64 22,04 3.127,17
Suren 30,20 5,6 3,02 21,28 1.173,74
Sumber : Fathurrohmah (2014)

tegakan tanaman penaung leda dan suren yang Rasa kopi yang optimal dapat diperoleh
masing-masing berumur enam tahun (jarak dengan intensitas cahaya sedang, sedangkan
tanam 5 m x 5 m) dapat mencapai di atas 1 kadar kafein tidak secara langsung
ton/ha. Kondisi lingkungan (tingkat naungan mempengaruhi cita rasa kopi Robusta. Intensitas
dan kesuburan tanah) pada sistem agroforestri cahaya tinggi yang masuk ke kebun
tersebut sangat menunjang produksi kopi menyebabkan aroma kopi Robusta yang makin
Arabika (Tabel 7 ) (Fathurrohmah, 2014) kuat, sedangkan untuk membentuk cita rasa
Sistem agroforestri kopi dengan jati terbaik diperlukan intensitas cahaya sedang.
menggunakan jarak tanam baris ganda (3 m x 2,5 Kadar kafein dalam biji kopi berkorelasi positif
m x 18 m), kopi dengan sengon jarak tanam 2,5 dengan intensitas cahaya (Erdiansyah dan
m x 6 m, dan kopi dengan sengon varietas Yusianto, 2012). Hasil uji citarasa pada kopi
solomon jarak tanam baris ganda (3 m x 5 m x Arabika yang berasal dari sistem agroforestri
12,5 m) menghasilkan buah kopi yang lebih kopi dengan tanaman kehutanan di daerah
tinggi pada kopi Robusta umur tahun Pangalengan, Bandung Jawa Barat menunjukkan
dibandingkan sistem agroforestri kopi dengan nilai yang excellen (di atas 80). Kopi dengan nilai
lamtoro jarak tanam 3 m x 2,5 m (rekomendasi) citarasa di atas 80 tergolong kopi spesialti, yang
(Prawoto dan Yuliasmara, 2011) diminati oleh konsumen di luar negeri seperti,
Kadir dan Hayati (2011) melaporkan bahwa Maroko, Jepang dan Australia.
produksi biji kopi dari tanaman kopi umur lima
tahun yang ditanam bersama eucalyptus dan
POTENSI, PELUANG DAN TANTANGAN
kakao di Gowa, Sulawesi Selatan,
produktivitasnya hanya berkisar 99,0 291,50
Sistem agroforestri berbasis kopi, baik yang
kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut karena
sederhana maupun multistrata telah berkembang
populasi kopi/ha hanya 30 50% dari populasi
di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya di
yang seharusnya (1.100 tanaman/ha) (Tabel 8).
Pulau Jawa (terutama Jawa Barat dan Jawa
Tabel 8. Produktivitas kopi pada berbagai sistem Tengah), dan Provinsi Lampung. Di Jawa Barat
agroforestri di Gowa dan Jawa Tengah luas areal agroforestri berbasis
Produksi Produk-
kopi mencapai sekitar masing-masing 20.000
Sistem Agroforestri per pohon tivitas (Bowo, 2011) dan 13.933,5 ha (Witjahjono, 2013),
(kg) (kg/ha) yang umumnya berada di kawasan hutan milik
Eucalyptus 300 pohon/ha Perum Perhutani. Petani di Jawa Barat dan Jawa
0,41 135,30
+ kopi 30% + Kakao 70%
Tengah yang tergabung dalam lembaga
Eucalyptus 300 pohon/ha
0,39 214,50 masyarakat desa hutan (LMDH) diberi
+ kopi 50% + Kakao 50%
Eucalyptus 250 pohon/ha kesempatan uintuk menanam/mengelola kopi di
0,30 99,00
+ kopi 30% + Kakao 70% bawah tegakan tanaman hutan (diantaranya leda,
Eucalyptus 250 pohon/ha suren, pinus, sengon, jati, mahoni dan rasamala)
0,53 291,50
+ kopi 50% + Kakao 50%
Eucalyptus 200 pohon/ha
milik Perum Perhutani selama 20 tahun melalui
0,60 198,00 model pengelolaan hutan bersama masyarakat
+ kopi 30% + Kakao 70%
Sumber : Kadir dan Hayati (2011) (PHBM).

144 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


Perum Perhutani dalam model PHBM maupun di kawasan hutan Sumberjaya,
mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut : Lampung Barat, Lampung layak untuk
(1) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh
kegiatan PHBM, (2) Memberikan pengarahan dan petani kopi lebih besar dibandingkan dengan
melakukan peneguran serta mencabut hak total biaya yang dikeluarkan (Prasmatiwi et al.,
pemanfaatan lahan yang telah diberikan kepada 2010; Fadli, 2014). Penerapan pola agroforestri
petani, (3) Mendapatkan bagian dari bagi hasil berbasis kopi di Jawa Barat yang dilakukan oleh
kopi sesuai kesepakatan, (4) Mendapat bantuan Perum Perhutani beserta petani anggota LMDH,
pengamanan hutan dari petani, (5) Menyediakan mampu mencegah perambahan dan pengrusakan
lahan yang dibutuhkan oleh petani, (6) Mematuhi kawasan hutan oleh penduduk disekitar
semua ketentuan yang telah disepakati dan (7) maupun di luar kawasan hutan (Purwita et al.,
Melakukan kegiatan pembinaan kepada petani. 2009).
Sedangkan hak dan kewajiban petani LMDH Selain itu peluang pengembangan
adalah (1)Memanfaatkan lahan di bawah tegakan agroforestri berbasis kopi ditunjang dengan
hutan yang telah disediakan Perum Perhutani, (2) semakin meningkatnya permintaan kopi
Mengajukan masukan yang konstruktif tentang bersertifikat yang ramah lingkungan. Kopi
pelaksanaan PHBM, (3) Mendapat pembinaan dengan tanaman penaung (agroforestri berbasis
dari Perum Perhutani, (4) Mendapat bagian dari kopi) saat ini dijadikan salah satu syarat dalam
bagi hasil kopi, (5) Ikut memelihara tanaman sertifikasi kopi, seperti sertifikat kopi organik di
pokok kehutanan, (6) Ikut membantu dalam Aceh Tengah, yang dikeluarkan oleh lembaga
pengamanan kawasan hutan, (7) Menyediakan internasional Fair Trade. Dengan sertifikat
bahan tanaman kopi (benih) dan sarana tersebut permintaan kopi organik asal Aceh
pendukung lainnya dan (8) Memberikan Tengah oleh negara-negara Eropa, Jepang dan
sebagian hasil kopi kepada Perum Perhutani dan Amerika Serikat, setiap tahunnya semakin
pihak lain yang bekerja sama. Besaran hasil kopi meningkat (Hakim dan Septian, 2011).
untuk Petani dan Perum Perhutani, masing- Manfaat secara ekonomi dan lingkungan
masing adalah 80 dan 15%, sedangkan sisanya pada agroforestri berbasis kopi akan diperoleh
(5%) dibagikan ke Pengurus LMDH, dan jika dalam usahataninya diterapkan praktek
Pemerintahan Desa masing-masing sebesar 2,5% budidaya yang baik (good agricultural practices
(Anonim 2012 dalam Puspitojati dan Saefudin, (GAP)) seperti (1) Penggunaan klon/varietas kopi
2012) yang sesuai dan (2) Tanaman penaung yang
Luas areal agroforestri berbasis kopi di digunakan mempunyai nilai ekonomi dan tidak
Sumberjaya, Lampung Barat, Lampung mencapai menjadi pesaing serta inang hama serta dan
33.062 ha atau 61% dari luas areal Sumberjaya penyakit bagi tanaman kopi. Selain itu harus
(54.200 ha). Dari 33.062 ha lahan agroforestri ditunjang dengan adanya kelembagaan yang
berbasis kopi, 7.046 ha merupakan agroforestri kuat dan jaminan pasar yang pasti.
sederhana dan 26.016 ha agroforestri Upaya untuk mengoptimalkan manfaat dari
multistrata.(Soeharto et al., 2011). Tanaman agroforestri berbasis kopi dapat dilakukan
penaung yang digunakan dalam agroforestri melalui pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi,
berbasis kopi di Sumberjaya diantaranya penyuluhuhan, pendampingan dan diseminasi
glirisidia/gamal, dadap, cempaka (Evizal et al., tentang GAP agroforestri berbasis kopi. Selain
2012), nangka, durian, alpukat, rambutan, duku itu perlu juga dilakukan penguatan kelembagaan
(Lansium parasiticum), pisang, pepaya, petai dan dan modal usaha serta bantuan sarana dan
jengkol (Soeharto et al., 2011). prasarana dari pemerintah.
Agroforestri berbasis kopi berpeluang untuk Tantangan yang dapat menghambat
dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis pengembangan agroforestri berbasis kopi di
finansial, usahatani agroforestri berbasis kopi Indonesia antara lain :
baik yang terdapat di kawasan hutan milik
1. Masih terbatasnya pengetahuan petani
Perum Perhutani di Bandung Barat, Jawa Barat
tentang budidaya agroforestri berbasis kopi,

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 145


terutama dalam hal pemilihan bahan tanam ARAH PENGEMBANGAN
kopi dan tanaman penaung anjuran, AGROFORESTRI BERBASIS KOPI
pengaturan naungan (jarak tanam) dan
pemeliharaan tanaman (pemangkasan Berdasarkan beberapa hasil penelitian
tanaman kopi dan penaung). Kondisi ini mengenai sistem agroforestri berbasisi kopi yang
menyebabkan produktivitas agroforestri dilakukan oleh petani di Indonesia,
kopi masih tergolong rendah. Oleh karena menunjukkan bahwa sistem tersebut mempunyai
itu peningkatan kemampuan teknologi peran penting dalam menjaga kelestarian
budidaya agroforestri berbasis kopi perlu di lingkungan dan meningkatkan pendapatan
tingkatkan melalui pelatihan atau petani. Namun demikian hasil yang diperoleh
pendampingan teknologi. dari sistem agroforestri berbasis kopi belum
2. Masih terbatasnya modal usaha untuk mencapai optimal, diantaranya disebabkan masih
budidaya agroforestri berbasis kopi, terbatasnya teknologi budidaya yang dihasilkan,
menyebabkan praktek budidaya yang terutama dalam ketersediaan bahan tanam
diterapkan dalam agroforestri berbasis kopi unggul (klon/varietas), jarak dan sistem tanam
tidak sesuai anjuran (tanpa pemupukan dan serta jenis tanaman penaung (tanaman hutan)
pemeliharaan tanaman) akibatnya tanaman yang paling sesuai untuk tanaman kopi. Selain
banyak yang mengalami kerusakan dan itu, belum optimalnya hasil agroforestri berbasis
kematian. Untuk mengatasi masalah kopi juga disebabkan masih terbatasnya
tersebut maka perlu adanya bantuan modal permodalan dan belum jelasnya status tanah
usaha melalui lembaga keuangan (bank atau yang digunakan petani.
koperasi) dengan bunga yang sangat ringan Pengembangan agroforestri berbasis kopi
(di bawah 1% per tahun). diarahkan kepada peningkatan produktivitas,
mutu dan citarasa kopi tanpa
3. Banyak petani yang mengelola agroforestri mengganggu/merusak tanaman penaung dan
berbasis kopi di lahan milik pemerintah lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut
(forest land) baik lahan milik badan usaha diperlukan serangkaian kegiatan penelitian yang
milik negara (Perum Perhutani) maupun difokuskan kepada pemilihan klon/varietas kopi
lahan HKm dan HD. Kondisi ini dan tanaman penaung yang paling sesuai untuk
menyebabkan status lahan yang digunakan agroforestri berbasis kopi (terutama kopi dengan
untuk usahatani agroforestri berbasis kopi penaung tanaman hutan), penerapan jarak serta
menjadi tidak pasti. Jika hal ini tidak sistem tanam yang paling baik untuk
ditangani maka akan menimbulkan konflik agroforestri berbasis kopi dan pemupukan serta
antara petani dan pemerintah. Perlu adanya pengendalian hama dan penyakit yang efisien,
regulasi yang jelas dari pemerintah sehingga efektif serta ramah lingkungan. Program
petani mendapat kepastian hukum tentang pengembangan agroforestri berbasis kopi dapat
status lahan yang dikelolanya. berhasil dengan baik jika mendapat dukungan
dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
Implikasi antisipasi kebijakan ke depan bagi daerah serta komitmen perbankan dalam dalam
pengembangan agroforestri berbasis kopi pemberian modal kepada petani.
diantaranya melalui pembuatan pilot project yang Lahan untuk pengembangan agroforestri
melibatkan semua pihak yang terkait berbasis kopi diarahkan kepada daerah yang
(pemerintah, swasta/pengusaha, perbankan, berada di dalam maupun disekitar kawasan
koperasi dan kelompok tani) dengan penerapan hutan. Kegiatan pengembangan agroforestri
inovasi teknologi terkini yang berorientasi berbasis kopi dapat dilakukan baik melalui
agribisnis dan ramah lingkungan. Pelaksanaan program PHBM Perum Perutani maupun HKm
kegiatan tersebut diserahkan kepada pemerintah dan HD. Dari 2.426.206 ha kawasan hutan yang
daerah (provinsi/ kabupaten/kota). dikelola oleh Perum Perhutani, 2.250.172 ha atau
92,74% disediakan untuk program PHBM

146 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


(Purwanto, 2012; Puwanto et al., 2013), kepada petani (bantuan benih dan sarana
Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan produksi, jaminan harga yang menarik dan
Lingkungan Hidup menargetkan pada akhir 2014 penampungan hasil panen).
menetapkan HKm seluas 2,5 juta ha dan HD
seluas 500.000 ha. (Anonymous, 2014). DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN Armbrecht, I., and M.C. Gallego. 2007. Testing ant
predation on the coffee berry borer in shaded
and sun coffee plantations in Colombia.
Kesimpulan
Entomologia Experimentalis et Applicata 124:
Sistem agroforestri berbasis kopi dalam 261267.
penerapannya menggunakan dua model yaitu Anonymous. 2014. Menhut Diminta Percepat
agroforestri sederhana dan agroforestri Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.
multistrata. Tanaman penaung pada agroforestri http://www.dishut.jabarprov.go.id. [Januari
2015].
berbasis kopi berdampak positif terhadap
Asmi, M.T., R. Qurniati, dan D. Haryono. 2013.
pertumbuhan, produksi, mutu dan citarasa kopi. Komposisi tanaman agroforestri dan
Walaupun belum sepenuhnya menggunakan kontribusinya terhadap pendapatan rumah
teknologi budidaya anjuran, namun agroforestri tangga di Desa Pesawaran Indah Kabupaten
berbasis kopi berperan dalam konservasi lahan, Pesawaran Lampung. Jurnal Sylva Lestari 1(1):
air dan keanekaragaman hayati, menambah 5564.
unsur hara, mengendalikan iklim mikro, Ayu, H.Y., R. Qurniati, dan R. Hilmanto. 2015. Analisis
menambah cadangan karbon, menekan serangan finansial dan komposisi tanaman dalam rangka
penyakit dan meningkatkan pendapatan petani. persiapan pengajuan izin Hkm (Studi Kasus
Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara
Agroforestri berbasis kopi telah
Kabupaten Pringsewu). Jurnal Sylva Lestari
dipraktekkan oleh petani pada berbagai wilayah 3(1): 31-40.
di Indonesia, diantaranya di Lampung Barat Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia 2015.
(pola hutan kemasyarakatan dan hutan desa), Badan Pusat Statistik. Jakarta. hlm 662.
Jawa Barat dan Jawa Tengah (pola pengelolaan Bahrami, A., I. Emadodin, M. R. Atashi, and H. R.
hutan bersama masyarakat) yang luasannya Bork. 2010. Land-use change and soil
masih terbatas, namun secara finansial layak degradation: A case study, North of Iran. Agric.
dilakukan. Arah pengembangan areal Biol. J. N. Am. 1(4): 600-605.
agroforestri berbasis kopi adalah pada kawasan Baliza, D.P., R. L. Cunha, R.J. Guimares, J. P. R. A. D.
Barbosa, F. W. vila, and A. M. A. Passos. 2012.
hutan milik Perum Perhutani, hutan
Physiological characteristics and development
kemasyarakatan dan hutan desa, dengan potensi of coffee plants under different shading levels.
areal pengembangan masing-masing seluas Revista Brasileira de Cincias Agrrias, 7(1):. 37-
2.250.172, 2.500.000 dan 500.000 ha. 43.
Tantangan/masalah yang dijumpai pada Bedimo, J. A. M., I. Njiayouom, D. Bieysse, M. N.
agroforestri berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat Nkeng, C. Cilas, and J. L. Nottghem. 2008.
pengetahun petani tentang budidaya agroforestri Effect of shade on arabica coffee berry disease
berbasis kopi yang masih rendah, (2) Terbatasnya development: toward an agroforestry system to
modal usaha dan (3) Ketidakpastian status lahan reduce disease impact. Phytopathology, 98(12) :
1320-1325.
usaha.
Bonfim, J.A., S.N. Matsumoto, J.M. Lima, F. R. C.F.
Csar, and M.A.F. Santos. 2010. Arbuscular
Saran
mycorrhizal fungi and physiological aspects of
Upaya pencapaian target pengembangan coffee conducted in agroflorestal system and at
(luas tanam dan luas panen), produktivitas dan full sun. Bragantia, Campinas 69(1) : 201-206
Bote, A.D. and P.C. Struik. 2011. Effects of shade on
produksi pada agroforestri berbasis kopi harus di
growth, production and quality of coffee (Coffea
dukung oleh kesiapan teknologi produksi dan
arabica) in Ethiopia. Journal of Horticulture and
dukungan kebijakan untuk memberikan insentif Forestry 3(11) : 336-341.

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 147


Bowo. 2011. Perhutani Panen 15 Ton Gabah Kopi productivity of coffee-shade tree agro-
Arabika, http://www.ahmadheryawan.com. ecosystems. J. Trop Soils, 17(2) : 181-187.
[Maret 2015]. Fadli, M. 2014. Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi
Cannavo, P., J. Sansoulet, J.M. Harmand, P. Siles, E. Arabika pada Anggota Koperasi Syariah
Dreyer, and P. Vaast. 2011. Agroforestry Padamukti di Kabupaten Bandung Barat.
associating coffee and Inga densiora results in Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 77 hlm.
complementarity for water uptake and Fathurrohmah, R.A. 2014. Pengaruh Pohon Penaung
decreases deep drainage in Costa Rica. Leda (Eucalyptus deglupta Bl.) dan Suren (Toona
Agriculture, Ecosystems and Environment 140: sureni Merr.) Terhadap Pertumbuhan dan
113. Produksi Kopi (Coffea arabica L.). Skripsi. Institut
Caudill, S.A., F.J.A. DeClerck, and T. P. Husband. Pertanian Bogor. 13 hlm.
2014. Connecting sustainable agriculture and Firdaus, N., A. Sudomo, E. Suhaendah, T.S.
wildlife conservation: Does shade coffee Widyaningsih, Sanudin, dan D.P. Kuswantoro.
provide habitat for mammals?. Agriculture, 2013. Status Riset Agroforestri di Indonesia.
Ecosystems and Environment 199 : 8593. Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis.
DaMatta, F. M., C.P. Ronchi, M. Maestri, and R.S. 54 hlm.
Barros. 2007. Ecophysiology of coffee growth Guimares, G. P., E. de S Mendona, R. R. Passos, and
and production. Brazilian Journal of Plant F. V. Andrade. 2014. Soil aggregation and
Physiology 19(4) : 485-510. organic carbon of oxisols under coffee in
Dariah, A., F. Agus, S. Arsyad, Sudarsoni, dan Maswar. agroforestry systems. R. Bras. Ci. Solo 38 : 278-
2004. Erosi dan aliran permukaan pada lahan 287.
pertanian berbasis tanaman kopi di Sumberjaya, Haggar, J., R. Munguia, M. Barrios, A. Ponce. E. de M.
Lampung Barat. Agrivita 26(1) : 52-60. F. Virginio, M. Bolan, S. Romero, M. Merlo, G.
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Soto, P. Moraga, and C. Staver. 2011. Coffee
Sungai dan Perhutanan Sosial. 2014. Statistik agroecosystem performance under full sun,
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah shade, conventional and organic management
Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Tahun regimes in Central America, Agroforest Syst 82 :
2013. Kementerian Kehutanan. Jakarta. 75 hlm. 285301.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2009. Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2010. Mitigasi perubahan
Identifikasi Desa di Dalam dan Sekitar Kawasan iklim agroforestri kopi untuk mempertahankan
Hutan 2009. Departemen Kehutanan. Jakarta. cadangan karbon lanskap. Dalam Prosiding
134 hlm. Seminar Kopi 2010. Bali, 4-5 Oktober 2010.
Ditjenbun. 2014. Pedoman Teknis Budidaya Kopi Yang Hlm.1-31.
Baik. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Hairiah, K. dan S. Ashari. 2013. Pertanian masa depan:
60 hlm. Agroforestri, manfaat, dan layanan lingkungan.
Ebisa, L. 2014. Effect of dominant shade trees on coffee Dalam Prosiding Seminar Nasional Agroforestri
production in Manasibu District, West Oromia, 2013. Malang 21 Mei 2013. Hlm 23-35.
Ethiopia. Science Technology and Arts Hakim, L., dan A. Septian. 2011. Prospek ekspor kopi
Research Journal, 3(3): 18-22. arabika organik bersertifikat di Kabupaten Aceh
Erdiansyah, N.P., dan Yusianto. 2012. Hubungan Tengah . Agrisep, 12(1) : 1-8.
intensitas cahaya di kebun dengan profil cita Hanisch, S., Z. Dara, K. Brinkmann, and A. Buerkert.
rasa dan kadar kafein beberapa klon kopi 2011. Soil fertility and nutrient status of
Robusta. Pelita Perkebunan 28(1) : 14-22. traditional Gayo coee agroforestry systems in
Evizal, R., Tohari, I.D. Prijambada, J. Widada, F. E. the Takengon region, Aceh Province, Indonesia.
Prasmatiwi, dan Afandi. 2010. Pengaruh tipe Journal of Agriculture and Rural Development
agroekosistem terhadap produktivitas dan in the Tropics and Subtropics 112 (2) : 87100.
keberlanjutan usahatani kopi. Jurnal Hariyati, Y. 2013. Analisis usaha tani kakao rakyat di
Agrotropika 15(1) : 1722. berbagai pola tanam tumpang sari. Jurnal
Evizal, R., Tohari, I.D. Prijambada, dan J. Widada. Agribisnis Indonesia 1(2) : 155-166.
2012a. Peranan pohon pelindung dalam Hergoualcha, K., E. Blanchartd, U. Skibae, C. Henaultf,
menentukan produktivitas kopi. Jurnal and Jean-Michel H. 2012. Changes in carbon
Agrotropika 17(1) : 19-23. stock and greenhouse gas balance in a coffee
Evizal, R., Tohari, I. D. Prijambada, J. Widada, and (Coffea arabica) monoculture versus an
D.Widianto. 2012b. Soil bacterial diversity and agroforestry system with Inga densiflora, in Costa

148 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150


Rica. Agriculture, Ecosystems and Environment menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten
148 : 102-110. Kampar. Jurnal Agroteknologi 4(1) : 25-30.
Hidayat, Y., K. Murtilaksono, and N. Sinukaban. 2012. Oksana, M. Irfan, dan M. U. Huda. 2012. Pengaruh alih
Characterization of surface runoff, soil erosion fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa
and nutrient loss on forest-agriculture sawit terhadap sifat kimia tanah. Jurnal
landscape. J Trop Soils 17(3) : 259-266. Agroteknologi 3(1) : 29-34.
Hulupi, R. 2014. Keragaan beberapa varietas kopi Pezzopane, J.R.M., J.M. de Souza, M.M.S. Marsetti, and
arabika pada areal pengelolaan hutan bersama J.E.M. Pezzopane. 2010. Microclimatic
masyarakat. Warta Pusat Penelitian kopi dan alterations in a conilon coffee crop grown
kakao. 26(1): 9-13. shaded by macadamia nut tree. Ciencia Rural,
Hunde, B., Y. Petros, and M. Muthuswamy. 2014. Santa Maria 40(6) : 1257-1263.
Phenotypic variation of coffee plant seed Pezzopane, J.R.M., P.S. de Souza, G.S. Rolim, and P. B.
germination and seedling growth intercropping Gallo. 2011. Microclimate in coffee plantation
with agroforestry tree species. European grown under grevillea trees shading. Acta
Journal of Experimental Biology 4(1) : 349-352. Scientiarum. Agronomy Maring 33(2) : 201-
Iloyanomon, C.I., M.A. Daniel, and P.E. Aikpokpodion. 206.
2011. Soil fertility evaluation of coffee (Coffea Philpott, S.M. and P. Bichier. 2012. Effects of shade tree
canephora) plantations of different ages in removal on birds in coffee agroecosystem in
Ibadan, Nigeria. J. Soil Nature, 5(1): 17-21. Chiapas Mexico. Agri. Ecosyst. Environ,
Kadir W.A. dan N. Hayati. 2011. Upaya peningkatan 149:171-180
pendapatan masyarakat melalui agroforestry Prasmatiwi, F.E., Irham, A. Suryantini, dan Jamhari.
pada kawasan hutan dengan tujuan khusus 2010. Analisis keberlanjutan usahatani kopi di
Borisallo. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi kawasan hutan Kabupaten Lampung Barat
Kehutanan 8(3) : 231-249. dengan pendekatan nilai ekonomi lingkungan.
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Pelita Perkebunan 26(1) : 57-69.
Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019. Prawoto, A.A., and F. Yuliasmara. 2011. Coffee
Kementerian Pertanian. Jakarta. 339 hlm. agroforestry with some timber shade trees:
Lestari, S. dan B.T. Premono. 2014. Penguatan study on carbon stock, mineral cycle, and yield.
agroforestri dalam upaya mitigasi perubahan Journal of Agricultural Science and Technology
iklim: kasus Kabupaten Bengkulu Tengah B 1 : 1232-1237.
Provinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian Sosial dan Prawoto, A.A., A.M. Nur, S. Widodo, A. Soebagiyo,
Ekonomi Kehutanan, 11(1):1-12. dan M. Zaubin. 2006. Uji Alelopati beberapa
Maharani, J.S., F.X. Susilo, I G. Swibawa, and J. spesies tanaman penaung terhadap bibit kopi
Prasetyo. 2013. Keterjadian penyakit tersebab arabika (Coffea arabica L.). Pelita Perkebunan
jamur pada hama penggerek buah kopi (PBKo) 22(1) : 1-12.
dipertanaman kopi agroforestri. Jurnal Agrotek Prawoto, A.A. 2008. Hasil kopi dan siklus hara mineral
Tropika 1(1) : 86-91. dari polatanam kopi dengan beberapa spesies
Masnang, A., N. Sinukaban, Sudarsono, dan N. tanaman kayu industri. Pelita Perkebunan 24(1)
Gintings. 2014. Kajian tingkat aliran permukaan : 1-21.
dan erosi, pada berbagai tipe penggunaan lahan Purwanto, A. 2012. Bisnis Agroforestri: Peluang dan
di Sub Das Jenneberang Hulu. Jurnal Tantangan. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Agroteknos , 4(1): 32-37. Agroforestri III, Yogyakarta 29 Mei 2012. Hlm
Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2013. 10-14.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Purwanto, D. Waluyani, Corryanti, A. Sugiharto, dan
Indonesia Nomor : P.8/Menhut - II/2013 A. Sudiharto. 2013. Praktik Agroforestri di
Tentang Pedoman Umum Pengembangan Wilayah Perum Perhutani. Dalam Prosiding
Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Seminar Nasional Agroforestri 2013, Malang 21
Konservasi. 33 hlm. Mei 2013. Hlm 567-572.
Muhardi, M.Sutisna, M. Basir, dan A. M. Lahjie. 2012. Purwita, T., Harianto, B.M. Sinaga, dan H.
perubahan persediaan hara dan karbon akibat Kartodihardjo. 2009. Analisis keragaan ekonomi
konversi hutan alam menjadi lahan perkebunan rumahtangga: Studi kasus pengelolaan hutan
di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu. bersama masyarakat di Pangalengan Bandung
J. Agroland, 19 (1) : 27 35. Selatan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Nugroho, T.C., Oksana, dan E. Aryanti. 2013. Analisis Kehutanan 6(1) : 53 68.
sifat kimia tanah gambut yang dikonversi

Prospek Pengembangan Agroforestri Berbasis Kopi di Indonesia (HANDI SUPRIADI) 149


Puspitojati, T., dan I. Saefudin. 2012. Kajian dan pendapatan masyarakat di Kecamatan
kelembagaan pengelolaan hutan agroforestry Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat,
bersama dengan masyarakat di kesatuan Propinsi lampung. Jurnal llmu Pertanian
pemangkuan hutan Bandung Selatan dalam Indonesia 16(1) : 1-6.
Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III Soto-Pinto, L., and C.M. Aguirre-Dvila. 2015. Carbon
Malang, 29 Mei 2012. Hlm 375-379 stocks in organic coffee systems in Chiapas,
Qifli,A.K.M., K. Hairiah dan D.Suprayogo. 2014. Studi Mexico. Journal of Agricultural Science, (7(1):
nitrifikasi tanah dengan penambahan seresah 117-128.
asal hutan alami dan agroforestri kopi. Jurnal Sribawa, I.G., D. Putra, F.X. Susilo, K. Hairiah, dan D.
Tanah dan Sumberdaya Lahan 1( 2) : 17-27. Suprayogo. 2010. Manipulasi cahaya untuk
Rachman, R.M. 2011. Distribusi pengelolaan menurunkan kelimpahan nematoda parasit
Agroforestri terhadap pendapatan rumah tumbuhan pada pembibitan kopi J. HPT
tangga petani (studi kasus: Desa Bagun Jaya, Tropika 10(1) : 20-28.
Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Taugourdeau, S., G. le Maire, J. Avelino, J.R. Jones, L.G.
Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Intitut Pertanian Ramirez, M.J. Quesada, F. Charbonnier, F.
Bogor. 43 hlm. Gmez-Delgado, J.M. Harmand, B. Rapidel, P.
Ricci, M.S.F., J.R.C. Rouws, N.G. de Oliveira, and M. B. Vaast, and O.Roupsard. 2014. Leaf area index as
Rodrigues. 2011. Vegetative and productive an indicator of ecosystem services and
aspects of organically grown coffee cultivars management practices: An application for
under shaded and unshaded systems. Sci. coffee agroforestry. Agriculture, Ecosystems
Agric. (Piracicaba, Braz.) 68(4) :.424-430. and Environment 192:1937.
Sardjono, M.A., T. Djogo, H.S. Arifin, dan N. Teodoro, A.V., L. Sousa-Souto, A.-M. Klein, and T.
Wijayanto. 2003. Klasifikasi dan Pola Tscharntke. 2010. Seasonal contrasts in the
Kombinasi Komponen Agroforestri. Dalam : response of coffee ants to agroforestry shade-
Bahan Ajaran Agroforestri 2. ICRAF. Bogor. tree management. Environmental Entomology
hlm 25. 39(6) : 1744-1750.
Sari, R.R. dan K. Hairiah. 2012. Komposisi ukuran Utami, M.S. 2011. Korelasi arsitektur pohon model
pohon dan cadangan karbon pada sistem rauh dari rasamala (Altingia excelsa Noronha.)
agroforestri di daerah pegunungan.Dalam dan model arsitektur roux dari jenis kopi (Coffea
Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III. arabica L.) terhadap konservasi tanah dan air di
Yogayakarta 29 Mei 2012. Hlm 110-114. area PHBM, RPH Gambung, KPH Bandung
Schmitt-Harsh, M., T.P. Evans, E. Castellanos, and J. Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 79 hlm.
C. Randolph. 2012. Carbon stocks in coffee Williams-Guille, K., and I. Perfecto. 2010. Effects of
agroforests and mixed dry tropical forests in the agricultural intensification on the assemblage of
western highlands of Guatemala. Agroforest leaf-nosed bats (Phyllostomidae) in a coffee
Syst., 86:141157. landscape in Chiapas, Mexico. Biotropica 42(5) :
Sobari, I., Sakiroh, dan E. H. Purwanto. 2012. Pengaruh 605613.
jenis tanaman penaung terhadap pertumbuhan Witjahjono, D. 2013. Potensi Lahan Agroforestri Kopi
dan persentase tanaman berbuah pada kopi Jateng : Pengembangan Klaster Desa Binaan
arabika varietas Kartika 1. Buletin Riset dan Potensi Agroforestri Perum Perhutani.
Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Dalam Kajian Inventarisasi, Modernisasi
Industri 3 (3) : 217-222. Teknologi Agribisnis. Pemalang 25 Nopember
Soeharto, B., C. Kusmana, D. Darusman, dan D. 2013. Perum Perhutani Unit I Jateng. 49 hlm.
Suharjito. 2011. Perubahan penggunaan lahan

150 Volume 14 Nomor 2, Des 2015 : 135 - 150

Вам также может понравиться