Вы находитесь на странице: 1из 108

EVALUASI PROGRAM

UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN PENGOBATAN TB PADA PUSKESMAS


KELURAHAN MANGGARAI
PERIODE JUNI - AGUSTUS 2017

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan


Dalam Menempuh Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:
Fithriani Salma Mardhiyah 030.11.106
Icha Leandra Wichita 030.11.136
Pratiwi Utami 030.11.231

Pembimbing:
Prof. DR. dr. Adi Hidayat, MS

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE JUNI – AGUSTUS 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN PENGOBATAN TB PADA PUSKESMAS


KELURAHAN MANGGARAI
PERIODE JUNI - AGUSTUS 2017

Diajukan untuk memenuhi tugas


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas - Kesehatan Masyarakat
Periode 12 Juni – 26 Agustus 2017
di Puskesmas Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan

Disusun oleh:
Fithriani Salma Mardhiyah 030.11.106
Icha Leandra Wichita 030.11.136
Pratiwi Utami 030.11.231

Jakarta, … Agustus 2017

Pembimbing Fakultas Pembimbing Puskesmas

Prof. DR. dr. Adi Hidayat, MS dr. Dema Zurtika

Kepala Puskesmas
Kecamatan Tebet

1
dr.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan
rumah kedokteran keluarga ilmu kesehatan masyarakat.
Penulisan laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Kelurahan Manggarai Periode 23 Januari – 1 April 2017. Kami berharap bahwa
penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan masyarakat
sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat.
Dalam usaha penyelesaian tugas laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari Banyak pihak,dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada jajaran staff
pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Trisakti, Kepala Puskesmas
Kelurahan Manggarai, Dokter Pembimbing di Puskesmas, seluruh pihak di
Puskesmas Manggarai yang telah membantu dan membimbing dalam
menyelesaikan laporan ini. Dan semua teman-teman Kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Trisakti di Puskesmas Manggarai.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan
ini, oleh karena itu dengan kami menerima semua saran dan kritikan yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1.1 La
tar Belakang 3
1.2 P
erumusan Masalah 4
1.3 T
ujuan Diagnostik Komunitas 4
1.4 M
anfaat Evaluasi Program 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
BAB III DATA UMUM DAN KHUSUS PUSKESMAS KELURAHAN MANGGARAI
3.1 Data Umum Puskesmas 23
3.1.1 Data Wilayah Kerja Puskesmas 23
3.1.2 Gambaran Umum Puskesmas Manggarai 25
3.1.3 Data 10 Besar Penyakit Terbanyak di Puskesmas 27
3.2 Data Khusus Puskesmas 28
3.2.1 Visi, Misi, dan Strategi Puskesmas Kelurahan Manggarai 28
3.2.2 Manajemen Puskesmas Kelurahan Manggarai 28
3.2.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja Puskesmas 30
3.3 Program Pokok Puskesmas Kelurahan Manggarai 35
3.3.1 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas 35
3.3.2 Upaya Kesehatan Pengembangan 36
BAB IV METODE DIAGNOSTIK KOMUNITAS 45

3
4.1 Rancangan Diagnostik Komunitas 45
4.2 Metode Diagnostik 45
4.3 Lokasi dan Waktu 45
4.4 Sampel Diagnostik Komunitas 46
4.5 Analisis Komunitas 47
BAB V ANALISIS MASALAH 49
5.1 Alur Pemecahan Masalah 49
5.2 Kerangka Pikir Masalah 49
5.3 Identifikasi Cakupan Program 50
5.4 Penentuan Prioritas Masalah 51
5.5 Urutan Prioritas Masalah 59
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 61
6.1 Analisis Penyebab Masalah 61
6.2 Konfirmasi Kemungkinan Penyebab Masalah 65
6.3 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah 65
6.4 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks 66
6.5 Rencana Kegiatan (Plan of Action) 69
DAFTAR PUSTAKA 71

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Penyakit ini merupakan ancaman besar bagi pembangunan sumber daya
manusia sehingga perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua
pihak.1
Tuberkulosis adalah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycrobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi sepertiga penduduk
dunia. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat pula mengenai
organ tubuh yango lainnya. Pada tahun 1993, World Health Organization (WHO)
mencanangkan keduratan global penyakit TB (Global Health Emergency) yang
bertujuan untuk menyadarkan bahwa masyarakat dunia sedang menghadapi
ancaman serius penyakit TB Paru, dimana jumlah kasus TB meningkat dan tidak
terkendali khususnya pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan
masalah TB besar (high burden countries). Ini disebabkan banyaknya penderita
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular/Basil Tahan Asam
Positif. 1,2

5
WHO menyatakan bahwa TB adalah pembunuh nomor dua di dunia
setelah HIV/AIDS. WHO menyebutkan pada tahun 2013, 9 juta penduduk dunia
menderita TB dan 1,5 juta diantaranya meninggal dunia karena penyakit tersebut.
TB terjadi 95% di negara berkembang dan negara dengan pendapatan rendah
hingga menengah. Indonesia adalah satu negara berkembang, dan Indonesia
menempati urutan kedua setelah India dalam hal jumlah penderita kasus baru TB
di dunia yakni sebanyak 0,4 sampai 0,5 juta penduduk.3
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi TB di Indonesia
didapatkan sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh
tenaga kesehatan.4
Penyakit tuberkulosis dapat dicegah dan disembuhkan, tetapi
membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu minimal enam bulan. Oleh sebab itu,
kepatuhan berobat penderita TB sangat dibutuhkan. Kepatuhan berobat
penderita TB paru ditentukan antara lain oleh perhatian tenaga kesehatan untuk
memberikan penyuluhan, penjelasan kepada penderita, kunjungan rumah serta
ketersediaan obat anti tuberkculosis (OAT). 2
Pada sebuah penelitian didapatkan hanya 60,6% responden yang
menyatakan patuh berobat, hal ini menunjukkan risiko putus berobat penderita
tuberkulosis pada tujuh pus- kesmas di Kota Jayapura masih tinggi dan perlu
ditanggulangi segera. Perilaku kepatuhan berobat responden mempunyai
hubungan yang bermakna secara statistik hanya dengan perilaku petugas
kesehatan. Hasil penelitian lain yang dilakukan di Bekasi, didapatkan masih ada
45 orang (42,1%) bersikap tidak patuh terhadap pengobatan TB yang dipengaruhi
oleh faktor pendidikan, pengetahuan, dan motivasi.5,6
Untuk meminimalkan angka putus berobat, diperlukan upaya untuk
menjamin agar program pengobatan penderita TB Paru dapat berlangsung
maksimal. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
dukungan dan bantuan secara penuh kepada penderita sejak pertama kali
melakukan pengobatan hingga sembuh. Kegagalan dalam pengobatan TB paru

6
akibat putus berobat dapat berdampak negatif, misalnya kuman menjadi resisten,
penularan yang lebih meluas dan angka kematian karena TB Paru ,menjadi lebih
tinggi.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kendala dalam kepatuhan
pengobatan TB di Kelurahan Manggarai?
2. Apa saja alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab
masalah yang ditemukan?
3. Bagaimana prioritas pemecahan masalah sesuai dengan penyebab
masalah yang ada?
4. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah
tersebut?

1.3 Tujuan Diagnostik Komunitas


1. Tujuan umum
Meningkatkan kepatuhan pengobatan TB di Puskesmas Kelurahan
Manggarai Jakarta Selatan pada bulan Juli – Agustus 2017 dalam upaya
meningkatkan kinerja Puskesmas.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui cakupan pengobatan TB di Puskesmas Kelurahan
Manggarai.
b. Mengidentifikasi kendala yang ada pada masyarakat dalam
kepatuhan pengobatan TB di kelurahan Manggarai Jakarta Selatan
c. Menentukan prioritas alternatif masalah yang ada pada
partisipasi masyarakat dalam kepatuhan pengobatan TB di Kelurahan
Manggarai Jakarta Selatan
d. Membuat rencana kegiatan dari pemecahan masalah terpilih di
Puskesmas Kelurahan Manggarai Jakarta Selatan

1.4 Manfaat Evaluasi Program

7
1. Bagi Mahasiswa:
a. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah
yang ditemukan di dalam program puskesmas.
b. Melatih kemampuan dalam memahami program yang ada di
puskesmas sesuai peran sebagai dokter komunitas.
c. Mengetahui bagaimana merencanakan kegiatan dalam
penyelesaian masalah yang didapat dalam kepatuhan pengobatan TB di
Puskesmas Kelurahan Manggarai.

2. Bagi Puskesmas:
a. Membantu Puskesmas Kelurahan Manggarai dalam mengidentifikasi
penyebab kendala yang didapat dalam kegiatan pengobatan TB di
Puskesmas.
b. Membantu puskesmas dalam memberikan alternatif penyelesaian
terhadap masalah yang didapat dalam kegiatan pengobatan TB di
Puskesmas.
c. Mengetahui pencapaian upaya kesehatan wajib di Puskesmas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

8
2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis kompleks.7 Mycobacterium tuberculosis yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir
seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.
Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat
gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen
toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita tuberkulosis.

2.2 Program Pengendalian Tuberkulosis


2.2.1 Kebijakan Pengendalian TB
a. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota sebagai
titik berat manajemen program, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya
(dana, tenaga, sarana dan prasarana).
b. Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan
memperhatikan strategi Global Stop TB partnership.
c. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program pengendalian TB.
d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya MDR-TB.
e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), meliputi

9
Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter
Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.
f. Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan
kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB
(Gerdunas TB).
g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara
cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang efektif demi
menjamin ketersediaannya.
i. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
j. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB.
k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

2.2.2 Strategi
Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi:
a. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
b. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private
Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB
Care
d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
e. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan
manajemen program pengendalian TB.

10
f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program
TB.
g. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi
strategis.

2.2.3 Kegiatan
a. Tatalaksana dan Pencegahan TB
Kegiatan yang dilakukan seperti penemuan kasus tuberkulosis,
pengobatan tuberkulosis, pemantauan dan hasil pengobatan
tuberkulosis
Pengendalian infeksi pada sarana layanan, serta pencegahan
tuberkulosis.
b. Manajemen Program TB
Kegiatan-kegiatan pada manajemen Program TB antara lain
perencanaan program tuberkulosis, monitoring dan evaluasi program
tuberkulosis, manajemen logistik program tuberkulosis dan
pengembangan ketenagaan program tuberkulosis, serta promosi
program tuberkulosis.
c. Pengendalian TB komprehensif
Kegiatan yang dilakukan antara lain penguatan layanan
laboratorium tuberkulosis, Public - Private Mix (pelibatan semua fasilitas
pelayanan kesehatan), kolaborasi TB-HIV, pemberdayaan masyarakat
dan pasien TB, pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru,
manajemen TB resisten obat, serta penelitian tuberkulosis.1

2.3 Alur Diagnosis TB


Ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaa fisik/jasmani,
bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

11
2.4 Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura. Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang
menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya kelenjar getah bening, selaput
otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Pasien TB dikelompokkan
berdasarkan:8

1. Lokasi anatomi dari penyakit

2. Riwayat pengobatan sebelumnya

3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

4. Status HIV

2.4.1 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

12
2.4.1.1 Tuberkulosis paru:
• TB yang terjadi pada parenkim paru. TB milier dianggap sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru.

• Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau


efusi pleura tanpa adanya gambaran radiologis yang mendukung TB
paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.

• Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB


ekstra paru, diklasifikasikan sebagai TB paru.

2.4.1.2 Tuberkulosis ekstra paru


• Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru

• Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil


pemeriksaan bateriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan berdasarkan penemuan M. Tuberculosis.

13
2.4.2 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
• Pasien baru TB

Adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB


sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu
bulan (<28 dosis)
• Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat


pengobatan dengan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau
pegobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

• Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak


mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.

• Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.

• Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelab


selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.

• Kasus bekas TB

14
Hasil pemeriksaan BTA dan biakan negatif, dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.

2.4.3 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan kepekaan obat


• Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja

• Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT, lini
pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

• Multidrug resistance (TB MDR): resisten terhadap isoniazid (H) dan


rifampisin (R) secara bersamaan.

• Extensive drug resistance (TB XDR): TB MDR yang sekaligus resisten


terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)

15
• Resisten rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional)

2.4.4 Klasifikasi berdasarkan status HIV


• HIV positif

• HIV negatif

• HIV tidak diketahui

2.5 Terapi

Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S).
Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah
dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line,
lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,
ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin,
gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang
digunakan jika terjadi MDR.

16
Adanya efek samping obat anti tuberkulosis diketahui merupakan
salah satu kejadian default. Menurut studi yang dilakukan di Makassar,
didapatkan efek samping obat anti tuberkulosis adalah kehilangan nyeri
sendi (81%), mual (79,3%), gatal-gatal (77,6%), kurang nafsu makan
(75,9%), pusing (67,2%), kesemutan (50%), gangguan pendengaran (6,9%).
Sedangkan menurut studi yang dilakukan di Cimahi, didapatkan efek
samping berupa mual dan gangguan pencernaan sebanyak 87%, dengan

Nama obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping


(mg/kgBB/hari) (mg/hari)
Hepatitis, neuritis
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 perifer,
hipersensitivitis
Gangguan
gastrointestinal,
hepatitis, peningkatan
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 enzim hati,
trombositopenia,
cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan
Toksisitas hepar,
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - atralgia, gangguan
gastrointestinal
Neuritis optik,
ketajaman berkurang,
Etambutol (E) 20 (15-25) - buta warna merah
hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik
gatal dan kemerahan pada kulit 33%. Efek samping yang lebih berat dapat
berupa gangguan keseimbangan dan penglihatan, hingga renjatan atau
syok. 9

Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila


pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan
pengobatan. Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin keberhasilan
pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu
upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan
pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment).

17
Directly observed treatment shortcours (DOTS) adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1955.
Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi.

Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima


komponen yaitu sebagai berikut : 10
• Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan
dana.
• Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
• Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
• Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
• Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease


(IUALTD) dan WHO menyarankan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer
dengan keuntungan:

18
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep
minimal

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasie dengan penurunan


kesalahan pengobatan yang tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan


yang benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena obat lebih sedikit

5. Menurukan resiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat


penggunaan monoterapi.

2.6 Kepatuhan minum obat


2.6.1 Kepatuhan
2.6.1.1 Pengertian
Kepatuhan aalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan
dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain.
Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Penderita yang patuh
berobat adalah yang menyelesaikan pengoabtannya secara teratur dan
lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 8 bulan.
Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan kepatuhan yaitu
faktor internal dan faktor eksernal. Faktor internal meliputi karakter si
penderita seperti usia, sikap, nilai social, dan emosi yang disebabkan oleh
penyakit. Faktor eksternal yaitu dampak dari pendidikan kesehatan,
interaksi penderita dengan petugas kesehatan dan tentunya dukungan
dari keluarga, petugas kesehatan dan teman. Kepatuhan pasien akan
meningkat secara umum bila semua instruksi yang diberikan oleh petugas
medis jelas. Diantaranya pengobatan jelas, pengobatan yang teratur serta
danya keyakinan bahwa kesehatannya akan pulih, dan tentunya harga
terjangkau.

19
2.6.1.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
Green dan Kreuter mengajukan sebuah kerangka teori (teori Green)
yang mempelajari mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku
sehat seseorang . Teori ini mencakup 3 faktor yakni, faktor predisposisi,
factor pemungkin (enabling factor), dan factor penguat (reinforcing factor).
Teori ini sangat tepat untuk meneliti perilaku kesehatan individu dengan
penyakit kronik, salah satunya adalah kepatuhan pada pengobatan TB.
a. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat, yang mempermudah individu untuk berperilaku. Faktor
predisposisi tersebut adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-
nilai, keyakinan dan kebiasaan. Sikap merupakan suatu reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus/objek (Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti
yang terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
c. Faktor Penguat atau Faktor Pendorong (Reinforsing factors)
Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam
sikap seperti dukungan dari tenaga kesehatan serta dukungan dari
keluarga atau suami merupakan koordinasi referensi dalam perilaku
masyarakat.
Silaswati (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan, antara lain:
1. Pendidikan
Pasien yang berpendidikan rendah beresiko tidak patuh minum obat
2,4 kali lebih besar dengan responden yang berpendidikan tinggi.
2. Pengetahuan

20
Pasien yang memiliki pengetahuan rendah merupakan resiko untuk
tidak patuh minum obat 2,87 kali lebih besar dibandingkan yang
memiliki pengetahuan tinggi.
3. Motivasi
Pasien yang memiliki motivasi rendah beresiko tidak patuh minum
obat 2,8 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki
motivasi untuk sembuh. Selain itu, Lissa (2015) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara peran PMO dengan kepatuhan
berobat. Peran PMO sangatlah penting dalam mendukung kepatuhan
penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan yang tergolong tidak
singkat (minimal 6 bulan), sehingga sebaiknya benar-benar anggota
keluarga yang dpercaya dapat melakukan tugasnya dengan baik agar
kepatuhan penderita TB Paru tinggi yang akan berpengaruh terhadap
kesembuhan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya default TB


Default pengobatan TB terjadi bila pasien yang telah berobat
kemudian putus berobat dua bulan atau lebih dengan BTA positif.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya default pengobatan TB,
diantaranya:
a. Faktor predisposisi
a) Usia
Umur merupakan faktor demografi penting terhadap kejadian
default TB paru. Kelompok umur anak-anak, remaja, dewasa dan
manula (Manusia Usia Lanjut) mempunyai faktor risiko yang
berbeda terhadap kejadian default TB.
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin laki-laki diketahui lebih berisiko untuk terjadinya
default dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
c) Tingkat pendidikan
Pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan pengobatannya

21
akan meningkatkan keteraturan dalam proses pengobatan yang
secara langsung akan meurunkan risiko terjadinya default
pengobatan TB paru.
d) Pekerjaan
Status pekerjaan seseorang terkait erat dengan tingkat
pendidikan. Sama halnya dengan tingkat pendidikan, status
pekerjaan mempengaruhi terhadap kejadian default TB paru.
Seseorang yang tidak bekerja meningkatkan risiko terjadinya
default terhadap pengobatan TB paru.
e) Sumber pembiayaan kesehatan
Penelitian di propinsi Jiangsu oleh Weiguo et al yang
dipublikasikan lewat Biomed Central pada tanggal 18 September
2009 yang berjudul tentang Kepatuhan diantara Penderita TB
paru diketahui bahwa penderita yang tidak memiliki asuransi
(biaya sendiri) berisiko 1,48 kali untuk terjadinya default
dibandingkan dengan penderita TB Paru yang memiliki asuransi
dengan OR 1,48 (0,70 – 3,14) dengan derajat kepercayaan 95%.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)


Faktor pemungkin yang mempengaruhi terjadinya default TB antara lain,
riwayat pengobatan TB sebelumnya, efek samping obat, jenis efek
samping obat, jenis obat yang diterima, jarak ke pelayanan kesehatan,
dan penyakit penyerta. Adapun rincian dari masing-masing faktor
pemungkin ini yaitu:
a) Riwayat Pengobatan TB sebelumnya
Riwayat pengobatan sebelumnya menjadi faktor penting bagi
terjadinya default TB paru. Kegagalan pengobatan di masa lalu
bisa menjadi pemicu untuk melaksanakan pengobatan secara
lengkap sehingga tercapai kesembuhan.
b) Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis
Efek samping OAT menyebabkan ketidaknyamanan penderita TB
dalam menjalankan pengobatannya. Hal ini meningkatkan risiko

22
penderita TB paru untuk meminum obatnya secara tidak teratur,
atau malah menghentikan pengobatannya.
c) Jenis Efek samping Obat Anti Tuberkulosis
Efek samping obat seperti tersebut di atas meningkatkan risiko
ketidakpatuhan dalam berobat. Namun tidak semua efek OAT
akan menimbulkan dampak buruk. Efek obat obat tersebut tidak
tergantung pada ada tidaknya efek OAT akan tetapi dipengaruhi
pula oleh berat ringannya jenis efek OAT (Depkes, 2008).
d) Jenis Obat
Jenis obat yang dimaksudkan adalah kemasan obat yang
diterima pasien. Apakah berupa paket kombinasi dosis tepat
(OAT-KDT) atau satuan yang diresepkan. Jenis kemasan obat
yang diterima ini diduga berpengaruh terhadap kejadian default.
Paket OAT KDT terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet sehingga pasen cukup sekali meminum obatnya
untuk satu kali dosis, berbeda dengan obat yang diresepkan
dimana pasien harus meminum beberapa buah tablet obat TB
dalam setiap kali dosisnya.
e) Jarak ke Pelayanan Kesehatan
Faktor jarak ke pelayanan kesehatan masih menjadi kendala
yang berarti untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Penelitian
Badan Litbangkes 1996 menemukan bahwa bagi mereka yang
berdomisili lebih dari 5 km berisiko 4 kali lebih besar untuk tidak
pergi ke pelayanan Dukungan Keluargakesehatan dibandingkan
dengan mereka yang berdomisili kurang dari 5 kilometer.
f) Penyakit penyerta
Penderita TB paru yang menderita penyakit lain, akan
meningkatkan ketidakpatuhan berobat. Penyakit lain tersebut
yang bersifat kronis misalnya Diabetes Mellitus, Penyakit
Jantung, Hypertensi, Penyakit Saluran Napas (Asma, Pnemoni,
dsb.), Rematik, Struma atau penyakit lain yang serius.

23
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Yang menyebabkan terjadinya default TB terkait dengan faktor
penguat seperti Pendamping Minum Obat (PMO). Selain itu yang
merupakan faktor penguat yang akan dibahas pada bagian ini dan akan
dijadikan variabel penelitian adalah adanya penyuluhan dan dukungan
dari anggota keluarga.
a. Keberadaan PMO
Tugas PMO mengawasi pasien TB agar menelan obat secara
teratur sampai selesai proses pengobatan, memberikan dorongan
kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan
pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Hal ini akan menyebabkan penderita TB paru merasa lebih
diperhatikan sehingga teratur berobat dan menurunkan risiko
terjadinya default pengobatan TB paru.
b. Jenis PMO
Melihat dari tugas PMO, maka orang yang paling tepat menjadi
PMO adalah seseorang yang dekat dengan pasien dan rela
meluangkan waktunya untuk memberikan perhatian terhadapa
pasien. PMO yang berasal dari anggota keluarga terdekat lebih baik
dari PMO yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan.
c. Penyuluhan Kesehatan
Penelitian yang dilakukan oleh Tekle et.al di Ethiopia tahun 2002
tentang determinan default TB didapatkan bahwa penderita yang
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan
pengobatannya merupakan faktor yang bersifat protektif dengan OR
0,04 (0,02 – 0,1) dengan derajat kepercayaan 95%. Penelitian di
Bangalore India tahun 2003 yang dilakukan oleh Sophia et.all
tentang default TB diantara penderita TB dibawa program DOTS
menemukan hasil OR 3,06 (1,24 – 7,54) CI 95% untuk penderita
yang memiliki pengetahun yang rendah
d. Dukungan Keluarga
Berdasarkan penelitian di Ethiopia tentang “Determinan Default TB

24
paru” oleh Tekle et.al tahun 2002 menemukan bahwa adanya
dukungan dari anggota keluarga (PMO) merupakan faktor protektif
terhadap default TB paru dengan OR 0,19 (0,08–0,46) pada tingkat
kepercayaan 95%. Penelitian Xiangin et al di China tahun 2005
menemukan bahwa penderita TB yang merasa tidak cukup
mendapat dukungan keluarga mempunyai risiko 2 kali lebih besar
untuk mengalami default dengan OR 2,3 (1,2 - 4,8) pada 95% tingkat
kepercayaan.11
2.6.1.3 Alat Ukur Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat dievaluasi dengan
berbagai metode:
a. Medication Event Monitoring Systems (MEMS)
Metode ini menggunakan wadah obat khusus yang dilengkapi dengan
mikrosirkuit yang mengirim data ke komputer setiap wadah tersebut
dibuka dan ditutup. Oleh karena itu, MEMS dapat mengukur kepatuhan
pasien dengan tepat. Namun, kekurangan MEMS adalah memerlukan
biaya yang cukup besar dalam pelaksanaannya.

b. Pill count (Hitung pil)


Pengukuran kepatuhan dengan metode ini dilakukan dengan
menghitung sisa obat yang tidak dihabiskan oleh pasien. Kelemahan
metode ini adalah mudah dimanipulasi oleh pasien.
c. Refilling (Pengisian ulang)
Pada pengukuran ini, obat diberikan seluruhnya pada pasien, tetapi
dalam jangka waktu tertentu pasien harus kembali ke petugas untuk
mendapatkan stok untuk selanjutnya. Metode ini dapat membantu
untuk mengetahui diskontinyu obat.
d. Chemical markers (Penanda kimia)
Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan menggunakan penanda

25
kimia, seperti digoksin dan fenobarbital, dalam dosis kecil yang
dimasukkan ke dalam obat yang diresepkan.
e. Selfreport (Laporan diri)
Evaluasi kepatuhan dengan metode ini biasanya menggunakan
kuesioner sebagai data primer. Pasien ditanya mengenai pernah
tidaknya lupa meminum obat kepada orang lain, dan sebagainya.
Dibandingkan dengan seluruh metode pengukuran kepatuhan pasien,
perhitungan sisa pil, pengisian ulang dan penggunaan kuesioner
merupakan cara yang paling sederhana. Namun demikian, kuesioner
dianggap lebih baik untuk mengevaluasi kepatuhan karena dapat
mengetahui sikap dan pandangan pasien terhadap pengobatan yang
dijalani.
2.6.1.4 Program Pengawasan langsung menelan obat (DOT
= Directly Observed Treatment)
Paduan pengobatan yang dianjurkan dalam buku pedoman
ini akan menyembuhkan sebagian besar pasien TB baru tanpa
memicu munculnya kuman resistan obat. Agar hal hal tersebut
tercapai, sangat penting memastikan bahwa pasien menelan
seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran, dengan pengawasan
langsung oleh seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian
pengobatan sebaiknya disepakati bersama pasien agar dapat
memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke
fasyankes terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang
berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit,
pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan.
1. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik
oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus
disegani dan dihormati oleh pasien.

26
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-
sama dengan pasien.
2. Siapa yang bisa jadi PMO?

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di


Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain
lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

3. Tugas seorang PMO


1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat
teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB
yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk
segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti


kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan
kesehatan. Pada saat pasie mengambil obat, diupayakan
bahwa dosis hari itu ditelan di depan petugas keseheatan.
Pada pengobatan TB RO, pengawasan menelan obat
dilakukan oleh petugas kesehatan di fasyankes. Pada
beberapa kondisi tertentu, pemberian OAT MDR dilakukan di
rumah pasien, maka pengawasan menelan obat dapat

27
dilakukan oleh petugas kesehatan/kader yang ditunjuk, atau
oleh keluarga pasien dengan sebelumnya sudah disepakati
oleh petugas kesehatan dan pasien.

4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan


kepada pasien dan keluarganya:

1. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau


kutukan.
2. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan
cara pencegahannya.
4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan).
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara
teratur.

28
BAB III
DATA UMUM DAN KHUSUS PUSKESMAS KELURAHAN MANGGARAI

3.1 Data Umum Puskesmas


3.1.1 Data Wilayah Kerja Puskesmas
Kelurahan Manggarai adalah bagian dari wilayah Provinsi DKI jakarta yang
terletak di wilayah Selatan. Sesuai dengan pembagian wilayah pemerintahan DKI
Jakarta, Kotamadya Jakarta Selatan terbagi dalam (sepuluh) kecamatan, salah
satunya adalah kecamatan Tebet, dimana terdiri dari 7 wilayah kelurahan.

29
Gambar 1. Peta wilayah Puskesmas Kelurahan Manggarai

Batas Wilayah Kelurahan Manggarai


Sebelah Utara : Kelurahan Kebon Manggis
Sebelah Timur : Kelurahan Bukit Duri
Sebelah Selatan : Kelurahan Manggarai Selatan
Sebelah Barat : Kelurahan Pasar Manggis

Kelurahan Manggarai termasuk salah satu di dalamnya dengan luas wilayah


95,30 Ha yang terdiri dari 12 Rukun Warga.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Manggarai


Penduduk
WNI WNA Luas Kepadatan
No. RW ∑RT ∑KK
♂ ♀ ∑ ♂ ♀ (Ha) penduduk
1 01 10 753 1540 1334 2874 2 10 287
2 02 17 1131 1739 1728 3467 6.3 550

30
3 03 10 410 1016 1040 2056 3 685
4 04 16 1294 1852 1800 3652 6 609
5 05 12 744 1240 1210 2450 4 613
6 06 15 958 1474 1498 2883 5 481
7 07 13 722 1156 1147 2393 6 384
8 08 16 836 1451 1310 2761 8 345
9 09 14 952 1419 1420 2839 8 355
10 10 11 871 1798 1643 3441 10 344
11 11 8 747 1439 1720 3159 24 132
12 12 10 541 1056 1034 2090 4 523
Jumla 1718 1679 3397
152 9959 2 95.3 357
h 0 5 5

Sumber : Data Kantor Kelurahan Manggarai


Dari data diatas didapatkan jumlah penduduk tertinggi yaitu laki-laki
dengan jumlah 17180 jiwa.Di kelurahan Manggarai juga terdapat 2 orang
berwarga negara asing yang berdomisili di DKI Jakarta.

Pada kelurahan manggarai didapatkan fasilitas sosial budaya sebgai berikut:


a. Sarana Pendidikan
Kelurahan Manggarai memiliki fasilitas umum yang terdiri dari sarana
pendidikan seperti sekolah dan juga sarana peribadatan, berikut jumlah
sekolah dan tempat peribadatan di kelurahan Manggarai.
TK : 2 unit
SD : 13 unit
Madrasah : 1 unit
SMP : 3 unit
SLTA : 3 unit
Dari data fasilitas sekolah didapatkan terbanyak merupakan Sekolah Dasar
(SD) sebanya 11, dan yang paling sedikit merupakan Madrasah dengan jumlah 1.

31
b. Sarana Kesehatan
Fasilitas sarana kesehatan yang dimiliki kelurahan Manggarai antara lain
sebagai berikut:
Puskesmas :1
Bidan Swasta :3
Praktek dokter umum :2
Praktek dokter gigi :1
Balai pengobatan swasta : 3

3.1.2 Gambaran Umum Puskesmas Manggarai


1. Sejarah Puskesmas Kelurahan Manggarai
Puskesmas kelurahan manggarai mempunyai Rumah Bers
alin yang terletak di Jalan Swadaya 1 Kelurahan Manggarai Kecamatan
Tebet Kotamadya Jakarta selatan yang diresmikan oleh pada tahun 1975
mempunyai gedung dengan 2 lantai. Lantai 1 (dasar) secara umum digunakan
untuk pelayanan kesehatan pada masyarakat, sedangkan untuk lantai 2
digunakan untuk gudang penyimpanan obat. Puskesmas Kelurahan Manggarai
Sejak Agustus 2016 dipimpin oleh drg Liliana sebagai Kepala Puskesmas
Kelurahan Manggarai hingga saat ini.

2. Fasilitas Puskesmas
Tabel 4. Fasilitas Puskesmas
No. Keterangan Jumlah
1 Daya Listrik 4400 wat
2 Air Pompa air

32
tanah
3 Telefon 1 unit
4 Komputer 2 unit
5 Printer 1 unit
6 Sepeda motor 3 unit

3. Kualifikasi dan Tempat tugas puskesmas


Tabel 5. Kualifikasi dan Tempat Tugas Puskesmas
Status
No. Jenis PNS Honor Jumlah
tenaga
1 Dokter gigi 1 1
2 Dokter 1 1
Umum
3 Bidan 1 1
4 Perawat 1 1 2
5 Kesehatan 1 1
lingkungan
6 Gizi 1 1
7 Asisten 1 1
apoteker
8 TU 2 2
9 Cleaning 1 1
Service
10 Jaga 1 1
malam
Total 3 9 12

Bpu

33
L
O
K
Laboratoriu
m
BPG

Seles

KIA/KB
Apotik

Imunisasi

Gambar 2. Pelayanan Puskesmas Kelurahan Manggarai

3.1.3 Data 10 Besar Penyakit Terbanyak di Puskesmas Manggarai


Tabel 6. 10 Besar Penyakit Terbanyak di Puskesmas Manggarai
No Diagnosa Kod Jumlah Total %
. e
♂ ♀
1 Penyakit lain pada saluran pernapasan bag 1303 1882 2861 4743 23.1
atas 8
2 Infeksi akut lain pada saluran pernpasan 1302 812 1157 1969 9.62
bag atas
3 Gastritis dan Duodenitis 0088 419 1384 1803 8.81
4 Penyakit kulit alergi 2002 578 1095 1673 8.18
5 Penyakit tekanan darah tinggi 1200 441 1041 1482 7.24
6 Penyakit pada sistim otot & jaringan 0021 343 1083 1436 7.02
pengikat ( penyakit tulang belulang )
7 Diare ( termasuk tersangka Kolera) 102 314 364 676 3.31
8 Diabetes melitus tidak bergantung insulin 0056 174 436 609 2.96
9 Atritis Rematoid 0090 59 410 469 2.29
10 Penykit mata lain-lain 1005 129 182 311 1.52
11 Penyakit Lainnya 0022 5173 117 5290 2585
Total 1032 1013 2046 100
4 9 3
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Penderita paling banyak dengan
diagnoisa penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas yaitu 4743

34
orang/kunjungan atau 23.18%.

3. 2 Data Khusus Puskesmas


3. 2. 1 Visi, Misi, dan Strategi Puskesmas Kelurahan Manggarai
1. Visi
Puskesmas unggulan menuju Jakarta sehat.
2. Misi
• Membangun masyarakat mandiri berbudaya peduli kesehatan
melalui kerjasama lintas sektoral
• Memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat secara optimal
sesuai standar mutu
• Meningkatkan kualitas SDM, sarana, prasarana pendukung
• Menjamin kesehatan dan kesejahteraan seluruh karyawan
• Menyelenggarakan pelayanan berbasis teknologi informasi

3. 2. 2 Manajemen Puskesmas Kelurahan Manggarai


a. Puskesmas Kelurahan Manggarai dalam menjalankan programnya
mengacu pada POA (perencanaan) yang telah dibuat beberapa bulan
sebelumnya dan dikonsultasikan dengan lintas vertical Puskesmas
Kecamatan Tebet untuk menyesuaikan besarnya anggaran yang
dibutuhkan. Rencana anggaran program datang dari Puskesmas
Kelurahan Manggarai, atau program turun langsung dari Puskesmas
Kecamatan Tebet ke Puskesmas Kelurahan Manggarai.
b. Program yang akan dijalankan tersebut diambil dari analisa program yang
telah dijalankan pada tahun sebenlumnya yang disusun oleh masin-
masing unit yang ada di Puskesmas Kelurahan Manggarai.
c. Komunikasi internal pelaksanaan semua program yang ada
dikomunikasikan seluruhnya antara bawahan dan atasan maupun unit
yang terkait dalam sehari-harinya bila dianggap perlu atau sedikitnya 1 kali
dalam 1 bulan pada waktu minilokakarya.

35
d. Pembinaan pegawai Puskesmas Kelurahan Manggarai di bidang dengan
menghadiri bimbingan rohani yang diadakan setiap bulan Sudin Kesehatan
Masyarakat Jakarta Selatan sedangkan pembinaan keterampilan atau
kecakapan bekerja mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan, Suku Dinas Kesehatan, Puskesmas Kecamatan Tebet maupun
unit lain yang terkait.
e. Pemantauan pelaksanaan kegiatan pelayanan di Puskesmas Kelurahan
Manggarai ditangani oleh kepala puskesmas Kelurahan Manggarai yang
bertanggung jawab langsung setiap kegiatan kepada Kepala Puskesmas
Kecamatan Tebet, sesuai dengan unit masing-masing pegawai.
f. Pengendalian program dilakukan oleh Kepala Puskesmas Kecamatan
Tebet beserta staf/seksi dalam waktu 3 bulan sekali dan oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Selatan beserta staf/seksi 6 bulan sekali.
Pengendalian tersebut dilaksanakan yang mengacu pada:
• Pencatatan dan pelaporan (tiap bulan, triwulan, dan tahun)
• Supervisi dan pertemuan tiap 3 bulan untuk presentasi hasil
kegiatan tingkat Sudinkes Jakarta Selatan
• KLB
g. Evaluasi kinerja pegawai atau organisasi dilakukan untuk meningkatkan
produktifitas dan kinerja pegawai sesuai dengan tugas pokok yang
diemban masing-masing untuk menciptakan pegawai yang professional,
akuntabel, dan berorientasi terhadap pelayanan prima kepada masyarakat.
Evaluasi kinerja bertitik tolak pada adanya keseimbangan proporsi antara
hasil kerja perilaku kerja dengan periode bulanan dan tahunan.

3. 2. 3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Kerja Puskesmas

BPU

L Laboratorium
BPG
O
K Selesai
E KIA / KB 36
T Apotik
Imunisasi
Gambar 3. Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Manggarai

1. Dokter/Kepala Puskesmas
Tugas pokok: Mengusahakan agar fungsi puskesmas terselenggara
dengan baik.
Fungsi :
a. Sebagai seorang manejer :
• Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen di Puskesmas
• Melaksanakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral
secara vertikal dan horizontal
• Menerima konsultasi dari semua kegiatan di Puskesmas
b. Sebagai seorang dokter :
• Melakukan pemeriksaan dan pengobatan penderita
• Merujuk kasus yang tidak bisa diatasi
• Melakukan penyuluhan kesehatan kepada penderita dan
masyarakat

2. Dokter umum
Tugas pokok: Mengusahakan agar pelayanan pengobatan di wilayah kerja
Puskesmas dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan pelayanan obat di Puskesmas
b. Memberikan pelayanan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas baik di
Puskesmas, Pustu atau Pusling
c. Memberikan bimbingan, edukasi dan motivasi kepada penderita dan

37
masyarakat
d. Membantu membina kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan
peran masyarakat
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan

3. Dokter gigi
Tugas Pokok : Mengusahakan agar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di
wilayah kerja Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik
Fungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan kesehatan gigi di Puskesmas
b. Memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di dalam wilayah
kerja Puskesmas secara teratur
c. Supervisi dan bimbingan teknis pada program gigi di Puskesmas
d. Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
e. Membantu dan membina kerjasama lintas sektoral dalam
pengembangan peran serta masyarakat
f. Memberikan penyuluhan kesehatan
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

4. Tata usaha
Tugas pokok :
a. Menghimpun dan menyusun semua laporan kegiatan Puskesmas
b. Menghimpun, mengatur dan menyimpan semua surat masuk
Fungsi :
a. Mengumpulkan, membuat surat yang masuk/keluar yang didisposisi
b. Mengumpulkan laporan berkala setiap tugas Puskesmas
c. Penyiapan dan pengaturan tata usaha kepegawaian Puskesmas
d. Melakukan laporan berkala ketatausahaan
5. Petugas perkesmas
Tugas Pokok : Melaksanakan dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan

38
Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas agar berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan Perkesmas baik di dalam maupun luar gedung
b. Menyiapkan blanko-blanko dan pencatatan untuk kegiatan Perkesmas
c. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
d. Memantau masyarakat/kasus-kasus rawan kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas
e. Melakukan pendataan sasaran secara periodik

6. Petugas pengobatan
Tugas pokok :
a. Melaksanakan pengobatan rawat jalan di wilayah Puskesmas
b. Memeriksa dan mengobati penyakit menular secara pasif atas
delegasi dari dokter
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan
d. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan
f. Melakukan kegiatan Puskesmas
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan Pustu

7. Petugas P2M
Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pengamatan penyakit di wilayah kerja Puskesmas
b. Melaksanakan tindakan pemberantasan penyakit menular
c. Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit menular
d. Melakukan penyuluhan, pencatatan dan pelaporan
e. Melakukan pengobatan terhadap penderita penyakit menular atas
delegasi dari dokter
f. Melakukan kunjungan rumah

39
g. Ikut dalam kegiatan Puskesling dan kegiatan terpadu lain yang terkait
P2P
h. Memberikan penyuluhan kesehatan
i. Melakukan pencatatan dan pelaporan

8. Petugas KIA
Tugas Pokok : Melaksanakan kegiatan pelayanan KIA di wilayah kerja
Puskesmas agar dapat berjalan dengan baik.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemeriksaan secara berkala ibu hamil, ibu menyusui,
bayi, dan anak
b. Mengatur dan menjaga tempat kerja dengan rapi
c. Memberikan jelang imunisasi pada bayi dan ibu hamil
d. Melakukan pembinaan dukun bayi
e. Melakukan pembinaan kepada bidan desa
f. Melaksanakan kegiatan Posyandu dan kegiatan terpadu lain yang terkait
dengan KIA
g. Melakukan penyuluhan kesehatan
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan
i. Melakukan rujukan kasus bila tidak mampu mengatasi

9. Petugas gizi
Tugas pokok: Melaksanakan kegiatan dan mengkoordinir perbaikan gizi di
wilayah kerja Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan pemberian makanan tambahan
b. Memantau keadaan gizi di masyarakat khususnya kasus-kasus kurang
gizi
c. Membantu meningkatkan kerja sama lintas sektoral terkait dengan gizi
d. Memberikan penyuluhan gizi, melatih kader gizi
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan

40
f. Melakukan pembagian vitamin A secara periodik
g. Melakukan monitoring garam beryodium secara periodik
h. Melakukan pembinaan Posyandu
i. Melakukan rujukan kasus gizi

10. Pelayanan imunisasi


Tugas pokok: Melaksanakan dan mengkoordinir imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas.
Fungsi :
a. Melaksanakan kegiatan imunisasi di lapangan dan Puskesmas
b. Melakukan penyuluhan kepada pasien tentang imunisasi
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan
d. Menyelenggarakan dan memonitor Cold Chain dari imunisasi
e. Menyediakan persediaan vaksin secara teratur
f. Melakukan sweeping untuk daerah-daerah yang cakupannya kurang
g. Memberikan penyuluhan kesehatan

11. Petugas apotek


Tugas pokok:Menerima resep, memeriksa, meracik dan membungkus dan
memberikan obat.
Fungsi :
a. Melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan obat yang meliputi
peresepan, pembungkusan dan pemberian obat pada pasien.
b. Membantu pelaksanaan kegiatan petugas gudang obat
c. Membantu dalam penyimpanan obat dan administrasi dari obat di
apotek
d. Membantu distribusi obat ke Puskesling, Pustu, dan PKD
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan obat
f. Mengatur kebersihan dan kerapihan kamar obat

12. Petugas pendaftaran


Tugas Pokok: Melakukan proses pelayanan di loket pendaftaran

41
pada semua pengunjung Puskesmas.
Fungsi :
a. Melakukan pelayanan pendaftaran secara berurutan
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang proses pendaftaran
c. Memberikan gambar status/catatan medis untuk setiap pasien
d. Mencatat semua kunjungan pasien pada buku
e. Menata kembali dengan rapi status yang sudah dipergunakan hari
tersebut
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan

13. Petugas gudang obat


Tugas Pokok : Mengelola obat-obat yang ada di puskesmas.
Fungsi :
a. Membantu dokter atau kepala puskesmas dalam pengelolaan obat di
puskesmas
b. Mempersiapkan pengadaan obat di puskesmas
c. Mengatur penyimpanan obat
d. Mengatur administrasi obat dan mengatur distribusi obat
e. Menyediakan obat untuk Puskesling, Pustu, dan Poliklinik Kesehatan
Desa (PKD)
f. Mengatur dan menjaga kerapihan, kebersihan dan pencahayaan dalam
obat

3. 3 Program Pokok Puskesmas Kecamatan Manggarai


3.3.1 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional, dan global, serta yang
mempunyai daya tingkat tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap
puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib
tersebut adalah :

42
a. Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
c. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Lingkungan
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2P)
f. Upaya Pengobatan.

3.3.2 Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemmapuan puskesmas.
Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok puskesmas yang telah ada yakni:
a. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
b. Upaya Kesehatan Sekolah
c. Upaya Pengendalian Penyakit Tidak Menular
d. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulu

A. UPAYA KESEHATAN WAJIB PUSKESMAS


1. Kesehatan Ibu dan Anak
Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak merupakan upaya di bidang kesehatan
yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
menyusui, bayi dan anak balita serta anak pra sekolah. Tujuan dari program
kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui
peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu menuju NKKBS (Norma
Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) serta meningkatkan derajat kesehatan
anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan
landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Tabel 7. Hasil Kegiatan KIA Puskesmas Manggarai tahun 2016

43
Sasara Cakupan
n Pencapai
Indikator Target Kegiata
1 Persen an
n
Tahun
Cakupan kunjungan 100% 640 640 100% 100%
bumil K1
Cakupan kunjungan 90% 610 570 94,08% 104,5%
bumil K4
Cakupan pertolongan 90% 562 539 95,9% 106,5%
persalinan oleh
tenaga kesehatan
Cakupan Kunjungan 84% 562 539 95,9% 114,1%
Neonatus
a. Kesehatan Bayi Baru Lahir dan Balita
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah pelayanan kepada bayi baru pada
kurun waktu setelah lahir sampai dengan 28 hari setelah lahir sesuai standar.
Balita adalah anak usia 0-59 Bulan. Pelayanan kesehatan meliputi: 1)
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan; (2) pemberian kapsul vitamin A;
(3) pemberian imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan; (4) Pemberian
PMT untuk balita gizi kurang; (5) Penanggulangan Balita sakit;
Tujuan dari program kesehatan ini yaitu meningkatkan derajat kesehatan
anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan
landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
(1) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan;
(2) pemberian kapsul vitamin A
(3) pemberian imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan;
Tabel 8. Jumlah Bayi yang di Imunisasi Tahun 2016
Sasaran Cakupan
Indikator Target 1 Tahun Pencapaian
Kegiatan Persen

HB 0 75% 563 493 87,6% 116,8%

44
BCG 90% 563 551 97,9% 108,7%
DPT Combo I 90% 563 556 98,8% 109,7%
DPT Combo II 90% 563 550 97,9% 108,7%
DPT Combo III 80% 563 546 97,0% 121.1%
Polio I 90% 563 555 98,6% 109,5%
Polio II 90% 563 556 98,8% 109,7%
Polio III 90% 563 550 97,7% 108,5%
Polio IV 80% 563 553 98,2 122,75%
Campak 80% 563 540 95,9% 119,8%
Imunisasi terhadap bayi di lakukan di posyandu dan di dalam Puskesmas
dan di tempat-tempat praktek bidan dan dokter anak.
(4) PMT untuk balita gizi kurang;
Pada balita yang berada di garis merah maka akan diadakan tindakan
lanjutan yaitu pemberian makanan tambahan dan dilakukan pemulihan
dilaksanakan untuk Balita Gizi Buruk. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
diberikan setiap hari selama 90 hari, hanya sebagai tambahan terhadap makanan
yang dikonsumsi dan bukan sebagai pengganti makanan utama. Jumlah balita
yang berada di bawah garis merah sebanyak 1,55%
(5) Penanggulangan Balita sakit;

b. Kesehatan Ibu
(1) Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) merupakan perencanaan kehamilan, jarak antara
kehamilan diperpanjang dan kelahiran selanjutnya dapat dicegah apabila jumlah
anak telah mencapai yang dikehendaki.
Tujuan KB dapat dibagi 2, yaitu:
• Tujuan umum
Untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak serta
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS).
• Tujuan khusus

45
a) Agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak.
b) Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu akan pentingnya
memelihara kesehatan ibu dan bayi selama kehamilan.

Tabel 9. Peserta KB Wilayah Kelurahan Manggarai Tahun 2016


Sasara Cakupan
Targe
Indikator n 1 Kegiata
t Persen Pencapaian
tahun n
Keluarga berencana
80% 7140 4666 65,35% 81,6%
aktif

Kontrasepsi yang terbanyak dipilih peserta KB adalah suntikan, sedangkan


kontrasepsi yang jarang dipilih adalah MOW/MOP.

(2) Pemberian Vit A dan Tablet Fe


Tabel 10. Pemberian Vit A dan Tablet Fe Wilayah Kelurahan Manggarai Tahun
2016
Sasaran Cakupan Pencapaian
Indikator Target
1 tahun Kegiatan Persen
Ibu Nifas 90% 592 493 83,28% 92,5%
mendapat vit A
Ibu hamil 90% 654 654 100% 111,1%
mendapat 90
Tablet Fe

46
2. Kesehatan Lingkungan

Kegiatan Penyehatan Lingkungan meliputi :

Cakupan
Sasaran Pencapaia
Indikator Target Kegiata
1 Tahun Persen n
n
Proporsi penderita TB 10% 591 10 16,94% 169,4%
Paru BTA (+) diantara
suspek
Angka kesembuhan >85% 17 2 11,7% 13,7%
1. Pembinaan Masyarakat Pemukiman
Pemerikasaan air bersih yang dilakukan secara sampling. Hasil
pemeriksaan ini dikirimkan kembali kepada yang bersangkutan
Penyuluhan
Pendataan secara rutin oleh petugas mengenai lingkungan

2. Pembinaan Masyarakat Sekolah


Pemeriksaan tempat penampungan air dan penggunaan air bersih
secara teratur oleh petugas
Penyuluhan tentang masalah kesehatan
Pemeriksaan Gigi Rutin (UKGS)
Pemberian ABATE pada sekolah berjentik
Pemerikasaan tempat – tempat pembuangan sampah
Pemeriksaan pengelolaan warung sehat/warung sekolah yang dilakukan
oleh petugas.

Tabel 11. Hasil Kegiatan P2PM Puskesmas Manggarai 2016

3. Pembinaan Masyarakat Khusus

47
Pembinanan tempat-tempat umum yang dilakukan oleh petugas dari
puskesmas kelurahan bersama dengan petugas puskesmas kecamatan
Pemerikasaan dan pembinaan dilakukan pada :
- Tempat-tempat umum
- TPM
3. Promosi Kesehatan
Jumlah sasaran penyuluhan Promosi Kesehatan di luar gedung
Puskesmas di wilayah Kelurahan Manggarai 2016

4. Pencegahan Penyakit Menular


Jumlah penderita TB di puskesmas kelurahan manggarai tahun 2016

Variable jumlah
Jumlah kasus 20
Sembuh 8
Pengobatan lengkap 7
Drop Out 3
Gagal 1
Masih dalam pengobatan 1

Jumlah penderita TB di puskesmas kelurahan manggarai periode April-Juni 2017


variabel jumlah
Jumlah kasus 6
Kasus baru 3
Kasus kambuh 3
Masih dalam pengobatan 1

Upaya Pengobatan
Upaya pengobatan adalah upaya untuk menghilangkan penyakit dan
gejalanya, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara dan yang khusus
untuk keperluan tersebut.
Pada program pengobatan, keberhasilan program dapat dilihat dengan
menilai jumlah kasus yang ada. Kunjungan ini dapat dibagi menjadi 3 kriteria

48
yang merupakan indikator kinerja kerja pada program pengobatan, yaitu:
1. Kasus baru: pernyataan diagnosa pertama kali oleh
dokter/paramedis bahwa seseorang menderita penyakit tertentu.

2. Kasus lama: kunjungan kedua suatu kasus baru penyakit yang sama
dalam satu periode penyakit yang bersangkutan.

3. Kunjungan kasus lama: kunjungan ketiga dan seterusnya suatu


kasus (lama) penyakit yang masih dalam periode penyakit yang
bersangkutan. Untuk penyakit menahun adalah kunjungan kedua
dan seterusnya pada tahun berikutnya. Frekuensi kunjungan adalah
rata-rata jumlah kunjungan setiap kasus ke puskesmas dan
jaringannya sampai sembuh.

A. Unit Pelayanan Umum


Tabel 12. Kunjungan Unit Pelayanan Umum Puskesmas Kel. Manggarai
Jmlah
Jenis Kunjungan UPU
Kunjungan
Umum BPJS Total

10324 10139 20463

B. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi berupa pemberian obat sesuai resep serta edukasi
cara pemakaian obat. Pendataan obat masuk dan keluar menggunakan
sistem FIFO (First In First Out).
C. Pelayanan Laboratorium
Kegiatan upaya kesehatan laboratorium ini merupakan kegiatan yang
sangat penting untuk menunjang kegiatan diagnosa penyakit. Kegiatan ini
untuk sementara masih merupakan kegiatan pemeriksaan laboratorium
sederhana dikarenakan terbatasnya sarana dan tenaga pelaksana.

49
Pemeriksaan laboratorium yang ada adalah pemeriksaan Gula darah, Asam
urat dan Kolesterol.

5. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat


Peningkatan gizi keluarga dengan melakukan penyuluhan gizi masyarakat
dan pelayanan gizi di Posyandu.

Tabel 13. Analisa SKDN Puskesmas Kelurahan Manggarai Tahun 2016


Jumlah seluruh balita (S) 1871 orang
Jumlah balita yang mempunyai KMS (K) 1871 orang
Jumlah balita yang ditimbang (D) 1219 orang
Jumlah balita yang naik berat badannya (N) 630 orang

Tabel 14. Hasil Kegiatan Program Posyandu Kelurahan Manggarai tahun 2016
No. Program Target (%) Hasil (%)
1. Penyebaran KMS (K/S) 100 100
2. Partisipasi Masyarakat (D/S) 85 65,15
3. Pencapaian program (N/S) 32 33,6
Kesinambungan program
4. 95 65,15
(D/K)

B. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN


1. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah
pelayanan PTM yang meliputi: deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat
kegawatdaruratan, pengobatan, rehabilitatif dan paliatif dengan pendekatan
faktor risiko dan gejala PTM (rokok, obesitas, hiperkolesterol, hipertensi,
alkohol dan stress) secara terintegrasi dan komprehensif (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

50
Tujuan pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dengan pelayan PTM dapat berfungsi
sebagai rujukan penyakit tidak menular dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar lainnya dan terselenggaranya pelayanan PTM secara komprehensif.
Target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 diharapkan setiap
Kab/Kota memiliki minimal 1(satu) Puskesmas yang mampu melaksanakan
pelayanan PPTM terintegrasi yang ditentukan oleh Kab/Kota sendiri

2. Layanan Unit Pelayanan Gigi


Layanan kesehatan mulut dan gigi ini meliputi :
Unit Pelayanan Gigi (UPG)
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
Kegiatan Rujukan
Pencatatan dan pelaporan

Tabel 15. Jumlah Kunjungan di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Kelurahan
Manggarai Tahun 2016
Jmlah
Jenis Kunjungan UPU
Kunjungan
Umum BPJS Total

376 1079 1455

3. Upaya Kesehatan Sekolah


Kegiatan berupa imunisasi, pembinaan guru dan dokter kecil, serta
skrining seluruhnya dengan pencapaian 100%.

C. UPAYA KESEHATAN PENUNJANG


1. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi berupa pemberian obat sesuai resep serta edukasi

51
cara pemakaian obat. Pendataan obat masuk dan keluar menggunakan sistem
FIFO (First In First Out)

BAB IV
METODE DIAGNOSTIK KOMUNITAS

4.1Rancangan Diagnostik Komunitas


Jenis Penelitan ini adalah penelitian deksriptif kualitatif, dimana penelitian
dilakukan dengan mendeskripsikan serta menganalisis data dengan tujuan
utama untuk memberikan gambaran objektif dari suatu program tertentu.

52
Rancangan penelitian yang digunakan berupa data pelaporan dengan
tujuan membuat penilaian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu
program dan hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan
program tersebut.

4.2Metode Diagnostik
Metode diagnostik komunitas ini menggunakan sumber data sekunder yang
diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Manggarai.

4.2.1 Jenis Data


Jenis data pada evaluasi program ini adalah menggunakan data
kuantitatif.
1. Data Kuantitatif
Data ini diperoleh dari data pelaporan cakupan penderita TB di Puskesmas
Kelurahan Manggarai.

4.2.2 Sumber data


Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari
dokumen program pengendalian TB di Puskesmas Kelurahan Manggarai.

4.3 Lokasi dan Waktu

4.3.1 Lokasi

Dilaksanakan di rumah pasien penderita TB yang berobat di Puskesmas


Kelurahan Manggarai, serta di Puskesmas.

4.3.2 Waktu

Data yang diambil dari pelaporan penderita TB pada bulan Januari -


Desember 2016 dengan mengevaluasi program pengendalian TB pada

53
warga di Puskesmas Kelurahan Manggarai pada bulan Juli - Agustus 2017.

4.4 Sampel Diagnostik Komunitas

4.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan


:
1. Kriteria inklusi : Penderita TB yang sedang menjalani pengobatan.

2. Kriteria eksklusi : Pasien pengobatan TB yang telah pindah.

4.4.2 Besar dan Cara Pengambilan Sampel


Besar jumlah sampel ditentukan dari penderita TB yang sedang
menjalani pengobatan di Puskesmas Kelurahan Manggarai.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri, sesuai ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui setempat.
Berdasarkan data pada Puskesmas Kelurahan Manggarai terdapat
pasien TB 6 per 591, maka dapat diketahui nilai p=0,01. Jumlah sampel
ditentukan berdasarkan rumus sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :
Rumus populasi infinit :

n0= z2 x p x n0= 1,962 x 0,01 x (1-0,01)


q (0,05)2
d2

n0= 15,2

Keterangan :
• n0 = besar sampel optimal yang dibutuhkan

54
• z = pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
• p = prevalensi penyakit
• q = prevalensi yang tidak menderita penyakit / peristiwa yang diteliti =
1-p
• d = akurasi dari ketepatan pengukuran

Diketahui bahwa jumlah pasien TB di Puskesmas Kelurahan


Manggarai pada periode Mei-Juli 2017sebanyak 6 orang. Sehingga total
populasi finit adalah 6. Maka besar sampel minimal adalah :
Rumus populasi
finit n= n0 : n= 15,2 n= 4,34
1+ (n0/N) 1+ (15,2/6)

Keterangan
• n = besar sampel
• n0 = besar sampel optimal yang dibutuhkan
• N = besar populasi pada Puskesmas

4.5 Analisis Komunitas

Data hasil kegiatan yang diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Manggarai,


kemudian dianalisis berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Masalah
pada evaluasi program ini merupakan hasil kegiatan dengan pencapaian yang
kurang dari 100% berdasarkan SPM. Dari beberapa masalah tersebut
dilakukan upaya pemecahan dengan menerapkan metode algoritma problem
solving cycle, yaitu setelah dilakukan identifikasi masalah maka selanjutnya
ditentukan prioritas masalah dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Dari beberapa masalah tersebut, kemudian diambil salah satu
program bermasalah dengan prioritas utama yang akan dipecahkan.

55
Langkah selanjutnya dilakukan survey secara kualitatif dengan
pendekatan sistem yang diawali dari input yang meliputi 5M, yaitu man,
money, method, material, machine, kemudian dilanjutkan dengan proses yang
meliputi fungsi manajeman (P1, P2, P3) dan manajemen mutu yang semua
terangkum dalam Fish Bone Analysis,sehingga didapatkan output. Input dan
proses dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Data kemudian diolah untuk
mengidentifikasi dan mencari penyebab masalah, lalu ditentukan alternatif
pemecahan masalah. Metode kriteria matriks (MIV/C) digunakan untuk
membantu menentukan prioritas pemecahan masalah. Setelah pemecahan
masalah terpilih, dibuat rencana kegiatan dalam bentuk POA (Plan Of Action)
dan diaplikasikan pada subjek penelitian.

56
BAB V

ANALISIS MASALAH

5. 1 Alur Pemecahan Masalah

Gambar 4. Alur Pemecahan Masalah

5. 2 Kerangka Pikir Masalah


Pada penelitian ini ditemukan adanya masalah yang terjadi pada
program-program Puskesmas Kelurahan Manggarai. Dasar untuk
memutuskan adanya masalah, yaitu:
1. Adanya kesenjangan antara target dan pencapaian dari program.
2. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah tersebut,
dikarenakan pentingnya program pemberantasan penyakit menular

49
untuk meningkatkan kesehatan dan menjaga kesehatan pada
masyarakat karena padatnya lingkungan di wilayah Kelurahan
Manggarai.

5. 3 Identifikasi Cakupan Program


Masalah merupakan kesenjangan antara apa yang diharapkan sesuai
target dengan keadaan aktual yang didapat di Puskesmas Kelurahan Manggarai.
Masalah-masalah yang ditemukan pada program Puskesmas Kelurahan
Manggarai tercantum dalam Tabel 16. dibawah ini, yakni dilihat dari cakupan
indikator program yang belum mencapai target.

Cakupan Program Puskesmas Yang Bermasalah


Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis data Standar Pelayanan
Minimal Puskesmas Kelurahan Manggarai, hampir dari setiap program
komponennya belum mencapai hasil yang ditargetkan. Komponen - komponen
program tersebut yaitu:

Tabel 16. Hasil Kegiatan Puskesmas yang Bermasalah

Target Pencapai
No Indikator
Minimal an
1 Cakupan kunjungan bumil K4 90% 105%
2 Kunjungan neonatus 84% 114%
3 Persalinan oleh tenaga kesehatan 90% 106,5%
4 Peserta KB 100% 65%
5 Pemberian vitamin A ibu nifas 90% 92,5%
6 Partisipasi masyarakat posyandu (D/S) 85% 76,6%
7 Pencapaian program (N/S) 32% 105%

58
8 Kesinambungan program (D/K) 95% 76,6
9 Balita bawah garis merah 1% 155%
10 Pemberian Fe ibu nifas 90% 92,5%
11 HB0 75% 116,8%
12 BCG 90% 108,7%
13 DPT Combo I 90% 109,7%
14 DPT Combo II 90% 108,7%
15 DPT Combo III 80% 121,1%
16 Polio I 90% 109,5%
17 Polio II 90% 109,7%
18 Polio III 90% 108,5%
19 Polio IV 80% 122,75%
20 Campak 80% 119,8%
21 Proporsi suspek diperiksa 870 174
22 Proporsi penderita TB Paru BTA+ diantara 10% 16,9%
suspek
23 Proporsi pendertia TB Paru BTA+ diantara 76,4%
65%
semua penderita TB paru tercata
24 Angka kesembuhan TB >85% 13,7%
25 Default rate <5% 11,7%
26 Case Notification Rate (CNR) 5,7%
27 Case Detection Rate (CDR) 70% 114,1%

5. 4 Penentuan Prioritas Masalah (berdasarkan Hanlon Kuantitatif)


Teknik Prioritas Masalah
Untuk menentukan prioritas masalah, perlu dilakukan dengan metode Hanlon
Kuantitatif.
1. Metode Hanlon Kuantitatif
59
Merupakan metode yang mudah dipakai untuk menentukan prioritas
masalah, dengan rumus:
(A + B) x C x D
Kriteria A : Besar Masalah
Langkah 1: Menentukan besar masalah dengan cara menghitung
selisih persentase pencapaian dengan target.

Tabel 17. Program-Program yang Belum Mencapai Target


Besarnya
N Pencapai masalah
Indikator
o an (%) (100% - %
pencapaian)
1 Cakupan kunjungan bumil K4 105% 5%
2 Kunjungan neonatus 114% 14%
3 Persalinan oleh tenaga kesehatan 106,5% 6,5%
4 Peserta KB 65% 35%
5 Pemberian vitamin A ibu nifas 92,5% 7,5%
6 Partisipasi masyarakat posyandu (D/S) 76,6% 23,4%
7 Pencapaian program (N/S) 105% 5%
8 Kesinambungan program (D/K) 76,6% 23,4%
9 Balita bawah garis merah 155% 55%
10 Pemberian Fe ibu nifas 92,5% 7,5%
11 HB0 116,8% 16,8%
12 BCG 108,7% 8,7%
13 DPT Combo I 109,7% 9,7%
14 DPT Combo II 108,7% 8,7%
15 DPT Combo III 121,1% 21,1%
16 Polio I 109,5% 9,5%
17 Polio II 109,7% 9,7%
18 Polio III 108,5% 8,5%
19 Polio IV 122,75% 22,75%
20 Campak 119,8% 19,8%
21 Proporsi penderita TB Paru BTA+ 16,94% 83,1%
diantara suspek
60
22 Proporsi pendertia TB Paru BTA+ 76,4% 23,6%
diantara semua penderita TB paru
tercata
23 Angka kesembuhan TB 13,7% 86,3%%
24 Default rate 11,7% 88,3%
25 Case Notification Rate (CNR) 5,7% 94,3%
26 Case Detection Rate (CDR) 70% 30%

Langkah 2 : Menentukan kelas dengan menggunakan rumus Sturgess


k = 1 + 3,3 Log n
Keterangan:
n = jumlah masalah
k = jumlah kelas
dalam contoh masukkan ke rumus:
k = 1 + 3.3 log 26
= 1 + 3.3 log 26
= 1 + 4,66 5,66
Langkah 3 : Menentukan interval dengan menghitung selisih
persentase masalah terbesar dengan masalah terkecil kemudian
dibagi dengan nilai kelas.
Nilai besar masalah : terbesar : 94,3
terkecil :5
Interval : nilai terbesar – nilai terkecil
k
: 94,3 – 5 14,88
6

Tabel 18. Pembagian Interval Kelas


Kolom/Kelas Skala interval Nilai
61
Skala 1 5 – 19,88 1
Skala 2 19,89 – 34,76 2
Skala 3 34,77 – 49,65 3
Skala 4 49,66– 64,53 4
Skala 5 64,54 – 79,41 5
Skala 6 79,42 – 94,3 6
Tabel 19. Nilai Masalah Sesuai Kelas

Masalah Besarnya masalah terhadap presentase pencapaian Nilai


5- 19,89 34,77- 49,66- 64,54- 79,42-
19,88 – 34,76 49,65 64,53 79,41 94,3
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Cakupan kunjungan bumil X 1
K4
Kunjungan neonatus X 1
Persalinan oleh tenaga X 1
kesehatan
Peserta KB X 2
Pemberian vitamin A ibu X 1
nifas
Partisipasi masyarakat X 2
posyandu (D/S)
Pencapaian program (N/S) X
Kesinambungan program X
(D/K)
Balita bawah garis merah X 1
Pemberian Fe ibu nifas X 1
HB0 X 1
BCG X 1
DPT Combo I X 1
DPT Combo II X 1
DPT Combo III X 1
Polio I X 1
Polio II X 1
Polio III X 1
Polio IV X 2

62
Campak X 1
Proporsi penderita TB Paru X 6
BTA+ diantara suspek
Proporsi pendertia TB Paru X 2
BTA+ diantara semua
penderita TB paru tercataT
Angka kesembuhan TB X 6
Default rate X 6
Case Notification Rate X 6
(CNR)
Case Detection Rate (CDR) X 2

Tabel 20. Kriteria B


Masalah U S G P Nilai
Cakupan kunjungan bumil K4 3 3 1 4 11
Kunjungan neonates 4 3 2 4 13
Persalinan oleh tenaga kesehatan 5 3 1 2 11
Peserta KB 3 4 3 5 15
Pemberian vitamin A ibu nifas 2 2 1 5 10
Partisipasi masyarakat posyandu 3 2 3 3 11
(D/S)
Pencapaian program (N/S) 5 5 1 2 13
Kesinambungan program (D/K) 4 2 1 5 12
Balita bawah garis merah 5 2 1 2 10
Pemberian Fe ibu nifas 2 4 4 5 15
HB0 5 3 2 4 14
BCG 5 3 2 4 14
DPT Combo I 5 3 2 4 14
DPT Combo II 5 3 2 4 14
DPT Combo III 5 3 2 4 14
Polio I 5 3 2 4 14
63
Polio II 5 3 2 4 14
Polio III 5 3 2 4 14
Polio IV 5 3 2 4 14
Campak 5 3 2 4 14
Proporsi penderita TB Paru BTA+ 2 2 4 2 10
diantara suspek
Proporsi penderita TB Paru BTA+ 3 3 4 3 13
diantara semua penderita TB
paru tercatat
Angka kesembuhan TB 5 5 4 3 17
Default rate 5 5 5 3 18
Case Notification Rate (CNR) 2 1 1 3 7
Case Detection Rate (CDR) 3 1 1 3 8

Tabel 21. Kriteria C


No Masalah Penanggulangan
1 Cakupan kunjungan bumil K4 4
2 Kunjungan neonates 4
3 Persalinan oleh tenaga kesehatan 2
4 Peserta KB 4
5 Pemberian vitamin A ibu nifas 4
6 Partisipasi masyarakat posyandu 4
(D/S)
7 Pencapaian program (N/S) 2
8 Kesinambungan program (D/K) 4
9 Balita bawah garis merah 4
10 Pemberian Fe ibu nifas 4
11 HB0 3
64
12 BCG 3
13 DPT Combo I 3
14 DPT Combo II 3
15 DPT Combo III 3
16 Polio I 3
17 Polio II 3
18 Polio III 3
19 Polio IV 3
20 Campak 3
21 Proporsi penderita TB Paru BTA+ 2
diantara suspek
22 Proporsi pendertia TB Paru BTA+ 2
diantara semua penderita TB paru
tercatat
23 Angka kesembuhan TB 4
24 Default rate 4
25 Case Notification Rate (CNR) 2
26 Case Detection Rate (CDR) 2

Tabel 22. Kriteria D. PEARL faktor


Masalah Propriate Economi Acceptabilit Resource Legality Hasil
c y s kali
Cakupan kunjungan bumil K4 1 1 1 1 1 1
Kunjungan neonates 1 1 1 1 1 1
Persalinan oleh tenaga 1 1 1 1 1 1
kesehatan
Peserta KB 1 1 1 1 1 1
Pemberian vitamin A ibu nifas 1 1 1 1 1 1
65
Partisipasi masyarakat 1 1 1 1 1 1
posyandu (D/S)
Pencapaian program (N/S) 1 1 1 1 1 1
Kesinambungan program 1 1 1 1 1 1
(D/K)
Balita bawah garis merah 1 1 1 1 1 1
Pemberian Fe ibu nifas 1 1 1 1 1 1
HB0 1 1 1 1 1 1
BCG 1 1 1 1 1 1
DPT Combo I 1 1 1 1 1 1
DPT Combo II 1 1 1 1 1 1
DPT Combo III 1 1 1 1 1 1
Polio I 1 1 1 1 1 1
Polio II 1 1 1 1 1 1
Polio III 1 1 1 1 1 1
Polio IV 1 1 1 1 1 1
Campak 1 1 1 1 1 1
Proporsi penderita TB Paru 1 1 1 1 1 1
BTA+ diantara suspek
Proporsi pendertia TB Paru 1 1 1 1 1 1
BTA+ diantara semua
penderita TB paru tercataT
Angka kesembuhan TB 1 1 1 1 1 1
Default rate 1 1 1 1 1 1
Case Notification Rate (CNR) 1 1 1 1 1 1
Case Detection Rate (CDR) 1 1 1 1 1 1

Setelah didapatkan nilai dari kriteria A, B, C, dan D, hasil tersebut


dimasukkan dalam formula Nilai Prioritas Dasar (NPD) serta Nilai

66
Prioritas Total (NPT) untuk menentukan prioritas masalah yang
dihadapi:
NPD = (A + B) x C
NPT = (A + B) x C x D

Tabel 23. Urutan Prioritas Berdasarkan Perhitungan Hanlon Kuantitatif

No Program A B C D NPD NPT


1 Cakupan kunjungan bumil K4 1 11 4 1 48 48
2 Kunjungan neonates 1 13 4 1 56 56
3 Persalinan oleh tenaga kesehatan 1 11 2 1 24 24
4 Peserta KB 2 15 4 1 68 68
5 Pemberian vitamin A ibu nifas 1 10 4 1 44 44
6 Partisipasi masyarakat posyandu (D/S) 2 11 4 1 52 52
7 Pencapaian program (N/S) 1 13 2 1 28 28
8 Kesinambungan program (D/K) 2 12 4 1 56 56
9 Balita bawah garis merah 3 10 4 1 64 61
10 Pemberian Fe ibu nifas 1 15 4 1 62 62
11 HB0 1 14 3 1 45 45
12 BCG 1 14 3 1 45 45
13 DPT Combo I 1 14 3 1 45 45
14 DPT Combo II 1 14 3 1 45 45
15 DPT Combo III 1 14 3 1 45 45
16 Polio I 1 14 3 1 45 45
17 Polio II 1 14 3 1 45 45
18 Polio III 1 14 3 1 45 45
19 Polio IV 2 14 3 1 48 48
20 Campak 1 14 3 1 45 45
21 Proporsi penderita TB Paru BTA+ diantara suspek 4 10 2 1 24 24
22 Proporsi pendertia TB Paru BTA+ diantara semua 1 13 2 1 28 28

67
penderita TB paru tercatat
23 Angka kesembuhan TB 4 17 4 1 72 72
24 Default rate 4 18 4 1 88 88
25 Case Notification Rate (CNR) 4 7 2 1 18 18
26 Case Detection Rate (CDR) 1 8 2 1 18 18

5. 5 Urutan Prioritas Masalah


Tabel 24. Urutan Prioritas Masalah
Masalah Urutan prioritas
Cakupan kunjungan bumil K4 VII
Kunjungan neonatus VI
Persalinan oleh tenaga kesehatan XXI
Peserta KB III
Pemberian vitamin A ibu nifas XIX
Partisipasi masyarakat posyandu (D/S) VII
Pencapaian program (N/S) XX
Kesinambungan program (D/K) V
Balita bawah garis merah IV
Pemberian Fe ibu nifas II
HB0 X
BCG XI
DPT Combo I XII
DPT Combo II XIII
DPT Combo III XIV
Polio I XV
Polio II XVI
Polio III XVII
Polio IV IX

68
Campak XVII
Proporsi penderita TB Paru BTA+ diantara suspek XXVI
Proporsi pendertia TB Paru BTA+ diantara semua penderita TB XXV
paru tercatat
Angka kesembuhan TB II
Default rate I
Case Notification Rate (CNR) XXII
Case Detection Rate (CDR) XXIV

BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1 Analisis Penyebab Masalah


Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesenjangan antara
target yang ditetapkan dengan hasil yang dicapai. Untuk memudahkan
menentukan kemungkinan penyebab masalah dapat digunakan diagram
fishbone yang berdasarkan pada kerangka pendekatan sistem meliputi input,
proses, output, outcome dan environtment sehingga dapat ditemukan hal-hal
yang dapat menyebabkan munculnya suatu masalah.

Tabel 25. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Kurangnya Cakupan


Partisipasi dari Faktor Input
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN
MAN • Tersedia tenaga kesehatan • Beban kerja tenaga kesehatan
(Tenaga Kerja) ( dokter, perawat, bidan) berat karena memiliki
69
yang mau dan mampu tanggung jawab lain.
dalam mendukung upaya • Kurangnya pengetahuan kader
peningkatan angka tentang pentingnya kepatuhan
kesembuhan TB minum obat pada penderita tb.
• Terdapat penanggung • Kurangnya pengawasan
jawab program terhadap PMO penderita TB.
pencegahan penyakit
menular
• Terdapat kader di setiap
RT
• Terdapat kader TB terlatih
sebanyak 4 orang
MONEY • Tersedia dana operasional
(Pembiayaan) kesehatan
• Semua obat TB tidak
dikenakan biaya
• Tersedia dana untuk
akomodasi setiap pasien
yang akan berobat
METHOD • Adanya program Ketuk • Kurangnya penyuluhan
(Metode) Pintu Layani dengan Hati mengenai TB dan program
(KPLDH) DOTS
• Adanya kerjasama • Rendahnya pelaporan
tenaga kesehatan dan penderita TB yang pindah
kader dalam pelaporan rumah/pindah tempat berobat.
penyakit TB. • Kurangnya edukasi
tentang pentingnya peran
PMO pada keberhasilan
pengobatan TB.

MATERIAL • Tersedianya preparat OAT • Minimnya media penyampaian


(Perlengkapan) di Puskesmas kelurahan seperti brosur, pamphlet,
• Tersedia fasilitas untuk leaflet mengenai pentingnya
pengobatan TB MDR. kepatuhan berobat TB.
• Tersedia kartu berobat TB
MARKET • Mayoritas pendertia di • Rendahnya pengetahuan
(Masyarakat ) kelurahan manggarai masyarakat mengenai TB
tinggal bersama dan peran
keluarga yang dapat
berperan sebagai PMO.
Tabel 26. Analisa Kemungkinan Penyebab Masalah Kurangnya Kepatuhan Minum
Obat pada penderita TB dari Proses dan Lingkungan

70
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1 • Tersedia dana untuk • Tidak ada jadwal rutin
(Perencanaan & penyelenggaraa tentang penyuluhan
pengorganisasia program P2M. tentang penyakit TB.
n) • Tersedianya preparat • Rendahnya pelaporan
OAT di Puskesmas masyarakat(kader/P
Kelurahan MO) untuk penderita
• Pendataan pemberian yang memiliki
OAT pada pasien yang halangan untuk
melakukan kunjungan berobat ke faskes.
ke puskesmas. • Kurangnya
pelaksanaan absensi
oleh tenaga
kesehatan.

P2 • Pemberian OAT dapat • Kurangnya program


(Penggerakan & dilakukan setiap hari sosialisasi ke masyarakat
Pelaksanaan) di Puskesmas • Kurangnya kesadaran
Kelurahan PMO terhadap
• Pemberian OAT lini pengobatan pasien TB.
kedua untuk TB
katergori MDR dapat
dilakukan di
puskesmas
kelurahan.

P3 • Terdapat sistem • Tidak ada intervensi


(Penilaian, pencatatan dan yang dilaksanakan di
Pengawasan pelaporan pasien lapangan mengenai
Pengendalian) yang menjalankan pentingnya peran PMO
pengobatan TB. dalam keberhasilan
pengobatan TB.
• Tidak ada intervensi
yang dilaksanakan di
71
lapangan mengenai
pentingnya kepatuhan
minum obat TB.
Lingkungan • Puskesmas berada di • Kurangnya kesadaran
posisi yang dan pengetahuan
terjangkau oleh masyarakat tentang
masyarakat. pentingnya kepatuhan
minum obat TB.

Gambar 5. Kerangka Fish Bone


INPUT
• Beban kerja tenaga 72
kesehatamn
MAN • Kurangnya
pengetahuan kader
dan PMO

• Kurangnya
penyuluhan mengenai
pentingnya kepatuhan
MONEY minum obat dan peran
METHOD PMO di kalangan
73
6.2 Konfirmasi Kemungkingkinan Penyebab Masalah
1. Kurangnya pengetahuan kader tentang pentingnya kepatuhan minum obat
pada penderita tb.
2. Kurangnya pengawasan terhadap PMO penderita TB
3. Rendahnya pelaporan penderita TB yang pindah rumah/pindah tempat
berobat
4. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kepatuhan
minum obat TB.

6.3 Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah


Setelah diperoleh daftar masalah, maka langkah selanjutnya ialah
menyusun alternatif pemecahan penyebab masalah. Alternatif pemecahan
masalah tersebut di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 27. Alternatif Pemecahan Masalah
N
Penyebab Masalah Alternatif pemecahan masalah
o
74
Mengadakan penyuluhan dan
wawancara mengenai pentingnya
Program promosi kesehatan yang
1 kepatuhan minum obat dan cara
belum berjalan dengan baik
mengatasi efeksamping yang sering
dikeluhkan pada penderita tb.

Mewajibkan setiap penderita tb


Kurangnya pengawasan terhadap membawa keluarga/orang yang
2
PMO penderita TB tinggal satu rumah setiap
kunjungan ke faskes untuk
evaluasi pengobatan.

Rendahnya pelaporan penderita TB Koordinasi dengan kader dan ketua


3 yang pindah rumah/pindah tempat RT /RW dalam pelaporan pasien
berobat yang pindah rumah.

Mengadakan penyuluhan mengenai


pentingnya PMO dan dukungan
social terhadap keberhasilan
Rendahnya pengetahuan masyarakat pengobatan TB.
4 terhadap pentingnya kepatuhan
minum obat TB Melakukan homevisit untuk
berdiskusi dan evaluasi dengan
penderita TB yang sedang dalam
pengobatan
Beban kerja pemegang program TB Wawancara dengan pemegang
5 berat sehingga tidak ada waktu program TB
untuk mengevaluasi keberhasilan Menyarankan kerjasama dengan
75
loket pendaftaran untuk absensi
kunjungan pasien TB.
Pembentukan kader yang
pengobatan pasien TB
bertanggung jawab mengenai
masalah TB di masing-masing
RT/RW.

6.4 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan kriteria Matriks


Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, selanjutnya
dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Dalam
menentukan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan
dengan menggunakan kriteria matriks dengan rumus M x I x V/ C.
Masing-masing cara penyelesaian masalah diberi nilai berdasar
kriteria:
a. Magnitude: Besarnya penyebab masalah yang dapat
diselesaikan Dengan nilai 1-5 dimana semakin mudah masalah
yang dapat diselesaikan maka nilainya mendekati angka 5.

b. Importancy: Pentingnya cara penyelesaian masalah


Dengan nilai 1-5 dimana semakin pentingnya masalah untuk
diselesaikan maka nilainya mendekati angka 5.
c. Vulnerability: Sensitifitas cara penyelesaian masalah
Dengan nilai 1-5 dimana semakin sensitifnya cara penyelesaian
masalah maka nilainya mendekati angka 5.
d. Cost: Biaya (sumber daya) yang digunakan
Dengan nilai 1-5, dimana semakin kecil biaya yang dikeluarkan
nilainya
76
mendekati angka 1.

Daftar Alternatif Pemecahan Masalah


Dari hasil analisis pemecahan masalah didapatkan alternatif pemecahan
masalah sebagai berikut:
a. Pembuatan media promosi mengenai penyakit TB dan program
DOTS
b. Penyuluhan mengenai penyakit TB dan pentingnya kepatuhan
berobat serta peran PMO dalam upaya peningkatan keberhasilan
pengobatan TB
c. Penyuluhan bagi kader TB setiap 3 bulan
d. Koordinasi dengan kader dan ketua RT/RW
e. Wawancara dengan pemegang program TB
f. Wawancara dengan pasien yang dalam pengobatan TB

77
Tabel 28. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks
Penyelesaian Nilai Kriteria Hasil akhir
No Urutan
Masalah M I V C (M x I x V) / C
Pembuatan media
promosi mengenai
1 penyakit TB dan 5 4 3 4 15 V
program DOTS

Penyuluhan mengenai
penyakit TB dalam
upaya peningkatan
2 4 5 4 3 72 I
keberhasilan
pengobatan TB serta
pentingnya peran PMO.
3 Evaluasi kader TB 3 5 5 2 37,5 III

Koordinasi dengan kader


4 4 4 4 2 32 III
dan ketua RT/RW

Wawancara dengan
5 4 5 5 4 25 IV
pemegang program TB
Wawancara dengan
6 pasien yang dalam 4 4 5 2 40 II
pengobatan TB

78
6.5 Rencana Kegiatan (Plan of Action)

69
80
BAB VII
HASIL INTERVENSI KEGIATAN

Intervensi kegiatan yang dilakukan pada program upaya peningkatan


kepatuhan minum obat dilakukan terhadap 10 orang penderita TB yang
pernah/sedang menjalani pengobatan di di Puskesmas Kelurahan Manggarai,
diantaranya 4 pasien TB Drop-Out dan 6 pasien TB sedang menjalani
pengobatan yang di antaranya terdapat 3 kasus baru dan 3 kasus kambuh.
Kegiatan yang telah dilakukan adalah :

Tabel 29. Daftar Kegiatan

No Tanggal Kegiatan
1 25 Juli 2017 - Wawancara kepada kepala pemegang program
P2M serta kepala puskesmas Kelurahan
Manggarai
2 7 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 02
kelurahan manggarai sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien Drop-Out
yang dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 02 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat
3 8 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 12
kelurahan manggarai sebanyak 1 orang
- Kunjungan rumah pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan di RW 12 sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien yang
dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 12 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat
4 9 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB Drop-Out di RW 4
kelurahan manggarai sebanyak 1 orang
- Kunjungan rumah pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan di RW 12 sebanyak 2 orang
- Pembagian pot dahak kepada pasien TB-DO yang
dikunjungi rumahnya
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 12 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat

5 7 Agustus 2017 - Kunjungan rumah pasien TB yang sedang


menjalani pengobatan di RW 5 sebanyak 1 orang
- Wawancara dan penyuluhan kepada penderita TB
yang rumahnya dikunjungi
- Wawancara kepada kader TB di RW 5 mengenai
efektifitas peran kader TB di masyarakat

6 7Agustus 2017 - Wawancara dan edukasi terhadap pasien yang


sedang menjalani pengobatan di puskesmas
kelurahan manggarai
- Mengevaluasi kartu kuning untuk melihat
kepatuhan berobat pasien.

7.1 Evaluasi Data


7.1.1 Data Univariat Responden
Intervensi kegiatan berupa pengambilan data dan wawancara pada
penderita 10 warga di RW 02, 04, 05, 12 Kelurahan Manggarai pada tahun
2017, yang juga merupakan wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Manggarai.
Dari kegiatan tersebut didapatkan data sosiodemografi subjek penelitian,
yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, keberadaan PMO, dan efek
samping OAT.
Berdasarkan data jenis kelamin subjek penelitian, maka penelitian ini
didominasi oleh subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (60%),
diikuti subjek berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (40%).

Tabel 30. Jenis kelamin responden


82
Jenis kelamin Jumlah responden Persen

Laki-laki 6 orang 60%


Perempuan 4 orang 40%
Total 10 orang 100%

Berdasarkan data usia responden, maka penelitian ini didominasi oleh


kelompok usia 20-30 tahun sebanyak 4 orang (40%), diikuti kelompok usia 41-
50 tahun sebanyak 3 orang (30%), usia 31-40 tahun sebanyak 1 orang (10%),
usia 51-60 tahun sebanyak 1 orang (10%) dan di atas 60 tahun sebanyak 1
orang(10%).

Tabel 31. Usia responden


Usia Jumlah responden Persen
20 – 30 tahun 4 orang 40%
31 – 40 tahun 1 orang 10%
41 – 50 tahun 3 orang 30%
51 – 60 tahun 1 orang 10%
>60 tahun 1 orang 10%
Total 10 orang 100%

Berdasarkan data pendidikan, pasien TB Drop-Out berjumlah 4 orang


yang didominasi oleh kelompok berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 2
orang (50%), diikuti kelompok berpendidikan SD/Sederajat sebanyak 1 orang
(25%), dan D-3 sebanyak 1 orang (25%). Sedangkan pasien dalam pengobatan
TB berjumlah 6 orang yang didominasi oleh kelompok berpendidikan tidak
tamat SD sebanyak 2 orang (33,33%).
Tabel 32. Pendidikan responden
Pendidikan Jumlah Persen
responden
Pasien TB Drop-Out
Tidak tamat SD - -
SD/sederajat 1 orang 25%

83
SMP/ sederajat - -
SMA/ sederajat 2 orang 50%
D3 1 orang 25%
Total 4 orang 100%
Pasien TB dalam
pengobatan 2 orang 33,33%
Tidak tamat SD
SD/sederajat 1 orang 16,66%
SMP/ sederajat 1 orang 16,66%
SMA/ sederajat 1 orang 16,66%
D3 1 orang 16,66%
Total 6 orang 100%

Berdasarkan data mengenai Pengawas Minum Obat ( PMO ) yang


meliputi ada/tidaknya PMO serta tingkat pendidikan PMO para penderita TB,
didapatkan pada pasien TB Drop-Out didominasi oleh kelompok
berpendidikan SMP/sederajat sebanyak 2 orang(50%), diikuti oleh kelompok
berpendidikan SD/sederajat sebanyak 1 orang (25%) dan tidak ada PMO
sebanyak 1 orang (25%). Sedangkan pada pasien TB dalam pengobatan
didominasi kelompok berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 3 orang (50%),
diikuti kelompok yang tidak memiliki PMO sebanyak 2 orang (33,33%), dan
PMO berpendidikan D3 sebanyak 1 orang (16,66%).
Tabel 33. Pendidikan PMO
Pendidikan Jumlah Persen
responden
Pasien TB Drop-Out
Tidak tamat SD - -
SD/sederajat 1 orang 25%
SMP/ sederajat 2 orang 50%
SMA/ sederajat - -
D3 - -
Tidak ada PMO 1 orang 25%
84
Total 4 orang 100%
Pasien TB dalam
pengobatan - -
Tidak tamat SD
SD/sederajat - -
SMP/ sederajat - -
SMA/ sederajat 3 50%
D3 1 orang 16,66%
Tidak ada PMO 2 orang 33,33%
Total 6 orang 100%

Berdasarkan data pekerjaan, pasien TB Drop-Out berjumlah 4 orang


yang didominasi oleh kelompok yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 2
orang (50%), diikuti pekerjaan tukang ojek sebanyak 1 orang (25%) dan IRT
sebanyak 1 orang (25%). Sedangkan pasien TB yang sedang menjalani
pengobatan didominasi oleh kelompok yang tidak memiliki pekerjaan
sebanyak 2 orang (33,33%) dan IRT sebanyak 2 orang (33,33%), diikuti
pekerjaan tukang ojek sebanyak 1 orang (16,66%) dan buruh sebanyak 1
orang (16,66%).
Tabel 33. Pekerjaan responden
Pekerjaan Jumlah responden Persen
Pasien TB Drop-Out
Pengangguran 2 orang 50%
Tukang ojek 1 orang 25%
Ibu Rumah Tangga (IRT) 1 orang 25%
Buruh - -
Total 4 orang 100%
Pasien TB dalam
pengobatan 2 orang 33,33%
Pengangguran
Tukang Ojek 1 orang 16,66%

85
Ibu Rumah Tangga (IRT) 2 orang 33,33%
Buruh 1 orang 16,66%
Total 6 orang 100%

Berdasarkan efek samping yang dialami oleh penderita TB saat


menjalankan pengobatan OAT, yang paling sering ditemukan adalah mual dan
gangguan pencernaan sebanyak 9 orang (90%), dan tidak ada keluhan
sebanyak 1 orang (10%).
Tabel 34. Efek samping OAT
Efek samping OAT Jumlah responden Persen
Mual dan gangguan 9 orang 90%
pencernaan
Gatal dan kemerahan pada - -
kulit
Pusing - -
Tidak ada 1 orang 10%
Total 10 orang 100%

7.2 Wawancara Kader TB


Wawancara kepada kader TB di RW 02, 04, 05, dan 12 dilakukan pada
saat melakukan kunjungan rumah penderita TB di wilayah kerja Kelurahan
Manggarai. Kader TB di Puskesmas Kelurahan Manggarai sudah terbentuk
sejak bulan Mei 2017 yang lalu dimana jumlah kader TB sebanyak 4 orang.
Dari hasil wawancara mengenai peran, efektivitas, dan hambatan yang
dihadapi oleh para kader, didapatkan bahwa kader TB memegang peran
penting dalam upaya keberhasilan pengobatan TB. Hal ini dikarenakan para
kader merupakan orang yang dipilih karena aktif dalam kegiatan kesehatan
dan dekat dengan masyarakat disekitarnya, sehingga petugas dapat
berkoordinasi dengan para kader untuk mendatangi rumah penderita TB
apabila tidak mengambil obat sesuai jadwal di puskesmas. Para kader juga
telah diberikan pelatihan mengenai penyakit TB sehingga kader dapa berbagi
pengetahuan dan mengedukasi masyarakat sekitar dengan pendekatan yang
lebih baik, misalnya pada saat berkumpul atau berinteraksi antar tetangga.

86
Selain itu, kader TB juga berperan penting saat mendampingi orang-orang
yang tidak paham mengenai alur berobat. Hambatan yang dialami oleh para
kader TB hingga saat ini belum ada, namun salah satu kader mengatakan
bahwa terdapat kesulitan untuk melakukan pendekatan kepada salaah satu
pasien TB putus obat dengan kesadaran yang rendah untuk melanjutkan
pengobatan.

7.3 Wawancara dengan pemegang program P2M


Wawancara kepada pemegang program P2M dilakukan di Puskesmas
Kelurahan Manggarai. Dari hasil wawancara mengenai program di puskesmas
yang memiliki pencapaian paling rendah salah satunya adalah penyakit TB.
Hal ini dikarenakan oleh berbagai faktor, yaitu kurangnya tenaga kerja, tugas
pemegang program bukan hanya mengurus penyakit TB namun juga memiliki
tanggung jawab lain. Selain itu memang masyarakat di kelurahan Manggarai
memiliki kesadaran yang rendah akan kebersihan lingkungan dan penyakit TB
itu sendiri. Pendataan masyarakat yang menderita TB di RT/RW pun kurang
efektif karena pelaporan dari masyarakat itu sendiri apabila pindah rumah
masih kurang, sehingga tidak diberikan surat kelanjutan pengobatan TB. Hal
ini mengakibatkan pasien tersebut tidak dapat melanjutkan pengobatannya di
tempat yang baru.
Menurut pemegang program P2M, metode evaluasi kepatuhan berobat
dengan melakukan absensi menggunakan kartu kuning sudah membantu
untuk memantau kepatuhan pasien. Hal yang menjadi masalah adalah,
absensi dipegang oleh pemegang program. Karena beban kerja pemegang
program yang berat, dimana petugas memiliki tugas di tempat lain, terdapat
kesulitan untuk melakukan absensi. Maka dari itu, intervensi yang dilakukan
adalah menyarankan untuk meletakkan kartu absensi di tempat yang
diketahui petugas lain.
7.4 Wawancara Penderita TB
7.4.1 Penderita TB Drop-Out
87
Kegiatan wawancara kepada para penderita TB Drop-Out pada tahun
2016 dilakukan melalui kunjungan rumah. Tujuan kegiatan ini untuk
mengetahui apa keluhan ataupun hambatan yang dirasakan sehingga
mengalami putus obat. Dalam hal ini dilakukan wawancara mengenai efek
samping obat, kendala lain saat berobat, dan PMO. Selain itu para penderita
TB Drop-Out juga diedukasi dan dianjurkan untuk berobat kembali dengan
memberikan pot dahak untuk diperiksa dahaknya kembali.
1. Tn. F, 29 tahun. Kunjugan rumah tanggal 7 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Berobat pada tahun 2016.
Hanya menjalankan 2 bulan pengobatan
Efek samping yang Tidak ada
dirasakan
Kendala yang dihadapi sibuk bekerja sebagai tukang ojek.
dalam pengobatan
PMO Ayah dan Ibu.
Alasan berhenti Malas mengambil obat ke puskesmas.
berobat Merasa sudah sembuh
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat karena dapat
menimbulkan komplikasi dan resistensi kuman.

Pasien mengantarkan dahak ke puskesmas


pada tanggal 10 Agustus.
//
/
/

88

gambar 1. Kunjungan rumah Tn. F


2. Tn. A, 28 tahun. Kunjugan rumah tanggal 8 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Putus obat pada bulan September tahun 2016.
Hanya menjalankan 3 bulan pengobatan
Efek samping yang Tidak ada
dirasakan
Kendala yang dihadapi Tidak ada
dalam pengobatan
PMO Tidak ada

Alasan berhenti Saat menjalani pengobatan, pasien mendaki


berobat gunung dan sudah tidak lagi merasakan sesak
nafas seperti sebelum berobat. Sehingga
pasiem merasa sudah sembuh.

89
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Pasien mengantarkan dahak ke puskesmas


pada tanggal 9 Agustus 2017.
//

//

/
gambar 2. Kunjungan rumah Tn. A

3. Tn. P, 30 tahun. Kunjungan rumah tanggal 7 Agustus 2017


Pada saat kunjungan kerumah Tn. P, beliau tidak ingin bertemu dengan
dokter muda, sehingga hanya dilakukan autoanamnesa kepada ibu dan
kerabat dekat pasien.
Riwayat pengobatan Putus obat pada bulan September tahun 2016.
Hanya menjalankan 4 bulan pengobatan dengan
cara penyuntikan.
Pasien memiliki riwayat putus obat pada tahun
2003.
Efek samping yang Mual-mual.
dirasakan

90
Kendala yang dihadapi Tidak ada biaya untuk akomodasi karena
dalam pengobatan merasa lebih penting untuk mencukupi
kebutuhan pokok.
PMO Orang tua dan kerabat dekat.

Alasan berhenti Takut uang habis untuk akomodasi


berobat Malas untuk berobat
Hasil kunjungan rumah Keluarga dan kerabat terdekat menjadi lebih
memahami mengenai pentingnya peran
keluarga dalam upaya keberhasilan pengobatan
TB. Keluarga berjanji akan terus mendukung dan
mengajak Tn. P untuk diperiksa dan diobati
kembali karena beliau dapat menularkan
penyakit TB ke lingkungan sekitar, terutama
orang yang tinggal satu rumah.
/

/
/

/ gambar 3. Kunjungan rumah Tn. P

4. Ny N. P, 50 tahun. Kunjungan rumah tanggal 9 Agustus 2017


Riwayat pengobatan Menjalani pengobatan TB selama 3 bulan pada
tahun 2016.
Efek samping yang Mual-mual dan pusing.
dirasakan
Kendala yang dihadapi Tidak ada.
dalam pengobatan

91
PMO Anak kandung.

Alasan berhenti Dulunya batuk berdarah, setelah berobat sudah


berobat tidak lagi mengalami hal tersebut.
Jarak ke puskesmas jauh.
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Pasien datang ke puskesmas untuk diperiksa


kembali pada tanggal 10 Agustus 2017.

gambar 4. Kunjungan rumah Ny. N

7.4.2 Penderita TB yang sedang menjalani pengobatan

Kegiatan wawancara kepada para penderita TB yang sedang menjalani


pengobatan di Puskesmas Manggarai pada periode April-Juni 2017 dilakukan
melalui kunjungan rumah dan pada saat pasien megambil obat di Puskesmas

92
Manggarai. Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui adakah keluhan ataupun
hambatan yang dirasakan sehingga mengalami putus obat. Dalam hal ini
dilakukan wawancara mengenai efek samping obat, kendala lain saat berobat,
dan PMO.
1. Tn R, 40 tahun. Kunjungan rumah tanggal 7 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Sedang dalam pengobatan bulan ke-4

Efek samping yang Nafsu makan menurun, mual, nyeri ulu hati.
dirasakan Keluhan dirasakan pada bulan pertama dan
kedua pengobatan.
Kendala yang dihadapi Tidak ada.
dalam pengobatan
PMO Istri
Motivasi berobat Ingin tetap produktif karena memiliki anak yang
masih kecil.
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Berdasarkan absensi pengambilan obat pada


kartu kuning, Tn.A rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.

2. Tn. A, 28 tahun. Kunjungan rumah tanggal 9 Agustus 2017


gambar 5. Kunjungan rumah Tn. R
93
Riwayat pengobatan Tahun 1990 : mengalami penyakit TB dan hanya
berobat 3 bulan karena tidak tahu.

Tahun 2016 : mengeluhkan batuk dan sesak


nafas lalu di diagnosa TB dan menjalani
pengobatan dengan suntik. Namun hanya
dijalankan selama 17 kali penyuntikan.

Tahun 2017 : Mengalami keluhan yang sama


dan didiagnosa TB. Saat ini menjalankan
pengobatan bulan ke-1.
Efek samping yang Mual-mual dan nyeri ulu hatisetiap habis
dirasakan berobat
Pusing sehingga mengganggu aktifitas.
Kendala yang dihadapi Tidak ada.
dalam pengobatan
PMO Anak kandung.
Motivasi berobat Tidak tahan dengan keluhan yang selama ini di
alami.
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Berdasarkan absensi pengambilan obat pada


kartu kuning, Tn.A rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.
/
/

94

gambar 6. Kunjungan rumah Tn. A


3. Ny M, 53 tahun. Kunjungan rumah tanggal 9 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Pasien sedang dalam pengobatan bulan ke-4
Obat rutin diminum setiap 3 hari sekali.
Efek samping yang Pada bulan pertama dan kedua pasien sering
dirasakan merasa mual dan nyeri ulu hati setiap kali
berobat.
Kendala yang dihadapi Tidak ada.
dalam pengobatan
PMO Anak kandung.
Motivasi berobat Ingin tetap produktif karena pasien merupakan
seorang janda dan menghidupi anak-anaknya
yang masih sekolah.
Hasil kunjungan rumah Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit
TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Berdasarkan absensi pengambilan obat pada


kartu kuning, Ny. M rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.
//

/
gambar 7. Kunjungan rumah Ny M

95
4. Ny.S, 47 tahun. Kunjungan rumah tanggal 7 Agustus 2017
Riwayat pengobatan Tahun 2010 : memiliki riwayat TB pengobatan
tuntas.
Tahun 2017: mengalami sesak nafas dan
didiagnosa TB.
Saat ini sedang menjalani pengobatan bulan ke-
4.
Efek samping yang Merasa mual dan nyeri ulu hati yang terkadang
dirasakan tidak dapat ditahan oleh pasien.
Kendala yang dihadapi Tidak tahan dengan keluhan yang dirasakan,
dalam pengobatan sehingga Ny.S mengurangi dosis obat sendiri
tanpa ada instruksi dari dokter.
PMO Suami.
Motivasi berobat Ingin tetap produktif dan takut akan komplikasi
dari penyakit TB.
Hasil kunjungan rumah Berdasarkan absensi pengambilan obat pada
kartu kuning, Ny.S rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.
Namun pada minggu ke-2 di bulan juli (bulan ke
-3 pengobatan), pasien tidak mengambil obat
karena masih ada sisa dari obat sebelumnya.
Hal ini dikarenakan pasien mengurangi dosis
obatnya sendiri.

Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit


TB dan pentingnya minum obat dan tidak boleh
menurunkan dosis tanpa instruksi dokter karena
dapat menyebabkan pengobatan tidak efektif
dan target tidak tercapai.
//

96
5. Tn.S, 41 tahun. Wawancara dan edukasi
gambar di puskesmas
8. Kunjungan tanggal
rumah Ny S 7 Agustus
2017
Riwayat pengobatan Pernah menderita penyakit TB pada 5 tahun
yang lalu.
Saat ini pasien didiagnosa TB MDR dan sedang
dalam pengobatan bulan ke-4 dengan cara
penyuntikan dan minum obat OAT
Efek samping yang Merasa mual dan nyeri ulu hati yang dialami
dirasakan pada bulan ke-1 hingga bulan ke-3.
Kendala yang dihadapi Tidak ada
dalam pengobatan
PMO Tidak ada.
Motivasi berobat Ingin tetap produktif dan ingin sehat.

Hasil kegiatan Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit


TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman

Berdasarkan absensi pengambilan obat pada


kartu kuning, Ny. M rutin mengambil obat
dipuskesmas sesuai jadwal yang diberikan.

97
6. Tn.A, 23 tahun. Wawancara dan edukasi di puskesmas tanggal 8 Agustus
gambar 9. Wawancara dan edukasi Tn.S
2017
Riwayat pengobatan Pasien baru di diagnosa TB pertama kali.
Saat ini dalam pengobatan bulan ke-2
Efek samping yang Mual setiap habis makan obat.
dirasakan
Kendala yang dihadapi Tidak ada
dalam pengobatan
PMO Ibu
Motivasi berobat Ingin sehat dan tetap produktif.

Hasil kegiatan Pasien menjadi lebih paham mengenai penyakit


TB dan pentingnya minum obat hingga
dikatakan pengobatan tuntas oleh dokter karena
dapat menimbulkan komplikasi dan resistensi
kuman.

Berdasarkan absensi pengambilan obat pada


kartu kuning, Tn.A hingga saat ini rutin
mengambil obat dipuskesmas sesuai jadwal
yang diberikan.

7.5 Pembuatan Media Promosi


Pembuatan media promosi, berupa pembuatan dan pembagian leaflet
mengenai penyakit TB, diet pasien TB, cara pengobatan, dan akibat putus
obat atau pengobatan yang tidak teratur. Leaflet menggunakan Bahasa yang
mudah dipahami oleh masyarkat awam. Pembagian Leaflet ini juga bertujuan
agar pasien dan keluarga dapat menyebarkan informasi ke keluarga dan
masyarakat di sekitar lingkungan rumahnya karena keberhasilan pengobatan

98
TB sangat membutuhkan peran serta dari lingkungan terdekat.

BAB VIII
PEMBAHASAN

8.1 Wancara pasien TB Drop-Out dan pasien TB yang sedang menjalani


pengobatan
Pada penelitian ini dilakukan wawancara dan penyuluhan secara
langsung terhadap penderita TB Drop-Out pada tahun 2016 yang lalu dan
pasien TB yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Kelurahan
Manggarai pada periode April-Juni 2017. Kegiatan wawancara sekaligus
pengambilan data yang dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah
pasien TB Drop-Out di wilayah kelurahan manggatai yaitu sebanyak 4 orang
dan pasien TB yang sedang menjalani pengobatan sebanyak 6 orang. Pada
penelitian ini didapat jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada
perempuan, dan didominasi oleh kelompok usia produktif.
Berdasarkan data pendidikan, penderita TB Drop-Out didominasi oleh
kelompok berpendidikan SMA/sederajat, dimana sebesar 75% pasien
berpendidikan lebih tinggi dari SMP. Hal ini berbanding terbalik dengan studi
yang dilakukan di Pamulang, Banten dan studi di Dompu, NTB dimana
terdapat hubungan bermakna antara pendidikan terakhir dan tingkat

99
kepatuhan minum obat, semakin tinggi taraf pendidikan semakin meningkat
kepatuhan minum obat TB.12,13
Sebanyak 75% dari pasien TB Drop-Out memiliki PMO yang didominasi
oleh kelompok berpendidikan SMP/sederajat. Hal ini tidak sejalan dengan
hasil studi di Wonogiri dimana didapatkan korelasi kuat adanya PMO dalam
peningkatan kepatuhan minum obat TB.14
Sedangkan berdasarkan data pekerjaan, penderita TB Drop-Out
didominasi oleh kelompok yang tidak memiliki pekerjaan. 100% responden
merasa malas dan merasa sudah sembuh ditengah pengobatan sehingga
memutuskan untuk tidak mengkonsumsi OAT. Selain itu, para responden
merasakan efek samping yang ditimbulkan setelah minum OAT sangat
mengganggu, misalnya rasa mual dan nyeri ulu hati. Hasil ini sejalan dengan
sebuah studi kualitatif di Tegal, dimana rasa sudah sembuh dan tidak adanya
gejala setelah pengobatan tahap intensif merupakan faktor kuat yang
melatarbelakangi drop-out.15
Setelah dilakukan kunjungan rumah, dimana peneliti melakukan
wawancara serta penyuluhan mengenai pentingnya melakukan pengobatan,
sebanyak 50% pasien TB Drop-Out melakukan pengecekan dahak kembali.
Hal ini menunjukan bahwa apabila dilakukan pendekatan dan edukasi yang
lebih lanjut makan pasien akan menjadi lebih patuh dan takut akan resiko
serta komplikasi penyakitnya bila tidak di obati.
Pasien TB yang sedang menjalani pengobatan berjumlah 6 orang,
dimana terdapat 3 kasus kambuh dan 3 kasus baru. Wawancara dilakukan
dengan melakukan kunjungan rumah dan pada saat pasien mengambil obat
di puskesmas. Berdasarkan data pendidikan, pasien TB yang sedang
menjalani pengobatan didominasi oleh kelompok berpendidikan tidak tamat
SD dan tidak memiliki PMO. Sedangkan berdasarkan data pekerjaan,
penderita TB yang sedang berobat didominasi oleh kelompok yang tidak
memiliki pekerjaan dan IRT. Rata-rata pasien yang sedang menjalani
pengobatan baik pasien dengan kasus kambuh dan kasus baru, memiliki
100
absensi pengambilan OAT yang lengkap. Namun salah satu diantaranya
pernah mengurangi dosis obat sendiri dengan alasan tidak kuat dengan rasa
mual yang dialami, walaupun pasien tetap berdalih bahwa dirinya tidak pernah
absen minum obatnya.
Setelah dilakukan evaluasi pada kartu register TB 01, didapatkan
pasien yang patuh berobat sebanyak 5 dari 6 orang ( 83%), namun pasien
yang absensinya tidak lengkap bukan dikarenakan tidak minum obatnya, tapi
disebabkan oleh efek samping yang dirasakan sehingga membuat pasien
mengurangi dosis obatnya sendiri.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya TB Drop-Out antara lain usia,
pendidikan, pekerjaan, riwayat TB sebelumnya, efek samping OAT, serta PMO.
Berdasarkan evaluasi kualitatif saat kunjungan rumah / home visit, dapat
disimpulkan bahwa salah satu masalah yang masih menyebabkan belum
tercapainya target keberhasilan pengobatan TB adalah kurangnya
pemahaman mengenai bahaya/dampak yang terjadi bila tidak tuntas berobat
serta berbagai efek samping yang dirasakan oleh banyak pasien terutama
rasa mual dan nyeri ulu hati. Selain itu lingkungan yang sangat padat dan
kumuh merupakan faktor penting dalam tercapainya angka bebas TB di
Indonesia, dimana pada saat turun ke lapangan di kelurahan Manggarai
peneliti menemukan masih banyak pemukiman yang kumuh, keadaan rumah
yang lembab dan kurang cahaya matahari, serta kesadaran masyarakat itu
sendiri mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya berbagai penyakit terutama TB.

8.2 Promosi kesehatan


Berdasarkan wawancara dengan pemegang program, diperoleh salah
satu masalah yang menjadikan belum tercapainya angka kesembuhan TB di
puskesmas kelurahan Manggarai yaitu kurangnya media promosi yang
memaparkan mengenai penyakit TB dan pentingnya kepatuhan berobat serta
101
peran keluarga dan masyarakat dalam keberhasilan pengobatan. Promosi
kesehatan mengenai upaya peningkatan kepatuhan berobat TB dilakukan
pada tanggal 7-9 Agustus pada saat kunjungan rumah dan saat pasien
berobat ke puskesmas dengan kegiatan-kegiatan antara lain :
8.2.1 Penyebaran Leaflet
Pembagian leaflet dilakukan pada saat kunjungan rumah
dengan sasaran terhadap para penderita TB drop-out dan yang sedang
menjalani pengobatan. Diharapkan dengan pembagian leaflet ini dapat
memberikan pemahaman abru mengenai pentingnya mengerti akan
penyakit TB serta kepatuhan berobat.
8.2.2 Penyuluhan
Penyuluhan juga dilakukan pada saat kunjungan rumah dan saat
pasien mengambil obat ke puskesmas. Peyuluhan berisi pengertian TB,
komplikasi penyakit, dampak yang terjadi bila tidak patuh berobat, cara
mengatasi efek samping yang sering dikeluhkan pasien pengobatan.
Dari hasil kegiatan promosi kesehatan dengan pendekatan melalui
kunjungan rumah sebanyak 4 orang pasien TB Drop-Out ini, pasien dan
keluarga menjadi lebih paham mengenai penyakit TB, apa saja risiko bila tidak
berobat, pentingnya pengawas minum obat oleh orang terdekat. Selain
melakukan wawancara dan penyuluhan, peneliti juga memberikan pot dahak,
sehingga sebanyak 50% pasien TB Drop-Out melakukan pengumpulan dahak
yang kemudian diantar ke puskesmas untuk ditentukan kelanjutan
pengobatan. Namun, salah satu di antara 4 pasien drop-out enggan bertemu
dengan dokter muda sehingga hanya ibu dan kerabat terdekatnya yang
mendapatkan penyuluhan dan edukasi mengenai pentingnya pengobatan TB
serta pentingnya peran keluarga terdekat untuk mendukung kesembuhan
pasien.
Semua pasien TB yang sedang menjalani pengobatan memiliki
pemahaman yang baik akan pentingnya kepatuhan minum obat sebagai
upaya kesembuhan penyakitnya. Terutama pada pasien TB dengan kasus
102
kambuh, mereka memiliki kesadaran untuk menjalani pengobatan karena
sudah mengetahui bahaya komplikasi penyakitnya bila tidak berobat dengan
benar.

8.3 Wawancara dengan kader TB


Kader TB di Puskesmas Kelurahan Manggarai sudah terbentuk sejak
bulan Mei 2017 yang lalu dimana jumlah kader TB sebanyak 4 orang yang
masing-masing berada di RW 02, 04, 05, dan 12. Para kader merupakan orang
-orang yang aktif dalam kegiatan kesehatan yang diadakan oleh puskesmas.
Kader sangat berperan dalam upaya keberhasilan pengobatan TB karena
mereka merupakan perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan di
puskesmas yang tidak dapat setiap saat melakukan pendekatan ke
masyarakat. Apabila ada pasien tb yang tidak mengambil obat, tenaga
kesehatan dapat berkoordinasi dengan kader agar mengunjungi rumah pasien
dan mengingatkan pasien untuk segera ke puskesmas. Para kader juga telah
diberi pemahaman mengenai penyakit TB sehingga dapat mengajarkan
masyarakat sekitar untuk hidup sehat dan mencegah terjadinya penyakit
infeksi seperti TB.

BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Kepatuhan minum obat TB sangat penting dalam meningkatkan angka
kesembuhan TB di Indonesia. Kepatuhan minum obat dapat dilihat dari
absensi, hitung pill, dan laporan diri. Angka kesembuhan TB di Puskesmas
Kelurahan Manggarai masih rendah. Pada tahun 2016, target pencapaian
angka kesembuhan TB di Puskesmas Kelurahan Manggarai adalah >85%,
sedangkan pencapaiannya hanya 13,7%. Selain itu didapatkan target
pencapaian angka default rate/Drop-Out adalah <5%, sedangkan angka
103
pencapaiannya sebesar 11,7%. Setelah dilakukan evaluasi dalam program ini,
ditemukan beberapa masalah, diantaranya :
1. Program promosi kesehatan yang belum berjalan dengan baik
2. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit TB,
risiko bila tidak patuh minum obat, efeksamping obat dan cara
mengatasinya, serta komplikasi yang terjadi bila tidak berobat.
3. Lingkungan tempat tinggal masyarakat yang kumuh sehingga
meningkatkan risiko terinfeksi penyakit menular seperti TB.
4. Beban kerja pemegang program yang memiliki tanggung jawab
di program lain yang ada di puskesmas.
Setelah dilakukan intervensi, terdapat sebesar 50% pasien TB drop-out
yang bersedia untuk diperiksa dahaknya kembali untuk melanjutkan
pengobatan. Berdasarkan evaluasi kepatuhan pengambilan obat di
puskesmas yang di pantau menggunakan register TB 01, kepatuhan
pasien TB yang masih dalam pengobatan, baik kasus baru maupun
kambuh adalah sebesar 83%. Penggunaan saran peneliti kepada
pemegang program P2M perihal kerjasama absensi pada kartu berobat
pasien dengan loket pendaftaran memudahkan pemantauan kepatuhan
minum obat.

9.2 Saran
Setelah dilakukan evaluasi program, saran kami untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat pasien TB sebagai salah satu upaya penigkatan angka
keberhasilan pengobatan adalah :
a. Melaksanakan penyuluhan secara berkala mengenai materi
tentang penyakit TB, pentingnya berobat, dan dukungan dari
masyarakat.
b. Melakukan evaluasi kader TB secara berkala yaitu 3 bulan sekali
untuk mengevaluasi efektifitas kerja kader TB di masyarakat.
c. Bekerja sama dengan kader untuk mengajak masyarakat
104
melakukan skrining TB karena lingkungan mereka yang padat
penduduk dan berisiko terkena infeksi menular seperti TB.

105
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan: Jakarta; 2011.

2. Center for Disease Control and Prevention. Tuberculosis. 28 Juni 2010.


Available at: http://www.cdc.gov/TB/. Accessed:13 July 2017.

3. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2014. France:


World Health Organization.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.

5. Kurniawan F, Widjaja NT, Maturbongs GH, Karundeng SF, Rapa FB.


Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas, Kota
Jayapura, Propinsi Papua Tahun 2010. Damianus Journal of Medicine
2011;10:56-62.

6. Silaswati S, Harini, Hardyati S. Faktor Kunci Ketidakpatuhan Pengobatan


TB Paru di Puskesmas Wilayah Kecamatan Bekasi Timur. 2014.

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis &


Penatalaksanaan di Indonesia. 2006. Available at:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html. Accessed: 20 July 2017.

8. Soparman W, Sarwono W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

9. Abbas A. Monitoring Efek Samping Obat Anti-Tuberkulosis (OAT) Pada


Pengobatan Intensif Penderita TB Paru di Kota Makassar. Journal of
Agromedicine and Medical Sciences 2017;3:19-24.

106
10. Setyanto BD. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed 1. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2008.

11. Rian S. Pengaruh Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis Terhadap Kejadian
Default di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi Jakarta Timur. Jakarta: FKM UI;
2010.

12. Prayogo AH. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat


tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru di puskesmas pamulang kota
Tangerang Selatan propinsi Banten pada periode Januari 2013. [Disertasi]
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;2013

13. Erawatyningsih E, Purwanta, Subekti H. Faktor-faktor yang mempengaruhi


ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru. Berita
Kedokteran Masyarakat 2009. 25(3): 117-124

14. Dewanty LI, Haryanti T, Kurniawan TP. Kepatuhan berobat penderita TB


paru di puskesmas Nguntoronadi 1 kabupaten Wonogiri. Jurnal Kesehatan
2016. 1(1): 39-43

15. Nugroho RA. Studi kualitatif faktor yang melatarbelakangi drop out
pengobatan tuberkulosis paru. KEMAS 2011. 83-90

107

Вам также может понравиться