Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
aspek lahiriyah yang bersifat normatif. Seolah-olah akibat sahnya sebuah perkawinan hanya
sebatas timbulnya kebolehan terhadap sesuatu yang sebelumnya sangat dilarang, yakni
berhubungan badan antara laki-laki dengan perempuan. Dengan demikian yang menjadi inti
pokok pernikahan itu adalah akad (pernikahan) yaitu serah terima antara orang tua calon
Perkawinan umat Islam di Indonesia juga mengacu pada pedoman hukum Islam.
Dengan perkataan lain hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan hukum
individu keluarga dan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, jika telah ada
kesepakatan antara orang pemuda dengan seorang pemudi untuk melaksanakan akad nikah
pada hakekatnya kedua belah pihak telah sepakat untuk merintis jalan menuju kebahagiaan
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, terdapat beberapa hal yang berkaitan erat dengan permasalahan ini yang
2. Bagaimana kedudukan ijab qabul dalam akad nikah dan apa persyratannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Akad (nikah dari bahasa Arab )عقدatau ijab qabul, merupakan ikrar pernikahan. Yang
dimaksud akad pernikahan adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dari qabul
dari pihak calon suami atau wakilnya. Menurut syara’ nikah adalah satu akad yang berisi
atau ( تزويجmengawinkan). ويطلقKata nikah berasal dari bahasa Arab, nikaahun ()النكاحyang
merupakan masdar dari kata kerja nakaha ()نكحyan REPUBLIKA.CO.ID, Akad nikah yang
dilangsungkan melalui telepon dimana wali mengucapkan ijabnya di satu tempat dan calon
suami mengucapkan kabulnya dari tempat lain yang jaraknya berjauhan. Meskipun tidak
saling melihat, ucapan ijab dari wali dapat didengar dengan jelas oleh calon suami.
Begitu pula sebaliknya, ucapan kabul calon suami dapat didengar dengan jelas oleh wali
pihak perempuan. Bagaimana kedudukan ijab dan kabul dalam kasus tersebut? Dalam
3
Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan ulama fikih berpendapat bahwa ijab dan kabul
Meski begitu, mereka berbeda pendapat dalam menginterpretasikan istilah ”satu majelis”
tersebut: apakah satu majelis itu diartikan secara fisik sehingga dua orang yang berakad
harus berada dalam satu ruangan yang tidak dibatasi oleh pembatas yang menghilangkan
Atau diartikan secara nonfisik sehingga ijab dan kabul harus diucapkan dalam satu upacara
yang tidak dibatasi oleh kegiatan-kegiatan yang menghilangkan arti ”satu upacara” tersebut,
seperti perbuatan atau perkataan yang tidak ada kaitannya dengan acara akad nikah. Antara
Imam Syafi‘i lebih cenderung memandangnya dalam arti fisik. Wali dan calon suami
harus berada dalam satu ruangan sehingga mereka dapat saling memandang. Hal ini
dimaksudkan agar kedua pihak saling mendengar dan memahami secara jelas ijab dan kabul
yang mereka ucapkan. Sehingga ijab dan kabul benar-benar sejalan dan bersambung.
Kesinambungan ijab dan kabul yang merupakan esensi dari “satu ruangan” itu merupakan
manifestasi kerelaan dan ketulusan dari kedua pihak yang berakad. Selain itu, bersatunya
ruangan akad erat kaitannya dengan tugas dua orang saksi, yakni memberitahukan pihak
lain, bila diperlukan, bahwa kedua suami istri itu benar-benar telah melakukan akad sesuai
1
Muhamad Syuwaidah, Syekh kamil, Fiqh Wanita, Jakarta, 2006, Pustaka Alkautsar,
4
Menurut Imam Syafi'i, dua orang saksi harus melihat secara langsung dua orang yang
berakad. Dua orang saksi tidak cukup hanya mendengar ucapan ijab dan kabul yang
diucapkan oleh mereka. Jadi, Imam Syafi‘i berpendapat bahwa kesaksian tuna netra tidak
dapat diterima karena ia tidak dapat melihat langsung pihak yang berakad.
Pun, akad nikah tidak sah bila dilakukan di malam gelap gulita tanpa alat penerang. Lebih
lanjut Imam Syafi‘i mengatakan tugas saksi adalah memberitahu pihak lain bila diperlukan
bahwa kedua suami istri itu benar-benar telah melakukan akad sesuai dengan ketentuan
yang beriaku. Agar dapat melaksanakan tugas, kedua saksi harus mengetahui secara pasti
Kepastian itu diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran yang sempuma. Meskipun
keabsahan suatu ucapan atau perkataan dapat dipastikan dengan pendengaran yang jelas,
namun kepastian itu harus diperoleh dengan melihat secara langsung wali dan calon suami.
Apabila wali berteriak keras mengucapkan ijab dari satu tempat, kemudian disambut oleh
kabul calon suami dengan suara keras pula dari tempat lain, dan masing-masing pihak saling
mendengar ucapan yang lain, maka akad nikad seperti itu tidak sah.
Karena, kedua saksi tidak dapat melihat dua orang yang melakukan ijab dan kabul dalam
satu ruangan. Dengan demikian, menurut Imam Syafi‘i, akad nikah melalui telepon tidak
Sedangkan menurut istilah, ada beberapa definisi tentang pernikahan antara lain :
5
a) Menurut Al-Syafi’i
Pernikahan ialah suatu akad yang mengandung pemilikan wathi’ dengan lafadz nikah atau
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
Dari beberapa Dari beberapa pengertian tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian
hidup keluarga diliputi rasa tenteram, serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Allah
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan adalah suatu akad/perikatan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan
kebahagian hidup keluarga diliputi rasa tenteram, serta kasih sayang dengan cara yang
Dipandang dari segi hukum, perkawinan itu merupakan suatu pejanjian. Oleh Q.IV : 21
(surat An-nisa : 21), menyatakan “……….perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat”,
2
Hamdani S. A. Al, Risalah Nikah, Jakarta, Pustaka Amani, 1989.
6
Juga dapat dikemukakan sebagai alas an untuk untuk mengatakan perkawinan itu
a. Cara mengaakan ikatan perkawinan telah diatur terlebih dahulu yaitu dengan akad nikah
b. Cara menguraikan atau memutuskan ikatan perkawinan juga telah diatur sebelumnya
Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum, ialah bahwa orang
yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari
3. Pandangan suatu perkawinan dari segi agama suatu segi yang sangat penting.
Dalam agama, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci. Upacaa perkawinan
adalah upacara yang suci, yang kedua pihak dihubungka menjadi pasangan suami istri atau
Bagi umat Islam, pernikahan itu sah apabila dilakukan menurut hukum pernikahan Islam.
Suatu akad pernikahan dipandang sah apabila telah memenuhi segala rukun dan syarat-
3
Hakim Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2000.
7
Adapun rukun akad pernikahan ada lima yaitu; calon suami, calon isteri, wali nikah, dua
orang saksi, ijab dan qabul.[4] Masing-masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Calon Suami
Syarat calon suami; bukan mahram dari calon isteri, tidak terpaksa, atas kemauan sendiri,
b) Calon Isteri
Syarat calon isteri; tidak ada halangan syar’i, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
sedang dalam iddah, merdeka, atas kemauan sendiri, jelas orangnya, tidak sedang berihram
haji.
c) Wali
Syarat wali; laki-laki, baligh, waras akalnya, tidak dipaksa, adil, tidak sedang berihram haji.
Syarat dua orang saksi; laki-laki baligh, waras akalnya, adil, dapat mendengar, melihat,
bebas, tidak dipaksa, tidak sedang mengerjakan ihram haji, memahami bahasa yang
Syarat shighat (ijab qabul); ada pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan
penerimaan dari calon mempelai pria, memakai kata-kata nikah atau tazwij, atau ijab qabul
bersambungan antara ijab dan qabul jelas maksudnya, orang yang terkait ijab qabul tidak
sedang dalam ihram haji, majlis ijab qabul harus dihadiri minimum empat orang.4
Adanya sedikit penjelasan di atas yaitu mengenai pengertian, syarat maupun rukun
ijab qabul yang mana Ijab oleh wali dan qobul oleh calon suami. berkenaan atas adanya
4
Mahfudh Sahal KH. MA. Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh ( Solusi Problematika Umat
).Surabaya.Ampel Suci.2003
9
pelaksanaan ijab qobul ini, maka penulis mengangkat permasalahan yang mungkin terjadi di
tengah-tengah kehidupan masyarakat kita yaitu sah atau tidak akad nikah yang ijab
Pada zaman ini, alat ukur sudah berteknologi canggih, termasuk dibidang komunikasi. Alat –
alat itu sudah sangat akrab dengan kehidupan kita sehari – hari.
tumbuh bagaikan jamur di musim labuh. Kenyataan tersebut mengilhami sebagian orang
untuk melangsungkan pernikahan lewat telepon dan internet, karena dipandang lebih
praktis apalagi bagi orang yang sangat sibuk. Namun, memutuskan hukum, tidaklah cukup
aspek yang lain. Sebab menurut ajaran Islam, pernikahan merupakan sebuah prosesi yang
sangat sakral.
Pernikahan merupakan Mitsaq al – ghalizh ( tali perjanjian yang kuat dan kokoh ),
bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dilihat dari fungsinya, pernikahan merupakan satu – satunya cara yang sah untuk
Menikah bukan sekedar formalisasi pemenuhan kebutuhan biologis semata. Lebih dari itu
pernikahan adalah Syari’atun azhimatun ( Syariat Yang Agung ) yang dimulai sejak Nabi
Adam yang saat itu dinikahkan dengan Hawa oleh Allah SWT. Pernikahan adalah sunah
Rasul, karenanya ia merupakan bentuk ibadah bila dimotivasi oleh sunah Rasul itu.
10
Menurut ulama’ Hanafiyah, rukun dari pernikahan hanyalah ijab dan qabul saja. Sementara
menurut Jumhur al – Ulama’ ( mayoritas pendapat Ulama’ ) ada empat macam meliputi :
Shighat atau ijab qabul, mempelai wanuta, mempelai laki – laki dan wali. Ada juga yang
memasukkan ulama’ yang memasukkan mahar dan saksi sebagai rukun, tetapi jumhur al –
Dari ketentuan diatas kita dapat pahami bahwa ijab dan qabul adalah satu –satunya rukun
yang disepakati oleh senmua ulama’. Meskipun mereka sepakat hal itu namun keduanya,
baik hanafiyah maupun jumhur al – ulama’ memiliki pengertian tentang ijab dan qabul yang
berbeda. Hanafiyah berpendapat bahwa ijab adalah kalimat yang keluar pertama kali dari
salah satu orang yang melakukan akad, baik itu dari suami atau istri, sedangkan qabul
adalah jawaban dari pihak kedua. Adapun menurut jumhur al – ulama’. Ijab memiliki
pengertian lafald yang keluar dari pihak wali mempelai perempuan atau seseorang yang
mewakili wali. Sementara qabul adalah lafal yang keluar dari pihak laki – laki sebagai
petunjuk kesediaan menikah. Jadi menurut Hanafiyah, boleh – boleh saja ijab itu datang dari
mempelai laki – laki yang kemudian dijawab oleh mempelai perempuan. Berbeda dengan
Hanafiyah, jumhur al – ulama’ yang mengharuskan ijab datang dari wali mempelai
Melihat kedudukannya yang demikian, prosesnya tentu agak rumit dan ketat. Berbeda
dengan akad jual beli atau muamalah lainnya, seperti termaktub dalam kitab Tanwir Al –
11
Qulub, At – Tanbih, dan Kifayah Al – Akhyar, akad pernikahan hanya dianggap sah jika
dihadiri mempelai laki – laki, seorang wali dan di tambah minimal dua orang saksi yang adil.
Pengertian “ dihadiri “ di sini, mengharuskan mereka secara fisik ( jasadnya ) berada dalam
satu majlis. Hal itu untuk mempermudah tugas saksi dan pencatatan. Sehingga kedua
mempelai yang terlibat dalam akad tersebut pada saat yang akan tidak mempunyai peluang
untuk mengingkarinya.
Karenanya, akad nikah lewat telepon dan internet tidak mendapat pembenaran dalam fiqih.
Di masa dulu, akad nikah ( ijab dan qabul ) barangkali bukanlah sesuatu yang penting
dibicarakan karena mungkin belum ada cara lain selain hadir di majlis yang telah disepakati.
Sekarang fenomena itu menjadi menarik mengingat intensitas aktivitas manusia semakin
tinggi dan semakin tidak terbatas, sementara kecanggihan alat komunikasi memungkinkan
manusia menembus semua batas dunia dengan alat semacam internet, telepon, faks dan
lain – lain. Bagi orang yang sibuk dan terpisah oleh ruang dan waktu tertentu, alat itu
dipandang lebih praktis dan efisien termasuk untuk melangsungkan prosesi akad nikah
Dilihat dari kelazimannya, penggunaan internet untuk komunikasi adalah menu e – mail dan
chating yang secara esensial sama dengan surat, yaitu pesan tertulis yang dikirimkan.
Bedanya hanya media yang digunakan untuk menulis pesan. Kalau surat ditulis pada kertas
dan memakan waktu yang relative lama untuk sampai tujuan sedangkan e – mail dan
chating menggunakan computer yang dengan kecanggihannya dapat langsung diakses dan
Menurut ulama’ Hanafiyah bahwa akad nikah via telepon dan internet itu sah dilakukan
karena mereka menyamakan dengan akad nikah yang dilakukan dengan surat karena surat
di pandang sebagai khitab ( al – khitab min al – ghaib bi manzilah al – khitab min al – hadhir )
Meskipun penggunaan telephon dan internet untuk melakukan akad nikah jarak jauh ada
yang memperbolehkan namun pendapat itu banyak ditentang oleh jumhur al – ulama’
mengingat pernikahan memilki nilai yang sangat sacral dan bertujuan mewujudkan rumah
tangga sakinah,mawaddah dan rahmah bahkan tatanan social yang kukuh. Oleh karena itu
pelaksanaan akad nikah harus di hadiri oleh yang bersangkutan secara langsung dalam hal
Dengan demikian akad nikah melalui media komunikasi ( internet, telepon,faks dan lain –
lain ) tidaklah sah, karena tidak dalam satu majlis dan sulit dibuktikan. Di samping itu sesuai
dengan pendapat Mlikiyah, Syafi;iyah dan Hanabilah yang menyatakan tidak sah akad nikah
Akad nikah merupakan syarat wajib dalam proses atau ucapan perkawinan menurut
Islam akad nikah boleh dijalankan oleh wali atau diwakilkan kepada juru nikah.
وال يصح عقد.وشروط الصيغة كونها بصريح مشتق انكاح او تزويج ولو بغير العربية جيث فهما العقدان والشاهدان
وانما السرط عدم الفسق وفى بعض النسخ بولى ذكر وهو.النكاح اال بولي غدل او ماذونه والعدالة ليست بشرط في الولى
Syarat (akad) yaitu adanya akad itu jelas keluar dari lafadz نكاحatau ( تزويجaku nikahi)
walaupun akad tersebut tanpa menggunakan bahasa arab sekitarnya kedua lafadz itu
Dan tidak sah akad nikah kecuali dengan wali yang adil, atau orang yang mendapatkan ijin
wali. Syarat dalam wali itu disyaratkan tidak fasiq di sebagian nusakh itu harus wali laki-laki
yang lebih diunggulkan dari pada wanita, karena sesungguhnya wanita itu tidak bisa
Dan tidak sah juga akad nikah kecuali dengan hadirnya dua orang saksi yang adil.
Menentukan sah / tidaknya suatu nikah, tergantung pada dipenuhi / tidaknya rukun-rukun
nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah lewat telepon dapat memenuhi rukun-
rukunnya, yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali pengantin putri, dan ijab qabul.
Namun, jika dilihat dari segi syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, tampaknya ada
Misalnya, identitas calon suami istri perlu dicek ada / tidaknya hambatan untuk kawin (baik
karena adanya larangan agama atau peraturan perundang-undangan) atau ada tidaknya
persetujuan dari kedua belah pihak. Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum akad
nikah adalah cukup sukar. Demikian pula pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa
hadir tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijab qabul langsung dengan telepon. Juga
para saksi yang sahnya mendengar pernyataan ijab qabul dari wali dan pengantin putra
lewat telepon dengan bantuan mikropon, tetapi mereka tidak bisa melihat apa yang
14
disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula ijab qabul yang terjadi di tempat yang
berbeda lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti antara Jakarta dan Bloomington
Amerika Serikat yang berbeda waktunya sekitar 12 jam sebagaimana yang telah dilakukan
oleh Prof. Dr Baharuddin yang mengawinkan putrinya di Jakarta (dra. Nurdiani) dengan Drs.
Ario Sutarti yang sedang belajar di Universitas Indiana Amerika Serikat pada hari sabtu
tanggal 13 Mei 1989 pukul 10.00 WIB bertepatan hari jumat pukul 22.00 waktu Indiana
Amerika Serikat.
Karena itu, nikah lewat telepon itu tidak sah dan dibolehkan menurut Hukum Islam, karena
selain terdapat kelemahan /kekurangan dan keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah
sebagai berikut :
1. Nikah itu termasuk ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan
Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat (merekayasa aturan
sendiri).
2. Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu
bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang sacral
dan syiar islam serta tanggungjawab yang berat bagi suami istri, sebagaimana firman Allah
Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.
15
(confused atau syak), apakah telah dipenuhi atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat
nikahnya dengan baik. Dan yang demikian itu tidak sesuai dengan hadist Nabi/kaidah fiqih
Tidak boleh membuat mudarat kepada diri sendiridan kepada orang lain.
Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan engkau, (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak
meragukan engkau.
Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan atas usaha menarik (mencari) maslahah
Kedudukan Ijab Qabul dalam Akad Nikah dan Persyaratan Bersatu majlis Bagi Ijab Qabul
Manifestasi dari perasaan rela sama rela dan suka sama suka dalam akad nikah adalah ijab
dan qabul, oleh karena itu ijab qabul adalah unsure mendasar bagi keabsahan akad nikah.
Ijab berarti menyerahkan amanah Allah yaitu anak perempuan si wali kepada calon suami,
dan qabul berarti sebagai lambing bagi kerelaan menerima amanah Allah. Dengan Ijab qabul
menyatukan tempat ijab qabul. Begitu juga Abdurrahman Al-Jaziri dalam kitabnya menukil
Al-fiqh ‘ala Mazahib al-arba’ah menukil kesepakatan ulama mujtahid mensyaratkan bersatu
5
Hakim Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2000.
16
majlelis bagi ijab qabul. Dengan demikian apabila tidak bersatu antara majelis mengucapkan
ijab dengan majelis mengucapkan qabulnya, akad nikah dianggap tidak sah.
Dalam hal perkawinan melalui telepon, ijab qabul tidak dilaksanakan dalam satu majelis,
berarti perkawinan melalui telepon tidak sah. Akan tetapi berikut akan dibahas lebih jauh
Pada tahun 1989 perkawinan jarak jauh khususnya lewat media telepon telah
dikukuhkan oleh sebuah putusan pengadilan yaitu putusan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan No.1751/P/1989. Namun demikian, putusan ini dipandang cukup riskan. Bahkan,
hakim yang memutus perkara tersebut mendapat teguran dari MA karena dianggap dapat
menimbulkan preseden tidak baik. Hal yang dianggap bermasalah adalah rentannya
penipuan dan pemalsuan. Suara atau percakapan bisa dipalsu dan ditiru bahkan satu orang
terkadang mampu menirukan beberapa percakapan atau suara baik suara laki-laki atau
perempuan, anak kecil ataupun orang dewasa dan para pendengar menyangka bahwa
suara-suara tersebut keluar dari banyak mulut, ternyata suara-suara tersebut hanya dari
Menurut pendapat yang menentang ini, karena dalam syariat selalu besikap hati-
hati, maka akad nikah dari mulai ijab, kabul dan mewakilkan lewat telepon sebaiknya tidak
disahkan. Demi kemurnian syari'at dan menjaga kemaluan dan kehormatan agar orang-
orang jahil dan para pemalsu tidak mempermainkan kesucian Islam dan harga diri manusia
Penulis berpedoman pada prinsif dasar hukum Islam yaitu mencari kemudahan dan
tidak memberatkan. Sekaligus juga tanpa harus mengabaikan prinsif yang lain tentang
pentingnya suatu kepastian hukum yang dilanadsakan pada istinbath hukum yang kuat.
17
Sebenarnya masalah jarak yang memisahkan antara para pelaksana akad nikah dalam
pandangan syariah sangat mudah solusinya. Baik yang terpisah adalah pasangannya atau
pun walinya, atau bahkan ketiga pihak yaitu calon suami, calon isteri dan wali semua
Solusinya bukan nikah jarak jauh, melainkan adanya taukil atau perwakilan Karena
secara umum, mewakilkan akad itu dibolehkan karena hal ini dibutuhkan oleh umat
manusia dalam hubungan kemasyarakatan. Para Ahli Fiqh sependapat bahwa setiap akad
yang boleh dilakukan oleh orang yang bersangkutan berarti boleh juga diwakilkan kepada
orang lain. Dahulu Nabi saw. Dapat menjadi atau berperan sebagai wakil dalam akad
perkawinan sebagian sahabatnya. Begitu juga Umar bin Umayyah adh-Dhamri pernah
bertindak sebagai wakil Rasulullah (dengan Ummu Habibah), Dalam Hadits Rasul
disebutkan6
yang artinya :
“Ummu Habibah adalah salah seorang yang pernah ikut berhijrah ke habsyah, dikawinkan
oleh Raja Najasyi dengan Rasulullah, padahal pada waktu itu Ummu Habibab berada di
Jadi, Seorang ayah kandung dari anak gadis yang seharusnya menjadi wali dalam
akad nikah dan mengucapkan ijab, dibenarkan dan dibolehkan untuk menunjuk seseorang
yang secara syarat memenuhi syarat seorang wali. Dan penunjukan tersebut boleh
dilakukan secara jarak jauh melalui media komunikasi, baik lewat surat tertulis atau
6
KH. Sahal Mahfudh MA. Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh ( Solusi Problematika Umat
pembicaraan telepon SLI, bahkan boleh lewat SMS, chatting, email, atau Video Conference
3.5 G. Cukup ditetapkan siapa yang akan menjadi wakil dari wali, yang penting tinggalnya
satu kota dengan calon suami. Lalu dilakukanlah akad nikah secara langsung di satu majelis
ANALISIS
Peristiwa akad nikah lewat telepon itu mengundang reaksi yang cukup luas dari
masyarakat contohnya pada tanggal 13 Mei 1989 terjadi akad nikah jarak jauh Jakarta-
Bloomington Amerika Serikat lewat telepon, yang dilangsungkan di kediaman Prof. Dr.
Baharuddin Harahap di Kebayoran Baru Jakarta. Calon suami drs. Ario sutarto yang sedang
bertugas belaar di program pasca sarjana Indiana University AS, sedangkan calon istri adalah
dra. Nurdiani, putri guru besar IAIN Jakarta itu. Kedua calon suami istri itu sudah lama
berkenalan sejak sama-sama belajar dari tingkat satu IKIP Jakarta, dan kehendak keduanya
untuk nikah juga sudah mendapat restu dari orang tua kedua belah pihak.
Sehubungan dengan tidak bisa hadirnya calon mempelai laki-laki dengan alasan
tiadanya beaya perjalanan pulang pergi AS- Jakarta dan studinya agar tidak terganggu, maka
disarankan oleh pejabat pencatat nikah (KUA) agar diusahakan adanya surat taukil
(delegation of authority) dari calon suami kepada seseorang yang bertindak mewakilinya
Setelah waktu pelaksanaan akad nikah tinggal sehari belum juga datang surat taukil
itu, padahal surat undangan untuk walimatul urs sudah tersebar, maka Baharuddin sebagai
ayah dan wali pengantin putri mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
upacara akad nikah pada tanggal 13 Mei 1989, antara lain dengan melengkapi pesawat
telepon dirumahnya dengan alat pengeras suara (mikrofon) dan dua alat perekam, ialah
20
kaset, tape recorder dan video. Alat pengeras suara itu dimaksudkan agar semua orang yang
hadir di rumah Baharuddin dan juga di tempat kediaman calon suami di AS itu bisa
mengikuti upacara akad nikah dengan baik, artinya semua orang yang hadir di dua tempat
yang terpisah jauh itu dapat mendengarkan dengan jelas pertanyaan dengan ijab dari pihak
7wali mempelai putri dan pernyataan qobul dari pihak mempelai laki-laki ; sedangkan alat
perekam itu dimaksudkan oleh Baharuddin sebagai alat bukti otentik atas berlangsungnya
Setelah akad nikah dilangsungkan lewat telepon, tetapi karena surat taukil dari calon suami
belum juga datang pada saat akad nikah dilangsungkan, maka kepala KUA Kebayoran Baru
Jakarta Selatan tidak bersedia mencatat nikahnya dan tidak mau memberikan surat nikah,
karena menganggap perkawinannya belum memenuhi syarat sahnya nikah, yakni hadirnya
Peristiwa nikah tersebut mengundang reaksi yang cukup luas dari masyarakat, terutama dari
kalangan ulama dan cendekiawan muslim. Kebanyakan mereka menganggap tidak sah nikah
lewat telepon itu, antara lain Munawir Syadzali, M.A Mentri Agama RI, K.H. Hasan Basri,
ketua umum MUI pusat, dan prof. dr. Hasbullah Bakri, S.H. jadi, mereka dapat
membenarkan tindakan kepala KUA tersebut yang tidak mau mencatat nikahnya dan tidak
memberikan surat nikahnya. Dan inti alasan mereka ialah bahwa nikah itu termasuk ibadah,
mengandung nilai sacral, dan nikah lewat telepon itu bisa menimbulkan confused (keraguan)
dalam hal ini terpenuhi tidaknya rukun-rukun nikah dan syarat-syarat secara sempurna
7
Idris Ramulyo, Muhamad, SH.,M.H., Hukum Perkawinan,Hukum Kewarisan, Hukum
21
Ada ulama yang berpendapat bahwa status nikah lewat telepon itu syubhat, artinya belum
safe, sehingga perlu tajdid nikah (nikah ulang) sebelum dua manusia yang berlainan jenis
kelaminnya itu melakukan hubungan seksual sebagai suami istri yang sah. Adapula ulama
yang berpendapat, bahwa nikah lewat telepon tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan
darurat. Tetapi kebanyakan ulama dan cendekiawan Muslim menganggap nikah lewat
BAB II
KESIMPULAN
Dari uraian yang penulis sampaikan di muka, dapat lah penulis simpulkan dan sarankan
sebagai berikut :
1. nikah lewat telepon tidak boleh dan tidak sah, karena bertentangan dengan ketentuan
8
Hakim Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2000.
22
telepon No. 175/P/1989 tanggal 20 April 1990 merupakan preseden yang buruk bagi dunia
Peradilan Agama di Indonesia, karena melawan arus dan berlawanan dengan pendapat
3. penetapan peradilan agama tersebut hendaknya tidak dijadikan oleh para hakim
Dari Uraian panjang diatas, dapat penulis simpulkan bahwa sebaiknya perkawinan lewat
telepon tidak dilakukan, karena rentannya penipuan dan pemalsuan. Penulis berpedoman
pada prinsif dasar hukum Islam yaitu mencari kemudahan dan tidak memberatkan.
Sekaligus juga tanpa harus mengabaikan prinsif yang lain tentang pentingnya suatu
kepastian hukum yang dilanadsakan pada istinbath hukum yang kuat. Sebenarnya masalah
jarak yang memisahkan antara para pelaksana akad nikah dalam pandangan syariah sangat
mudah solusinya. Solusinya adalah bukan nikah jarak jauh, akan tetapi adanya taukil atau
perwakilan.
DAfTAR PUSTAKA
Muhamad Syuwaidah, Syekh kamil, Fiqh Wanita, Jakarta, 2006, Pustaka Alkautsar,
23
Effendi M, Zein MA, Prof, Dr. Satria Effendi,. Problematika Hukum Islam Kontemporer,
Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam, Jaakrta, 2000, Sinar Grafika,
Abu Hafsh Usamah bin kamal bin abdir Razaq, Panduan Lengkap Nikah, Bogor, Pustaka Ibnu
Katsir, 2006,
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah jilid 3,2008, Jakarta, PT Nada Cipta Raya,
– Al-Jaziri Abdurrahman, al-Fiqh Ala Madhahib al-Arba’ah, Juz IV, Beirut Libanon:
– Mahfudh Sahal KH. MA. Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh ( Solusi Problematika
– Ramulya Muhammad Idris, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undang-
undang No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 1999.
– Rofiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997.
[1]