Вы находитесь на странице: 1из 8

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tiram mutiara telah lama dikenal sebagai salah satu produsen mutiara

alam yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Dwiponggo (1976)

beberapa jenis tiram mutiara yang terdapat di perairan Indonesia, antara lain

Pinctada maxima, Pinetada Margaritifera, Pinetada fueata dan Pteria penguin.

Pereobaan tentang budidaya mutiara di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun

1921 di Buton, Sulawesi Tenggara waktu itu disebut "Celebes". Tiram mutiara

(Pteria penguin) merupakan salah satu jenis bivalvia penghasil mutiara dari famili

Pteridae yang mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan.

Hasil produksi mutiara yang dikenal di pasaran adalah mutiara bulat

(round pearl) dan mutiara setengah bulat (blister pearl). Di pasaran nasional

maupun intemasional, mutiara blister mempunyai pangsa pasar yang eukup

spesifik dan umumnya dihasilkan oleh jenis Pteria penguin. Menurut Asikin

(1985), budidaya tiram mutiara blister sangat potensial untuk dikembangkan,

disamping itu juga mempunyai beberapa kelebihan, antara lain wama eangkang

bagian dalamnya (naereus) indah seperti warna pelangi.

Di daerah beriklim tropis seperti Indonesia pertumbuhan atau proses

pelapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun. Budidaya mutiara blister

memerlukan waktu pemeliharaan 10-12 bulan sejak pemasangan inti dan

ukuran tiram yang dapat digunakan untuk produksi mutiara blister adalah

berukuran panjang eangkang antara 15-17 em atau berumur 12-14 bulan (Quayle

1980).
2

Di Indonesia pengembangan budidaya tiram mutiara (Pteria penguin)

sangat dimungkinkan karena potensi benih yang cukup tersedia, tersebar terutama

diperairan Sulawesi, Nusa Tenggara dan perairan Maluku (Mosse et al. 1994).

Mengingat akan berbagai kelebihan yang dimiliki dan prospek pasar, ma.ka perLu

adanya upaya peningkatan kualitas mutiara blister. Namun sampai saat ini

kegiatan budidaya tiram mutiara hanya mampu menghasilkan mutiara blister

dengan kualitas yang rendah, karena belum adanya informasi mengenai jumlah

inti yang ideal yang dapat memaksimalkan pelapisan mutiara dan pertumbuban

tiram mutiara Pteria penguin.

Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan adanya kajian jumlah inti

mutiara blister yang optimal dan pengaruhnya terhadap ketebalan pelapisan

mutiara yang berkaitan dengan pertumbuban tiram mutiara (Pteria penguin),

sehingga nantinya diharapkan dapat menghasilkan mutiara blister yang

berkualitas tinggi.

1.2 Tujuan dan Manfaat Percobaan

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah inti

mutiara blister yang tepat untuk menghasilkan mutiara yang berkualitas.

Hasil percobaan ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang jumlah inti blister yang tepat untuk dilekatkan pada lapisan

nacre us (nacreus layer) individu tiram mutiara (Pteria penguin) sehingga

dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan budidaya tiram mutiara.


9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kerang Mutiara (Pinctada maxima)

Pengklasifikasian kerang mutiata menurut Temkin (2006) dalam Eddy

(2014) yaitu: Filum: Mollusca; Kelas: Pelecypoda; Ordo: Anycomyria;

Famili: Pteriidae; Genus: Pinctada; Spesies: Pinctada maxima.

Gambar 1. Kerang Mutiara (Pinctada maxima)


(Sumber: Winanto, 2004 dalam Eddy 2014)

Tiram mutiara tennasuk dalam kelas Bivalvia dan fami1i Pteridae.

Menurut Brusca (1990), nama filum moluska berasal dari bahasa latin

moluscus yang berarti lunak yang merupakan sinonim. dari mollusces

menjadi mollusca. Keluarga yang dikenal sebagai penghasil mutiara dengan

kualitas tinggi adalah genus Pinctada dan Pteria.

Tiram mutiara (Pteria penguin) mempunyai cangkang luar yang tidak

sarna bentuknya tinequivalvev berwarna coklat kebitam-bitaman dengan

garis radier kecil-kecil, tidak jelas dan berwarna terang yang dibubungkan
10

sepasang engsel (hinge), sebingga cangkang bisa membuka dan

menutup. Cangkang cembung, ukuran dorso-ventral lebih panjang dati pada

anterior-posterior yang menyerupai sayap yang cukup panjang (Cbemoborsky

et al. 1978 dalam Gervis dan Sims 1992).

Menurut Cabo ( 1949), bahwa tiram mutiara terdiri dati tiga bagian

yaitu; kaki, mantel dan kumpulan organ bagian dalam (viceral mass). Kaki

merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis, terdiri dati susunan

jaringan otot, yang dapat meregang. Tiram mutiara termasuk "monomary",

yaitu bewan yang memiliki otot tunggal, berfungsi untuk membuka dan

menutup cangkang.

Seperti pada semua jenis moluska, cangkang tiram mutiara terbentuk oleb

mantel dengan mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk struktur

cangkang (periostracum layer, prismatic layer dan nacreus layer) serta

corak warnanya bergantung kepada faktor genetik. Mantel membungkus

organ bagian dalam dan memisahkannya dengan bagian cangkang, serta

menyeleksi unsur-unsur yang terisap dan menyemburkan kotoran keluar.

2.2 Habitat dan Penyebaran Kerang Mutiara (Pinctada maxima)

Tiram mutiara (Pteria penguin) hidup pada kedalaman 5-30 meter, dengan

salinitas kurang lebih 30 ppt, subu 28-30°C, kecerahan 4,5-6,5 m, dan ditemukan

menempel pada ranting-ranting hitam (Tun dan Winanto 1988). Menurut Angell

(1986) pertumbuban yang baik untuk tiram dengan salinitas 16-30 ppt dan subu
11

air 28-31°C. Kedalaman optimal untuk pertumbuhan adalah berkisar antara 8-10

meter, hal ini berkaitan dengan ketersediaan pakan untuk pertumbuhan tiram dan

Pengontrolan faktor fisika dan biologi (Smitasiri et af. 1994). Budidaya

tiram (Pteria penguin) di perairan Sulawesi dilakukan pada kedalaman 6-8 meter

(Parenrengi et al. 1998) dan bebas dari pencemaran (Gramno 1999). Sedangkan

untuk pertumbuhan Pinctada margaritifera yang baik adalah pada kedalaman

pemeliharaan 6 m (Atmomarsono et al. 1993).

2.3 Pakan dan Kebiasaan Makan Kerang Mutiara (Pinctada maxima)

Tiram mutiara iPteria penguin) mempunyai cara makan dengan menyaring

pakannya dari air (filter feeder mechanism), yang berperan adalah insang

dan mantel. Kebutuhan akan pakan bergantung pada kelimpahan pakan

alami di perairan sekitarnya. Dari hasil penelitian di dalam saluran

pencernaannya ditemukan antara lain; sisa bahan organik (detritus), bakteri,

flagellata, jamur, pasir, larva invertebrata dan beberapa jenis plankton.

Menurut Ukeless (1962) diantara jenis pakan yang terbanyak adalah

fitoplankton (Skeletonema costatum dan Chaetoceros) 80-95% memenuhi

isi pencemaan tiram. lni menunjukkan bahwa pada umumnya aktivitas makan

tiram berlangsung terns menerns dengan melakukan penyaringan sepanjang hari

(Wouthuyzen, S. 1994).

2.4 Kualitas Air

Kualitas air yang dibutuhkan untuk kegiatan pembesaran kerang mutiara

adalah Suhu, salinitas dan pH disana yaitu masing-masing 29 ºC, 33 ppt dan 7,3,
12

sehingga tidak perlu dilakukan pengolaan kualitas air. Selain itu laut merupakan

habitat yang alami bagi tiram mutiara, karena air laut akan selalu mengalir dan

tercipta kondisi yang selalu optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sidar,

2008) bahwa suhu, salinitas dan pH yang baik untuk pertumbuhan tiram mutiara

adalah masing-masing berkisar antara 25- 30 ºC, 32-35 ppt.


III. MATERI DAN METODELOGI PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek lapang teknologi budidaya moluska dilaksanakan pukul 13.00 WITA

s/d selesai, pada tanggal 09 Desember, 2017. Bertempat di Desa Sidampayang,

Kecamatan Kasimbar, Sulawesi Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktek lapang teknologi budidaya moluska

terterara pada tabel 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan Selama Praktek Lapang


No. Nama alat Kegunaan
1. Kamera Mengambil gambar
3. Buku dan pensil Alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan pada praktek lapang adalah kosioner.

3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktek Lapang

Prosedur kerja dalam praktek lapang teknologi budidaya moluska yaitu:

1. Melakukan wawancara kepada pengurus tambak budidaya serta beberapa

pengelola sebagai pelaku usaha perikanan.

2. Melakukan observasi pengamatan dan pencatatan secara sistematis.

3. Mengumpulkan literatur-literatur yang ada di perpustakaan dan instalasi lainnya.

Вам также может понравиться