Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH KOMPUTERISASI TENTANG

PENYAKIT CACING PADA ANAK

Disusun Oleh:
1. KAMILA AMALIYA J200140024
2. DINA SEPTIYANI I. J200140036
3. INDRA FATHUDDIN J200140040
4. HANIFAH RESTU N J200140044
5. DICKY ARDIANTA J200140045

PROGRAM STUDI KEPERAWATN D3


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini kami
membahas “KONSEP CACING ASCARIASIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN”. Dalam
menulis makalah ini, kami mengalami beberapa kesulitan. Namun dengan usaha dan
kesungguhan kami dalam mengerjakan penyususnan makalah ini akhirnya kami dapat
menyajikan makalah ini.

Kami berharap makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
yang membaca, sehingga apa bila kita bila menjumpai klien dengan resiko dekubitus kita bisa
mencegah dan menangganinya sejak awal.

Dalam penyusunan maakalah ini tentunya kami tidak lepas dari bantuan dan bimbingan orang
–orang terdekat kami. Maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Faizah Betty Rahayuningsih sebagai dosen mata kuliah Komputerisasi yang dengan
sabar selalu membimbing kami dakam penyusunan makalah kami.
2. Para pembaca yang telah mau meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka,
kami sangat mengharapkan kritik ataupun saran yang dapat membangun demi kesempurnaan
makalah yang kami susun.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................................
1
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.........................................................................................................................
3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................
3
C. Tujuan......................................................................................................................................
3
BAB II Tinjaun Teori
A. Pengertian Cacing ascariasis....................................................................................................
5
B. Etiologi ....................................................................................................................................
5
C. Patofisiologi.............................................................................................................................
7
D. Pathway....................................................................................................................................
8
E. Cara pencegahan......................................................................................................................
9
F. Tanda dan gejala.......................................................................................................................
9
G. Pemeriksaan fisik dan diagnostik.............................................................................................
11
H. Terapi medis ............................................................................................................................
14
I. Penatalaksanaan medis
J. Diagnosa keperawatan.............................................................................................................
15
K. Evaluasi....................................................................................................................................
16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...............................................................................................................................
17
Daftar Pustaka..........................................................................................................................
18
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari. Penyakit
kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak
terlalu tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi
yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan pada akhirnya akan menimbulkan
gangguan pada tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan
mengakibatkan kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran akan menjadi berkurang
(Safar, 2010).
World Health Organization (WHO)tahun 2012 memperkirakan lebih dari 1,5 miliar
orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan cacing yang ditularkan melalui tanah.
Lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan lebih dari 600 juta anak usia sekolah tinggal di
daerah di mana parasit ini ditularkan secara intensif dan membutuhkan pengobatan serta
tindakan pencegahan.
Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevalensinya
yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi geografis yang
temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang biaknya cacing.
Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya komunitas manusia serta kesadaran
untuk menciptakan perilaku higiene dan sanitasi yang semakin menurun merupakan faktor
yang mempunyai andil yang besar terhadap penularan parasit ini. Penyakit infeksi kecacingan
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi (Kep-Menkes,
2006).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari infeksi ascariasi ?
2. Apa faktor dan penyebab yang mempengaruhi infeksi ascariasis?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya infeksi ascariasis ?
4. Bagaimana tanda dan gejala infeksi ascariasis?
5. Bagaimana pathway infeksi ascariasis?
6. Bagaimana cara mencegah infeksi ascariasis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan infeksi ascariasis?
8. Bagaimana diagnosa, interveni infeksi ascariasis?
9. Bagaimana evaluasi hasil nya?
C. Tujuan
1. Mengetahuidefinisi dari infeksi ascariasis
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi infeksi ascariasis
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya infeksi ascariasis
4. Mengetahui tanda gejala infeksi ascariasis
5. Mengetahui pathway infeksi ascariasis
6. Mengetahui cara mencegah infeksi ascariasis
7. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan infeksi ascariasis
8. Mengetahui diagnosa, intervensi yang diberikan pada klien
9. Mengatahui evaluasi dari hasil asuhan keperawatan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya
bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan
gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat
sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh
dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah
tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak
ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga
menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena
aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik,
cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang
dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris
lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8
gram dan 0,7 gram protein setiap hari.Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian
yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga
menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).

B. ETIOLOGI
a. Umur
Umur balita terendah 1 tahun, tertinggi 4 tahun dengan rata-rata 2,76. Frekuensi terbanyak
pada umur 3 tahun yaitu senbanyak 49,1%.
b. Jenis Kelamin
Distribusi anak menurut jenis kelamin hampir berimbang walaupun lebih banyak anak laki-
laki dari pada perempuan.
c. Kebiasaan Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah aktifitas yang dilakukan sebelum makan, setelah bermain dan setelah
BAB, berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 3,7% yang terbiasa melakukan
kebiasaan mencucitangan.
d. Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Kebiasaaan memakai alas kaki adalah kebiasaan anak memakai sandal atau sepatu setiap
bermain didalam dan diluar rumah. berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 1,9%
yang terbiasa memakai alas kaki.
e. Kebersihan Kuku Kebersihan kuku aktifitas yangdilakukan dengan memangkas dan
memotong kuku satu minggu sekali dan membersihkan sela-sela kuku setiap mencuci tangan.
Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 88,9% memiliki kuku kotor.

f. Kebiasaan Bermain ditanah


Bermain ditanah adalah aktifitas fisik yang mengakibatkan tangan, kuku, kaki dan kulit
kontak langsungdengan tanah,berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 98,1%
terbiasa bermain ditanah.
g. Kepemilikkan Jamban
Kepemilikkan jamban tempat untuk BAB bagi keluarga yangmerupakan milik keluarga yang
memenuhi syarat kesehatan, berdasarkan hasil penelitian dari 54 keluarga sebanyak 94,4%
memiliki jamban.
h. Lantai Rumah
Lantai rumah mencakup bahan yang digunakan sebagai lantai rumah yang terbuat dari bahan
yang kedap air. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 87% yang lantai
rumahnya kedap air.
i. Ketersediaan Air Bersih Mencakup kecukupan air yangmemenuhi syarat air bersih yaitu
tidak berbau,berasa, dan tidak berwarnauntuk kebutuhan hidup sehari-hari Berdasarkan hasil
penelitian dari 54 anak 100% mempunyai ketersediaan air bersih.

C. PATOFISIOLOGI
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides,
jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan
melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang
kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri
pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea,
laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau
merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam
usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa
kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 – 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif.
MenurutMenurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium
larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini tahan terhadap berbagai
desinfektan dan dapat tetap hidupbertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah
hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing
keluar, yanglain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup
besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana- mana,
menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman
yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan
berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat
menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung
dengan kulit.

D. PATHWAY

E. CARA PENCEGAHAN
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
2) Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan
cegah kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di
tempat anak bermain.
3) Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah penyebaran telur Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain.
Kompos yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan
tidak membunuh semua telur.
4) Dorong kebiasaan berperilaku higienis pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk
mencuci tangan sebelum makan dan menjamah makanan.
5) Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan
kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau
dipanaskan.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan untuk mencegah
terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak
dengan cara mencegah penggunaan air limbah untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging
sapi atau daging babi secara sempurna.
Lakukan diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik
pada institusi dimana penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah
terjadinya cysticercosis. Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah keluar melalui tinja
penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang berat pada manusia. Perlu dilakukan
tindakan tepat untuk mencegah reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada kontak.
Daging sapi atau daging babi yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5 oC (23oF) selama
lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat efektif.
Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari
bangkai yang terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara
tegas untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang aman, melakukan iradiasi atau
memproses daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.

F. TANDA DAN GEJALA


Lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit,,
prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. Di
samping itu juga terdapat eosinofilia (Menteri Kesehatan, 2006)

G. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK


Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan
mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak
bergairah dan kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit,
perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas
walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja
sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di
dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
beratnya infeksi (Menteri Kesehatan, 2006)
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopis pada hapusan tinja dan dihitung dengan metode apus tebal kato.
Infeksi biseksual menyebabkan ekskresi telur fertil matang, sedangkan telur infertil
ditemukan pada individu yang terinfeksi hanya dengan cacing betina.
2. Ditemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada penyakit paru.
3. Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinofilia.

b. Pemeriksaan foto
1. Foto thorak menunjukkan gambaran opak pada lapang pandang paru seperti pada sindrom
Loeffler.
2. Penyakit pada saluran empedu
- Endoscopic retrogade cholangiopancreatography (ERCP) memiliki sensitifitas 90 %
dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
- Ultrasonography memiliki sensitivitas 50 % untuk membantu membuat diagnosis
biliary ascariasis.

H. TERAPI MEDIS
1. Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat) diberikan
secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis tunggal lebih efektif dari
pada regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin
menyebabkan paralisis neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka
obat ini adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman, 1999).
2. Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O. sekali
untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk
segala usia).

I. Penatalaksanaaan Medis
a. Pengkajian
Identitas klien
i. Nama
ii. Usia
iii. Alamat
iv. Jenis kelamin
v. Agama
vi. Status
Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam karena
diare. Merasa gelisah dan ansietas.
2. Sirkulasi
Tanda : tachikardia ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri)
3. Nutrisi / cairan
Gejala : mual, muntah, dan anoreksia.
Tanda : hipoglikemia, pot belly, dehidrasi, BB turun.
4. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urin.
5. Nyeri
Gejala : nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, kolik.
6. Integritas ego
Gejala : ansietas.
7. Keamanan
Tanda : kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare.


(Carpenito, 2000: 104).

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria tidak


ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi
dan pemeliharaan hidrasi yang adekuat.
Intervensi :
a. Monitor intake dan out put cairan.
b. Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun, membran mukosa kering).
c. Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu hidrasi yang adekuat.
d. Observsasi tanda-tanda dehidrasi.
e. Observasi pemberian cairan intra vena.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder akibat
migrasi parasit di lambung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau berkurang dengan
kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi :
a. Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.
b. Beri kompres hangat di perut.
c. Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.
d. Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.
e. Kolaburasi untuk pemberian analgesik.
K.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan muntah
(Carpenito, 2000: 260).

Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan nafsu makan meningkat, berat
badan sesuai usia.

Intervensi:
a. Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
d. Pertahankan kebersihan mulut yang baik.

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap dehidrasi


(Carpenito, 2000 ; 21)

Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-


tanda dan gejala hipertermia, seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah
normal.

Intervensi :
a. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.
b. Monitor intake dan output cairan
c. Monitor suhu dan tanda vital
d. Lakukan kompres.

5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal – epidermal


sekunder akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit teratasi dengan
kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.

Intervensi :
a. Beri bedak antiseptik.
b. Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
c. Anjurkan untuk tidak menggaruk .
d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat.

L. EVALUASI
1. Diare dapat teratasi
2. Nyeri berkurang
3. Kebutuhan nutrisi dalam tubuh dapat terpenuhi
4. Hipertermi dapat teratasi
5. Intake cairan tubuh dapat terpenuhi

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari. Penyakit


kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak
terlalu tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi
yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan pada akhirnya akan menimbulkan
gangguan pada tumbuh kembang anak. Khusus pada anak usia sekolah, keadaan ini akan
mengakibatkan kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran akan menjadi berkurang
(Safar, 2010).
Cara pencegahannya yaitu personal hygiene, dengan sering membersihkan kuku,
memakai alas kaki, cuci tangan sebelum dan sesudah makan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsu, Y. (2002). dan Upaya Penanggulangannya oleh, 1–21.

Utara, U. S. (2003). Soil Transmitted Helminths.


Fakultas, M., Masyarakat, K., Muhammadiyah, U., Fakultas, D., Masyarakat, K., &
Muhammadiyah, U. (n.d.). BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN, 22–
35.
Sekolah, P., Negeri, D., Manado, K., Lengkong, B. R., Joseph, W. B. S., Pijoh, V. D., … Sam, U.
(n.d.). Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari . Penyakit
kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka kematian tidak
terlalu tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi
yan, 05.

Вам также может понравиться