Вы находитесь на странице: 1из 19

IMBIBISI PADA PERKECAMBAHAN BENIH

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Disusun sebagai persyaratan menyelesaikan praktikum dan


mengikuti Ujian Akhir Praktikum Produksi Benih

Disusun oleh:
Kelas VII A Kelompok 2
Afim Miawati NIM. 2014102003111008
Mima Noer Rohma NIM. 201410200311113

LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN - PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya. Sehingga laporan akhir praktikum Produksi Benih ini
dapat terselesaikan yang berjudul IMBIBISI PADA PERKECAMBAHAN
BENIH. Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis benyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu penulis ucapkan terimakasih banyak kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Harun Rasyid, MP selaku dosen pengampu Produksi
Benih.
2. Mas Saef selaku instruktur dan asisten praktikum Produksi Benih
3. Teman-teman kelompok 2 kelas 7A yang membantu dalam penyusunan
laporan ini.
4. Serta semua pihak yang telah membantu baik dari segi moril maupun
materi.

Semoga laporan ini dapat diterima dan dapat digunakan sebagaimana


mestinya. Selain itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi sempurnanya laporan ini.

Malang, Desember 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2

2.1. Imbibisi ............................................................................................................... 3

2.2. Pengaruh Kadar Air Terhadap Perkecambahan .................................................. 4

III. METODE PRAKTIKUM ....................................................................................... 6

3.1. Tempat dan Waktu Praktikum ............................................................................ 6

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................... 6

3.3. Langkah Kerja ..................................................................................................... 6

3.3.1. Imbibisi pada benih hidup dan mati ............................................................ 6

3.3.2. Laju imbibisi dua tipe benih........................................................................ 6

3.3.3. Pengaruh kadar air media terhadap imbibisi air .......................................... 7

3.3.4. Luas persinggungan antara benih dan air tanah .......................................... 7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8

4.1. Imbibisi Pada Benih Hidup Dan Mati ................................................................. 8

V. PENUTUP................................................................................................................. 13

5.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 13

5.2. Saran ................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

LAMPIRAN...................................................................................................................... 16

ii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-
komponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi
tanaman baru. Komponen biji adalah struktur lain di dalam biji yang merupakan
bagian kecambah, seperti calon akar (radicula), calon daun, batang (plumule) dan
sebagainya. Pada proses perkecambahan, biji membutuhkan air dalam jumlah
minimum dalam tubuhnya, atau yang disebut dengan taraf kandungan
minimum. Jika kandungan air benih kurang dari batas tersebut akan
menyebabkan proses perkecambahan terganggu. Fungsi utama cadangan makanan
dalam biji adalah memberi makan pada embrio atau tanaman yang masih muda
sebulum tanaman itu dapat memproduksi sendiri zat makanan, hormone, dan
protein. Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium
pertumbuhan. Air akan diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-
enzim metabolisme perkecambahan. Imbibisi menyebabkan biji mengembang dan
memecahkan kulit pembungkusnya serta memicu perubahan metabolik pada
embrio sehingga dapat melanjutkan pertumbuhannya (Agustina, 2008).
Imbibisi merupakan peristiwa migrasi molekul-molekul air ke suatu zat lain
yang belubang (berpori) cukup besar dan kemudian molekul-molekul air itu
mennetap didalam zat tersebut. Imbibisi dapat berlangsung bila ada afinitasi (daya
ikat) yang kuat antara imbiban (substansi penyerap air) dan air dari lingkungan
sekitarnya. Imbibisi merupakan salah satu gejala fisika yang pentinting pada
tumbuhan. Penyerapan air oleh imbiban ini mengawali proses perkecambahan.
Jenis biji satu dengan biji yang lain benyak mengalami perbedaan dalam proses
penyerapan air. Kecepatan imbibisi pada biji berbeda-beda. Penyerapan air oleh
imbiban juga berbeda ketika diletakkan pada suhu yang berbeda (Gardner, 1991).
Berdasarkan uraian tertsebut dapat disimpulkan bahwa imbibisi adalah proses
penting pada proses perkecambahan benih. Sehingga mekanisme imbibisi perlu
dikaji lebih lanjut.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana imbibisi pada benih hidup dan mati?
2. Bagaimana laju imbibisi pada dua tipe benih?
3. Bagaimana peran kadar air terhadap perkecambahan benih?
4. Bagaimana hubungan luas persinggungan benih dengan terhadap
perkecambahan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui imbibisi pada benih hidup dan mati
2. Untuk mengetahui laju imbibisi pada dua tipe benih.
3. Untuk mengetahui peran kadar air terhadap perkecambahan benih.
4. Untuk mengetahui hubungan luas persinggungan antar benih terhadap
perkecambahan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imbibisi
Imbibisi merupakan salah satu proses difusi yang terjadi pada tanaman.
Imbibisi merupakan masuknya air pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah
ke konsentrasi tinggi. Proses imbibisi tidak melibatkan membrane seperti pada
peristiwa osmosis. Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses
penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinsing sel, sehingga
dinding selnya akan mengembang. Ada dua kondisi yang diperlukan untuk
terjadinya imbibisi adalah adanya gradient, potensial air antara permukaan
adsorban dengan senyawa yang diimbibisi dan adanya affinier (daya gabung)
antara komponen adsorban dengan senyawa yang dimbibisi. Luas permukaan biji
yang kontak dengan air, berhubungan dengan kedalaman penanaman biji,
berbanding lurus dengan kecepatan penyerapam air. Saat biji kacang hajau yang
kering direndam dalam air, maka air akan masuk ke ruang antar sel penyusun
endosperm secara osmosis (Gardner, 1991).
Syarat imbibisi yaitu perbadaan tekanan antara benih dengan larutan,
dimana tekanan benih lebih kecil dari pada tekanan larutan, ada daya tarik-
menarik yang spesifik antara air dan benih. Benih memiliki partikal koloid yang
merupakan matriks, bersifat hidrofil berupa protein, pati, sellulose, dan benih
kering memiliki tekanan sangat rendah. Dua kondisi yang cocok diperlukan untuk
terjadinya imbibisi yaitu : kemiringan/gradien, potensi air harus ada antara
permukaan absorbsi dan imbibisi air dan affinier (gaya gabung) harus ada antara
komponen absorbsi dan substrat (bahan) imbibisi. Setalah air berimbibisi enzim
mulai berfungsi dalam sitoplasma yang mana telah terhidrasi. Imbibisi kembali
beberapa enzim yang mengubah protein menjadi asam amino, lemak dan minyak
menjadi larutan sederhana atau campuran dan enzim-enzim lain yang merombak
pati menjadi gula. Air dan oksigen adalah kebutuhan utama perkecambahan serta
cahaya (Ardian, 2008).
Penambahan volume dalam peristiwa imbibisi adalah lebih kecil dari pada
penjumlahan volume zat mula-mula, dengan zat yang diimbibisikan apabila dalam
keadaan bebas. Perbedaan ini diduga karena zat molekul yang diimbibisikan harus
3
menepati ruang diantara molekul-molekul zat yang mengimbibisi sehingga
volume yang diimbibisikan tertekan lebih kecil dari pada bila dalam keadaan
bebas. Banyaknya air yang dihisap selama proses imbibisi umumnya kecil, cepat
dan tidak boleh lebih dari 2-3 kali berat kering dari biji. Kemudian pertumbuhan
biji tampak terhadap pertumbuhan akar dan sistem yang cepat, lebih luas dan
banyak menampung sumber air yang diterima (Heddy, 1990).
Proses imbibisi pada perkecambahan kedelai merupkan proses fisik yaitu
air masuk ke dalam benih. Imbibisi air oleh benih sangat dipengaruhi oleh
komposisi kimia benih, permeabilitas kulit benih dan jumlah air yang tersedia
baik dalam bentuk cairan maupun uap air yag terdapat disekitar benih. Air yang
masuk ke dalam biji dapat berasal dari lingkungan disekitar biji, seperti dari tanah,
udara (dalam bentuk embun atau uap air), amupun media lainnya. Imbibisi terjadi
karena permukaan-permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan, seperti
selulosa, butir pati dan bahan lainnya dapat menarik dan memegfang molekul-
molekul air dengan gaya tarik antar molekul. Prosespenyerapan air tersebut terjadi
melalui mikrofil pada kotiledon. Air yang masuk ke dalam kotiledon
menyebabkan volumenya bertambah, akibatnya kotiledon membengkan.
Pembekakan tersebut menyebabkan testa (kulit biji) menjadi pecah atau robek
(Sadjad, 1975).

2.2. Pengaruh Kadar Air Terhadap Perkecambahan


Air merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat perkecambahan
dan menghentikan masa dormansi biji. Biji menyerap air dari lingkungan
sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam bentuk embun atau uap air).
Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio
membesar dan biji melunak hal tersebut disebut juga dengan tahap imbibisi
(Sudjadi, 2007).
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah hormon perkecambahan
awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin
meningkat. Selain itu masuknya air pada biji juga menyebabkan enzim aktif
bekerja. Bekerjanya enzim merupakan proses kimia. Enzim amilase bekerja
memecah tepung menjadi maltosa, selanjutnya maltosa dihidrolisis oleh maltase
menjadi glukosa. Protein juga dipecah menjadi energi dan senyawa karbohidrat
4
yang menyusun struktur tubuh asam amino kemudian dirangkaikan menjadi
protein yang berfungsi struktur sel dan enzim-enzim baru. Terutama asam-asam
lemak yang dipakai untuk menyusun membran sel (Riandry, 2009).
Perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel di bagian yang
aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran
radikula makin besar dan kulit biji atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang
pada akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan prasyarat bahwa cangkang biji
cukup lunak bagi embrio untuk dipecah. Fungsi air untuk tumbuhan yakni
memberikan tekanan turgor pada dinding sel sehingga sel dapat membelah dan
membesar, merangsang terjadinga imbibisi, yaitu proses penyerapan air oleh biji
(Riandry, 2009).

2.3 PEG (Polyethylene glicol)


Polyethylene glicol merupakan senyawa inter dengan rantai polimer panjang
telah digunakan secara luas untuk penelitian. PEG adalah salah satu senyawa yang
dapat digunakan dalam penapisan (screening), karena PEG mempunyai sifat
dalam mengontrol imbibisi dan hidrasi benih. Selain itu PEG juga digunakan
dalam pengujian ketahanan benih terhadap kekeringan dengan memperhitungkan
indek kekeringan. Bibit atau benih yang terseleksi dengan penggunaan PEG
tersebut dapat tumbuh lebih baik pada cekaman kekeringan di lapangan, seperti
pada tanaman jagung (Lestari, 2006).
Ukuran molekul dan konsentrasi dalam PEG dalam larutan menentukan
besarnya potensial osmotik larutan yang terjadi. Menurut Michel dan Kauffman
(1973), larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 5% mempunyai potensial osmotik
-0,13 MPa (1,26 bar) sedangkan konsentrasi 20% mempunyai potensial osmotik
-0,71 MPa (7,06 bar). Tanah dalam kondisi kapasitas lapang mempunyai potensial
osmotik 0,33 bar dan dalam kondisi titik kelembapan kritis koefesien layu
memepunyai potensial osmotik 15 bar (Sutopo, 2010).

5
III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis 9 November 2017, bertempat di
Laboratorium Agronomi Universitas Muhammadiyah Malang.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yakni timbangan analitik,
cawan petri, seedbox, dark geminator pada 25oC, oven pengering pada temperatur
1700C. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yakni benih
kacang tanah dan jagung, air destilasi, vaselin, Polyethylene Glycol (PEG), tanah,
pasir dan styrofoam.

3.3. Langkah Kerja

3.3.1. Imbibisi pada benih hidup dan mati

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Mengambil tiga butir benih jagung dan kacang tanah
3. Menimbang awal dua kelompok benih dan mencatat hasil
penimbangannya.
4. Merendam dua kelompok benih dalam aquadest selama 1 jam.
5. Menimbang kembali masing-masing benih, menghitung menggunakan
rumus dan mencatat hasil penimbangannya.

6. Menentukan presentasi peningkatan bobot benih yang disebabkan oleh


pertambahan air.

3.3.2. Laju imbibisi dua tipe benih

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Mengambil benih kacang tanah dan jagung masing-masing 5 buah,
kemudian dipotong menjadi dua bagian.
3. Menimbang awal masing-masing benih secara terpisah, kemudian
mencatat hasilnya.
4. Memasukkan kedua benih ke dalam cawa petri yang sudah berisi air
destilasi secara terpisah sampai benih terendam.
6
5. Setiap 15 menit selama 1 jam, mengambil benih dari rendaman dan
dikeringkan, kemudian ditimbang beratnya. Setelah ditimbang, benih
direndam kembali dalam air destilasi.

6. Mencatat hasil pengamatan dan dihitung rata-rata ansorbsinya.

3.3.3. Pengaruh kadar air media terhadap imbibisi air

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Menyiapkan larutan PEG dengan potensial osmotik 0, dan -20 dengan cara
melarutkan masing-masing PEG sebanyak 0 gr, 32,5 gr per 100 ml air
destilasi.
3. Menyiapkan 3 kelompok benih yaitu kacang tanah yang hilumnya di olesi
vaselin, kacang tanah dan jagung.
4. Menyiapkan dua cawan petri untuk masing-masing kategori benih, (satu
cawan petri untuk potensial osmotik 0, dan yang satunya lagi untuk
potensial osmotik -20) sehingga membutuhkan 2 cawan petri.
5. Memasukan larutan 100 ml PEG dengan secara berhati-hati kedalam
cawan petri (sesuai perlakuan)

6. Menyimpan di dalam oven selama 7 hari, lalu mencatat hasil.

3.3.4. Luas persinggungan antara benih dan air tanah


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Mengisi seedbox dengan pasir steril hingga bagian dan memberi air
destilasi hingga penuh.
3. Menambahkan pasir di atasnya hingga mencapai ketebalan 5 cm.
4. Menyiapkan 4 set styrofoam kotak, melubangi masing-masing cawan petri
dengan ukuran lubang yang berbeda yaitu 6 ; 3,5 ; 2 dan 1 mm.
5. Meletakkan dan menanam benih kedelai pada setiap lubang, lalu menutup
styrofoam kotak tersebut.
6. Menempatkan styrofoam tersebut di atas pasir pada seedbox.
7. Menyimpan selama 7 hari, lalu menghitung benih yang telah
berkecambah.

7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Imbibisi Pada Benih Hidup Dan Mati

Kacang Hidup
Jagung Hidup

Kacang Hidup

Kacang Hidup

Awal Akhir

Bobot Benih

Gambar 1. Imbibisi pada benih hidup dan mati

Hasil pada gambar pertama imbibisi pada benih hidup dan mati yakni
pada setiap sampel benih yang direndam air destilasi selama 1 jam
mengalami peningkatan pada bobot. Hal ini dikarenakan adanya proses
penyerapan air pada benih tersebut. Kemampuan dinding dan plasma sel
untuk menyerap air dari luar sel, absorbsi air oleh senyawa pembentuk
protoplasma dan dinding sel, khususnya senyawa yang berukuran
makromolekul seperti protein, polisakarida, dll. Molekul-malekul air terikat
diantara molekul-molekul dinding sel atau plasma sel sehingga plasma sel
mengembang dan penyerapan air ini oleh imbibian.
Menurut Mugnisjah (1996) bahwa pada benih yang hidup dinding sel
dan embrio masih membutuhkan air untuk proses perkecambahan dan
memiliki potensial penyerapan air lebih tinggi daripada benih yang mati,
karena benih hidup memiliki embrio yang masih aktif. Aktifnya embrio
tersebut akan merombak cadangan makanan pada benih untuk menghasilkan
energi yang digunakan dalam proses perkecambahan.

8
Jagung Mati

Jagung Hidup
Kacang Mati
Mati
Kacang Hidup

Jenis Benih

Gambar 2. Presentase peningkatan bobot awal dan bobot akhir pada benih
hidup dan mati

Hasil pada gambar kedua mengenai laju imbibisi dua tipe benih
yakni pada benih yang direndam menghasilkan data bahwa pada setiap
benih tidak mengalami penambahan bobot benih. Bahkan pada benih yang
digunakan mengalami penurunan bobot, hal ini disebabkan adanya titik
jenuh benih pada proses penyerapan tersebut. Berdasarkan dari hal inilah
sehingga dapat diketahui bahwa semakin lama proses perendaman benih di
dalam air, semakin besar kecepatan imbibisinya. Begitupula sebaliknya,
semakin sedikit waktu perendaman, semakin lambat kecepatan imbibisi.
Oleh karena itu waktu yang digunakan pada saat proses perendaman sangat
mempengaruhi bobot dari benih tersebut (Ardian, 2008).

9
4.2 Laju Imbibisi Pada Dua Jenis Benih

Gambar 3. Rerata absorbsi air per gram

Berdasarkan hasil dari laju imbibisi dua tipe benih yakni pada benih yang
direndam menghasilkan data bahwa pada setiap benih tidak mengalami
penambahan bobot benih. Bahkan pada benih yang digunakan mengalami
penurunan bobot, hal ini disebabkan adanya titik jenuh benih pada proses
penyerapan tersebut. Berdasarkan dari hal inilah sehingga dapat diketahui bahwa
semakin lama proses perendaman benih di dalam air, semakin besar kecepatan
imbibisinya. Begitupula sebaliknya, semakin sedikit waktu perendaman, semakin
lambat kecepatan imbibisi. Oleh karena itu waktu yang digunakan pada saat
proses perendaman sangat mempengaruhi bobot dari benih tersebut (Sukmadja,
2005)..

10
4.3 Hubungan Kadar air Terhadap Perkecambahan Benih

Gambar 4. Hubungan kadar air media terhadap Perkecambahan Benih


Hasil dan pembanding pengamatan terhadap kadar air media terhadap
imbibisi air pada benih kacang tanah dan jagung, dimaksudkan untuk
mengetahui laju imbibisi tiap benih dalam menentukan kandungan air benih
secar menyeluruh dan gambaran proses imbibisi pada tiap benih. Kadar air
awal mempengaruhi laju imbibisi dikarenakan semakin rendah kadar air
benih, jika direndam dalam air maka kekuatan menarik air (driving force)
masuk ke dalam benih semakin besar, seperti halnya pada benih kacang.
Tahap imbibisi air menyuplai dalam keadaan terbatas, maka perkecambahan
dapat terhambat. Menurut Sukmadja (2005) laju imbibisi dikotil dan
monokotil, banyaknya air yang diserap kedalam setiap jenis biji berbeda
karena pada setiap jenis biji mempunyai daya serap air yang berbeda dan
masing-masing jenis biji mempunyai tingkat kekeringan yang berbeda, dan
biji yang kering mempunyai potemsial air yang endah sehingga dapat
menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan biji yang kurang tingkat
kekeringannya.

11
4.4 Hubungan Luas Persinggungan Benih dengan Air terhadap
Perkecambahan Benih

Gambar 5. Persentase Perkecambahan Benih pada Beberapa Diameter


Lubang
Berdasarkan dari gambar 5 dapat disimpulkan bahwa pada lubang 1
mm, 2 mm dan 3,5 mm tidak ada benih yang berkecambah sehingga
persentasinya 0%, sedangkan pada lubang 6 mm terdapat perkecambahan
benih dengan persentase 20%. Hal ini dapat diketahui bahwa sebagian besar
benih tidak berkecambah karena pasir memiliki daya serap air yang cukup
tinggi sehingga air tergenang selama beberapa hari dapat menyebabkan akar
tidak dapat melaksanakan respirasi normal aerob, namun terjadi respirasi
anaerob. Keadaan seperti ini akan menyebabkan tingginya kadar alkohol
dalam benih yang selanjutnya akan meracuni benih dan dapat tidak tumbuh.
Lubang pada steyrofoam juga berbeda-beda, hal ini untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan benih untuk berkecambah dan benih mana yang
mampu tumbuh dengan cepat. Semakin besar lubang steyrofoam maka
cadangan makanannya juga banyak dan air yang diserap lebih banyak
dibandingkan dengan lubang yang berukuran kecil (Kuswanto,1996).

12
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil peneltian dapat disimpulkan bahwa :
1. Benih yang hidup dinding sel dan embrio masih membutuhkan air
untuk proses perkecambahan dan memiliki potensial penyerapan air
lebih tinggi daripada benih yang mati.
2. Semakin lama proses perendaman benih di dalam air, semakin besar
kecepatan imbibisinya.
3. Banyaknya air yang diserap kedalam jenis biji berbeda dan masing-
masing jenis biji mempunyai tingkat kekeringan yang berbeda.
4. Benih yang tidak berkecambah dikarenakan pasir memiliki daya
serap air yang cukup tinggi sehingga air tergenang sehingga
menyebabkan akar membusuk.

5.2. Saran
Perlu adanya pemahaman dan ketelitian yang lebih oleh praktikan mengenai
praktikum ini, sehingga dapat menghasilkan data yang lebih akurat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R. 2008. Perkecambahan dan Pertumbuhan Kecambah leguminoceae


di bawah Pengaruh Medan Magnet. Porsiding Seminar Hasil Peneletian dan
Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Lampung:Bandar Lampung.
Ardian. 2008. Effect of Heating Treatment and Heating Time on the Germination
of Coffe (Coffe arrabica). Kta Agrosia 11:25-33.
Fitter, A. H and R. K. M. Hay. 1990. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM
Press. Yogyakarta.
Gardner, F.P: R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan Diah, R.L dan Sumaryono. UI Press:Jakarta.
Ghahari, S dan M. Miransari. 2009. Allelopathic Effects of Rice Cultivars on the
Growth Parameters of Different Rice Cultivars. Int. J. Biol. Chem, 3:56-70.
Heddy, S. 1990. Hormon Tumbuhan. CV. Rajawali:Jakarta.
Http://www.Faperta.UGM.ac.id/buper. 2008. Imbibisi. Diakses pada tanggal 28
Oktober 2008. Page 1-3.
Kimball, J. W. 1992. Biology. Fifth Edition Addison-Wesley Publishing Company,
New York.
Kuswanto, 1996. Dasar-Dasar Teknologi Benih dan Sertifikkasi Benih.
Andi:Yogyakarta
Lestari. Endang Gati. 2006. Identifikasi Sonakloni Padi Gajah Mungkur Towuti
dan IR64 Tahan Kekeringan Menggunakan Polythelene glycol. Balai Besar
Peneletian Bioteknologi Dan Sumber Daya. Genetika Pertanian
Bogor:Buletin Agronomi. (34) (2): 71-78
Morris, E.C. 2000. Germination Response of Seven east Australian Grevilleae
Species to Smoke. Heat Exposive And Scrifcation. Australian Journal BOT.
48: 179-189.
Mugnisjah. W.Q: Asep. S:S. Suwarto:Cecep. S. 1996. Panduan Praktikum Dan
Penelitian Bidang Ilmu Dan Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo
Persada:Jakarta.
Sadjad, S. 1975. Proses Metabolisme Perkecambahan Benih Dalam Dasar-Dasar
Teknologi Benih. Capita selekta. Departemen agronomi. Buku. Institut
pertanian bogor:bogor. 138 p.
Song, Nio Ai. 2010. The Role Of Water During Seed Germination. Jurnal ilmiah
sains. Vol 10 Bo. 2:190-195.

14
Sukmadjaja. 2005. Embriogenesis Somatik Langsung Pada Semai Cendana.
Bioteknologi pertanian 10 (1):1-6.

15
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Merendam Gambar 2. Merendam Gambar 3. Pengamatan


benih kacang tanah dan benih hidup kacang direndam dengan PEG
jagung yang mati tanah dan jagung.

Gambar 4. Melakukan Gambar 5. Melihat Gambar 6. Mengisi


pengamatan perkecambhan hasil pengamatan seedbox dengan pasir

Gambar 7. Membasahi
pasir dengan air.

16

Вам также может понравиться