Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
Fithriani Salma Mardhiyah 030.11.106
Icha Leandra Wichita 030.11.136
Pratiwi Utami 030.11.231
Pembimbing:
Prof. DR. dr. Adi Hidayat, MS
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE JUNI – AGUSTUS 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Fithriani Salma Mardhiyah 030.11.106
Icha Leandra Wichita 030.11.136
Pratiwi Utami 030.11.231
Kepala Puskesmas
Kecamatan Tebet
1
dr.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan
rumah kedokteran keluarga ilmu kesehatan masyarakat.
Penulisan laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Kelurahan Manggarai Periode 23 Januari – 1 April 2017. Kami berharap bahwa
penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan masyarakat
sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari Banyak pihak,dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada jajaran staff
pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Trisakti, Kepala Puskesmas
Kelurahan Manggarai, Dokter Pembimbing di Puskesmas, seluruh pihak di
Puskesmas Manggarai yang telah membantu dan membimbing dalam
menyelesaikan laporan ini. Dan semua teman-teman Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Trisakti di Puskesmas Manggarai.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan
ini, oleh karena itu dengan kami menerima semua saran dan kritikan yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1.1 La
tar Belakang 3
1.2 P
erumusan Masalah 4
1.3 T
ujuan Diagnostik Komunitas 4
1.4 M
anfaat Evaluasi Program 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
BAB III DATA UMUM DAN KHUSUS PUSKESMAS KELURAHAN MANGGARAI
3.1 Data Umum Puskesmas 23
3.1.1 Data Wilayah Kerja Puskesmas 23
3.1.2 Gambaran Umum Puskesmas Manggarai 25
3.1.3 Data 10 Besar Penyakit Terbanyak di Puskesmas 27
3.2 Data Khusus Puskesmas 28
3.2.1 Visi, Misi, dan Strategi Puskesmas Kelurahan Manggarai 28
3.2.2 Manajemen Puskesmas Kelurahan Manggarai 28
3.2.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja Puskesmas 30
3.3 Program Pokok Puskesmas Kelurahan Manggarai 35
3.3.1 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas 35
3.3.2 Upaya Kesehatan Pengembangan 36
BAB IV METODE DIAGNOSTIK KOMUNITAS 45
3
4.1 Rancangan Diagnostik Komunitas 45
4.2 Metode Diagnostik 45
4.3 Lokasi dan Waktu 45
4.4 Sampel Diagnostik Komunitas 46
4.5 Analisis Komunitas 47
BAB V ANALISIS MASALAH 49
5.1 Alur Pemecahan Masalah 49
5.2 Kerangka Pikir Masalah 49
5.3 Identifikasi Cakupan Program 50
5.4 Penentuan Prioritas Masalah 51
5.5 Urutan Prioritas Masalah 59
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 61
6.1 Analisis Penyebab Masalah 61
6.2 Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah 65
6.3 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah 65
6.4 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks 66
6.5 Rencana Kegiatan (Plan of Action) 69
DAFTAR PUSTAKA 71
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
WHO menyatakan bahwa TB adalah pembunuh nomor dua di dunia
setelah HIV/AIDS. WHO menyebutkan pada tahun 2013, 9 juta penduduk dunia
menderita TB dan 1,5 juta diantaranya meninggal dunia karena penyakit tersebut.
TB terjadi 95% di negara berkembang dan negara dengan pendapatan rendah
hingga menengah. Indonesia adalah satu negara berkembang, dan Indonesia
menempati urutan kedua setelah India dalam hal jumlah penderita kasus baru TB
di dunia yakni sebanyak 0,4 sampai 0,5 juta penduduk.3
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi TB di Indonesia
didapatkan sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh
tenaga kesehatan.4
Penyakit tuberkulosis dapat dicegah dan disembuhkan, tetapi
membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu minimal enam bulan. Oleh sebab itu,
kepatuhan berobat penderita TB sangat dibutuhkan. Kepatuhan berobat
penderita TB paru ditentukan antara lain oleh perhatian tenaga kesehatan untuk
memberikan penyuluhan, penjelasan kepada penderita, kunjungan rumah serta
ketersediaan obat anti tuberkculosis (OAT). 2
Pada sebuah penelitian didapatkan hanya 60,6% responden yang
menyatakan patuh berobat, hal ini menunjukkan risiko putus berobat penderita
tuberkulosis pada tujuh pus- kesmas di Kota Jayapura masih tinggi dan perlu
ditanggulangi segera. Perilaku kepatuhan berobat responden mempunyai
hubungan yang bermakna secara statistik hanya dengan perilaku petugas
kesehatan. Hasil penelitian lain yang dilakukan di Bekasi, didapatkan masih ada
45 orang (42,1%) bersikap tidak patuh terhadap pengobatan TB yang dipengaruhi
oleh faktor pendidikan, pengetahuan, dan motivasi.5,6
Untuk meminimalkan angka putus berobat, diperlukan upaya untuk
menjamin agar program pengobatan penderita TB Paru dapat berlangsung
maksimal. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
dukungan dan bantuan secara penuh kepada penderita sejak pertama kali
melakukan pengobatan hingga sembuh. Kegagalan dalam pengobatan TB paru
6
akibat putus berobat dapat berdampak negatif, misalnya kuman menjadi resisten,
penularan yang lebih meluas dan angka kematian karena TB Paru ,menjadi lebih
tinggi.
7
1. Bagi Mahasiswa:
a. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah
yang ditemukan di dalam program puskesmas.
b. Melatih kemampuan dalam memahami program yang ada di
puskesmas sesuai peran sebagai dokter komunitas.
c. Mengetahui bagaimana merencanakan kegiatan dalam
penyelesaian masalah yang didapat dalam kepatuhan pengobatan TB di
Puskesmas Kelurahan Manggarai.
2. Bagi Puskesmas:
a. Membantu Puskesmas Kelurahan Manggarai dalam mengidentifikasi
penyebab kendala yang didapat dalam kegiatan pengobatan TB di
Puskesmas.
b. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian
terhadap masalah yang didapat dalam kegiatan pengobatan TB di
Puskesmas.
c. Mengetahui pencapaian upaya kesehatan wajib di Puskesmas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis kompleks.7 Mycobacterium tuberculosis yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir
seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.
Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat
gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen
toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita tuberkulosis.
9
Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter
Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.
f. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan
kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB
(Gerdunas TB).
g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara
cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang efektif demi
menjamin ketersediaannya.
i. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
j. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB.
k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
2.2.2 Strategi
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
a. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
b. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private
Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB
Care
d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
e. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.
10
f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program
TB.
g. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi
strategis.
2.2.3 Kegiatan
a. Tatalaksana dan Pencegahan TB
Kegiatan yang dilakukan seperti penemuan kasus tuberkulosis,
pengobatan tuberkulosis, pemantauan dan hasil pengobatan
tuberkulosis
Pengendalian infeksi pada sarana layanan, serta pencegahan
tuberkulosis.
b. Manajemen Program TB
Kegiatan-kegiatan pada manajemen Program TB antara lain
perencanaan program tuberkulosis, monitoring dan evaluasi program
tuberkulosis, manajemen logistik program tuberkulosis dan
pengembangan ketenagaan program tuberkulosis, serta promosi
program tuberkulosis.
c. Pengendalian TB komprehensif
Kegiatan yang dilakukan antara lain penguatan layanan
laboratorium tuberkulosis, Public - Private Mix (pelibatan semua fasilitas
pelayanan kesehatan), kolaborasi TB-HIV, pemberdayaan masyarakat
dan pasien TB, pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru,
manajemen TB resisten obat, serta penelitian tuberkulosis.1
11
2.4 Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura. Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya kelenjar getah bening, selaput
otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Pasien TB dikelompokkan
berdasarkan:8
4. Status HIV
12
2.4.1.1 Tuberkulosis paru:
• TB yang terjadi pada parenkim paru. TB milier dianggap sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
13
2.4.2 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
• Pasien baru TB
• Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
• Kasus kronik
• Kasus bekas TB
14
Hasil pemeriksaan BTA dan biakan negatif, dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
• Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT, lini
pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
15
• Resisten rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional)
• HIV negatif
2.5 Terapi
Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S).
Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah
dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line,
lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,
ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin,
gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang
digunakan jika terjadi MDR.
16
Adanya efek samping obat anti tuberkulosis diketahui merupakan
salah satu kejadian default. Menurut studi yang dilakukan di Makassar,
didapatkan efek samping obat anti tuberkulosis adalah kehilangan nyeri
sendi (81%), mual (79,3%), gatal-gatal (77,6%), kurang nafsu makan
(75,9%), pusing (67,2%), kesemutan (50%), gangguan pendengaran (6,9%).
Sedangkan menurut studi yang dilakukan di Cimahi, didapatkan efek
samping berupa mual dan gangguan pencernaan sebanyak 87%, dengan
17
Directly observed treatment shortcours (DOTS) adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955.
Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi.
18
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep
minimal
19
2.6.1.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
Green dan Kreuter mengajukan sebuah kerangka teori (teori Green)
yang mempelajari mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku
sehat seseorang . Teori ini mencakup 3 faktor yakni, faktor predisposisi,
factor pemungkin (enabling factor), dan factor penguat (reinforcing factor).
Teori ini sangat tepat untuk meneliti perilaku kesehatan individu dengan
penyakit kronik, salah satunya adalah kepatuhan pada pengobatan TB.
a. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat, yang mempermudah individu untuk berperilaku. Faktor
predisposisi tersebut adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-
nilai, keyakinan dan kebiasaan. Sikap merupakan suatu reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus/objek (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti
yang terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
c. Faktor Penguat atau Faktor Pendorong (Reinforsing factors)
Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam
sikap seperti dukungan dari tenaga kesehatan serta dukungan dari
keluarga atau suami merupakan koordinasi referensi dalam perilaku
masyarakat.
Silaswati (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan, antara lain:
1. Pendidikan
Pasien yang berpendidikan rendah beresiko tidak patuh minum obat
2,4 kali lebih besar dengan responden yang berpendidikan tinggi.
2. Pengetahuan
20
Pasien yang memiliki pengetahuan rendah merupakan resiko untuk
tidak patuh minum obat 2,87 kali lebih besar dibandingkan yang
memiliki pengetahuan tinggi.
3. Motivasi
Pasien yang memiliki motivasi rendah beresiko tidak patuh minum
obat 2,8 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki
motivasi untuk sembuh. Selain itu, Lissa (2015) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara peran PMO dengan kepatuhan
berobat. Peran PMO sangatlah penting dalam mendukung kepatuhan
penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan yang tergolong tidak
singkat (minimal 6 bulan), sehingga sebaiknya benar-benar anggota
keluarga yang dpercaya dapat melakukan tugasnya dengan baik agar
kepatuhan penderita TB Paru tinggi yang akan berpengaruh terhadap
kesembuhan.
21
akan meningkatkan keteraturan dalam proses pengobatan yang
secara langsung akan meurunkan risiko terjadinya default
pengobatan TB paru.
d) Pekerjaan
Status pekerjaan seseorang terkait erat dengan tingkat
pendidikan. Sama halnya dengan tingkat pendidikan, status
pekerjaan mempengaruhi terhadap kejadian default TB paru.
Seseorang yang tidak bekerja meningkatkan risiko terjadinya
default terhadap pengobatan TB paru.
e) Sumber pembiayaan kesehatan
Penelitian di propinsi Jiangsu oleh Weiguo et al yang
dipublikasikan lewat Biomed Central pada tanggal 18 September
2009 yang berjudul tentang Kepatuhan diantara Penderita TB
paru diketahui bahwa penderita yang tidak memiliki asuransi
(biaya sendiri) berisiko 1,48 kali untuk terjadinya default
dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki asuransi
dengan OR 1,48 (0,70 – 3,14) dengan derajat kepercayaan 95%.
22
penderita TB paru untuk meminum obatnya secara tidak teratur,
atau malah menghentikan pengobatannya.
c) Jenis Efek samping Obat Anti Tuberkulosis
Efek samping obat seperti tersebut di atas meningkatkan risiko
ketidakpatuhan dalam berobat. Namun tidak semua efek OAT
akan menimbulkan dampak buruk. Efek obat obat tersebut tidak
tergantung pada ada tidaknya efek OAT akan tetapi dipengaruhi
pula oleh berat ringannya jenis efek OAT (Depkes, 2008).
d) Jenis Obat
Jenis obat yang dimaksudkan adalah kemasan obat yang
diterima pasien. Apakah berupa paket kombinasi dosis tepat
(OAT-KDT) atau satuan yang diresepkan. Jenis kemasan obat
yang diterima ini diduga berpengaruh terhadap kejadian default.
Paket OAT KDT terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet sehingga pasen cukup sekali meminum obatnya
untuk satu kali dosis, berbeda dengan obat yang diresepkan
dimana pasien harus meminum beberapa buah tablet obat TB
dalam setiap kali dosisnya.
e) Jarak ke Pelayanan Kesehatan
Faktor jarak ke pelayanan kesehatan masih menjadi kendala
yang berarti untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Penelitian
Badan Litbangkes 1996 menemukan bahwa bagi mereka yang
berdomisili lebih dari 5 km berisiko 4 kali lebih besar untuk tidak
pergi ke pelayanan Dukungan Keluargakesehatan dibandingkan
dengan mereka yang berdomisili kurang dari 5 kilometer.
f) Penyakit penyerta
Penderita TB paru yang menderita penyakit lain, akan
meningkatkan ketidakpatuhan berobat. Penyakit lain tersebut
yang bersifat kronis misalnya Diabetes Mellitus, Penyakit
Jantung, Hypertensi, Penyakit Saluran Napas (Asma, Pnemoni,
dsb.), Rematik, Struma atau penyakit lain yang serius.
23
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Yang menyebabkan terjadinya default TB terkait dengan faktor
penguat seperti Pendamping Minum Obat (PMO). Selain itu yang
merupakan faktor penguat yang akan dibahas pada bagian ini dan akan
dijadikan variabel penelitian adalah adanya penyuluhan dan dukungan
dari anggota keluarga.
a. Keberadaan PMO
Tugas PMO mengawasi pasien TB agar menelan obat secara
teratur sampai selesai proses pengobatan, memberikan dorongan
kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan
pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Hal ini akan menyebabkan penderita TB paru merasa lebih
diperhatikan sehingga teratur berobat dan menurunkan risiko
terjadinya default pengobatan TB paru.
b. Jenis PMO
Melihat dari tugas PMO, maka orang yang paling tepat menjadi
PMO adalah seseorang yang dekat dengan pasien dan rela
meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian terhadapa
pasien. PMO yang berasal dari anggota keluarga terdekat lebih baik
dari PMO yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan.
c. Penyuluhan Kesehatan
Penelitian yang dilakukan oleh Tekle et.al di Ethiopia tahun 2002
tentang determinan default TB didapatkan bahwa penderita yang
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan
pengobatannya merupakan faktor yang bersifat protektif dengan OR
0,04 (0,02 – 0,1) dengan derajat kepercayaan 95%. Penelitian di
Bangalore India tahun 2003 yang dilakukan oleh Sophia et.all
tentang default TB diantara penderita TB dibawa program DOTS
menemukan hasil OR 3,06 (1,24 – 7,54) CI 95% untuk penderita
yang memiliki pengetahun yang rendah
d. Dukungan Keluarga
Berdasarkan penelitian di Ethiopia tentang “Determinan Default TB
24
paru” oleh Tekle et.al tahun 2002 menemukan bahwa adanya
dukungan dari anggota keluarga (PMO) merupakan faktor protektif
terhadap default TB paru dengan OR 0,19 (0,08–0,46) pada tingkat
kepercayaan 95%. Penelitian Xiangin et al di China tahun 2005
menemukan bahwa penderita TB yang merasa tidak cukup
mendapat dukungan keluarga mempunyai risiko 2 kali lebih besar
untuk mengalami default dengan OR 2,3 (1,2 - 4,8) pada 95% tingkat
kepercayaan.11
2.6.1.3 Alat Ukur Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat dievaluasi dengan
berbagai metode:
a. Medication Event Monitoring Systems (MEMS)
Metode ini menggunakan wadah obat khusus yang dilengkapi dengan
mikrosirkuit yang mengirim data ke komputer setiap wadah tersebut
dibuka dan ditutup. Oleh karena itu, MEMS dapat mengukur kepatuhan
pasien dengan tepat. Namun, kekurangan MEMS adalah memerlukan
biaya yang cukup besar dalam pelaksanaannya.
25
kimia, seperti digoksin dan fenobarbital, dalam dosis kecil yang
dimasukkan ke dalam obat yang diresepkan.
e. Selfreport (Laporan diri)
Evaluasi kepatuhan dengan metode ini biasanya menggunakan
kuesioner sebagai data primer. Pasien ditanya mengenai pernah
tidaknya lupa meminum obat kepada orang lain, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan seluruh metode pengukuran kepatuhan pasien,
perhitungan sisa pil, pengisian ulang dan penggunaan kuesioner
merupakan cara yang paling sederhana. Namun demikian, kuesioner
dianggap lebih baik untuk mengevaluasi kepatuhan karena dapat
mengetahui sikap dan pandangan pasien terhadap pengobatan yang
dijalani.
2.6.1.4 Program Pengawasan langsung menelan obat (DOT
= Directly Observed Treatment)
Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman
ini akan menyembuhkan sebagian besar pasien TB baru tanpa
memicu munculnya kuman resistan obat. Agar hal hal tersebut
tercapai, sangat penting memastikan bahwa pasien menelan
seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran, dengan pengawasan
langsung oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian
pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat
memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke
fasyankes terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang
berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit,
pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan.
1. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik
oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus
disegani dan dihormati oleh pasien.
26
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-
sama dengan pasien.
2. Siapa yang bisa jadi PMO?
27
dilakukan oleh petugas kesehatan/kader yang ditunjuk, atau
oleh keluarga pasien dengan sebelumnya sudah disepakati
oleh petugas kesehatan dan pasien.
28
BAB III
DATA UMUM DAN KHUSUS PUSKESMAS KELURAHAN MANGGARAI
29
Gambar 1. Peta wilayah Puskesmas Kelurahan Manggarai
30
3 03 10 410 1016 1040 2056 3 685
4 04 16 1294 1852 1800 3652 6 609
5 05 12 744 1240 1210 2450 4 613
6 06 15 958 1474 1498 2883 5 481
7 07 13 722 1156 1147 2393 6 384
8 08 16 836 1451 1310 2761 8 345
9 09 14 952 1419 1420 2839 8 355
10 10 11 871 1798 1643 3441 10 344
11 11 8 747 1439 1720 3159 24 132
12 12 10 541 1056 1034 2090 4 523
Jumla 1718 1679 3397
152 9959 2 95.3 357
h 0 5 5
31
b. Sarana Kesehatan
Fasilitas sarana kesehatan yang dimiliki kelurahan Manggarai antara lain
sebagai berikut:
Puskesmas :1
Bidan Swasta :3
Praktek dokter umum :2
Praktek dokter gigi :1
Balai pengobatan swasta : 3
2. Fasilitas Puskesmas
Tabel 4. Fasilitas Puskesmas
No. Keterangan Jumlah
1 Daya Listrik 4400 wat
2 Air Pompa air
32
tanah
3 Telefon 1 unit
4 Komputer 2 unit
5 Printer 1 unit
6 Sepeda motor 3 unit
Bpu
33
L
O
K
Laboratoriu
m
BPG
Seles
KIA/KB
Apotik
Imunisasi
34
orang/kunjungan atau 23.18%.
35
d. Pembinaan pegawai Puskesmas Kelurahan Manggarai di bidang dengan
menghadiri bimbingan rohani yang diadakan setiap bulan Sudin Kesehatan
Masyarakat Jakarta Selatan sedangkan pembinaan keterampilan atau
kecakapan bekerja mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, Puskesmas Kecamatan Tebet maupun
unit lain yang terkait.
e. Pemantauan pelaksanaan kegiatan pelayanan di Puskesmas Kelurahan
Manggarai ditangani oleh kepala puskesmas Kelurahan Manggarai yang
bertanggung jawab langsung setiap kegiatan kepada Kepala Puskesmas
Kecamatan Tebet, sesuai dengan unit masing-masing pegawai.
f. Pengendalian program dilakukan oleh Kepala Puskesmas Kecamatan
Tebet beserta staf/seksi dalam waktu 3 bulan sekali dan oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Selatan beserta staf/seksi 6 bulan sekali.
Pengendalian tersebut dilaksanakan yang mengacu pada:
• Pencatatan dan pelaporan (tiap bulan, triwulan, dan tahun)
• Supervisi dan pertemuan tiap 3 bulan untuk presentasi hasil
kegiatan tingkat Sudinkes Jakarta Selatan
• KLB
g. Evaluasi kinerja pegawai atau organisasi dilakukan untuk meningkatkan
produktifitas dan kinerja pegawai sesuai dengan tugas pokok yang
diemban masing-masing untuk menciptakan pegawai yang professional,
akuntabel, dan berorientasi terhadap pelayanan prima kepada masyarakat.
Evaluasi kinerja bertitik tolak pada adanya keseimbangan proporsi antara
hasil kerja perilaku kerja dengan periode bulanan dan tahunan.
BPU
L Laboratorium
BPG
O
K Selesai
E KIA / KB 36
T Apotik
Imunisasi
Gambar 3. Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Manggarai
1. Dokter/Kepala Puskesmas
Tugas pokok: Mengusahakan agar fungsi puskesmas terselenggara
dengan baik.
Fungsi :
a. Sebagai seorang manejer :
• Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen di Puskesmas
• Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
secara vertikal dan horizontal
• Menerima konsultasi dari semua kegiatan di Puskesmas
b. Sebagai seorang dokter :
• Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita
• Merujuk kasus yang tidak bisa diatasi
• Melakukan penyuluhan kesehatan kepada penderita dan
masyarakat
2. Dokter umum
Tugas pokok: Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja
Puskesmas dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas
b. Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas baik di
Puskesmas, Pustu atau Pusling
c. Memberikan bimbingan, edukasi dan motivasi kepada penderita dan
37
masyarakat
d. Membantu membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran masyarakat
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
3. Dokter gigi
Tugas Pokok : Mengusahakan agar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
wilayah kerja Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas
b. Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah
kerja Puskesmas secara teratur
c. Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas
d. Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
e. Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam
pengembangan peran serta masyarakat
f. Memberikan penyuluhan kesehatan
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
4. Tata usaha
Tugas pokok :
a. Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas
b. Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk
Fungsi :
a. Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi
b. Mengumpulkan laporan berkala setiap tugas Puskesmas
c. Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas
d. Melakukan laporan berkala ketatausahaan
5. Petugas perkesmas
Tugas Pokok : Melaksanakan dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan
38
Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan Perkesmas baik di dalam maupun luar gedung
b. Menyiapkan blanko-blanko dan pencatatan untuk kegiatan Perkesmas
c. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
d. Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas
e. Melakukan pendataan sasaran secara periodik
6. Petugas pengobatan
Tugas pokok :
a. Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas
b. Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas
delegasi dari dokter
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan
d. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
f. Melakukan kegiatan Puskesmas
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan Pustu
7. Petugas P2M
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas
b. Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular
d. Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan
e. Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas
delegasi dari dokter
f. Melakukan kunjungan rumah
39
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang terkait
P2P
h. Memberikan penyuluhan kesehatan
i. Melakukan pencatatan dan pelaporan
8. Petugas KIA
Tugas Pokok : Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja
Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, dan anak
b. Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi
c. Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil
d. Melakukan pembinaan dukun bayi
e. Melakukan pembinaan kepada bidan desa
f. Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang terkait
dengan KIA
g. Melakukan penyuluhan kesehatan
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan
i. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi
9. Petugas gizi
Tugas pokok: Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di
wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemberian makanan tambahan
b. Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus kurang
gizi
c. Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan gizi
d. Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
40
f. Melakukan pembagian vitamin A secara periodik
g. Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik
h. Melakukan pembinaan Posyandu
i. Melakukan rujukan kasus gizi
41
pada semua pengunjung Puskesmas.
Fungsi :
a. Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran
c. Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien
d. Mencatat semua kunjungan pasien pada buku
e. Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari
tersebut
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan
42
a. Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
c. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Lingkungan
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2P)
f. Upaya Pengobatan.
43
Sasara Cakupan
n Pencapai
Indikator Target Kegiata
1 Persen an
n
Tahun
Cakupan kunjungan 100% 640 640 100% 100%
bumil K1
Cakupan kunjungan 90% 610 570 94,08% 104,5%
bumil K4
Cakupan pertolongan 90% 562 539 95,9% 106,5%
persalinan oleh
tenaga kesehatan
Cakupan Kunjungan 84% 562 539 95,9% 114,1%
Neonatus
a. Kesehatan Bayi Baru Lahir dan Balita
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah pelayanan kepada bayi baru pada
kurun waktu setelah lahir sampai dengan 28 hari setelah lahir sesuai standar.
Balita adalah anak usia 0-59 Bulan. Pelayanan kesehatan meliputi: 1)
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan; (2) pemberian kapsul vitamin A;
(3) pemberian imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan; (4) Pemberian
PMT untuk balita gizi kurang; (5) Penanggulangan Balita sakit;
Tujuan dari program kesehatan ini yaitu meningkatkan derajat kesehatan
anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan
landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
(1) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan;
(2) pemberian kapsul vitamin A
(3) pemberian imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan;
Tabel 8. Jumlah Bayi yang di Imunisasi Tahun 2016
Sasaran Cakupan
Indikator Target 1 Tahun Pencapaian
Kegiatan Persen
44
BCG 90% 563 551 97,9% 108,7%
DPT Combo I 90% 563 556 98,8% 109,7%
DPT Combo II 90% 563 550 97,9% 108,7%
DPT Combo III 80% 563 546 97,0% 121.1%
Polio I 90% 563 555 98,6% 109,5%
Polio II 90% 563 556 98,8% 109,7%
Polio III 90% 563 550 97,7% 108,5%
Polio IV 80% 563 553 98,2 122,75%
Campak 80% 563 540 95,9% 119,8%
Imunisasi terhadap bayi di lakukan di posyandu dan di dalam Puskesmas
dan di tempat-tempat praktek bidan dan dokter anak.
(4) PMT untuk balita gizi kurang;
Pada balita yang berada di garis merah maka akan diadakan tindakan
lanjutan yaitu pemberian makanan tambahan dan dilakukan pemulihan
dilaksanakan untuk Balita Gizi Buruk. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
diberikan setiap hari selama 90 hari, hanya sebagai tambahan terhadap makanan
yang dikonsumsi dan bukan sebagai pengganti makanan utama. Jumlah balita
yang berada di bawah garis merah sebanyak 1,55%
(5) Penanggulangan Balita sakit;
b. Kesehatan Ibu
(1) Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) merupakan perencanaan kehamilan, jarak antara
kehamilan diperpanjang dan kelahiran selanjutnya dapat dicegah apabila jumlah
anak telah mencapai yang dikehendaki.
Tujuan KB dapat dibagi 2, yaitu:
• Tujuan umum
Untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS).
• Tujuan khusus
45
a) Agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak.
b) Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu akan pentingnya
memelihara kesehatan ibu dan bayi selama kehamilan.
46
2. Kesehatan Lingkungan
Cakupan
Sasaran Pencapaia
Indikator Target Kegiata
1 Tahun Persen n
n
Proporsi penderita TB 10% 591 10 16,94% 169,4%
Paru BTA (+) diantara
suspek
Angka kesembuhan >85% 17 2 11,7% 13,7%
1. Pembinaan Masyarakat Pemukiman
Pemerikasaan air bersih yang dilakukan secara sampling. Hasil
pemeriksaan ini dikirimkan kembali kepada yang bersangkutan
Penyuluhan
Pendataan secara rutin oleh petugas mengenai lingkungan
47
Pembinanan tempat-tempat umum yang dilakukan oleh petugas dari
puskesmas kelurahan bersama dengan petugas puskesmas kecamatan
Pemerikasaan dan pembinaan dilakukan pada :
- Tempat-tempat umum
- TPM
3. Promosi Kesehatan
Jumlah sasaran penyuluhan Promosi Kesehatan di luar gedung
Puskesmas di wilayah Kelurahan Manggarai 2016
Variable jumlah
Jumlah kasus 20
Sembuh 8
Pengobatan lengkap 7
Drop Out 3
Gagal 1
Masih dalam pengobatan 1
Upaya Pengobatan
Upaya pengobatan adalah upaya untuk menghilangkan penyakit dan
gejalanya, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara dan yang khusus
untuk keperluan tersebut.
Pada program pengobatan, keberhasilan program dapat dilihat dengan
menilai jumlah kasus yang ada. Kunjungan ini dapat dibagi menjadi 3 kriteria
48
yang merupakan indikator kinerja kerja pada program pengobatan, yaitu:
1. Kasus baru: pernyataan diagnosa pertama kali oleh
dokter/paramedis bahwa seseorang menderita penyakit tertentu.
2. Kasus lama: kunjungan kedua suatu kasus baru penyakit yang sama
dalam satu periode penyakit yang bersangkutan.
B. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi berupa pemberian obat sesuai resep serta edukasi
cara pemakaian obat. Pendataan obat masuk dan keluar menggunakan
sistem FIFO (First In First Out).
C. Pelayanan Laboratorium
Kegiatan upaya kesehatan laboratorium ini merupakan kegiatan yang
sangat penting untuk menunjang kegiatan diagnosa penyakit. Kegiatan ini
untuk sementara masih merupakan kegiatan pemeriksaan laboratorium
sederhana dikarenakan terbatasnya sarana dan tenaga pelaksana.
49
Pemeriksaan laboratorium yang ada adalah pemeriksaan Gula darah, Asam
urat dan Kolesterol.
Tabel 14. Hasil Kegiatan Program Posyandu Kelurahan Manggarai tahun 2016
No. Program Target (%) Hasil (%)
1. Penyebaran KMS (K/S) 100 100
2. Partisipasi Masyarakat (D/S) 85 65,15
3. Pencapaian program (N/S) 32 33,6
Kesinambungan program
4. 95 65,15
(D/K)
50
Tujuan pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dengan pelayan PTM dapat berfungsi
sebagai rujukan penyakit tidak menular dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar lainnya dan terselenggaranya pelayanan PTM secara komprehensif.
Target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan setiap
Kab/Kota memiliki minimal 1(satu) Puskesmas yang mampu melaksanakan
pelayanan PPTM terintegrasi yang ditentukan oleh Kab/Kota sendiri
Tabel 15. Jumlah Kunjungan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Kelurahan
Manggarai Tahun 2016
Jmlah
Jenis Kunjungan UPU
Kunjungan
Umum BPJS Total
51
cara pemakaian obat. Pendataan obat masuk dan keluar menggunakan sistem
FIFO (First In First Out)
BAB IV
METODE DIAGNOSTIK KOMUNITAS
52
Rancangan penelitian yang digunakan berupa data pelaporan dengan
tujuan membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu
program dan hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan
program tersebut.
4.2Metode Diagnostik
Metode diagnostik komunitas ini menggunakan sumber data sekunder yang
diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Manggarai.
4.3.1 Lokasi
4.3.2 Waktu
53
warga di Puskesmas Kelurahan Manggarai pada bulan Juli - Agustus 2017.
n0= 15,2
Keterangan :
• n0 = besar sampel optimal yang dibutuhkan
54
• z = pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
• p = prevalensi penyakit
• q = prevalensi yang tidak menderita penyakit / peristiwa yang diteliti =
1-p
• d = akurasi dari ketepatan pengukuran
Keterangan
• n = besar sampel
• n0 = besar sampel optimal yang dibutuhkan
• N = besar populasi pada Puskesmas
55
Langkah selanjutnya dilakukan survey secara kualitatif dengan
pendekatan sistem yang diawali dari input yang meliputi 5M, yaitu man,
money, method, material, machine, kemudian dilanjutkan dengan proses yang
meliputi fungsi manajeman (P1, P2, P3) dan manajemen mutu yang semua
terangkum dalam Fish Bone Analysis,sehingga didapatkan output. Input dan
proses dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Data kemudian diolah untuk
mengidentifikasi dan mencari penyebab masalah, lalu ditentukan alternatif
pemecahan masalah. Metode kriteria matriks (MIV/C) digunakan untuk
membantu menentukan prioritas pemecahan masalah. Setelah pemecahan
masalah terpilih, dibuat rencana kegiatan dalam bentuk POA (Plan Of Action)
dan diaplikasikan pada subjek penelitian.
56
BAB V
ANALISIS MASALAH
49
untuk meningkatkan kesehatan dan menjaga kesehatan pada
masyarakat karena padatnya lingkungan di wilayah Kelurahan
Manggarai.
Target Pencapai
No Indikator
Minimal an
1 Cakupan kunjungan bumil K4 90% 105%
2 Kunjungan neonatus 84% 114%
3 Persalinan oleh tenaga kesehatan 90% 106,5%
4 Peserta KB 100% 65%
5 Pemberian vitamin A ibu nifas 90% 92,5%
6 Partisipasi masyarakat posyandu (D/S) 85% 76,6%
7 Pencapaian program (N/S) 32% 105%
58
8 Kesinambungan program (D/K) 95% 76,6
9 Balita bawah garis merah 1% 155%
10 Pemberian Fe ibu nifas 90% 92,5%
11 HB0 75% 116,8%
12 BCG 90% 108,7%
13 DPT Combo I 90% 109,7%
14 DPT Combo II 90% 108,7%
15 DPT Combo III 80% 121,1%
16 Polio I 90% 109,5%
17 Polio II 90% 109,7%
18 Polio III 90% 108,5%
19 Polio IV 80% 122,75%
20 Campak 80% 119,8%
21 Proporsi suspek diperiksa 870 174
22 Proporsi penderita TB Paru BTA+ diantara 10% 16,9%
suspek
23 Proporsi pendertia TB Paru BTA+ diantara 76,4%
65%
semua penderita TB paru tercata
24 Angka kesembuhan TB >85% 13,7%
25 Default rate <5% 11,7%
26 Case Notification Rate (CNR) 5,7%
27 Case Detection Rate (CDR) 70% 114,1%
62
Campak X 1
Proporsi penderita TB Paru X 6
BTA+ diantara suspek
Proporsi pendertia TB Paru X 2
BTA+ diantara semua
penderita TB paru tercataT
Angka kesembuhan TB X 6
Default rate X 6
Case Notification Rate X 6
(CNR)
Case Detection Rate (CDR) X 2
66
Prioritas Total (NPT) untuk menentukan prioritas masalah yang
dihadapi:
NPD = (A + B) x C
NPT = (A + B) x C x D
67
penderita TB paru tercatat
23 Angka kesembuhan TB 4 17 4 1 72 72
24 Default rate 4 18 4 1 88 88
25 Case Notification Rate (CNR) 4 7 2 1 18 18
26 Case Detection Rate (CDR) 1 8 2 1 18 18
68
Campak XVII
Proporsi penderita TB Paru BTA+ diantara suspek XXVI
Proporsi pendertia TB Paru BTA+ diantara semua penderita TB XXV
paru tercatat
Angka kesembuhan TB II
Default rate I
Case Notification Rate (CNR) XXII
Case Detection Rate (CDR) XXIV
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
70
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1 • Tersedia dana untuk • Tidak ada jadwal rutin
(Perencanaan & penyelenggaraa tentang penyuluhan
pengorganisasia program P2M. tentang penyakit TB.
n) • Tersedianya preparat • Rendahnya pelaporan
OAT di Puskesmas masyarakat(kader/P
Kelurahan MO) untuk penderita
• Pendataan pemberian yang memiliki
OAT pada pasien yang halangan untuk
melakukan kunjungan berobat ke faskes.
ke puskesmas. • Kurangnya
pelaksanaan absensi
oleh tenaga
kesehatan.
• Kurangnya
penyuluhan mengenai
pentingnya kepatuhan
MONEY minum obat dan peran
METHOD PMO di kalangan
73
6.2 Konfirmasi Kemungkingkinan Penyebab Masalah
1. Kurangnya pengetahuan kader tentang pentingnya kepatuhan minum obat
pada penderita tb.
2. Kurangnya pengawasan terhadap PMO penderita TB
3. Rendahnya pelaporan penderita TB yang pindah rumah/pindah tempat
berobat
4. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kepatuhan
minum obat TB.
77
Tabel 28. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks
Penyelesaian Nilai Kriteria Hasil akhir
No Urutan
Masalah M I V C (M x I x V) / C
Pembuatan media
promosi mengenai
1 penyakit TB dan 5 4 3 4 15 V
program DOTS
Penyuluhan mengenai
penyakit TB dalam
upaya peningkatan
2 4 5 4 3 72 I
keberhasilan
pengobatan TB serta
pentingnya peran PMO.
3 Evaluasi kader TB 3 5 5 2 37,5 III
Wawancara dengan
5 4 5 5 4 25 IV
pemegang program TB
Wawancara dengan
6 pasien yang dalam 4 4 5 2 40 II
pengobatan TB
78
6.5 Rencana Kegiatan (Plan of Action)
69
80
BAB VII
HASIL INTERVENSI KEGIATAN
No Tanggal Kegiatan
1 25 Juli 2017 - Wawancara kepada kepala pemegang program
P2M serta kepala puskesmas Kelurahan
Manggarai
2 7 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 02
kelurahan manggarai sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien Drop-Out
yang dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 02 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat
3 8 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 12
kelurahan manggarai sebanyak 1 orang
- Kunjungan rumah pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan di RW 12 sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien yang
dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 12 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat
4 9 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 4
kelurahan manggarai sebanyak 1 orang
- Kunjungan rumah pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan di RW 12 sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien TB-DO yang
dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 12 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat
83
SMP/ sederajat - -
SMA/ sederajat 2 orang 50%
D3 1 orang 25%
Total 4 orang 100%
Pasien TB dalam
pengobatan 2 orang 33,33%
Tidak tamat SD
SD/sederajat 1 orang 16,66%
SMP/ sederajat 1 orang 16,66%
SMA/ sederajat 1 orang 16,66%
D3 1 orang 16,66%
Total 6 orang 100%
85
Ibu Rumah Tangga (IRT) 2 orang 33,33%
Buruh 1 orang 16,66%
Total 6 orang 100%
86
Selain itu, kader TB juga berperan penting saat mendampingi orang-orang
yang tidak paham mengenai alur berobat. Hambatan yang dialami oleh para
kader TB hingga saat ini belum ada, namun salah satu kader mengatakan
bahwa terdapat kesulitan untuk melakukan pendekatan kepada salaah satu
pasien TB putus obat dengan kesadaran yang rendah untuk melanjutkan
pengobatan.
88
89
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.
//
/
gambar 2. Kunjungan rumah Tn. A
90
Kendala yang dihadapi Tidak ada biaya untuk akomodasi karena
dalam pengobatan merasa lebih penting untuk mencukupi
kebutuhan pokok.
PMO Orang tua dan kerabat dekat.
/
/
91
PMO Anak kandung.
92
Manggarai. Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui adakah keluhan ataupun
hambatan yang dirasakan sehingga mengalami putus obat. Dalam hal ini
dilakukan wawancara mengenai efek samping obat, kendala lain saat berobat,
dan PMO.
1. Tn R, 40 tahun. Kunjungan rumah tanggal 7 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Sedang dalam pengobatan bulan ke-4
Efek samping yang Nafsu makan menurun, mual, nyeri ulu hati.
dirasakan Keluhan dirasakan pada bulan pertama dan
kedua pengobatan.
Kendala yang dihadapi Tidak ada.
dalam pengobatan
PMO Istri
Motivasi berobat Ingin tetap produktif karena memiliki anak yang
masih kecil.
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.
94
/
gambar 7. Kunjungan rumah Ny M
95
4. Ny.S, 47 tahun. Kunjungan rumah tanggal 7 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Tahun 2010 : memiliki riwayat TB pengobatan
tuntas.
Tahun 2017: mengalami sesak nafas dan
didiagnosa TB.
Saat ini sedang menjalani pengobatan bulan ke-
4.
Efek samping yang Merasa mual dan nyeri ulu hati yang terkadang
dirasakan tidak dapat ditahan oleh pasien.
Kendala yang dihadapi Tidak tahan dengan keluhan yang dirasakan,
dalam pengobatan sehingga Ny.S mengurangi dosis obat sendiri
tanpa ada instruksi dari dokter.
PMO Suami.
Motivasi berobat Ingin tetap produktif dan takut akan komplikasi
dari penyakit TB.
Hasil kunjungan rumah Berdasarkan absensi pengambilan obat pada
kartu kuning, Ny.S rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.
Namun pada minggu ke-2 di bulan juli (bulan ke
-3 pengobatan), pasien tidak mengambil obat
karena masih ada sisa dari obat sebelumnya.
Hal ini dikarenakan pasien mengurangi dosis
obatnya sendiri.
96
5. Tn.S, 41 tahun. Wawancara dan edukasi
gambar di puskesmas
8. Kunjungan tanggal
rumah Ny S 7 Agustus
2017
Riwayat pengobatan Pernah menderita penyakit TB pada 5 tahun
yang lalu.
Saat ini pasien didiagnosa TB MDR dan sedang
dalam pengobatan bulan ke-4 dengan cara
penyuntikan dan minum obat OAT
Efek samping yang Merasa mual dan nyeri ulu hati yang dialami
dirasakan pada bulan ke-1 hingga bulan ke-3.
Kendala yang dihadapi Tidak ada
dalam pengobatan
PMO Tidak ada.
Motivasi berobat Ingin tetap produktif dan ingin sehat.
97
6. Tn.A, 23 tahun. Wawancara dan edukasi di puskesmas tanggal 8 Agustus
gambar 9. Wawancara dan edukasi Tn.S
2017
Riwayat pengobatan Pasien baru di diagnosa TB pertama kali.
Saat ini dalam pengobatan bulan ke-2
Efek samping yang Mual setiap habis makan obat.
dirasakan
Kendala yang dihadapi Tidak ada
dalam pengobatan
PMO Ibu
Motivasi berobat Ingin sehat dan tetap produktif.
98
TB sangat membutuhkan peran serta dari lingkungan terdekat.
BAB VIII
PEMBAHASAN
99
kepatuhan minum obat, semakin tinggi taraf pendidikan semakin meningkat
kepatuhan minum obat TB.12,13
Sebanyak 75% dari pasien TB Drop-Out memiliki PMO yang didominasi
oleh kelompok berpendidikan SMP/sederajat. Hal ini tidak sejalan dengan
hasil studi di Wonogiri dimana didapatkan korelasi kuat adanya PMO dalam
peningkatan kepatuhan minum obat TB.14
Sedangkan berdasarkan data pekerjaan, penderita TB Drop-Out
didominasi oleh kelompok yang tidak memiliki pekerjaan. 100% responden
merasa malas dan merasa sudah sembuh ditengah pengobatan sehingga
memutuskan untuk tidak mengkonsumsi OAT. Selain itu, para responden
merasakan efek samping yang ditimbulkan setelah minum OAT sangat
mengganggu, misalnya rasa mual dan nyeri ulu hati. Hasil ini sejalan dengan
sebuah studi kualitatif di Tegal, dimana rasa sudah sembuh dan tidak adanya
gejala setelah pengobatan tahap intensif merupakan faktor kuat yang
melatarbelakangi drop-out.15
Setelah dilakukan kunjungan rumah, dimana peneliti melakukan
wawancara serta penyuluhan mengenai pentingnya melakukan pengobatan,
sebanyak 50% pasien TB Drop-Out melakukan pengecekan dahak kembali.
Hal ini menunjukan bahwa apabila dilakukan pendekatan dan edukasi yang
lebih lanjut makan pasien akan menjadi lebih patuh dan takut akan resiko
serta komplikasi penyakitnya bila tidak di obati.
Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan berjumlah 6 orang,
dimana terdapat 3 kasus kambuh dan 3 kasus baru. Wawancara dilakukan
dengan melakukan kunjungan rumah dan pada saat pasien mengambil obat
di puskesmas. Berdasarkan data pendidikan, pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan didominasi oleh kelompok berpendidikan tidak tamat
SD dan tidak memiliki PMO. Sedangkan berdasarkan data pekerjaan,
penderita TB yang sedang berobat didominasi oleh kelompok yang tidak
memiliki pekerjaan dan IRT. Rata-rata pasien yang sedang menjalani
pengobatan baik pasien dengan kasus kambuh dan kasus baru, memiliki
100
absensi pengambilan OAT yang lengkap. Namun salah satu diantaranya
pernah mengurangi dosis obat sendiri dengan alasan tidak kuat dengan rasa
mual yang dialami, walaupun pasien tetap berdalih bahwa dirinya tidak pernah
absen minum obatnya.
Setelah dilakukan evaluasi pada kartu register TB 01, didapatkan
pasien yang patuh berobat sebanyak 5 dari 6 orang ( 83%), namun pasien
yang absensinya tidak lengkap bukan dikarenakan tidak minum obatnya, tapi
disebabkan oleh efek samping yang dirasakan sehingga membuat pasien
mengurangi dosis obatnya sendiri.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya TB Drop-Out antara lain usia,
pendidikan, pekerjaan, riwayat TB sebelumnya, efek samping OAT, serta PMO.
Berdasarkan evaluasi kualitatif saat kunjungan rumah / home visit, dapat
disimpulkan bahwa salah satu masalah yang masih menyebabkan belum
tercapainya target keberhasilan pengobatan TB adalah kurangnya
pemahaman mengenai bahaya/dampak yang terjadi bila tidak tuntas berobat
serta berbagai efek samping yang dirasakan oleh banyak pasien terutama
rasa mual dan nyeri ulu hati. Selain itu lingkungan yang sangat padat dan
kumuh merupakan faktor penting dalam tercapainya angka bebas TB di
Indonesia, dimana pada saat turun ke lapangan di kelurahan Manggarai
peneliti menemukan masih banyak pemukiman yang kumuh, keadaan rumah
yang lembab dan kurang cahaya matahari, serta kesadaran masyarakat itu
sendiri mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya berbagai penyakit terutama TB.
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Kepatuhan minum obat TB sangat penting dalam meningkatkan angka
kesembuhan TB di Indonesia. Kepatuhan minum obat dapat dilihat dari
absensi, hitung pill, dan laporan diri. Angka kesembuhan TB di Puskesmas
Kelurahan Manggarai masih rendah. Pada tahun 2016, target pencapaian
angka kesembuhan TB di Puskesmas Kelurahan Manggarai adalah >85%,
sedangkan pencapaiannya hanya 13,7%. Selain itu didapatkan target
pencapaian angka default rate/Drop-Out adalah <5%, sedangkan angka
103
pencapaiannya sebesar 11,7%. Setelah dilakukan evaluasi dalam program ini,
ditemukan beberapa masalah, diantaranya :
1. Program promosi kesehatan yang belum berjalan dengan baik
2. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TB,
risiko bila tidak patuh minum obat, efeksamping obat dan cara
mengatasinya, serta komplikasi yang terjadi bila tidak berobat.
3. Lingkungan tempat tinggal masyarakat yang kumuh sehingga
meningkatkan risiko terinfeksi penyakit menular seperti TB.
4. Beban kerja pemegang program yang memiliki tanggung jawab
di program lain yang ada di puskesmas.
Setelah dilakukan intervensi, terdapat sebesar 50% pasien TB drop-out
yang bersedia untuk diperiksa dahaknya kembali untuk melanjutkan
pengobatan. Berdasarkan evaluasi kepatuhan pengambilan obat di
puskesmas yang di pantau menggunakan register TB 01, kepatuhan
pasien TB yang masih dalam pengobatan, baik kasus baru maupun
kambuh adalah sebesar 83%. Penggunaan saran peneliti kepada
pemegang program P2M perihal kerjasama absensi pada kartu berobat
pasien dengan loket pendaftaran memudahkan pemantauan kepatuhan
minum obat.
9.2 Saran
Setelah dilakukan evaluasi program, saran kami untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat pasien TB sebagai salah satu upaya penigkatan angka
keberhasilan pengobatan adalah :
a. Melaksanakan penyuluhan secara berkala mengenai materi
tentang penyakit TB, pentingnya berobat, dan dukungan dari
masyarakat.
b. Melakukan evaluasi kader TB secara berkala yaitu 3 bulan sekali
untuk mengevaluasi efektifitas kerja kader TB di masyarakat.
c. Bekerja sama dengan kader untuk mengajak masyarakat
104
melakukan skrining TB karena lingkungan mereka yang padat
penduduk dan berisiko terkena infeksi menular seperti TB.
105
DAFTAR PUSTAKA
106
10. Setyanto BD. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2008.
11. Rian S. Pengaruh Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis Terhadap Kejadian
Default di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur. Jakarta: FKM UI;
2010.
15. Nugroho RA. Studi kualitatif faktor yang melatarbelakangi drop out
pengobatan tuberkulosis paru. KEMAS 2011. 83-90
107