Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
VERTIGO PERIFER
DisusunOleh :
Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembimbing :
dr. Dony Hartanto, Sp.THT – KL M.KES (................................)
Dipresentasikan di Hadapan :
dr. Dony Hartanto, Sp.THT - KL M.KES (................................)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusing merupakan gejala umum yang mempengaruhi lebih dari 90 juta orang
Amerika, ini telah dilaporkan sebagai keluhan yang paling umum pada pasien dengan
usia 75 tahun atau lebih. Pusing bagaimanapun merupakan istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan beberapa sensasi (vertigo, pra- Sinkop, disekuilibrium), masing-
masing memiliki banyak etiologi.Seringkali sulit bagi seorang dokter untuk melakukan
penjelasan kualitas pusing yang dialami seorang pasien dan bagaimana tatalaksana
medisnya (Thompson, 2009).
Beberapa studi lain pada masyarakat yang memiliki keluhan pusing menunjukkan
bahwa sekitar 30% pasien ditemukan memiliki vertigo, keluhan ini meningkat menjadi
56,4% pada tahun 2008 pada populasi yang lebih tua. Kuesioner kuesioner yang meneliti
2064 pasien, yang berusia 18-65 tahun, 7% dijelaskan memiliki vertigo pada tahun
sebelumnya. Dokter dapat menemukan antara 10-20 pasien dengan vertigo dalam satu
tahun, 935 pasien dengan perawatan primer vertigo memiliki Benigna Posisional
Paroksismal Vertigo (BPPV), neuronitis vestibular akut, atau Penyakit Meniere (Daljit,
2010).
Berbeda dengan vertigo, dizziness atau pusing merupakan suatu keluhan yang
umum terjadi akibat perasaan disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh persepsi posisi
terhadap lingkungan.Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe, yaitu vertigo,
disekuilibrium tanpa vertigo, presinkop, dan pusing psikofi siologis.Dari keempat subtipe
pusing, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai dengan 56,4% pada populasi
orang tua.1 Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,tetapi
dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar
15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu
tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo” yang
disertai dengan gejala-gejala migren seperti pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia (
Kupiya, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang
berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara definitif
merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang
berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan
berputar.Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi
gejala seperti ini lebih jarang dirasakan.Kondisi ini merupakan gejala kunci yang
menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan
labirin. Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain,
misalnya: obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya (Kupiya 2012).
Vertigo perifer biasanya bersifat horisontal dan rotasinya, berkurang atau hilang
saat pasien memfokuskan tatapannya, dan biasanya akibat terangsang oleh beberapa
faktor yang memprovokasi. Pada vertigo setral, nistagmus murni horisontal, vertical, atau
rotational.Tidak berkurang saat pasien memusatkan pandangan dan bertahan untuk
periode yang lebih lama.Durasi setiap episode juga memiliki nilai diagnostik yang
signifikan.Gejala yang lebih lama bertahan, semakin besar kemungkinan bahwa ada
penyebab utama dari vertigo.Dalam satu penelitian, 16 kehadiran Vertigo saat terbangun
di pagi hari adalah sugestif gangguan vestibular perifer.Vertigo perifer umumnya
memiliki onset yang mendadak dari pada vertigo saraf pusat, kecuali serebrovaskular
akut (Ronald, 2006).
B. Epidemiologi
Dari keempat subtipe pusi , vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai
dengan 56,4% pada populasi orang tua.Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-
anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di
Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan
pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai
“paroxysmal vertigo” yang disertai dengan gejala-gejala migren seperti :pucat, mual,
fonofobia, dan fotofobia (Kupiya, 2012).
C. Etiologi
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organorgan vestibuler, visual, ataupun
sistem propioseptif.Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis semisirkularis,
yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular, serta utrikulus dan sakulus,
yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan akselerasi vertikal ( Kupiya, 2012).
Etiologi dari vertio perifer : 1. Benigna Paroksimal Positional Vertigo
2.Vestibular Neuronitis
3.Meniere Disease
4. Perylimfatic Fistula
5. Neuroma Akustik.
D. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen
yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang
secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain
yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan
nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap
oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik ( Kofar,2006).
E. Gambaran Klinik
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer, sekunder
ataupun gejala non spesifik.
1. Gejala primer
Gejala pimer diakibatkan oleh gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa
vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai
sensasi berputa. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi.
Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan sebagai sensais
didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi disfungsi apparatus otolitik
pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit (Antunes, 2009).
Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala. Pasien
dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua matanya.
Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh dunia seakan
berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami gangguan
(Antunes, 2009).
Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada pasien dengan
vertigo otologik dan sentral (Antunes, 2009).
Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi
dan sensasi penuh di telinga (Antunes, 2009).
2. Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensiivitas visual (Antunes, 2009).
3. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness. Istilah ini tidak terlalu
memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang dignkan pada pasien dengan
disfungsi telinga namun sering digunakan pada pasien vertigo yang berhubungan
dengan problem medic (Antunes, 2009)..
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20 sampai 40%
pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga
dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher dan system
cardiovascular.
1. Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus (Lempert, 2009).
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis cerebellar.
Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten
dengan acute vestibular neuronitis.
- Gait test
a. Romberg’s sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang
parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg’s sign konsisten
dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan
vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari
dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo,
seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup (sura , 2010).
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
I. Diagnosis Banding
J. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
1. Antihistamin
b. Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau
parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan
dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
c. Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg
(1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga diberikan
parenteral. Efek samping mengantuk.
2. Antagonis kalsium
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium Cinnarizine
(Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan obat supresan
vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium.
Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik
dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi
vertigo belum diketahui.
a. Cinnarizine (Stugerone)
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons
terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali
sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa
cape, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.
3. Fenotiazine
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun tidak
semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan
kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
4. Obat simpatomimetik
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin. Efedrin
lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya.
Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah –
gugup.
5. Obat anti kholinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular
dan dapat mengurangi gejala vertigo. Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan
fenotiazine atau efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin ialah
0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari (Kofar, 2006).
Terapi Non Medikamentosa
1. Terapi fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau
proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu
latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,
membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan
latihan ialah :
a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk
meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan (Kofar, 2006).
BAB III
KESIMPULAN
1. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara defi nitif merupakan ilusi
gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar
terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar.
2. Vertigo dibagi menjadi 2 yaitu vertigo sentral dan perifer
3. Etiologi dari vertio perifer : Benigna Paroksimal Positional Vertigo, Vestibular
Neuronitis, Meniere Disease, Perylimfatic Fistula, Neuroma Akustik. Gejala klinis
pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer, sekunder ataupun gejala
non spesifik. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20
sampai 40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis juga dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien.
4. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher dan system
cardiovascular dan Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric,
vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis
5. Terapi Medikamentosa yang digunakan adalah Antihistamin, antigonis kalsium,
Fenotizine, obat simtomatik dan obat antikolinergic serta dapat dilakukan terapi fisik
untuk vertigo.
DAFTAR PUSTAKA
Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009.
Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104
Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness
and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
Labuguen RH,. 2006. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician. 73 (2)
:244-251
Sura DS and Newell S., 2010. Vertigo – Diagnosis and Management in the Primary Care.
The British Journal of Medical Practitioner. 3(4) : 351
Thompson TL and Ameede R., 2009. Vertigo: A Review of Common Peripheral and
Central Vestibular Disorders. The Ochsner Journal. 920-26