Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ANEMIA HEMOLISIS
Disusun Oleh:
Preceptor
2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 Kasus................................................................................................................................3
1.2 Basic Science....................................................................................................................6
1.2.1 Hematopoiesis............................................................................................................6
1.2.2 Eritropoiesis...............................................................................................................8
1.2.3 Eritrosis / Red Blood Cell........................................................................................11
1.2.4 Pembentukan Hemoglobin.......................................................................................13
1.2.5 Pemecahan Eritrosit.................................................................................................17
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................21
2.1 Definisi...........................................................................................................................21
2.2 Epidemiologi..................................................................................................................21
2.3 Faktor Risiko dan Etiologi..............................................................................................21
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................................21
2.5 Patogenesis.....................................................................................................................23
2.6 Patofisiologi....................................................................................................................27
2.7 Manifestasi Klinis...........................................................................................................28
2.8 Diagnosis........................................................................................................................31
2.9 Diagnosis Banding..........................................................................................................32
2.10 Management.................................................................................................................32
2.11 Komplikasi....................................................................................................................33
2.12 Prognosis......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................34
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Kasus
Pasien Nn. S, perempuan usia 26 tahun datang ke RSMB dengan keluhan pusing 2 bulan
yang lalu. Pusing dirasakan hilang timbul, muncul secara tiba-tiba dan membaik dengan
sendirinya. Pusing dirasakan tidak spesifik pada daerah dahi, dan tidak berputar. Pasien juga
merasakan mual hingga muntah beberapa kali isi air dan makanan. Nafsu makan menurun
karena setiap makan semakin bertambah mual. Berat badan turun 2 kg dalam 2 bulan (44 kg
menjadi 42 kg). Adanya nyeri perut dan nyeri ulu hati disangkal. Demam disangkal. Selain
itu, pasien sering kali merasa lemas dan mudah lelah. Pasien cepat lelah terutama ketika
sedang beraktivitas seperti berjalan jauh. Rasa lemas tidak membaik dengan istirahat.
Kadang-kadang pasien juga merasakan sesak napas. Pasien merasa wajah dan tangannya
menjadi lebih pucat dari biasanya. BAK pasien diakui warna kuning jernih, tidak ada darah.
BAB pasien juga diakui tidak ada darah, bentuk seperti biasa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis
Tanda-tanda vital TD: 100/70mmHg, denyut nadi: 72x/menit, napas: 20x/menit,
suhu 36,6’C, BB: 42kg, TB: 144cm
Kepala: normosefal, rambut mudah rontok
Mata: sklera ikterik (+), konjunctiva pucat (+)
Leher: dalam batas normal
Thorax: paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen: nyeri tekan (+) pada regio epigastrik, hepatomegali (+) 2cm dibawah
arcus costae, tepi lunak.
Ekstrimitas: akral dingin, pucat dan ikterik, crt >2 detik.
3
MCHC : 35 g/dl (normal 33-37 g/dl)
Bilirubin total : 3 mg/dl (normal 0,1-1,2 mg/dl)
Bilirubin indirek : 2,7 mg/dl (normal 0,1-1 mg/dl)
tes Coomb direk : +++ (normal negatif)
tes coomb indirek : ++ (normal negatif)
Pertanyaan :
1. Pemeriksaan fisik apa saja yang ditemukan pada penderita ini dan data tambahan apa
lagi yang diperlukan?
2. Apa diagnosis banding diagnosis dan diagnosis kerja penderita ini?
3. Apa dasar diagnosis?
4. Data pemeriksaan laboratorium apa saja pada penderita ini yang menunjang ke arah
diagnosis?
5. Bagaimana rencana pengelolaan penderita ini?
6. Apa saja komplikasi yang perlu diwaspadai pada penderitas ini?
7. Edukasi apa yang akan diberikan kepada keluarga dan pasien ketika akan pulang?
Penguji 1 Penguji 2
Nama : Nama :
Tanda tangan : Tanda tangan :
4
ketika aktivitas, lemas tidak membaik
dengan istirahat
Sesak napas
Pucat pada wajah dan tangan
Pemeriksaan fisik
Rambut rontok
Sclera ikterik (+), conjunctiva anemis (+)
Nyeri tekan epigastrik
Hepatomegali 2cm dibawah arcus costae,
tepi lunak
2. Pemeriksaan penunjang
Hb : 8 g/dl
Hct : 24%
Eritrosit : 3,5 x 106 / µl
Leukosit : 5100/ µl
Retikulosit : 2,5%
MCV : 85 fl
MCH : 29 pg
MCHC : 35 g/dl
Bilirubin total : 3 mg/dl
Bilirubin indirek : 2,7 mg/dl
Tes Coomb direct : +++
Tes Coomb indirect : ++
3. Diagnosis/diagnosis banding 10
5
Pengobatan medikamentosa
Kortikosteroid atau
Splenektomi atau
Imunosupresi contohnya azathioprin
10. Jelaskan patogenesis penyakit 20
11. Kinerja peserta P3D (student performance) 10
Kemampuan berkomunikasi 4
(communication skill)
Sistematika penyajian (systematic 3
presentation)
Sikap (personality & attitude) 3
TOTAL 100
6
- Pada saat lahir, perkembangan hematopoietic cell di hepar dan spleen
akan terhenti, dan tempat aktif hematopoiesis adalah di sumsum tulang
- Selama infant dan anak, hematopoiesis berada di seluruh rongga medular
- Hematopoiesis secara perlahan menurun tulang panjang, dan setelah usia
4 tahun, sel lemak mulai muncul di tulang panjang.
- Sekitar usia 18 sampai 20 tahun, hematopoiesis di sternum, tulang iga,
pelvis, tulang belakang, dan tulang tengkorak.
c. Extramedullary Hematopoiesis
Ketika terjadi peningkatan kebutuhan sel darah atau sumsum
tulang tidak mampu memproduksi sel darah, maka actif hematopoiesis
mulai terjadi di hepar, spleen, dan jaringan lainnya.
3. Perkembangan
Awalnya dari sel punca yang kemudian akan menstimulasi pengeluaran
CFU (Colony Forming Unit) yang ditemukan di sumsum tulang dan merupakan
induk dari semua sel darah. Semua berasal dari sel punca pluripotent kemudian
akan membelah menjadi 2 garis keturunan:
a. galur Mieloid
Merupakan bahan untuk eritropoiesis, monopoiesis, granulopoiesis, dan
megakaryopoiesis.
b. galur limfoid
Merupakan bahan untuk limfopoiesis.
Terdapat dua tahap perkembangan, yaitu:
- Proliferasi (tahap mitosis)
- Diferensiasi (pematangan)
Perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
- Growth factor (cytokine): erythropoietin, granulocyte colony stimulating
factor (GCSF), granulocyte macrophage colony stimulating factor (GMCSF).
- Interleukin: IL-1 – IL-14
7
Gambar: hematopoiesis
1.2.2 Eritropoiesis
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum
tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi dimana pembentukannya
sekitar 5 hari yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel
interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas
bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang.
Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel
induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping
mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi,
mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel
untuk masuk dalam sirkulasi
Siklus Eritropoesis
1. Pronormoblast
% Sumsum tulang = 0-1,5%
Ukuran = 14-24 mikrometer
N:C ratio = 8:1 – 6:1
Inti berbentuk bulat
Pewarnaan terlihat biru karena masih banyak RNA
2. Normoblast basofilik
8
% Sumsum tulang = 1-5%
Ukuran = 12-17 mikrometer
N:C ratio = 6:1 – 4:1
Bentuk inti = bulat
Pewarnaan terlihat biru karena masih banyak RNA
3. Normoblast polikromatik
9
1.2.3 Eritrosit / Sel Darah
Merah
A. Definisi
Sel darah merah merupakan struktur bikonkaf yang tidak berinti,
mengandung hemoglobin, dan berperan dalam transport oksigen.
B. Morfologi
Memiliki bentuk seperti cakram dengan kedua sisi tengahnya cekung
(bikonkaf).
Memiliki diameter 7,5 μm, ketebalah pada ujungnya 2,6 μm, dan
ketebalan pada pusatnya 0,75 μm.
Memiliki bentuk yang flexible
Konsentrasi normal eritrosit pada wanita kira-kira 3.9–5.5 juta per
microliter sedangkan pada laki-laki 4.1–6 juta per microliter.
C. Struktur Membran
Tersusun dari 40 % lipid, 52 % protein dan 8 % karbohidrat
Terdapat cytoskeleton yang merupakan jalinan protein pada
permukaan membrane yang akan mempertahankan bentuk, stabilitas
dan fleksibilitas dari eritrosit.
Terdapat fluid lipid matrix yang tersusun dari kolesterol dan
fosfolipid dengan protein mosaik
1. Protein membran
a. Protein integral (Glycophorin)
Membentuk 20 % dari total protein membran
Terdiri dari 60 % karbohidrat, dan membran asam sialic
Berfungsi untuk membawa antigen eritrosit dan reseptornya
b. Protein perifer (Spectrin)
Membentuk 25-30% dari total membrane protein
Merupakan molekul yang fleksibel
Mengandung rantai polipeptida heliks ganda yaitu alfa dan beta
Berfungsi untuk mengikat protein lain seperti actin, ankyrin,
adducing sehingga akan membentuk jaringan skelet
mikrofilamen di permukaan membrane eritrosit. Hal ini akan
membuat membran menjadi kuat, sebagai proteksi sel dan
mengontrol bentuknya agar tetap bikonkaf menjaga
fleksibilitasnya.
Deformabilitas / Flexibilitas eritrosit
Dipertahankan oleh susunan jalinan sitoskeleton
Permeabilitas eritrosit
Membran eritrosit bersifat permeable terhadap air dan
anion (Cl-) (HCO3-), impermeabel terhadap kation seperti
Na+dan K+
2. membran lipids
a. Phospolipid
Choline phospholipid
Amino phospholipid
3. eritrosit membran glycolipids dan kolesterol
o Glikolipid (outer lipid bilayer) interkaksi dengan glikoprotein
membentuk RBC antigen
o kolesterol terdapat diantara fosfolipid. Akumulasi kolesterol
menyebabkan membran lebih viscous menyebabkan
terjadinya perubahan morfologi pada eritrosit dan kerusakan
membran.
D. Fungsi Eritrosit
Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
Sel darah merah akan mengikat oksigen dari paru–paru untuk
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon
dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru–
paru.
Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika
sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau
bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan
melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding
dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
B. Struktrur
o 4α
o 2δ
o 2 ζ (zeta)
o 2ε
o 2β
o 4γ
α dan ζ gene terletak pada kromosom 16.
β, δ, ε, dan γ gene terletak pada kromosom 11.
- 2% - 3% HbA2 (α2δ2)
- 1% - 2% HbF (α2γ2)
EMBRIO
Jenis Hb:
- Hb Gower 1 (ζ2ε2)
- Hb Gower 2 (α2ε2)
- Hb Portland (ζ2γ2)
FETUS
Sintesis Globin:
Alpha familiy diatur oleh Kromosom 16, Beta family diatur oleh
Kromosom 11
Tahap :
o Splicing dari dua intron (non-coding region) dan penyatuan tiga exon
(coding region), menjadi mRNA
o mRNA keluar dari inti, dan ditranslasi di ribosom sitoplasma menjadi
globin untuk alpha atau beta family chain
Alpha familiy memiliki panjang 141 asam amino, Beta familiy memiliki
panjang 146 as.amino
D. FUNGSI
B. Hemolisis Intravaskular
Hanya 5-10% destruksi eritrosit tua terjadi melalui proses hemolisis
intravaskular. Selama proses ini eritrosit tua dipecah terjadi didalam lumen
pembuluh darah, eritrosit tersebut akan ruptur dan akan mengeluarkan
molekul hemoglobin secara langsung kedalam aliran darah. Molekul
hemoglobin ini akan mengalami disosiasi menjadi hemoglobin dimer lalu
akan diikat oleh haptoglobin membentuk haptoglobin-hemoglobin
kompleks, kompleks ini bertujuan untuk mecegah hemoglobin dimer
diekskresikan melalui renal dan akan dibawa menuju hepar untuk
selanjutnya dikatabolisme. Di hepar hasil pemecahan hemoglobin akan
selanjutnya diproses sama seperti yang terjadi di hemolisis ekstravaskular.
Kadar haptoglobin akan menurun diplasma, dikarenakan
haptoglobin mempunyai batas kapasitas berikatan sehingga hemoglobin
dimer yang tidak berikatan di plasma dalam kadar yang banyak dapat
menyebabkan hemoglobinemia dan hemoglobinuria.
Hemoglobin yang tidak diproses melalui renal dan tidak berikatan
dengan haptoglobin akan dioksidasi menjadi methemoglobin, dimana
selanjutnya akan dipecah menjadi globin yang didegradasi dan metheme
yang direlease ke aliran darah dengan cepat diikat oleh hemopexin dan akan
dibawa menuju ke hepar untuk dikatabolisme.
Ketika kadar free metheme berlebih dan karena kapasitas ikatan
hemopexin terbatas, maka metheme bebas akan berikatan dengan albumin
menjadi bentuk methemalbumin. Albumin ini tidak bisa mentransfer
metheme menembus membran hepatosit untuk didegradasi. Maka itu
methemealbumin tetap di sirkulasi selama menunggu hemopexin
diproduksi kembali oleh hepar.
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat
kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikannya. Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan imunoglobulin pada
kejadian hemolisis, anemia hemolisis dikelompokkan menjadi:
Anemia hemolitik imun
Hemolisis terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM
yang spesifik untuk antigen eritrosit pasien.
Anemia hemolitik non imun
Hemolisis terjadi tanpa keterlibatan imunoglobulin tetapi karena faktor
defek molekular, abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang
bukan autoantibodi seperti hiperspenisme, kerusakan mekanik eritrosit
karena mikroangiopati atau infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit
tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria, babesiosis,
dan klostridium.
2.2 Epidemiologi
Dilaporkan insidens anemia hemolitik imun sebesar 0,8/100.000/tahun dan
prevalensinya sebesar 17/100.000. sickle sel anemia umunya terdapat pada orang
Afrika, Afrika-Amerika, Arab, dan India. Defisiensi G6PD sering terjadi pada pria.
Anemia hemolitik non imun biasanya terjadi pada tahap awal kehidupan.
2.3 Faktor Risiko dan Etiologi
Pada prinsipnya anemia hemolitik dapar terjadi karena:
Defek molekular; hemoglobinopati atau enzimopati
Abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran
Faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi:
Anemia hemolisis herediter. Yang termasuk kelompok ini adalah:
Defek enzim/enzimopati
- Defek jalur embden meyerhof
Defisiensi piruvat kinase
Defisiensi glukosa fosfat isomerase
Defisiensi fosfogliserat kinase
- Defek jalur heksosa monofosfat
defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)
defisiensi glutation reduktase
Hemoglobinopati
Thalasemia
Anemia sickle cell
Hemoglobinopati lain
Defek membran (membranopati): sferosis herediter
Anemia hemolisis didapat. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
Anemia hemolisis imun, misalnya: idiopatik, keganasan, obat-
obatan, kelainan autoimun, infeksi, transfusi
Mikroangiopati, misalnya trombotik trombositopenia purpura (TTP),
sindrom uremik hemolitik , koagulasi intravaskular diseminata,
preeklampsia, eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik
Infeksi, misalnya: infeksi malria, infeksi babesiosis, infeksi
clostridium.
Berdasarkan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah resipien, anemia hemolisis
dikelompokkan menajdi:
Anemia hemolisis intrakorpuskular.
Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi sarah
resipien yang kompatibel, sedangkan sel eritrosit kompatibel normal
dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien
Activator jalur alternative akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terbentuk akan
berikatan dengan membrane sel darah merah. Factor B kemudian melekat pada
C3b, dan factor B dipecah oleh D menjadi Ba, dan Bb. Bb merupakan suatu
protease serinm dan tetap melekat pada C3b. ikatan C3Bb selanjutnya akan
memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan
C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. selanjutnya C5b berperan
dalam penghancuran membrane
Jika sel darah disensitiasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen
atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktivasi
komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh
sel-sel redikuloendotelial. Proses immune adherence ini sangat pentng bagi
peruksakan sel eritrosit yang diperantarai sel. Immunoadherence, terutama yang
diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.
Pathogenesis
Gambar: Patogenesis
2.6 Patofisiologi
Gambar: Patofisiologis
Setelah terbentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan di membran sel darah
merah akan mengakibatkan Abnormal RBC yang akan mengakibatkan lisisnya sel
darah merah yang dapat mengakibatkan nyeri di bagian abdomen dan punggung,
selain itu akan terdapatnya hemoglobin didalam urin. Selain itu akan
mengakibatkan bentuk abnormal pada platelet dan mengakibatkan trombus pada
vena, dan dapat mengakibatkan juga bentuk WBC yang abnormal sehingga dapat
terjadi infeksi.
2.7 Manifestasi Klinis
Lemas, mudah cape, sesak nafas adalah gejala yang sering dikeluhkan oleh
penderita anemia hemolitik. Tanda klinis yang sering dilihat adlaah konjungtiva
pucat, sklera berwarna kekuningan, splenomegaly, urin berwarna merah gelap.
Tanda lab: anemia normositik, retikulositosis, peningkatan lactate dehydrogenase,
peningkatan serum haptoglobulin dan direct antiglobulin test menunjukan hasil
positif
Autoantibodi bereaksi secara optimal pada suhu 37 derajat celcius, kurang lebih
50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain.
Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam.
Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri
abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobiunuri.
Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegaly terjadi pada
50-60%. Hepatomegaly terjadi pada 30% dan limfadenopati terjadi pada 25%
pasien. Hanya 25% pasien tidak disetai pembesaran organ dan limfanode
laboratorium
Hb sering dijumpai di bawah 7g/dl. Pemeriksaan Coomb direk biasanya positif.
Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan
dari sel-sel eritrosit.
Prognosis
Gambaran klinis
Sering terjadi aglutiniasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia
biasanya ringan dengan Hb 9-12g/dl. Sering didapatkan akrosianosis dan
splenomegaly
Laboratorium
Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif, anti-I, amti-Pr,
anti- M, atau anti-P.
Anemia hemolitik yang jarang ditemui, hemolisis terjadi secara masif dan berulang
setelah terpapar suhu dingin. Pada kondisi ekstrim autoantibodi Donath-Landsteiner
dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali 37
derajat celcius terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen
yang lain.
Gambaran Klinis
Laboratorium
Pada mekanisme hapten/absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat.
Antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan
eritrosit. Eritrosit yang teropsoninasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa.
Laboratorium
Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfuse akut yang disebabkan
karena ketidaksesuaian ABO eritrosit yang akan memicu aktivasi komplemen dan
terjadi hemolisis intravascular yang akan menimbulkan DIC dan infark ginjal.
Dalam beberapa menit pasien akan sesak nafas, demam, nyeri pinggang, menggigil,
mual, muntah, dan syok.
Adanya tanda gejala lemah, pusing, cepat capek, dan sesak, mengeluhkan juga
adanya kuning dan urinnya kecoklatan, bisa juga terjadi akibat pemakaian obat-
obatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kulit dan mukosa kuning, splenomegaly.
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluahan pasien seperti lemah, pusing, mudah lelah, sesak.
Kuning di kulit atau mata, warna urine menjadi kecoklatan
Riwayat pemakaian obat-obatan
Riwayat terpajan toksi
Riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama atau anemia hemolysis
b. Pemeriksaan Fisik
Kulit dan mukosa kuning
Splenomegali, hepatomegali
Pada anemia berat dapat ditemukan takikardi dan murmur
c. Pemeriksaan Penunjang
Penrununan kadar Hb dan Ht
Indeks eritrosit MCV 80-95fl (normokrom)
Retikulositosis
Apusan darah tepi
Bilirubin serum peningkatan bilirubin indirect
Osmotic fragility test
Tes Coomb
Elektroforesis Hb
Sumsung tulang eritropoiesis hiperaktif
2.9 Diagnosis Banding
Anemia karena penyebab lain terutama karena perdarahan
Hepatitis
2.10 Management
a. anemia hemolitik imun
tipe hangat kortikosteroid 1-1.5mg/kgBB sampai ada respon
kemudian doisis diturunkan tiap minggu smapai mencapai 10-
20mg/hari, dilakukan splenektomi, rituximab 100mg/minggu,
azathioprin 50-200mg/hari, terapi transfusi.
Tipe dingin : menghindari udara dingin, prednison dan splenektomi
tidak membantu, chlorambucil 2-4mg/hari.
Paroxysmal cold hemoglobinuria : menghindari faktor pencetus,
splenektomi dan glukokortikoid tidak membantu
Diinduksi obat : hentikan obat yang menjadi pemicu hemolisis,
kortikosteroid, transfusi darah