Вы находитесь на странице: 1из 11

A.

Topik Kasus
1. Judul Kasus
Judul pada kasus ini ialah Rupanya, Ini Penyebab Pabrik Mercon di
Tangerang Terbakar.
2. Kutipan dari Sumber
JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi telah mengetahui secara pasti
penyebab terbakarnya pabrik mercon di Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Hal tersebut diketahui setelah polisi melakukan olah tempat kejadian
perkara dan memeriksa sejumlah saksi.
Bahwa penyebab kebakaran adalah percikan las yang menyambar ke
bahan pembuatan kembang api, ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (28/10/2017).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico
Afinta menambahkan, sebelum peristiwa kebakaran itu terjadi, Subarna Ega
sedang memperbaiki atap pabrik menggunakan alat las. Rupanya, percikan
api dari mesin las tersebut terkena bahan baku pembuat kembang api.
Dari keterangan saksi dan olah TKP yang dilakukan Labfor, maka
diduga peristiwa ini berawal dari pekerjaan las yang dilakukan Ega.
Percikan ini menimpa bahan-bahan kembang api, lalu seketika
menimbulkan kebakaran, kata Nico.
Dalam kasus ini polisi telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka
adalah Andi Liyono selaku pemilik pabrik, Andri Hartanto selaku direktur
oprasional pabrik dan Subarna Ega selaku tukang las.
Dalam kasus ini, Indra dijerat Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang
menyebabkan orang meninggal dan Pasal 74 juncto Pasal 183 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara Andri dan Ega dikenakan Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian
yang Menyebakan Kematian dan Pasal 188 KUHP tentang Kelalaian yang
Menyebabkan Kebakaran dengan ancaman hukuman diatas lima tahun
penjara.

1
Pabrik mercon milik PT Panca Buana ini meledak pada pukul 09.00
Kamis (26/10/2017). Pihak pemadam baru tiba pukul 10.30 dengan sebelas
mobil pemadam.
Saat itu, kondisi gerbang terkunci. Untungnya, warga setempat sempat
membobol tembok gudang untuk menyelamatkan para karyawan yang
terjebak di dalam. Api berhasil dipadamkan pada pukul 12.00 WIB.
Berdasarkan data sementara ada 103 pekerja yang berada dalam pabrik
tersebut. Sebanyak 47 di antaranya ditemukan tewas.

B. Analisis Permasalahan
1) Review Kasus
Kasus di atas membahas tentang penyebab terjadinya kebakaran
pada pabrik mercon di Kosambi, Kabupaten Tanggerang. Sebelumnya
Pabrik mercon milik PT. Panca Buana ini meledak pada pukul 09.00 Kamis,
26 Oktober 2017. Pemdaman baru dilakukan oleh pemadam kebakaran pada
pukul 10.30 yang mana itu sudah sangat terlambat dilakukan.
Pada saat kebakaran terjadi kondisi gerbang masih terkunci, hal ini
membuat para karyawan atau pekerja terjebak pada pabrik tersebut.
Untungnya warga setempat sempat membobol tembok gudang tersebut
untuk menyelamatkan para karyawan. Dapat disimpulkan bahwa
perusahaan atau pabrik tersebut hanya memiliki jalan masuk dan keluar
hanya satu dan tidak memiliki jalur darurat atau pintu darurat lainnya.
Berdasrkan hal tersebut dapat diketahui perusahaan tidak menerapkan
SMK3 pada perusahaan tersebut.
Penyebab dari kebakaran tersebut ialah percikan las yang
menyambar ke bahan pembuatan kembang api," ujar Kabid Humas Polda
Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Sabtu
(28/10/2017). Dari keterangan saksi dan olah TKP yang dilakukan Labfor,
maka diduga peristiwa ini berawal dari pekerjaan las yang dilakukan Ega.
Percikan ini menimpa bahan-bahan kembang api, lalu seketika
menimbulkan kebakaran," kata Nico. Direktur Reserse Kriminal Umum

2
Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menambahkan, sebelum peristiwa
kebakaran itu terjadi, Subarna Ega sedang memperbaiki atap pabrik
menggunakan alat las. Rupanya, percikan api dari mesin las tersebut terkena
bahan baku pembuat kembang api. Berdasarkan data sementara ada 103
pekerja yang berada dalam pabrik tersebut. Sebanyak 47 di antaranya
ditemukan tewas.
Dalam kasus ini polisi telah menetapkan tiga orang tersangka.
Mereka adalah Andi Liyono selaku pemilik pabrik, Andri Hartanto selaku
direktur oprasional pabrik dan Subarna Ega selaku tukang las. Dalam kasus
ini, Indra dijerat Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan
orang meninggal dan Pasal 74 juncto Pasal 183 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sementara Andri dan Ega dikenakan
Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebakan Kematian dan Pasal
188 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kebakaran dengan
ancaman hukuman diatas lima tahun penjara.

2) Analisis Mendalam Terkait Kasus


Keamanan mempunyai peran penting dan merupakan kebutuhan yang
mendasar bagi setiap manusia termasuk dalam menjalankan perusahaan
maupun organisasi. Namun dalam konteks keamanan, pada hakikatnya tujuan
dari sekuriti/keamanan adalah mencegah terjadinya kerugian dari sebab apapun
dan ikut menciptakan profit bagi perusahaan. Dalam hal ini, pengamanan yang
ada tidak hanya sekedar pengamanan fisik dari risiko kejahatan tetapi juga dari
risiko bencana terutama kebakaran. Seiring dengan berjalannya waktu dan
perkembangan teknologi, Keselamatan dan Kesehatan di tempat kerja menjadi
sangat penting. Untuk mewujudkan tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif, tempat kerja harus terbebas dari keadaan bahaya, salah satunya
adalah bahaya kebakaran (Fitriyani dkk, 2016).
Menurut data dari World Fire Statistic Report menyatakan bahwa pada
awal abad ke 21, jumlah populasi dunia adalah sebesar 630 juta jiwa dimana
sebanyak 78 juta jiwa dilaporkan pernah mengalami kejadian kebakaran dan 5-

3
8 juta jiwa kecelakaan akibat kebakaran. Sementara itu populasi manusia Eropa
pada awal abad ke-21 adalah sebanyak 700.000.000 jiwa dimana sekitar 2 juta
jiwa mengalami kematian akibat kebakaran dan sekitar 2-5 juta jiwa
mengalami kecelakaan akibat kebakaran (Fitriyani dkk, 2016).
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Nomor Kep. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja pada Bab I Pasal 2 Ayat 1 yaitu pengurus atau pengusaha wajib
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran serta latihan
penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Pada Ayat 2 menyebutkan
kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat
kerja salah satunya meliputi penyelenggaraan latihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala dan pembentukan unit
penanggulangan kebakaran (Fitriyani dkk, 2016).
Adapun bunyi Pasal 2 ayat 1 dan 2 dalam Kep. 186/MEN/1999 yaitu
(Kepmenaker No. 186 Tahun 1999):
(1) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, latihan penanggulanggan kebakaran di tempat kerja.
(2) Kewajiban mencegah, megurangi dan memadamkan kebakaran di tempat
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pengendalian setiap bentuk energi;
b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana
evakuasi;
c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
e. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara
berkala;
f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran,
bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang
tenaga kerja dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran
sedang dan berat.

4
Salah satu permasalahan kecelakaan terbesar di dunia industri adalah
masalah kebakaran. Kebakaran dapat merugikan pihak investor, para pekerja,
pemerintah maupun masyarakat luas. Kebakaran adalah hal yang tidak
diinginkan karena dapat menyebabkan penderitaan dan malapetaka. Kejadian
kebakaran selalu membawa kerugian material dan korban (Ryan, 2015).
Menurut teori segitiga api, kebakaran dapat terjadi apabila adanya
interaksi antara bahan bakar, panas dan udara. Studi lanjut mengenai fisika dan
kimia menyatakan bahwa peristiwa kebakaran mempunyai tambahan unsur
yaitu rantai reaksi kimia. Secara teori dengan memotong salah satu unsur
tersebut maka dapat mencegah kejadian kebakaran (Ryan, 2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
04 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan pada Bab I Pasal 2 ayat 1 disebutkan beberapa golongan
kebakaran, yaitu (Permenakertrans Nomor 04 Tahun 1980):
(1) Kebakaran dapat digolongkan:
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran logam (Golongan D).
Jika kebakaran terjadi di perindustrian maka dapat mengganggu
keberlangsungan kegiatan operasional sehingga mengganggu stabilitas dan
proses pembakaran menimbulkan terjadinya api awal. Jadi untuk menimbulkan
api awal diperlukan tiga unsur kontinuitas kegiatan industri yang akhirnya
dapat menyebabkan semakin besar kerugian finansial yang ditanggung oleh
perusahaan (Ryan, 2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di
Tempat Kerja pada Bab I Pasal 2 yaitu Pengusaha dan/atau Pengurus wajib
melaksanakan K3 listrik di tempat kerja. Pada Pasal 3 yaitu (Permenaker
Nomor 12 Tahun 2015).

5
Pelaksanaan K3 listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan:
a. melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang
berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik;
b. menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan memberikan
keselamatan bangunan beserta isinya; dan
c. menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat untuk mendorong
produktivitas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Nomor Kep. 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja pada Bab I Pasal 2 Ayat 1 yaitu pengurus atau pengusaha wajib
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran serta latihan
penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Pada Ayat 2 menyebutkan
kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat
kerja, salah satunya meliputi penyelenggaraan latihan dan gladi
penanggulangan kebakaran secara berkala dan pembentukan unit
penanggulangan kebakaran (Nurina, 2012).
Berdasarkan Permenaker Nomor 12 Tahun 2015 pada Pasal 5 ayat 3
yang berbunyi; (3) Standar bidang kelistrikan meliputi (Permenaker Nomor 12
Tahun 2015):
a. Standar Nasional lndonesia;
b. Standar Internasional; dan/atau
c. Standar Nasional Negara lain yang ditentukan oleh Pengawas
Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik
Pada saat kebakaran di Pabrik pembuatan mercon milik PT Panca
Buana ini meledak kebakaran terjadi dengan kondisi gerbang masih terkunci,
hal ini membuat para karyawan atau pekerja terjebak pada pabrik tersebut.
Untungnya warga setempat sempat membobol tembok gudang tersebut untuk
menyelamatkan para karyawan. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan atau
pabrik tersebut hanya memiliki jalan masuk dan keluar hanya satu dan tidak
memiliki jalur darurat atau pintu darurat lainnya. Berdasarkan hal tersebut

6
dapat diketahui perusahaan tidak menerapkan SMK3 pada perusahaan tersebut
(Jakarta Kompas, 2017).
Dibutuhkan suatu sistem tanggap darurat guna sebagai penanggulangan
bahaya kebakaran. Kebakaran dapat mengakibatkan kerugian yang tidak
sedikit dan menimbulkan kecelakaan korban yang fatal. Berdasarkan
KEPMEN PU No. 10/KPTS/2000 perusahaan besar dengan tingkat risiko
kebakaran yang tinggi diwajibkan memiliki sistem tanggap darurat dan
organisasi tanggap darurat. Dengan adanya sistem tanggap darurat maka
pengusaha atau pengelola wajib untuk memelihara sistem proteksi aktif
kebakaran yang tercantum pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi no. PER.04/MEN/1980. Di dalam sistem tanggap darurat
terdapat petugas tanggap darurat yang memiliki peran dan tugasnya masing-
masing menurut NFPA 101 tahun 2010 dan Kepmenaker No.186 tahun 1999
(Nurina, 2012).
Berdasarkan Kep. 186/MEN/1999 pada Pasal 5 disebutkan unit
penanggulangan kebakaran terdiri dari (Kepmenaker Nomor 186 Tahun 1999):
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kabakaran;
d. Ahli K3 spesialis penaggulangan kebakaran sebagai penaggungjawab
teknis.
Pada Pasal 6 dalam Kep. 186/MEN/1999 yang berbunyi (Kepmenaker
Nomor 186 Tahun 1999):
(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a,
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua
puluh lima) orang.
(2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan
kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d,
ditetapkan untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan
sedang I yang mempekerjakan tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau

7
lebih, atau setiap tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II,
sedang III dan berat.
(3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal
5 huruf c, ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang
I, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja
100 (seratus) orang;
b. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II dan
sedang III dan berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap
unit kerja.
Berdasarkan Permenakertrans Nomor 04 Tahun 1980 pada Pasal 4
tentang pemasangan APAR, berbunyi (Permenakertrans Nomor 04 Tahun
1980):
(1) Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada
posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil serta
dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan.
(2) Pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) harus sesuai dengan
lampiran I.
(3) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) adalah 125 cm dari
dasar lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam api ringan
bersangkutan.
(4) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai dengan
jenis dan penggolongan kebakaran seperti tersebut dalam lampiran 2.
(5) Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam api yang satu dengan
lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter,
kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan Kerja.
(6) Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
Didapatkan faktor utama penyebab kebakaran yang meliputi (1) faktor
manusia, (2) faktor proses produksi, dan (3) faktor alam. Faktor manusia yang
mempunyai peran sebagai faktor penyebab kebakaran adalah pengelola dan
pekerja. Pada penerapannya pengelola belum menerapkan & memfasilitasi

8
sistem manajemen penanggulangan kebakaran sebagai upaya pencegahan dan
pengendalian. Sedangkan jika ditinjuai dari sisi pekerja, terjadinya kebakaran
dapat diakibatkan oleh human error, adanya kegagalan kerumahtanggaan
(housekeeping), dan kegagalan mekanisme operasi pada proses produksi.
Faktor alam yang memiliki potensi menjadi penyebab kebakaran di perusahaan
terebut adalah suhu panas dalam ruangan. Risiko terjadi kebakaran akibat suhu
ditempat kerja yang tinggi karena kuranganya ventilasi buatan menggunakan
exhauster dan blower (Laila, 2017).
Priyanto (2002) menyatakan ventilasi adalah jalan keluar masuknya
udara sehingga udara segar dari luar dapat masuk untuk menggantikan udara
kotor dan panas di dalam ruangan. Sistem ventilasi yang digunakan untuk
perusahaan menggunakan Colling pad dan Exhaust Fan. Colling pad
mengalirkan udara segar yang dibutuhkan kedalam ruangan. Dan exhaust fan
mengeluarkan udara kotor dan panas ke luar ruangan (Laila, 2017).

C. Rekomendasi
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik
seharusnya diterapkan perusahaan seperti memberikan sanksi bagi karyawan
yang tidak menggunakan alat perlindungan diri, melakukan sosialisasi
pelatihan K3, memiliki kapasitas mesin sesuai standart yang ditentukan,
memberikan penerangan dan ventilasi yang cukup, menyimpan bahan kimia
dan zat-zat berbahaya dengan baik dan melakukan pencatatan dan pelaporan
kecelakaan kerja dengan baik, lalu Perusahaan diharapkan memelihara kondisi
peralatan kerja agar selalu dalam kondisi yang baik, melakukan pengontrolan
terhadap peralatan kerja secara berkala untuk mengetahui mana peralatan yang
mengalami kerusakan agar dapat diperbaiki dan tidak membahayakan buruh
saat bekerja, menyediakan fasilitas yang memadai dan perencanaan program
K3 yang terkoordinasi dengan baik dengan melakukan penilaian dan tindak
lanjut pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tersebut
(Notoatmodjo, 2012).

9
Pelatihan dan Sosialisasi pentingnya peralatanan dan program K3
selayaknya dilakukan secara kontinu bagi buruh, hal ini akan menunjang peran
perusahaan yang sudah menyediakan alat perlindungan diri sebagai fasilitas,
sehingga diharapkan buruh menggunakan fasilitas tersebut sebagai
perlindungan diri saat melakukan proses produksi dan memastikan kesehatan
serta keselamatan kerja demi produktivitas yang positif (Notoatmodjo, 2012).
Dukungan ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap
kesiapsiagaan sumber daya manusia. Tingkat kualitas hasil pekerjaan
seseorang sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana, yang disertai pedoman
akan banyak berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan kualitas kerja yang
baik. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Mahendra Linuwih Ryan yang
menyebutkan bahwa ada hubungan antara sarana prasarana dengan
kesiapsiagaan tanggap darurat kebakaran (Nurina, 2012).
Dalam hal ini pengawasan yang dilakukan petugas K3 antara lain
memberikan informasi kepada karyawan mengenai bahaya kebakaran,
menegur karyawan apabila terdapat tindakan yang dapat menimbulkan
kebakaran, dan melakukan pengecekkan terhadap sarana proteksi kebakaran.
Pengawasan terhadap karyawan mengenai keselamatan kebakaran sangat
penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan khususnya
kebakaran, sebenarnya pengawasan tidak menyita waktu yang banyak, bisa
dilakukan dengan briefing sebelum bekerja. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
perubahan fisik belum tentu akan merubah perilaku safety pada karyawan,
walaupun perubahan yang terjadi hanya sementara dan karyawan tersebut akan
berperilaku unsafe act kembali, sehingga pengawasan yang rutin sangat perlu
dilakukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengawasan yang baik
akan mempengaruhi kesiapsiagaan karyawan dalam menghadapi bahaya
kebakaran (Nurina,2012).

10
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyani, dkk. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kesiapsiagaan


tanggap darurat pada aviation security terhadap bahaya kebakaran di
terminal bandara x. Jurnal Kesehatan Masyarakat:4(3);416-424.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 1999. Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Laila F. Suroto. Kurniawan B. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya


kesiapsiagaan karyawan bagian produksi dalam menghadapi bahaya
kebakaran di pt sandang asia maju abad. Jurnal Kesehatan Masyarakat :5
(3); 295-307.

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;


2012.

Nurina DL. Pengembangan Program Tanggap Darurat Kebakaran di Gedung


Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2012. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015.


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 04


Tahun 1980. Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam
Api Ringan.

Ryan LM. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan tanggap darurat


kebakaran pada penghuni mess pt sango indonesia semarang. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.

11

Вам также может понравиться