Вы находитесь на странице: 1из 4

Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia

Saya adalah karyawan sebuah bank (23 thn./pria/Islam), yang saat ini saya sudah
memiliki pacar (22 thn./wanita/Katolik). Namun, kami memiliki persoalan beda agama
untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang perkawinan, sementara kami ingin tetap
teguh pada agama kami masing-masing. Dapatkah kami melangsungkan perkawinan,
sementara kami beda agama? Kalau bisa bagaimana prosedur yang harus kami lakukan?
Karena kalau mengikuti cara artis beda agama kawin harus ke luar negeri. Jelas kami
tidak mampu. Mas Prokol, saya pernah baca bahwa sudah ada yurisprudensi dari
Mahkamah Agung (MA) bahwa perkawinan beda agama dapat dicatatkan di catatan
sipil dan sah. Benar enggak, yah? Atas bantuan Mas Prokol, saya ucapkan terima kasih.
Djunaidi

Share:


Jawaban:
Diana Kusumasari

Untuk menjawab pertanyaan Saudara, maka kami akan menjelaskan pengaturan


mengenai syarat sahnya perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UUP). Sahnya suatu perkawinan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2
UUP adalah :

1. Apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayannya.


Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar
hukum agamanya dan kepercayaannya itu.

2. Perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan diatur lebih lanjut dengan PP No. 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 (PP No. 9/1975).
Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh
pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954.
Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan
kepercayaannya di luar agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor
Catatan Sipil (lihat Pasal 2 PP No. 9/1975).

Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai
perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya
perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan
menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.

Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak


tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam
ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam
(Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama
dilarang (II Korintus 6: 14-18). Lebih lanjut mengenai permasalahan apa saja yang
mungkin timbul dalam perkawinan beda agama simak artikel Kawin Beda Agama Itu
Kira-kira Bakal Munculin Permasalahan Apa Saja Ya?

Dalam hal ini karena Anda sebagai pihak laki-laki yang beragama Islam, dan dalam
ajaran Islam masih diperbolehkan untuk menikah beda agama apabila pihak laki-laki
yang beragama Islam dan pihak perempuan beragama lain. Namun, dalam ajaran
Katolik yang dianut oleh pasangan Anda pada prinsipnya dilarang adanya perkawinan
beda agama.

Akan tetapi, pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya perkawinan beda
agama di Indonesia. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof.
Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada empat cara yang populer ditempuh pasangan
beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan. Menurut Wahyono, empat cara
tersebut adalah:

1. meminta penetapan pengadilan,

2. perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,

3. penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan

4. menikah di luar negeri.

Lebih lanjut simak artikel Empat Cara Penyelundupan Hukum Bagi Pasangan Beda
Agama.

Dalam artikel Empat Cara Penyelundupan Hukum Bagi Pasangan Beda Agama,
kita juga ketahui bahwa benar ada yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yaitu
Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986. Putusan MA tersebut antara lain menyatakan
bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan
beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh Andi
Vonny Gani P (perempuan/Islam) dengan Andrianus Petrus Hendrik Nelwan
(laki-laki/Kristen).

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di


Kantor Catatan Sipil maka Andi Vonny telah memilih untuk perkawinannya tidak
dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, Andi Vonny memilih untuk
mengikuti agama Andrianus, maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan
mencatatkan perkawinan tersebut.

Dalam hal ini apabila Anda berkeinginan untuk mencatatkan perkawinan di KCS, maka
berdasarkan pada putusan MA tersebut Anda dapat memilih untuk menundukkan diri
dan melangsungkan perkawinan tidak secara Islam. Kemudian, apabila permohonan
pencatatan perkawinan Anda dikabulkan oleh pihak Kantor Catatan Sipil, maka
perkawinan Anda adalah sah menurut hukum. Lebih jauh mengenai isi putusan MA
tersebut silahkan unduh di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-


Undang Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 No. 22 Tahun 1946 tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura

3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.


1 Tahun 1974

Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter
@klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.

Вам также может понравиться