Вы находитесь на странице: 1из 2

Wajib Pajak Orang Pribadi, HNWI dan Penghindaran Pajak

Oleh : Andreas Adoe [1], 25 September 2017

Cristiano Ronaldo, bintang sepakbola asal Portugal hingga Lionel Messi asal
Argentina, dituduh melakukan penggelapan pajak oleh otoritas pajak
Spanyol karena mereka yang menjadi wajib pajak di Spanyol tidak
melaporkan penghasilan yang mereka terima termasuk hasil dari shell
company yang mereka miliki. Mengapa masalah ini dapat terjadi dan apa
yang bisa kita pelajari bagi perpajakan di Indonesia?

Permasalahan Pajak

Ronaldo dan Messi terutang pajak di Spanyol karena meskipun mereka bukan warga negara Spanyol namun
mereka menjadi resident untuk kepentingan pajak di Spanyol sehingga penghasilan mereka terutang pajak
penghasilan di Spanyol.

Hal serupa dapat terjadi di Indonesia karena ada WNI, yang karena keadaaan atau bahkan terencana, menjadi
tax resident di negara lain, dimana mereka memiliki penghasilan dan harta dalam jumlah besar. High Net
Worth Individuals (HNWI), dapat saja menggunakan perencanaan pajak dengan menjadi resident untuk
kepentingan pajak di negara lain. Sehingga HNWI asal Indonesia, yang menjadi incaran program Tax Amnesty
pemerintah, dapat tidak terutang pajak penghasilan di Indonesia karena telah menjadi resident di negara lain.

Perencanaan Pajak

Pada saat Tax Amnesty diluncurkan, diperkirakan ada ribuan triliun uang WNI tersimpan di Singapura dan
negara lainnya namun berdasarkan peraturan pajak, banyak dari WNI tersebut yang tidak wajib membayar
pajak penghasilan di Indonesia sehingga tidak wajib mengikuti Tax Amnesty karena didasari aturan pajak
Indonesia tentang tax resident yang terutama didasarkan atas lama tinggal di Indonesia.

Banyak WNI, termasuk HNWI, yang tinggal di Singapura, tidak wajib membayar pajak di Indonesia dan
menjadi resident untuk kepentingan pajak di Singapura sehingga hanya wajib membayar pajak penghasilan
mereka di Singapura meskipun sebagian dapat saja sebagian besar harta dan penghasilan mereka berada atau
bersumber di Indonesia.

Sejarah mencatat, orang terkaya di Asia Tenggara di masanya, Oei Tiong Ham pindah ke Singapura dari
Semarang pada masa kolonial Belanda untuk menghindari pajak penghasilan yang besar di Hindia Belanda di
tahun 1920-an.

Tax Resident

Aturan tentang tax resident (domisili fiskal) di Indonesia juga diatur dalam Tax Treaty dengan negara lain
dimana resident tidak hanya didasarkan atas berapa lama seseorang tinggal di satu negara tapi juga dapat
didasarkan atas keadaan di sekitar wajib pajak seperti tempat tinggal tetap atau hubungan ekonomi meskipun
dalam peraturan dan praktek, penentuan domisili fiskal lebih didasarkan pada lama tinggal wajib pajak di
Indonesia.

Berdasarkan Peraturan DJP No. PER-43/PJ/2011, HNWI asal Indonesia dapat dianggap sebagai subjek pajak
luar negeri dengan melihat lama tinggal di Indonesia. Jika HNWI dianggap sebagai resident atau subjek pajak
di luar negeri maka tidak hanya berpengaruh pada pelaporan pajak saja namun juga hal lain seperti
pembukaan rahasia atas informasi keuangan dan perbankan belum lama ini dapat saja tidak berpengaruh
pada mereka karena tidak harus membayar pajak penghasilan di Indonesia

Dalam praktek di negara lain, domisili fiskal ditentukan tidak hanya berdasar lama tinggal di satu negara. Di
Belanda, warga negara Belanda yang tinggal atau pindah ke negara lain tidak otomatis dianggap sebagai
resident negara lain tapi tetap dianggap sebagai tax resident di Belanda hingga 1 tahun setelah kepindahannya
dan ada aturan khusus dalam UU Pajak Belanda tentang fakta dan keadaan untuk melihat status tax resident
termasuk perkecualian misalnya untuk diplomat.

Aturan berdasarkan lama tinggal dapat menjadi celah bagi highly mobile individual yang tidak tinggal lebih dari
183 hari di satu negara dalam satu tahun seperti halnya pelaut hingga usahawan yang berbisnis di banyak
negara. Inggris bahkan memutuskan bahwa seorang yang tinggal dan bekerja di luar Inggris namun telah
menjadi tax resident selama 15 dari 20 tahun terakhir akan tetap menjadi resident di Inggris. Di Jerman,
mantan petenis Boris Becker, yang memiliki tempat tinggal di Swiss, diputuskan oleh kantor pajak Jerman
tetap berdomisili fiskal di Jerman karena apartemennya di Munich dan harus membayar pajak di Jerman.
Exit Tax dan Tax Clearance

Dalam ketentuan pajak di Indonesia, orang pribadi yang tidak lagi menjadi tax resident di Indonesia tidak perlu
mendapatkan tax clearance dari kantor pajak jika akan pindah ke luar negeri, baik bagi WNI maupun WNA
meskipun ini adalah untuk memastikan semua hutang dan kewajiban pajak sudah diselesaikan. Di negara lain,
tidak hanya itu, bahkan warga negara yang akan pindah kewarganegaraan dapat diminta menyelesaikan pajak
yang masih harus dibayar seperti exit tax.

Kelemahan ini memungkinkan seorang WNI atau WNA meninggalkan Indonesia tanpa membayar pajak yang
terutang sehingga ada satu kasus dimana WNA Malaysia yang telah pergi meninggalkan Indonesia dengan
jumlah hutang pajak yang besar dan akhirnya disandera karena tunggakan pajak tersebut saat ia datang lagi
ke Indonesia.

Shell Company

Special Purpose Vehicle di luar negeri dapat dipakai oleh HNWI untuk menghindari pajak karena passive income
dapat memperoleh perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dibandingkan penghasilan usaha atau
pekerjaan.

Otoritas pajak sesungguhnya berkewajiban untuk mengetahui kepemilikan SPV luar negeri oleh Wajib Pajak
Dalam Negeri termasuk HNWI. Ditjen Pajak perlu memperoleh informasi kepemilikan SPV luar negeri dari HNWI
Indonesia seperti tercermin dalam kasus Panama Paper. Tentunya ini didukung dengan rencana global agar
tidak ada lagi negara yang mengijinkan adanya bearer shares (saham atas unjuk) dalam UU domestik.

Informasi kepemilikan badan usaha di luar negeri menjadi semakin penting setelah terbitnya aturan baru
Controlled Foreign Corporation (CFC) berdasarkan PMK No. 107/PMK.03/2017 sehingga WNI atau bahkan WNA
yang dianggap sebagai resident di Indonesia akan terutang atas penghasilan mereka dari penyertaan modal
dari badan usaha di luar negeri dimana berdasarkan aturan terbaru tersebut, badan usaha di luar negeri juga
dapat meliputi Trust atau badan usaha sejenis dan penyertaan modal yang dilakukan termasuk penyertaan
modal langsung maupun tidak langsung.

Kesimpulan

Dari perbandingan dengan negara lain, dalam hal peraturan tentang resident di Indonesia, terdapat beberapa
kelemahan yang perlu diperbaiki pemerintah seperti ketentuan pajak untuk resident bagi WNI yang berpindah
ke negara hingga exit tax atau tax clearance bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini diperlukan untuk kepastian
hukum, mengatasi permasalahan penghindaran pajak hingga penggalian potensi pajak

Belajar dari permasalahan kepemilikan badan usaha di luar negeri, pemerintah dapat mencari cara yang lebih
baik untuk mendapatkan informasi kepemilikan HNWI Indonesia atas SPV di luar negeri. Wajib Pajak Orang
Pribadi sendiri tentunya juga perlu mengetahui akan permasalahan pajak yang dapat terjadi atas kepemilikan
badan usaha di luar negeri.

[1] Andreas Adoe, Pengajar pada program Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi UI

Вам также может понравиться