Вы находитесь на странице: 1из 15

Kunjungan Program Studi Bioteknologi FST -

Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Gunungkidul – Selasa, 4 April 2017, Pkl. 09:00 WIB, Mahasiswa/i S-1 Program Studi
Bioteknologi Fakultas Sains dan Teknologi – Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
berkunjung ke Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia Gunungkidul, kunjungan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
tentang peran dan aplikasi dalam bidang keilmuan bioteknologi di Fakultas Sains dan
Teknologi - Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dosen pendamping mahasiswa Ibu Dwi
Susilowati, M.Si. dalam sambutannya menyampaikan bahwa kunjungan yang diikuti
oleh 15 mahasiswa/i dan 5 dosen ini merupakan kunjungan yang perdana datau
pertama kalinya, ia berharap dari kunjungan ini semoga dapat dilanjutkan dengan
kunjungan-kunjungan berikutnya dari Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, “ucapnya.
Selanjutnya ia menambahkan kepada adik-adik mahasiswa agar dapat bertanya
kepada peneliti BPTBA LIPI sehingga dapat menambah ilmu, pengetahuan dan
wawasan baik bagi mahasiswa serta dosen, “katanya.

Presentasi diisi oleh Peneliti Bahan Alam BPTBA LIPI Muslih Anwar, M.Si. dengan
memaparkan tentang profil, visi, misi, struktur organisasi dan bidang keilmuan yang
terdapat di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kemudian diteruskan dengan
program-program pengembangan dan produk hasil riset yang diperoleh di bidang
pangan, pakan, bahan alam dan lingkungan, yaitu ; teknologi canning, tepung BMC,
pengolahan umbi-umbian, integrated farming system, biogas serta program PUI
Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional Ristekdikti Tahun 2017 dan program
kerjasama dengan Bank Indonesia Perw. DIY tentang pengembangan Griya Cokelat
Nglanggeran. Dipaparkan juga program – program diseminasi dan implementasi
antara lain pengembangan Lobster (Pantai Sepanjang-Gunungkidul), Olahan Susu
Kambing (Turi-Sleman), Jerami amoniasi (NTB), dll.

Selanjutnya, mahasiswa/i mengikuti presentasi oleh Peneliti Pakan BPTBA LIPI Lusty
Istiqomah, M.Biotech. yang bertema : “Perkembangan Riset Berbasis Bioteknologi di
BPTBA”, presentasi berisikan mengenai Terminology of Biotechnology, What is
Biotechnology ? dan Types of Biotechnology. Lalu, dilanjutkan dengan pemaparan
tentang sejarah dari bioteknologi, early applications and speculation, genetics, DNA
research, science explodes, organism dan biotech applications. Diteruskan dengan
Biotech Application di BPTBA LIPI Gunungkidul, teknologi proses pangan lokal,
enzyme, dan sebagainya. Audiensi diisi dengan beberapa pertanyaan dari
mahasiswa/i yaitu Sdri. Miftahkhairati yang bertanya tentang apakah produk LIPI
pernah bersaing dengan produk industri ? dan bagaimana citarasa gudeg setelah
dikalengkan ? serta apakah produk tersebut dapat diterima oleh masyarakat ?, lalu
diteruskan dengan pertanyaan dari Sdri. Wahyuni tentang bagaimana mendapatkan
isolasi mikroba selain dari jamur ling zhie ? dan diperoleh dari jenis tumbuhan apa
saja selain jamur tersebut ?, mahasiswa Sdr. Wahyu Mahardika juga mengajukan
pertanyaan mengenai bidang – bidang apa saja yang terdapat dalam keilmuan
bioteknologi ? dan terakhir Sdri. Karmilawati dan Afifah mengajukan pertanyaan
tentang persyaratan dan prosedur bagai mahasiswa untuk melakukan magang,
penelitian dan analisa serta mengenai penelitian bioteknologi di bidang kesehatan
apakah sudah dipublished oleh LIPI ? karena yang biasanya dipublished selama ini
hanya di bidang pertanian saja, “ucapnya.
Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia -
Yogyakarta, disingkat BPTBA LIPI Yogyakarta, sebelumnya bernama UPT Balai
Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) merupakan satuan kerja
setingkat eselon III pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di bawah Kedeputian
bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI. Perubahan nama ini bagian dari
reorganisasi yang bertujuanuntuk memperluas tugas pokok dan fungsi di bidang
penelitian sehingga cakupan kegiatan menjadi lebih komprehensif, tidak hanya
terbatas pada pengembangan (developing) tapi juga menyasar pada penelitian dasar
(basic research). Reorganisasi dari BPPTK menjadi BPTBA efektif berlaku sejak 25
Februari 2016 sesuai Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari
2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam.
BPTBA LIPI berlokasi di Jl Jogja – Wonosari KM 31,5 Desa Gading, Kecamatan
Playen, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Yogyakarta.

Sejarah berdirinya BPTBA LIPI Yogyakarta diawali pada 26 Juni 1983 dengan
dibentuknya Stasiun Percontohan dan Pengembangan Teknologi Pembuatan Bahan
Makanan Campuran Ternak untuk sapi (SPPT – BMCT), Lembaga Kimia Nasional
(LKN) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gading, Playen, Gunungkidul,
D.I.Yogyakarta. Pembentukan SPPT-BMCT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pakan ternak terutama ruminansia di Gunungkidul dan sekitarnya. Kegiatan unggulan
pada stasiun percontohan ini adalah penelitian Bahan Makanan Campuran Ternak
untuk sapi. Satu unit SPPT LIPI juga berada di Gunungsempu, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta yang fokus pada pengolahan dan pelatihan Tahu
Tempe sehingga disebut sebagai SPPT Tahu Tempe yang dibentuk berdasarkan hasil
kerjasama Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) dan LKN LIPI.

Pada 8 Mei 1987 dengan berkembangnya kegiatan riset maka SPPT – BMCT berubah
nama menjadi Balai Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Bahan Olahan
Kimia (BBOK). Fokus kegiatan BBOK tidak hanya pada bidang pakan ternak saja
tetapi ditambah dengan kegiatan pada bidang olahan pangan. Bahan Baku dan
Olahan Kimia (BBOK) LIPI memiliki tiga unit yang berada di tiga lokasi yaitu Lampung,
Bandung dan Yogyakarta. Unit BBOK LIPI yang berkedudukan di Lampung
merupakan satuan kerja terbesar di antara ketiga satuan kerja di atas. Kegiatan
utamanya adalah implementasi teknologi pada bidang pertanian. Sementara unit yang
berada di Cisitu, Bandung menjadi pusat kegiatan administrasi dan eksperimen
laboratorium. Sedangkan unit yang berada di Gunungkidul, Yogyakarta, diarahkan
pada pengembangan teknologi pengolahan pangan.
Selanjutnya pada 12 Juni 2012, melalui Surat Keputusan Kepala LIPI nomor
1022/M/2002, tanggal 12 Juni 2002 tentang organisasi dan tata kerja balai
pengembangan proses dan teknologi kimia, dilakukanlah reorganisasi BBOK dengan
melebur tiga unit BBOK yang ada di Lampung, Bandung dan Yogyakarta menjadi
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia - Yogyakarta, disingkat UPT BPPTK LIPI Yogyakarta. UPT BPPTK LIPI
secara struktur berada di bawah pembinaan Pusat Penelitian Kimia LIPI (Eselon 2).
Tugas Fungsi UPT BPPTK LIPI adalah melaksanakan pengembangan, pemanfaatan
dan penerapan hasil penelitian di bidang proses dan teknologi kimia dan lingkungan,
pangan dan pakan, farmasi dan teknologi lingkungan.

Semakin majunya kegiatan pengembangan dan riset di UPT BPPTK LIPI maka sesuai
Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam, maka nama UPT
BPPTK berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI.

BPTBA LIPI mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang teknologi bahan alam.
Dalam melaksanakan tugas, BPTBA LIPI menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan penelitian di bidang teknologi bahan alam;


2. Pemanfaatan hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam;
3. Pengelolaan sarana dan prasarana penelitian;
4. Pelaksanaan layanan jasa dan informasi;
5. Diseminasi hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BPTBA LIPI dipimpin oleh seorang Kepala
dibantu dengan dengan empat struktural eselon 4 yang terdiri dari:

1. Subbagian Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan


urusan kepegawaian, keuangan, umum, dan kerumahtanggaan.
2. Seksi Pemanfaatan Teknologi, mempunyai tugas
melakukan pemanfaatan hasil penelitian teknologi bahan alam.
3. Seksi Sarana dan Prasarana Teknis, mempunyai tugas
melakukan perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan sarana dan prasarana
penelitian.
4. Seksi Pelayanan Jasa dan Informasi, mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa dan
informasi, dokumentasi,promosi, dan diseminasi hasil penelitian teknologi bahan alam,
serta kerja sama.

Fungsi penelitian dan pengembangan dijalankan oleh kelompok fungsional peneliti


tiga yang tergabung dalam kelompok penelitian (Keltian). Saat ini BPTBA mempunyai
tiga Keltian yaitu Keltian Teknologi Proses Pangan Lokal, Keltian Teknologi Bioaditif
Pakan dan Keltian Proses Teknologi Kimia Bahan Alam yang masing – masing di
pimpin oleh Kepala Keltian.
Untuk menjalankan visi misi LIPI, BPTBA membuat Rencana Kegiatan Lima Tahun
dengan tiga sasaran penting yaitu :

1. Terbentuknya Pusat Unggulan Pengemasan Makanan Tradisonal


2. Terbentuknya Pusat Kajian Teknologi Bahan Alam untuk Food (pangan), Feed (pakan)
and Fuel (bahan bakar)
3. Terbentuknya Pusat Kajian Integrated Farming System (system pertanian terpadu)

Sejak berdiri banyak capaian penting yang didapatkan BPTBA LIPI baik dalam hal
Publikasi Ilmiah, Kerjasama Kelembagaan / Riset baik skala nasional maupun
internasional, Hak Kekayaaan Intelektual berupa Paten dll serta keberhasilan
pendampingan UMKM dan industri dalam proses alih teknologi dan kerjasama
pengembangan produk. Produk – produk unggulan yang telah diadopsi oleh industri
kecil dan menengah seperti gudeg kaleng oleh CV Buana Citra Sentosa (Gudeg Bu
Tjitro 1925), Gudeg Bu Citro Andrawinaloka, Gudeg Bu Slamet Wijilan, Sayur Lombok
Ijo dan Gudeg Daun Pepaya oleh RM Niela Sari, Mangut Lele oleh KOLIGA, Makanan
Khas Kutai dalam Kaleng oleh RM Warung Bu Ageng, Sambel pecel kaleng oleh CV
Sri Wiji Utami dan Tempe Bacem kaleng oleh PT Umiyako Javafood. Capaian penting
lain pada bidang peternakan adalah konsep system pertanian terpadu yang banyak
diadopsi oleh kelompok tani ternak seperti Kelompok Ternak Tanjung Lurah di Tanah
Datar Sumatera Barat, dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Di bidang proses kimia
bahan alam salah satu teknologi yang banyak diadopsi antara lain pembuatan sabun
herbal transparan, olahan teh, sirup dari bahan herbal lokal.

Program pangan

Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-


undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan yang dirumuskan sebagai usaha untuk
mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup,
mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Sampai saat ini masih banyak rumah tangga yang belum mampu mewujudkan
ketersedian pangan yang cukup terutama dalam hal mutu/tingkat gizi. Dalam hal ini
keanekaragaman pangan menjadi salah satu pilar dalam ketahanan pangan.
Keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang
dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat menuju pangan
yang beragam dan bergizi seimbang. Berbagai sumber pangan lokal pada beberapa
wilayah masih dapat dikembangkan untuk memenuhi keanekaragaman konsumsi pangan
masyarakat pada wilayah yang bersangkutan.

Konsumsi pangan yang beranekaragam diharapkan dapat memenuhi kecukupan gizi


seseorang baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Namun sekarang ini telah terjadi
perubahan dalam pola konsumsi sebagai bagian dari perubahan gaya hidup. Terdapat
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan siap saji dengan kalori tinggi, rendah
kandungan seratnya. Adanya ketidakseimbangan dalam pola konsumsi ini telah
mendorong timbulnya berbagai masalah kesehatan. Diet tinggi lemak dan tinggi kalori
berkaitan erat dengan peningkatan prevalensi obesitas yang sering menjadi pemicu
timbulnya berbagai penyakit degeneratif di antaranya hiperkolesterol dan diabetes
mellitus. Kekurangan sumber nutrisi tertentu seperti asam folat dapat juga mengakibatkan
cacat bawaan pada bayi dan berbagai penyakit lainnya, selain itu kekurangan zat besi
dapat menimbulkan anemia yang mengganggu produktivitas.

Menyikapi hal tersebut, menjadi sangat perlu dilakukan penelitian mengenai


makanan sehat untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif tersebut. Dalam hal ini,
penelitian pembuatan makanan sehat dilakukan dengan menggunakan bahan pangan
lokal. Ketersediaan bahan pangan lokal cukup berkesinambungan sehingga dapat terjaga
keberlanjutan produksi makanan sehat yang akan dilakukan.

Produk-produk pangan yang dikembangkan ini berasal dari bahan pangan lokal hasil
pertanian diantaranya yaitu umbi-umbian, pangan sumber protein nabati (kacang-
kacangan) dan rumput laut. Umbi-umbian merupakan bahan pangan sumber karbohidrat.
Makanan sehat yang dibuat dari umbi-umbian, mengandung serat, indeks glikemik yang
rendah serta senyawa aktif yang dapat bermanfaat bagi para penderita diabetes mellitus.
Kegiatan makanan fungsional untuk penderita diabetes melitus merupakan kegiatan
unggulan program pangan yang bersinergi dengan salah satu kegiatan di Pusat Penelitian
Kimia LIPI.

Bahan pangan lainnya yang dikembangkan yaitu kacang-kacangan sebagai sumber


protein. Bahan pangan sumber protein dipilih mengingat fungsi protein yang sangat
penting bagi tubuh. Dalam pembuatan makanan sehat dari sumber protein nabati ini akan
dilakukan optimasi proses, termasuk proses fermentasi, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan nilai cerna protein dalam tubuh. Dengan demikian diperoleh makanan sehat
dengan tingkat kecernaan protein yang tinggi dalam tubuh sehingga dapat memperlancar
metabolisme. Untuk meningkatkan nilai gizi bahan pangan perlu diperkaya misalnya
dengan zat besi dan folat.

Selain itu, posisi geografis Indonesia yang merupakan pertemuan berbagai patahan
bumi dan jalur gunung berapi di dunia, mengakibatkan frekuensi bencana alam berupa
gempa bumi, gelombang tsunami dan letusan gunung berapi di Indonesia cukup tinggi.
Kondisi tersebut menuntut sebuah budaya �sadar bencana� yang harus
dikembangkan/diperkenalkan di masyarakat. UPT BPPTK LIPI sebagai salah satu institusi
IPTEK, memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan teknologi yang menunjang
upaya �sadar bencana� tersebut dalam bentuk makanan yang disiapkan untuk kondisi
bencana.

A. Tujuan

Tujuan Program Pangan sampai dengan tahun 2014 yaitu:

1. Pengembangan makanan fungsional dengan memanfaatkan bahan pangan lokal


berbasis umbi-umbian dan kacang-kacangan.

2. Pengembangan makanan �siaga bencana�.

Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia -


Yogyakarta, disingkat BPTBA LIPI Yogyakarta, sebelumnya bernama UPT Balai
Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) merupakan satuan kerja
setingkat eselon III pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di bawah Kedeputian
bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI. Perubahan nama ini bagian dari
reorganisasi yang bertujuanuntuk memperluas tugas pokok dan fungsi di bidang
penelitian sehingga cakupan kegiatan menjadi lebih komprehensif, tidak hanya
terbatas pada pengembangan (developing) tapi juga menyasar pada penelitian dasar
(basic research). Reorganisasi dari BPPTK menjadi BPTBA efektif berlaku sejak 25
Februari 2016 sesuai Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari
2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam.
BPTBA LIPI berlokasi di Jl Jogja – Wonosari KM 31,5 Desa Gading, Kecamatan
Playen, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Yogyakarta.
Sejarah berdirinya BPTBA LIPI Yogyakarta diawali pada 26 Juni 1983 dengan
dibentuknya Stasiun Percontohan dan Pengembangan Teknologi Pembuatan Bahan
Makanan Campuran Ternak untuk sapi (SPPT – BMCT), Lembaga Kimia Nasional
(LKN) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gading, Playen, Gunungkidul,
D.I.Yogyakarta. Pembentukan SPPT-BMCT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pakan ternak terutama ruminansia di Gunungkidul dan sekitarnya. Kegiatan unggulan
pada stasiun percontohan ini adalah penelitian Bahan Makanan Campuran Ternak
untuk sapi. Satu unit SPPT LIPI juga berada di Gunungsempu, Kecamatan Kasihan,
Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta yang fokus pada pengolahan dan pelatihan Tahu
Tempe sehingga disebut sebagai SPPT Tahu Tempe yang dibentuk berdasarkan hasil
kerjasama Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) dan LKN LIPI.

Pada 8 Mei 1987 dengan berkembangnya kegiatan riset maka SPPT – BMCT berubah
nama menjadi Balai Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Bahan Olahan
Kimia (BBOK). Fokus kegiatan BBOK tidak hanya pada bidang pakan ternak saja
tetapi ditambah dengan kegiatan pada bidang olahan pangan. Bahan Baku dan
Olahan Kimia (BBOK) LIPI memiliki tiga unit yang berada di tiga lokasi yaitu Lampung,
Bandung dan Yogyakarta. Unit BBOK LIPI yang berkedudukan di Lampung
merupakan satuan kerja terbesar di antara ketiga satuan kerja di atas. Kegiatan
utamanya adalah implementasi teknologi pada bidang pertanian. Sementara unit yang
berada di Cisitu, Bandung menjadi pusat kegiatan administrasi dan eksperimen
laboratorium. Sedangkan unit yang berada di Gunungkidul, Yogyakarta, diarahkan
pada pengembangan teknologi pengolahan pangan.

Selanjutnya pada 12 Juni 2012, melalui Surat Keputusan Kepala LIPI nomor
1022/M/2002, tanggal 12 Juni 2002 tentang organisasi dan tata kerja balai
pengembangan proses dan teknologi kimia, dilakukanlah reorganisasi BBOK dengan
melebur tiga unit BBOK yang ada di Lampung, Bandung dan Yogyakarta menjadi
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia - Yogyakarta, disingkat UPT BPPTK LIPI Yogyakarta. UPT BPPTK LIPI
secara struktur berada di bawah pembinaan Pusat Penelitian Kimia LIPI (Eselon 2).
Tugas Fungsi UPT BPPTK LIPI adalah melaksanakan pengembangan, pemanfaatan
dan penerapan hasil penelitian di bidang proses dan teknologi kimia dan lingkungan,
pangan dan pakan, farmasi dan teknologi lingkungan.

Semakin majunya kegiatan pengembangan dan riset di UPT BPPTK LIPI maka sesuai
Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam, maka nama UPT
BPPTK berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI.
BPTBA LIPI mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang teknologi bahan alam.
Dalam melaksanakan tugas, BPTBA LIPI menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan penelitian di bidang teknologi bahan alam;


2. Pemanfaatan hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam;
3. Pengelolaan sarana dan prasarana penelitian;
4. Pelaksanaan layanan jasa dan informasi;
5. Diseminasi hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BPTBA LIPI dipimpin oleh seorang Kepala
dibantu dengan dengan empat struktural eselon 4 yang terdiri dari:

1. Subbagian Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan


urusan kepegawaian, keuangan, umum, dan kerumahtanggaan.
2. Seksi Pemanfaatan Teknologi, mempunyai tugas
melakukan pemanfaatan hasil penelitian teknologi bahan alam.
3. Seksi Sarana dan Prasarana Teknis, mempunyai tugas
melakukan perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan sarana dan prasarana
penelitian.
4. Seksi Pelayanan Jasa dan Informasi, mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa dan
informasi, dokumentasi,promosi, dan diseminasi hasil penelitian teknologi bahan alam,
serta kerja sama.

Fungsi penelitian dan pengembangan dijalankan oleh kelompok fungsional peneliti


tiga yang tergabung dalam kelompok penelitian (Keltian). Saat ini BPTBA mempunyai
tiga Keltian yaitu Keltian Teknologi Proses Pangan Lokal, Keltian Teknologi Bioaditif
Pakan dan Keltian Proses Teknologi Kimia Bahan Alam yang masing – masing di
pimpin oleh Kepala Keltian.

Untuk menjalankan visi misi LIPI, BPTBA membuat Rencana Kegiatan Lima Tahun
dengan tiga sasaran penting yaitu :

1. Terbentuknya Pusat Unggulan Pengemasan Makanan Tradisonal


2. Terbentuknya Pusat Kajian Teknologi Bahan Alam untuk Food (pangan), Feed (pakan)
and Fuel (bahan bakar)
3. Terbentuknya Pusat Kajian Integrated Farming System (system pertanian terpadu)
Program Pakan dan Nutrisi Ternak

Pada saat negara-negara maju mengalami krisis ekonomi global dalam kurun waktu sepuluh
tahun terakhir, Indonesia terus mengalami perbaikan untuk rasio hutang negara terhadap PDB
dari 89% tahun 2000 menjadi 25% pada tahun 2011 dan diikuti dengan peningkatan cadangan
devisa dari 34,7 USD miliar pada tahun 2005 menjadi 122,7 USD miliar pada tahun 2011
(Menteri Keuangan, Bank Indonesia). Dalam masterplan ekonomi, Indonesia diproyeksikan
akan menjadi negara High Income pada tahun 2025 dengan GDP per kapita sebesar 14.900
USD (KEN, Proyeksi Ekonomi Indonesia 2011-2045). Sementara itu, isu ketahanan pangan
dan nutrisi global menjadi tendensi penting bagi Food and Agriculture Organization (FAO),
sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk dan perubahan iklim yang berimbas pada
keterbatasan lahan pertanian, perubahan gaya hidup, dan pola makan masyarakat. Rentang
waktu 1999-2011, telah terjadi peningkatan konsumsi protein dari kelompok makanan daging
sebesar 106,8%, ikan 32,1% serta telur‐susu 127%. Sementara protein dari padi‐padian dalam
periode tersebut justru turun 14%. Hal tersebut menandakan semakin tingginya konsumsi
terhadap kelompok makanan non padi termasuk salah satunya daging.

Perubahan gaya hidup ini semakin meningkatkan angka Noncommunicable Diseases (NCDs)
atau penyakit tidak menular seperti jantung, kanker, dan diabetes (World Health
Organization/WHO). Kebutuhan produk pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal, terutama
sumber protein (daging, susu, dan telur) yang berasal dari hewan menjadi tuntutan saat ini
(Pasal 78 UU no 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan). Di Indonesia,
tuntutan ketahanan dan kemanan pangan lima tahun ke depan (2015-2019) juga tersirat dalam
penjelasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 melalui
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) III tahun 2015-2019, untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat.RPJM ke-3 (2015–
2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan
secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya
manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat. Kajian ethnoveterinary
menjadi salah satu peluang pemanfaatan tanaman obat untuk meningkatkan kekebalan dan
mengatasi penyakit ternak dengan berbasis pada kearifan lokal di masyarakat.
Konsumsi daging sapi di Indonesia mempunyai tren meningkat. Sementara itu, produksi
daging sapi masih belum mampu memenuhi semua kebutuhan konsumsi daging
domestik. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2011), populasi sapi potong di
Indonesia mencapai 14,8 juta ekor yang sebagian besar (61,86%) tersebar di lima
propinsi. Pada tahun 2012 impor daging sapi mencapai 283.000 ekor atau sebesar 18% dari
total kebutuhan daging domestik. Kondisi tersebut masih belum mampu mencukupi kebutuhan
daging nasional dan belum sesuai target swasembada daging sapi nasional (2014) yang
mentolerir impor daging sapi sebesar 5‐10% dari total kebutuhan daging sapi domestik.
Swasembada daging sapi nasional yang ditargetkan tahun 2014 pada hakikatnya mendorong
kemandirian penyediaan daging sapi dari peternakan domestik tanpa bertumpu sepenuhnya
pada impor daging. Sekitar 56% dari konsumsi daging di Indonesia berasal dari unggas, lebih
tinggi dibandingkan dengan angka konsumsi daging sapi yang hanya 23 persen. Walaupun
demikian, angka konsumsi daging unggas yang hanya setara 4,5 kilogram per kapita per tahun
jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi daging negara-negara lain khususnya di
ASEAN seperti Malaysia (±38,5 kg/kapita/tahun) atau Singapura (±48
kg/kapita/tahun) (Poultry Indonesia, 2011).

Data BPS selama kurun waktu 1999 – 2011 menunjukkan terjadi peningkatan konsumsi protein
hewan, kecenderungan impor ternak dan produk ternak terus turun dan iklim investasi
peternakan makin baik dan didukung oleh perundangan-undangan yang mendukung
tumbuhnya industri peternakan baik mikro maupun makro. Perkembangan sektor peternakan
menyebabkan perubahan konsumsi masyarakat dari sumber kalori berbasis karbohidrat
menjadi berbasis kandungan protein tinggi. Salah satu faktor penyebab minimnya produksi
daging unggas adalah masalah penyakit. Penyakit pencernaan menjadi perhatian dalam industri
peternakankhususnya unggas, karena dapat menurunkan produktivitas, meningkatkan angka
kematian dan menyebabkan kontaminasi produk peternakan untuk konsumsi manusia (terkait
dengan isu keamanan pangan). Dengan tingginya perhatian terhadap kejadian resistensi
antibiotik maka terjadi peningkatan upaya pencarian alternatif pengganti antibiotik untuk
produksi ternak. Probiotik dan prebiotik adalah dua dari beberapa pendekatan yang berpotensi
untuk mengurangi kasus penyakit pada unggas dan kontaminasi produk peternakan (Patterson
dan Burkholder, 2003).
Kebutuhan pakan dan obat - obat terus mengalami peningkatan. Penggunaan obat-obatan dari
bahan kimia sintetik atau antibiotik sudah mulai dibatasi dan dilakukan pelarangan di beberapa
negara maju karena tingginya kejadian resistensi bakteri pathogen yang beresiko pada
kesehatan manusia akibat kontaminasi pathogen maupun residu antibiotik dalam produk
ternak. Tahun 2002, USDA menerapkan pelarangan antibiotik pada budidaya ternak
organik disusul Uni Eropa pada tahun 2006 menerapkan pelarangan antibiotik dalam suplemen
pakan. Hasil kajian pada tahun 2011, menunjukkan kecenderungan konsumsi pangan asal
ternak konsumen Indonesian mengutamakan pangan asal ternak yang sehat/higienis, harga
relatif rendah, mudah dijangkau/tersedia (ACIAR report, Deblitz, 2011). Pengembangan obat
hewan seperti sediaan biologik, farmakoseutika, premiks, dan obat alami di dalam negeri juga
dilindungi pemerintah dan diatur dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Dalam RPJMN 2010 upaya-upaya pengembangan Industri dan UMKM diarahkan untuk
menjadikan para pelaku ekonomi yang memiliki kemampuan usaha yang berbasis Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan berdaya saing (BAPPENAS, 2010). Penelitian
pengembangan aditif UPT BPPTK-LIPI program pakan dan nutrisi ternak tahun 2010 –
2014 telah dihasilkan produk aditif ternak yang sudah menjadi contoh produk dan siap untuk
dikomersialisasikan, yang akan didukung dengan sertifikasi produk, standarisasi proses
produksi dan analisis teknoekonomi (bisnisplan). Program pakan dan nutrisi ternak di tahun
2015-2019 akan memfokuskan kegiatan pada pengembangan aditif pakan dari mikrobia untuk
ternak unggas, pengembangan imbuhan organik berbasis konsorsium mikroba untuk ternak
ruminansia perah, pengembangan aditif pakan dari bahan alam berdasarkan
kajian ethnoveterinary untuk ternak unggas, dan produksi aditif pakan yang telah siap
dikomersialkan. Sinergi kegiatan juga dilakukan dengan program kimia dan teknik lingkungan
terkait ekstrak standar untuk aditif pakan.

Tujuan Program
Tujuan Program Pakan dan Nutrisi Ternak yang telah ditetapkan untuk dicapai pada akhir 2019
meliputi:

1. Pengembangan aditif pakan dari mikroba untuk ternak unggas dalam upaya
peningkatan produktivitas,
2. Pengembangan imbuhan organik berbasis konsorsium mikroba untuk produktivitas
dan pencegahan acidosis ternak ruminansia perah,
3. Pengembangan aditif pakan dari bahan alam berdasarkan kajian ethnoveterinary untuk
ternak unggas dalam upaya peningkatan produktivitas ternak,
4. Produksi skala terbatas aditif sesuai standar Good Manufacturing Practices (GMP),
efisiensi produksi, kajian teknoekonomi dan sertifikasi produk.

Program Bahan Alam dan Lingkungan

Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati memiliki lebih dari


30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat.
Keanekaragaman hayati Indonesia diperkirakan kedua terbesar di dunia setelah Brazil.
Dari 250.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di dunia, 30.000 spesies
diantaranya terdapat di Indonesia. Banyak tumbuhan tropika ini telah dimanfaatkan
antara lain sebagai biofarmaka. Maka penelitian yang sistematik perlu terus dilakukan
untuk mengungkap secara optimal manfaat bahan alam di negara kita. Mengingat manfaat
keanekaragaman hayati tersebut sangat beragam bagi manusia seperti sebagai biofuel,
biofarmaka, biopestisida dan biofertilizer. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan bahan-bahan dari alam dalam meningkatkan kesehatan yang optimal dan
mengatasi berbagai penyakit secara alami, maka senyawa kimia yang jumlahnya sangat
melimpah perlu terus diteliti dan digunakan bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dengan
beragamnya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia itu, maka memungkinkan
ditemukannya atau diisolasi senyawa kimia baru. Berdasarkan hal itu, sebagai negara
yang termasuk negara mega biodiversity maka riset di bidang ini, menjadi salah satu
ujung tombak riset di Indonesia.

Beberapa permasalahan global seperti krisis energi, pemanasan global dan krisis
pangan, mendorong perkembangan IPTEK yang diaplikasikan untuk mengatasinya. Oleh
karena itu, teknologi yang akan dikembangkan dalam Program Teknologi Kimia dan
Lingkungan diarahkan untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan mengambil tema
�Back to Bioproduct through Green Chemistry�. Program Teknologi Kimia dan
Lingkungan dilakukan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi berbagai bioproduk dan
memperhatikan usaha-usaha dengan meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Salah
satu strategi yang tepat untuk perlindungan lingkungan dalam rangka pemanfaatan
sumber daya alam adalah dengan menerapkan kebijakan produksi bersih untuk mengolah
limbah atau memanfaatkannya agar memiliki nilai tambah bagi kehidupan.
Program teknologi kimia dan lingkungan mencakup beberapa kegiatan di antaranya
adalah pengembangan energi alternatif ramah lingkungan berbasis biomassa serta
pengembangan berbagai sumber energi baru dan terbarukan yang lain. Kegiatan ini
merupakan salah satu program prioritas nasional (PN) dan program unggulan di
Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI yang bersinergi dengan satu kegiatan
di Pusat Penelitan Kimia LIPI. Pengembangan berbasis biomassa dalam hal ini bahan
pertanian diarahkan untuk biodegradable films sebagai bahan pengemas. Teknologi
lingkungan akan memperhatikan aspek-aspek pengembangan sustainable
development dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan khususnya pada
penanggulangan limbah industri dan pelestarian lingkungan hidup.

Program teknologi kimia dan lingkungan lainnya dirancang untuk membentuk


keunggulan melalui pemanfaatan bahan baku lokal dan memanfaatkan senyawa aktif
untuk membentuk keunggulan pada produk baru. Produk-produk yang akan
dikembangkan terutama yang berbahan baku empon-empon, mengkudu, daun sirih,
bunga cranberry, pengembangan minyak atsiri dan bahan alam potensial lain. Produk-
produk tersebut diolah secara kimia untuk memanfaatkan senyawa bioaktif yang
terkandung di dalamnya. Produk yang mengandung senyawa bioaktif tersebut, sangat
bermanfaat bagi industri-industri obat, pangan dan kosmetika. Senyawa bioaktif tersebut
telah diketahui mempunyai efek antibacterial, antiviral, antifungal, antioxidant,
anticancerdan mempunyai kemampuan aksi-farmakologi yang lain.

A. Tujuan

1. Meningkatkan kualitas dan efektivitas proses teknologi kimia untuk menaikkan nilai
tambah bahan baku lokal.

2. Mengembangkan proses teknologi kimia dengan memperhatikan dampak lingkungan.

3. Mengoptimalkan bahan alam lokal yang berpotensi sebagai biofuel, biofertilizer,


biopestisida dan biofarmaka yang memiliki nilai komersial dan bermanfaat untuk
masyarakat.
BerdasarkanPeraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam, maka
nama UPT BPPTK berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam
(BPTBA) LIPI.

BPTBA LIPI mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang teknologi bahan alam.
Dalam melaksanakan tugas, BPTBA LIPI menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan penelitian di bidang teknologi bahan alam;


2. Pemanfaatan hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam;
3. Pengelolaan sarana dan prasarana penelitian;
4. Pelaksanaan layanan jasa dan informasi;
5. Diseminasi hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Вам также может понравиться