Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan
ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnose terhadap penderita dilakukan berbagai cara antara lain: pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara radiografi
yang optimal baik keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ di dalam
tubuh yang tidak dapat di raba dan dilihat oleh mata secara langsung serta
mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang mungkin
dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa.
Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat
diperiksa secarara diologis. Bahkan setelah ditemukan kontras media yang
berguna memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih
kecil sehingga kelainan pada suatu organ tersebut dapat di diagnose.
Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu
pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan radiologi yang
menggunakan bahan kontras. Dalam penggunaan media kontras diantaranya
pemeriksaan colon in loop. Pemeriksaan colon in loop adalah pemeriksaan secara
radiologi yang menggunakan bahan kontras positif yaitu Barium Sulfat dan
bahan kontras negatif yaitu udara dengan tujuan untuk mengvisualisasikan
keadaan colon atau usus besar yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus.
Teknik pemeriksaan pediatrik merupakan teknik pemeriksaan pada anak-
anak yang memerlukan perhatian dan pemahaman khusus untuk menunjukan
gambaran organ tertentu dengan jelas.
Salah satu kelainan yang dapat terjadi pada anak-anak atau pediatrik pada
sistem upencernaan, yaitu Invaginasi. Invaginasi yaitu merupakan masuknya
usus proksimal ke usus bagian distal.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyajikan salah satu pemeriksaan
yang menggunakan bahan kontras yaitu pemeriksaan colon inloop. Pemeriksaan

1
colon inloop adalah pemeriksaan secara radiologi yang menggunakan bahan
kontras positif yaitu Barium Sulfat dan bahan kontras negatif yaitu udara dengan
tujuan untuk mengvisualisasikan keadaan colon atau usus besar yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui anus.

Dalam praktek lapang kali ini penulis mendapat kesempatan untuk


menerapkan pembelajaran yang telah diperoleh selama waktu perkuliahan, yakni
dalam bidang radiodiagnostik dan radioterapi yang bertempat di instalasi
radiologi RSUD Jombang. Oleh karena itu, penulis membuat satu laporan kasus
yang berjudul Teknik Pemeriksaan Radiografi Collon In Loop Pediatrik
pada Kasus Invaginasi di Instalasi Radiologi RSUD Jombang.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis membahas masalah tentang:
1. Apa yang dimaksud dengan Invaginasi?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan Collon In Loop Pediatrik pada kasus
Invaginasi di Instalasi Radiologi RSUD Jombang?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan dalam laporan kasus ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Invaginasi
2. Untuk mengetahui bagaimana tehnik radiografi Collon In Loop Pediatrik
pada kasus Invaginasi yang dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD
Jombang.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan dalam laporan kasus ini, yaitu:
1. Bagi Penulis
Untuk memenuhi tugas Laporan Kasus PKL II di Semester IV, serta
menambah wawasan pengetahuan bagi penulis terutama tentang teknik
pemeriksaan colon in loop pediatrik pada kasus invaginasi.
2. Bagi Rumah Sakit

2
Dengan hasil laporan kasus ini dapat memberi masukan dan saran
yang berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini instalasi radiologi pada
umumnya dan radiografer pada kasusnya mengenai teknik pemeriksaan
colon in loop pediatrik pada kasus invaginasi.
3. Bagi Institusi
Hasil laporan ini dapat menambah kepustakaan dan pertimbangan
referensi tentang teknik pemeriksaan colon in loop pediatric pada kasus
invaginasi.
4. Bagi Pembaca
Memberikan gambaran yang jelas tentang teknik-teknik pemeriksaan
colon in loop pediatrik pada kasus invaginasi.

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Anatomi Usus Halus

Gambar 2.1 Anatomi Usus Halus

Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus
manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yejunum adalah
ligamentum treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :

1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum
di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah
rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum
Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih
permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum
lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian
bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.

4
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua
aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek,
yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan
lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium
ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari
pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

2.2 Definisi Invaginasi

Gambar 2.2 Terjadinya Invaginasi


Invaginasi atau disebut juga intususepsi yaitu proses dimana suatu
segmen usus bagian proksimal masuk kedalam lumen usus bagian distal
sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi
usus. (Bailey,90)
Invaginasi umumnya terjadi pada anak-anak dan merupakan kejadian yang
jarang terjadi pada orang dewas.

5
Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah
ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam
coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partil
maupun total.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana
bila tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
Hampir 70% kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun,
paling sering dijumpai pada ileosekal. (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis
1990)

2.3 Etiologi dan Patofisiologi Invaginasi


2.3.1 Etiologi atau Penyebab Invaginasi
Etiologi dari invaginasi atau intususepsi terbagi menjadi 2, yauitu
idiopatik dan kausal.
1. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95% invaginasi pada anak di bawah umur
satu tahun tidak di temukan penyebab yang spesifik sehingga di
golongkan sebagai infantile indiophatic intussusceptions atau
disebut pembengkaan bagian intusupseptum. Penebalan atau
pembengkaan ini merupakan titik permulaan invaginasi.
Devinisi dari istilah invaginasi idiopatik bervariasi diantara
penelitian terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan
istilah diopatik untuk mengambarkan kasus dimana tidak ada
abnormalis spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan
invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat
diidentifikasi saat pembedahan.
Dalam kasus ideopatik,pemeriksaan yang teliti dapat
mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (player patch),
adenovirus atau rotavirus.
Invaginasi ideopatik memiliki etiologi yang tidak jelas . salah
satu teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi

6
ideopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena peyer patch yang
membesar , hipotensi ini berasal dari 3 pengamatan:
1) Penyakit ini ini sering di dahului oleh infeksi saluran pernafasan atas.
2) Wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium.
3) Pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang
memerlukan operasi.
Dari penjelasan diatas apakah peyer patch yang membesar
adalah reaksi terhadap invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi,
masih tidak jelas
2. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dari 2 tahun),
adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead
point seperti: inverted meckels diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, dan
duplikasi usus. Diverticulum meckel adalah penyebab utama, diikuti
dengan polip seperti putz-jeghers syndrome. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias pendarahan submukosa
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi
pada anak yang berusia diatas 6 tahun. Invaginasi dapat juga terjadi
setelah laparotomi yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca
bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltic usus, disebabkan
manipulasi usus yang kasar dan lama. ((Kartono, 1986; Cohn 1976;
Chairul Ismail !988).
2.3.2 Patofisiologi Invaginasi

Patofisiologi dari invaginasi di yakini akibat gangguan motilitas usus


terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas
dan satu bagian usus lainya yang terfiksir atau kurang bebas dibandingkan
bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari proksimal menuju ke
distal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah
proksimal, kedaan lainnya terjadi akibat sekunder dari ketidak
seimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding interstinal.

7
Ketidak seimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang
bertindak sebagai lead point atau pola yang tidak teratur dari peristalsis
(contohnya, ileus pascaoperasi). ((Tumen 1964).

Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan


yang dapat mengakibatkan motilitas instestinal yang abnormal, dan
mengarah pada terjadinya invaginasi.

Sebagai hasil dari ketidak seimbangan, area dari dinding usus


terinvaginasi kedalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti
area proksimal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses
sepanjang lumen dari intususipiens.

Pembuluh darah mensterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongersti, oedem, hiperfungsi
goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal ini yang mendasari terjadinya
salahsatu manifestasi klinis invaginasi yaitu BAB darah lender yang
disebut juga red currant jelly stool. (cit Tumen 1964)
2.4 Tehnik Radiografi

2.3.3 Prosedur Pemriksaan Collon In Loop


Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema akan sangat membantu dalam
menegakkan diagnose invaginasi.

2.4.2 Persiapan Pasien


Persiapan pasien yang diperlukan meliputi:
1. Pasien dan orang tua harus masuk ke dalam ruang
oemeriksaan, kemudian dijelaskan bagaimana prosedur
pemeriksaan kepada pasien, nagaimana tehnik media kontras itu
dimasukkan dan alasanya, mengapa dilakka itu, tunjukkan ketika
barium masuk ke dalam colon.

8
Katakana dengan bahasa dan tehnik yang dimengerti anak
kecl, agar tidak takut bahwa nanti akan disentuh pada bagian
genitalnya. Orang tua pasien mendampingi selama pemeriksaan

2. Tanyakan riwayat penyakit pasien. Hal ini sangat penting untuk


mengevaluasi keadaan anak yang akan diperiksa. Karena ini akan
membantu radiolog dalam memutuskan instruksi dan prosedur
pemeriksaan yang akan diambil.
3. Untuk bayi sampai 2 tahun: tidak ada persiapan khusus yang
diperlukan
4. Untuk anak 2 tahun sampai 10 tahun:
Pada malam hari sebelumpemeriksaan hanya makan-
makanan yang rendah serat.
Malam sebelum pemeriksaan minum satu tablet bisacodly
atau laxative atau sejenisnya
Jika setelah diberi laxative tidak menunjukkan pengeluaran
yang cukup, maka dilakukan enema pedi fleet (urus-urus)
atas petunjuk dokter.

2.4.3 Persiapan Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang dibutuhkan meliputi:
1. Untuk anak yang lebih dari 1 tahun
Kantung enema sekali pakai diisi dengan barium sulfat
Tabung
Penjepit
Air hangat untuk melarutkan barium sulfat.
Beberapa diantaranya, kateter di design agar tidak dapat
keluar rectum setelah disisipkan, sehingga tidak bocor.
Catatan: penggunaan latex tidak boleh, karena dapat mengakibatkan
alergi. Penggunaan jenis balon juga tidak boleh digunakan, karena

9
dapat mengakibatkan perforasi pada rectum.(Text Book of
Radiographic Positioning and Related Anatomy, Edisi-5).

2. Untuk bayi dan anak-anak


Menggunakan kateter silicon 10 french dan sebuah spuit
60ml, barium diinjeksi secara manual dan perlahan
3. Untuk semua pasien
Jelly
Hypoallergenic tape
Sarung tangan
Lap pel atau Tissue
2.4.4 Tehnik Pemasukan Media Kontras
Pemeriksaan colon in loop (barium enema) pada bayi dan anak-
anak biasanya hanya menggunakan metode kontras tunggal yang
menggunakan media kontras media kontras BaSO4 (barium
sulfat) saja, sedangkan metode kontras ganda tidak di anjurkan
(Bontranger,2001)
2.4.5 Teknik Pemeriksaan Colon In Loop
proyeksi pemeriksaan yang digunakan adalah:
AP Plan Foto
AP dengan Kontras
Lateral dengan Kontras
Ap Post Evakuasi

2.4.6 Proyeksi Antero Posterior (AP) Plan Foto

a. Posisi Pasien : Posisikan pasien supine diatas kaset atau


meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) berada tepat
pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala
pasien dan kedua kaki lurus kebawah dengan di pegang orang
tuanya yang telah menggunakan apron.

10
b. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
c. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus dengan kaset
d. Central Point (CP) : Pertengahan kedua crista illiaca.
e. FFD : 100 cm
f. Eksposi dilakukan pada waktu pasien ekspirasi penuh dan tahan
nafas.

Gambar 2.2 Proyeksi AP Plan Foto (Hooker et al.2008)

g. Kriteria Gambar:
Seluruh kolon termasuk fleksura hepatica, fleksura lienalis dan
rectum

2.4.7 Proyeksi AP dengan Kontras


a. Posisi Pasien : Posisikan pasien supine diatas kaset atau
meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) berada tepat
pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala
pasien dan kedua kaki lurus kebawah dengan di pegang orang
tuanya yang telah menggunakan apron.
b. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.

11
c. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus dengan kaset
d. Central Point (CP) : Pertengahan kedua crista illiaca.
e. FFD : 100 cm
f. Eksposi delakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Jika pasien menangis lakukan eksposi pada waktu jeda
tangisannya.

Gambar 2.3 Proyeksi AP dengan Kontras (Hooker et al.2008)

g. Kriteria Gambar:
Untuk melihat fleksura lienalis dan hepatica (Miller)

2.4.8 Proyeksi Lateral dengan Kontras

a. Posisi Pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring


diatas meja pemeriksaan. Mid Coronal Plan (MCP) diatur pada
pertengahan kaset dan vertical terhadap garis tengah kaset, genu
sedikit fleksi kedua ujung kaki dan tangan dipegang oleh orang
tuanya yang terlebih dahulu diberi apron, hal ini dikarenakan
pasien selalu bergerak dan menangis
b. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
c. Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset

12
d. Central Point (CP) : Setinggi spina illiaca antero superior (SIAS)
e. FFD : 100cm
f. Eksposi dilakukan saat pasien diam.

Gambar 2.4 Proyeksi Lateral dengan Kontras (Hooker et al.2008)

g. Kriteria Gambar:
Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rekto sigmoid pada
pertengahan radiograf.

2.4.9 Proyeksi AP Post Evakuasi

a. Posisi Pasien : Posisikan pasien supine diatas kaset atau


meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) berada tepat
pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala
pasien dan kedua kaki lurus kebawah dengan di pegang orang
tuanya yang telah menggunakan apron.
b. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
c. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus dengan kaset
d. Central Point (CP) : Pertengahan kedua crista illiaca.
e. FFD : 100 cm
f. Eksposi dilakukan pada waktu pasien ekspirasi penuh dan tahan
nafas.

13
Gambar 2.4 Proyeksi AP Post Evaluasi dengan (Hooker et al.2008)

g. Kriteria Gambar:
Sisa kontras sudah tidak terlihat pada colon.

14
BAB III

PROFIL KASUS

3.1 Identitas Pasien


Pasien yang diangkat sebagai sampel dalam penyusunan laporan ini memiliki
identitas sebagai berikut :
a. Nama Pasien : By. A
b. Umur : 6 Bulan
c. No RM : 334361
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
e. Klinis : Susp Invaginasi
f. Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2017
g. Jenis Pemeriksaan : Colon In Loop

Gambar 3.1 Surat Permintaan Foto


3.2 Riwayat Penyakit
Pada tangal 15 Mei 2017, pasien By.A datang ke IGD RSUD Jombang dengan
keluhan muntah dan keluar darah lendir saat buang air besar. Setelah diperiksa
Dokter, pasien di diagnose Invaginasi. Kemuadian pasien di rujuk ke Instalasi
Radiologi RSUD Jombang untuk dilakukan pemeriksaan Radiologi. Pasien
datang dengan membawa suratpermintaan foto Colon In Loop dari Dokter
periksa.
3.3 Persiapan Alat
3.3.1 Pesawat Sinar-X

15
Gambar 3.2 Pesawat Rontgen
Jenis : General X-Ray

Merek : Thosiba

Model : E7239X

Tegangan Maksimum : 125 kV

Tahun Pembuatan : Juni 2008

No Seri : 08F1026

3.3.2 Pesawat Sinar-X

Gambar 3.3 Kaset ukuran 35cm x 43cm

16
Merk : Fujifilm
Jenis : IP cassete
Ukuran : 35cm x 43 cm

3.3.3 Film

Gambar 3.4 Film

Merk : Fujifilm

Jenis : Dry Imaging Film (DI-HL)

Ukuran : 26x36 cm

3.3.4 Image Reader

17
Gambar 3.5 Image Reader

Merk : Fujifilm
Type : FCR Capsula XL II
Nomor seri : 02.08.01.01.68

3.3.5 Printer

Gambar 2.6 Printer

18
Jenis : Dry Pix Plus
Merk : Fujifilm

19
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada saat penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan II (PKL) di Instalasi
Radiologi RSUD Jombang, penulis menemukan pasien dengan kasus Invaginasi
dengan pemeriksaan Colon In Loop dengan proyeksi AP Plan Foto, AP dengan
Kontras dan Lateral dengan Kontras. Adapun pelaksanaan pemeriksaan dan
teknik pemeriksaannya yaitu:

4.2 Pelaksanaan Pemeriksaan

4.2.1 Persiapan Pasien

1. Untuk bayi samapai 2 tahun: tidak ada persiapan khusus yang diperlukan.
2. Untuk anak 2 tahun sampai 10 tahun :
a) Pada malam hari sebelum pemeriksaan hanya makan makanan yang
rendah serat.
b) Malam sebelum periksaan dilakukan pemberian microlax. Jika setelah
diberi microlax tidak menunjukkan pengeluaran yang cukup, maka
dilakukan enema pedi fleet (urus-urus) atas petunjuk dokter.

4.2.2 Persiapan Alat

Sebelum dilakukan pemeriksaan BNO-Colon In Loop radiografer harus


memersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan tersebut
secara lengkap. Alat dan bahan yang harus dipersiapkan diantaranya sebagai
berikut:

20
Gambar 4.1 Alat dan Bahan Media Kontras

1) Kateter.
2) Marker R dan L
3) Handscoon
4) Spoit
5) Jelly
6) Media Kontras (Iopamiro dan Air Steril)
7) Tissue atau Kasa.
8) Bengkok

4.3 Tehnik Pemeriksaan


Setelah persiapan alat dan bahan, langkah berikutnya adalah memangil pasien
dan sesuaikan data pasien pada lembar surat permintaan foto dengan pasien.
Selanjutnya jelaskan kepada keluarga pasien dan keluarga tentang pemeriksaan
Colon In Loop. Tehnik pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan permintaan
pemeriksaan yaitu Colon In Loop, proyeksi yang dipakai adalah Ap Supine dan
Lateral Decubitus.
4.3.1 Proyeksi Antero Posterior (AP) Plan Foto
Tujuan:
1. Untuk melihat persiapan pasien.
2. Untuk melihat rongga abdomen secara keseluruhan.
3. Untuk melihat faktor eksposi selanjutnya
4. Untuk melihat kontur ginjal (batas ginjal).

21
5. Untuk melihat organ-organ apakah ada pembesaran hepar, ginjal, dan
lain-lain.

a. Posisi Pasien : Posisikan pasien supine diatas kaset atau meja


pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) berada tepat pada garis
tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala pasien dan kedua
kaki lurus kebawah dengan di pegang orang tuanya yang telah
menggunakan apron. Letakkan kaset dengan memakai bucky.
b. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas processus
xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
c. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus dengan kaset
d. Central Point (CP) : Pertengahan kedua crista illiaca.
e. FFD : 100 cm
f. Faktor Eksposi : 40 kV dan 16 mAs.
g. Eksposi dilakukan pada waktu pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
h. Memasang marker R/L sesuai objek dan tempatkan pada tempat yang
tidak menutupi objek.

Gambar 4.2 Hasil radiograf Px dengan proyeksi AP plain

22
Hasil radiograf yang tampak:

1. Tampak gambaran mass-like di regio epigastrium


2. Tak tampak gambaran herring bone dan coiled spring, maupun double wall
sign
3. Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
4. Kontur ginjal kanan dan kiri tampak jelas
5. Tak tampak bayangan radioopaque disepanjang traktus urinarius
6. Poas shadow simetris
7. Corpus pedicle dan spatium intervetebralis baik

4.3.2 Proyeksi AP dengan Kontras

Pemberian Media Kontra


Setelah dilakukan plain foto, maka dilakukan media kontras. Pada
pasien bayi diberikan media kontras berupa water soluble seperti iopamiro.
Sebelum media kontras dimasukkan melalui anus, media kontras dicampur
terlebih dahulu dengan air steril dengan komposisi 10cc iopamiro dan 40cc
air steril. Kemudian media kontras dimasukkan ke dalam spuit 50cc. (pada
bayi yang memiliki berat badan dibawa 5kg dimasukkan 5cc iopamiro dan
40cc air steril dan pada bayi lebih dari 5kg dimasukkan 10cc iopamiro dan
40cc air steril).

Pemasukan Iopamiro 15cc

Iopamiro sebanyak 15cc dimasukkan per 5cc. diharapkan media


kontras mengisi daerah rectum dan sigmoid

h. Posisi Pasien : Posisikan pasien supine diatas kaset atau


meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) berada tepat
pada garis tengah kaset. Kedua tangan diletakkan diatas kepala
pasien dan kedua kaki lurus kebawah dengan di pegang orang
tuanya yang telah menggunakan apron.

23
i. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
j. Central Ray (CR) : Vertikal tegak lurus dengan kaset
k. Central Point (CP) : Pertengahan kedua crista illiaca.
l. FFD : 100 cm
m. Faktor Eksposi : 40 kV dan 16 mAs.
n. Eksposi delakukan saat pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas.
Jika pasien menangis lakukan eksposi pada waktu jeda
tangisannya.

Gambar 4.3 Hasil radiograf Px dengan proyeksi AP kontras

Hasil radiograf yang tampak: media kontras sudah masuk sampai rectum dan
sigmoid.

4.3.3 Proyeksi Lateral dengan Kontras

Pemasukan Iopamiro 15cc


Setelah dimasukkan iopamiro sebanyak 15cc, ditambah lagi barium
15cc . diharapkan memasuki colon descenden.

24
h. Posisi Pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
diatas meja pemeriksaan. Mid Coronal Plan (MCP) diatur pada
pertengahan kaset dan vertical terhadap garis tengah kaset, genu
sedikit fleksi kedua ujung kaki dan tangan dipegang oleh orang
tuanya yang terlebih dahulu diberi apron, hal ini dikarenakan
pasien selalu bergerak dan menangis
i. Posisi Objek : Objek diatur dengan menentukan batas atas
processus xypoideus dan batas bawah simpisis pubis.
j. Central Ray (CR) : Tegak lurus terhadap kaset
k. Central Point (CP) : Setinggi spina illiaca antero superior (SIAS)
l. FFD : 100cm
m. Faktor Eksposi : 40 kV dan 16 mAs
n. Eksposi dilakukan saat pasien diam.

Gambar 4.4 Hasil radiograf Px dengan proyeksi lateral dengan kontras.

Hasil radiograf yang tampak: media kontras sudah mengisi colon descenden.

4.3.4 Proyeksi AP Post Evakuasi

Untuk proyeksi lanjutan yaitu post evakuasi 24 jam tidak dilakukan karena
pasien saat itu memerlukan tindakan medis selanjutnya.

25
4.3.5 Hasil Bacaan Dokter

Adapun hasil pembacaan radiogaf oleh dokter radiologi adalah sebagai


berikut:
Klinis Susp Invaginasi
Plain photo:
Tampak gambaran mass-like di regio epigastrium
Tak tampak gambaran herring bone dan coiled spring, maupun double
wall sign
Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
Kontur ginjal kanan dan kiri tampak jelas
Tak tampak bayangan radioopaque disepanjang traktus urinarius
Poas shadow simetris
Corpus pedicle dan spatium intervetebralis baik

Contras Study:

Kontras watersoluble yang telah diencerkan dimasukkan kedalam


anus melalui catheter
Tampak kontras mengisi rectum,sigmoid,colon descendens,felksura
lienalis dan berhenti pada colon transversumdengan gambaran
cupping
Tak tampak leakage kontras

Kesimpulan

Suggestive invaginasi setinggi pertengahan colon transversum,suspect


colo-colica.

26
Gambar 4.5 hasil bacaan dokter

27
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada pemeriksaan radiografi di RSUD Jombang. Setelah membahas uraian-
uraian di atas dapat diambil dari beberapa kesimpulan :
Invaginasi atau disebut juga intususepsi yaitu proses dimana suatu
segmen usus bagian proksimal masuk kedalam lumen usus bagian distal sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan dapat berakhir dengan strangulasi usus.

Pemeriksaan Colon In Loop dengan kasus Invaginasi di Instalasi Radiologi


RSUD Jombang, menggunakan dua proyeksi yaitu antero posterior (AP) dan
Lateral

Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan II yang dilaksanakan di RSUD


Jombang, penerapan di lapangan sama dengan teori yang telah diberikan di
dalam mata perkuliahan sebelumnya.

5.2 Saran
Saran dari penulis untuk pemeriksaan radiologi di RSUD Jombang agar selalu
memperhatikan alat-alat yang ada di instalasi radiologi. Dan untuk pemeriksaan
sejenis contras sebaiknya menggunakan pesawat fluoroscopy.

28
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bontranger, Kenneth L.2001. Textbook of Radiographic Possitioning and Related


anatomy, Fifth Edition, USA : Mosboy Company.

Bontranger, KennethL.2003. Textbook of Radiographic positioning and Raleted


Anatomy, sixthEdition.Missouri: Mosby

Clarks, Arnold. 2005. Positioning In Radiography, 12 th Edition. USA : Oxford


University Press Inc.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
hlm.45.

Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Kedokteran EGC

INTERNET

http://documents.tips/documents/invaginasi-newww.html

http://documents.tips/documents/intususepsi.html

29
LAMPIRAN

Surat Permintaan Pemeriksaan Rontgen

30
Surat Hasil Bacaan Dokter

31

Вам также может понравиться