Вы находитесь на странице: 1из 29

TUGAS THT-KL Boyolali

TELINGA MELER

Oleh:
Mahardhika Kartikandini
G99161058

Pembimbing :
dr. Antonius Christanto, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2017
1. Inventarisasi simptom atau keluhan utama di bidang THT-KL
Terdapat berbagai simptom atau keluhan utama yang dirasakan pasien
yang menyebabkan pasien tersebut datang ke poli THT-KL antara lain sebagai
berikut.
a. Keluhan di hidung, meliputi :
1) Pilek/keluar cairan dari hidung (rhinorrhea),
2) Hidung tersumbat (nasal obstruksi),
3) Bersin-bersin (sneezing),
4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala,
5) Perdarahan dari hidung/mimisan (epistaksis),
6) Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia),
7) Benda asing di dalam hidung (corpal),
8) Suara sengau (nasolalia),
9) Hidung berbau (foetor ex nasal).
b. Keluhan di tenggorok, meliputi :
1) Nyeri menelan (odinofagia),
2) Sakit tenggorokan,
3) Tenggorok berlendir/banyak dahak di tenggorok,
4) Sulit menelan (disfagia),
5) Suara serak (hoarseness),
6) Benda asing di dalam tenggorok (corpal),
7) Amandel (tonsil),
8) Bau mulut (halitosis),
9) Tenggorok kering,
10) Rasa sumbatan di leher,
11) Batuk.
c. Keluhan di telinga, meliputi :
1) Nyeri telinga (otalgia),
2) Keluar cairan dari telinga (otorrhea),
3) Telinga berdenging/berdengung (tinnitus),

1
4) Gangguan pendengaran/tuli (deafness),
5) Telinga terasa penuh,
6) Pusing berputar (vertigo),
7) Benda asing di dalam telinga (corpal),
8) Telinga gatal (itching),
9) Sakit kepala (cephalgia),
10) Sakit kepala sebelah (migraine).
d. Keluhan di kepala leher di luar keluhan telinga, hidung, dan tenggorok,
meliputi :
1) Benjolan di leher,
2) Sesak nafas.
(Soepardi et al., 2010)

2
2. MEKANISME PATOFISIOLOGI TELINGA MELER

a. ANATOMI DAN TELINGA

Telinga merupakan indra pendengaran, terbagi atas beberapa bagian


seperti: telinga luar, tengah, dan dalam.4

I. Telinga Luar merupakan bagian paling luar dari telinga.

Terdiri dari :
1. Daun telinga / Pinna/ Aurikula merupakan daun kartilago.
Fungsinya menangkap gelombang bunyi dan menjalarkannya ke
kanal auditori eksternal (lintasan sempit yang panjangnya
sekitar 2,5 cm yang merentang dari aurikula sampai membran
timpani).
2. Membran timpani (gendang telinga) merupakan perbatasan
telinga bagian luar dengan tengah. Berbentuk kerucut, dilapisi
kulit pada permukaan eksternal, dilapisi mukosa pada
permukaan internal. memiliki ketegangan, ukuran, dan
ketebalan yang sesuai untuk menghantarkan gelombang bunyi
secara mekanis.
Bagian-bagiannya :

3
Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell),
terdiri dari 2 lapisan :
luar : lanjutan epitel telinga
dalam : epitel kubus bersilia
Terdapat bagian yang diseut dengan atik.
Ditempat ini terdapat auditus ad antrum
berupa lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.
Bagian bawah atau Pars tensa(membran propria), terdiri
dari 3 lapisan :
tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit
serat elastin
Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran
timpani disebut dengan umbo. Dari umbo, bermula suatu refleks
cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pukul 7 pada
membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran timpani
kanan. Pada membran timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang mengakibatkan adanya refleks
cahaya kerucut. Bila refleks cahaya datar, maka dicurigai ada
kelainan pada tuba eustachius.

II. Telinga Tengah

Terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis


facialis) tulang temporal
Terdiri dari :
1. Tuba Eustachius
 menghubungkan telinga tengah dengan faring

 normalnya tuba ini menutup dan akan terbuka saat


menelan, mengunyah, dan menguap.

4
 berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada
kedua sisi membran timpani.

 Bila tuba membuka suara akan teredam.

2. Osikel auditori (tulang pendengaran)


Terdiri dari 3 tulang, yaitu : Maleus (martil) , Inkus (anvill),
Stapes (sanggurdi). Berfungsi sebagai penghantar getaran
dari membran timpani ke fenesta vestibule.
3. Otot
bantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara
dengan nada tinggi (peredam bunyi).
 m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku =>
suara dipantulkan

 m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga


=> suara teredam

III. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari labirin osea, yaitu sebuah


rangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang
berisi cairan perilimfe & labirin membranasea, yang terletak lebih
dalam dan memiliki cairan endolimfe.
Di depan labirin terdapat koklea. Penampang melintang
koklea terdiri atas tiga bagian yaitu skala vestibuli, skala media,
dan skala timpani. Bagian dasar dari skala vestibuli berhubungan
dengan tulang stapes melalui jendela berselaput yang disebut
tingkap oval, sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga
tengah melalui tingkap bulat.
Bagian atas skala media dibatasi oleh membran
vestibularis atau membran Reissner dan sebelah bawah dibatasi
oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat organ
corti yang berfungsi mengubah getaran suara menjadi impuls.
Organ corti terdiri dari sel rambut dan sel penyokong. Di atas sel

5
rambut terdapat membran tektorial yang terdiri dari gelatin yang
lentur, sedangkan sel rambut akan dihubungkan dengan bagian
otak dengan N.vestibulokoklearis.
Selain bagian pendengaran, bagian telinga dalam
terdapat indera keseimbangan. Bagian ini secara struktural terletak
di belakang labirin yang membentuk struktur utrikulus dan sakulus
serta tiga saluran setengah lingkaran atau kanalis semisirkularis.
Kelima bagian ini berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
memiliki sel rambut yang akan dihubungkan dengan bagian
keseimbangan dari N. vestibulokoklearis.

b. HISTOLOGI TELINGA

a. Telinga Luar
1. Aurikula
Suatu lempeng tulang rawan elastik yang kuning dengan
ketebalan 0,5 – 1 mm, diliputi oleh perikondrium yang banyak
mengandung serat-serat elastis.
Seluruh permukaannya diliputi kulit tipis dengan lapisan
subkutis yang sangat tipis (hipodermis) pada permukaan anterolateral.
Ditemukan rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, yang
umumnya kurang berkembang. Dalam lapisan subkutis dan menempel
pada perikondrium terdapat beberapa lembar otot lurik.

2. Liang telinga luar (Meatus akustikus eksternus)


Membentang dari aurikula sampai membran timpani. Pada
potongan melintang, saluran ini bentuknya oval dan liang telinganya
tetap terbuka karena dindingnya kaku. Sepertiga bagian luar
mempunyai dinding tulang rawan elastis yang meneruskan diri menjadi
tulang rawan aurikula, dan duapertiga bagian dalam berdinding tulang.

6
Saluran ini dilapisi kulit tipis tanpa jaringan subkutis. Lapisan-
lapisan demis yang lebih dalam bersatu dengan perikondrium atau
periosteum.
Pada bagian luar banyak ditemukan rambut yang berhubungan
dengan kelenjar sebasea, dan sejumlah kecil rambut dan kelenjar
sebasea pada bagian atap saluran bagian dalam.
Dalam liang telinga luar ditemukan serumen, yaitu suatu materi
coklat seperti lilin dengna rasa yang pahit dan berfungsi pelindung.
Serumen merupakan gabungan sekret kelenjar sebasea dan
kelenjar serumen, yang merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
besar, berjalan spiral dan salurannya bermuara langsung ke permukaan
kulit atau bersama kelenjar sebasea ke leher folikel rambut.
3. Membran timpani
Berbentuk oval dan letaknya oblique/miring menutupi bagian
terdalam liang telinga luar. Membran timpani mempunyai dua lapis
jaringan ikat, lapisan luar mempunyai serat yang berjalan radial, dan
lapisan dalamnya mempunyai serat yang berjalan sirkular.
Permukaan luarnya dilapisi kulit yang sangat tipis dan
permukaan dalamnya dilapisi mukosa ruang telinga tengah yang
tebalnya 20-30 mikron dengan epitel yang kuboid.
Pada membran timpani melekat maleus yang menyebabkan
membran menonjol ke dalam rongga telinga tengah.
Bagian atas membran timpani tak mengandung serat-serat
kolagen, dan disebut bagian flaksida (membrana shrapnell).

b. Telinga tengah
Terdiri dari rongga seperti celah di dalam tulang temporal yaitu
rongga timpani, dan tuba auditorius (eustachii) yaitu suatu kanal atau
duktus yang menghubungkannya dengan nasofaring.

7
Epitel yang melapisi rongga timpani adalah epitel selapis
gepeng atau kubis rendah, akan tetapi dibagian anterior pada celah tuba
auditiva, epitelnya selapis silindris bersilia :
Lamina propria tipis dan menyatu dengan percosteum. Maleus
dan inkus tergantung pada ligamen-ligamen tipis dari atap. Lempeng
dasar stapes melekat melalui sendi fibrosa pada fenestra ovalis pada
dinding dalam. Antara ketiga tulang pendengaran terdapat dua sendi
sinovial Periosteum tipis pada tulang pendengaran, menyatu dengan
lamina propria tipis dibawah lapisan epitel selapis gepeng, yang
melapisi seluruh rongga timpani.
Fenestra ovalis pada dinding medial, ditutupi oleh lempeng
dasar stapes, memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala
vestibuli koklea. Oleh karenanya, getaran-getaran membrana timpani
diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga
dalam.
Fenestra rotundum yang terletak dalam dinding medial rongga
timpani di bawah dan belakang fenestra ovalis dan diliputi oleh suatu
membran elastis (membran timpani sekunder), yang memisahkan
rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
Tuba eustachius
Menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, panjangnya
3,5 cm. Bagian sepertiga posterior mempunyai dinding tulang dan
bagian duapertiga anterior mempunyai dinding tulang rawan.
Lumennya gepeng, dinding medial dan lateral bagian tulang rawan
saling berhadapan menutup lumen.
Epitel bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia
dengan sel goblet dekat faringLamina propia dengan faring,
mengandung kelenjar seromukosa. Dengan menelan, dinding tuba
saling terpisah, sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke
rongga telinga tengah untuk menyamakan tekanan udara pada ke dua
sisi membran timpani.

8
c. Telinga dalam
Adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosun
tulang temporalis, labirin oseosa (Labirin tulang). Di dalamnya terdapat
labirin membranosa yang juga merupakan suatu rangkaian saluran dan
rongga-rongga.
Labirin membranosa berisi cairan endolimf. Dinding labirin
membranosa memisahkan endolimf dari perilimf, yang mengisi ruang
labirin tulang sisanya.
1. Labirin tulang
Yang di tengah adalah vestibulum, terletak medial terhadap
rongga timpani, dengan fenestra ovalis pada dinding di antaranya.
Posterior terhadap vestibulum dan bermuara ke dalamnya, ada tiga buah
saluran semisirkularis. Berdasarkan letaknya, saluran semisirkularis itu
disebut saluran anterior, posterior, dan lateral, yang masing-masing
saling tegak lurus.
Setiap saluran mempunyai pelebaran, disebut Ampula. Ampula
saluran yang anterior dan lateral, letaknya berdekatan di atas fenestra
ovalis, dan milik saluran posterior membuka ke bagian posterior
vestibulum. Walaupun ada tiga saluran, hanya ada lima muara pada
vestibulum. Ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula,
menyatu dengan ujung medial saluran anterior yang tidak berampula,
dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus komune.
Ujung tidak berampula saluran lateral bermuara secara terpisah
ke dalam bagian atas vestibulum. Dari dinding medial vestibulum
terjulur saluran sempit ke arah inferoposterior untuk mencapai
permukaan posterior tulang temporal pars petrosus dalam fosa kranial
posterior.
Ke arah anterior, rongga vestibulum berhubungan dengan
koklea tulang.
Sumbu tulang koklea yaitu modiolus tersusun melintang terhadap
sumbu panjang tulang temporal pars petrosus dengan dasar mengarah

9
ke fosa kranial posterior dan puncaknya mengarah ke depan dan lateral.
Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk lamina spiralis.
2. Labirin membranosa
Didalam labirin tulang terdapat labirin membranosa, suatu
sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dilapisi
epitel dan mengandung endolimf. Vestibulum berisi dua buah ruangan
dan saluran-saluran penghubung. Di bagian posterior, utrikulus
dihubungkan denan tiga buah saluran semisirkularis membranosa
melalui lima buah lubang. Ampula saluran semisirkularis membranosa
lebar. Di anterior, sakulus yang bentuknya hampir sferis, dihubungkan
dengan utrikulus oleh suatu tabung/saluran ramping berbentuk huruf Y,
yang cabang-cabang pendeknya merupakan duktus utrikularis dan
duktus sakularis.
Saluran-saluran ini bergabung membentuk duktus
endolimfatikus, yang berjalan posteroinferior ke permukaan posterior
pars petrosus tulang temporal, dan di sini berakhir sebagai kantung
yang buntu yaitu sakus endolimfatikus.Di sebelah anterior, bagian
bawah kantung ini berhubungan dengan duktus koklearis melalui suatu
saluran pendek dan sempit duktus reuniens.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula
saluran semisirkularis (krista ampularis) dan dalam utrikulus dan
sakulus (makulus ultrikuli dn sakuli) yang berfungsi sebagai indra statik
dan kinetik. Organ pendengaran adalah organ Corti yang terdapat
sepanjang duktus koklearis.
3. Utrikulus dan sakulus
Mempunyai dinding dengan lapisan jaringan ikat halus yang
mengandung sejumlah fibroblas dan melanosit. Di antara lapis jaringan
ikat utrikulus dan sakulus dengan epitel selapis gepeng yang melapisi,
terdapat suatu lamina basal yang tipis.
Terdapat tiga jenis sel dalam makula :

10
• Sel penyokong (sustentakular) : adalah sel yang berbentuk
silindris tinggi, terletak pada lamina basalis, dan mempunyai
mikrovili pada permukaan apikal dengan beberapa granila
sekretorik. Sel-sel ini membentuk matriks membran otolit.

• Sel rambut tipe I

• Sel rambut tipe II

Pada permukaan makula, terdapat suatu lapisan gelatin dengan


ketebalan 22 mikrometer, disebut membran otolit, yang mengandung
banyak badan-badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau
otolit, terdiri dari kalsium karbonat dan suatu protein. Mikrovili pada
sel penyokong dan stereosilia serta kinosilia sel rambut, terbenam
dalam membran otolit.
Perubahan posisi kepala, mengakibatkan perubahan dalam tekanan
atau tegangan dalam membran otolit dengan akibat terjadi rangsangan
pada sel rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan akhir saraf yang
terletak antara sel-sel rambut.
4. Kanalis semisirkularis
Mempunyai penampang yang oval dengan bagian yang paling
cembung berdampingan erat dengan periosteum. Pada permukaan
luarnya terdapat ruang perilimf yang lebar dilalui trabekula. Sebuah
krista ditemukan dalam setiap ampula. Tiap krista dibentuk oleh sel-sel
penyokong dan dua tipe sel rambut. Mikrovili, stereosilia, dan
kinosilianya terbenam massa gelatinosa, yang disebut kupula.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya dirangsang oleh
gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini
mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan kinosilia. Dalam makula,
sel-sel rambut juga terangsang, tetapi perubahan posisi kepala dalam
ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau penurunan tekanan pada
sel-sel rambut oleh membran otolit.

11
5. Koklea
Berjalan spiral degan 2 3/4 putaran sekitar modiolus. Modiolus
menjadi tempat keluarnya lamina spiralis, kemudian menjulur ke
dinding luar koklea suatu membrana basilaris. Pada tempat perlekatan
membrana basilaris ke dinding luar koklea, terdapat penebalan
periosteum yang disebut ligamentum spiralis. Membran vestibularis
(Reissner), membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke
dinding luar.
Duktus koklearis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu skala
vestibularis, media, dan timpani. Scala vestibuli: dinding dilapisi
jaringan pengikat tipis dengan epitel selapis gepeng. Scala media/ductus
cochlearis dengan membrana vestibularis Reissner. Scala tympani:
dinding dilapisi jaringan pengikat tipis dengan epitel selapis gepeng.
Stria vaskularis adalah epitel vascular yang terletak pada dinding
lateral duktus koklearis dan bertanggung jawab atas komposisi ion di
endolimfe. Organ korti mengandung sel rambut, yang berespons
terhadap berbagai frekuensi suara. Sel rambut terdapat pada membrane
basiliaris. Barisan streosilia berbentuk w pada bagian luar dan
berbentuk v atau linier pada bagian dalam.Tidak terdapat kinosilium.
Ujung streosilia terbenam dalam membrane tektorial.6,7,8

c. FISIOLOGI INFLAMASI

Inflamasi adalah respon fisiologis tubuh terhadap suatu injuri dan


gangguan oleh faktor eksternal. Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar.
Inflamasi akut adalah radang yang berlansung relatif singkat, dari beberapa
menit sampai beberapa hari, dan ditandai dengan perubahan vaskular,
eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang
menonjol. Inflamasi akut dapat berkembang menjadi suatu inflamasi
kronis jika agen penyebab injuri masih tetap ada. Inflamasi kronis adalah
respon proliferatif dimana terjadi proliferasi fibroblas, endotelium
vaskuler, dan infiltrasi sel mononuklear (limfosit, sel plasma dan

12
makrofag). Respon peradangan meliputi suatu suatu perangkat kompleks
yang mempengaruhi perubahan vaskular dan selular.
Perubahan vaskular mengakibatkan peningkatan aliran darah
(vasodilatasi) dan perubahan struktural yang memungkinkan protein
plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas
vaskular). Leukosit yang pada mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat
pada endotel melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan
mikrovaskular dan bermigrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen
kemotaktik yang kemudian diikuti dengan fagositosis.
Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat disebabkan
oleh efek langsung dari iritan, namun sebagian besar karena adanya
bermacam-macam zat yang disebut mediator kimia. Mediator reaksi
inflamasi meliputi neuropeptid, peptid fibrinolitik, kinin, fragmen
komplemen, amin vasoaktif, enzim lisosom, metabolit asam arakidonat
dan sitokin.
Ketika infeksi terlibat, neutrofil tidak hanya melawan
mikoorganisme, tetapi juga melepaskan leukotrien dan prostaglandin.
Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase
metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin yang paling berperan dalam
suatu proses inflamasi adalah PGE2, PGD2, dan PGI2(prostasiklin). PGE2
dan PGI2 menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas
vaskular. PGE2 juga terlibat dalam hyperalgesia dan demam.
Aktivasi jalur lipooksigenase metabolisme asam arakidonat
menghasilkan leukotrien. Polimorfonuklear leukosit (PMN) dan sel mast
adalah sel utama penghasil leukotrien. Leukotrien B4 (LTB4) potensial
untuk kemotaktik PMN dan menyebabkan adhesi PMN ke dinding endotel.
Leukotrien lainnya seperti LTC4, LTD4 dan LTE4 adalah faktor
kemotaksis untuk eosinofil dan makrofag, meningkatkan permeabilitas
vaskular, dan menstimulasi pelepasan lisozim dari PMN dan makrofag.6,7

13
d. MEKANISME PATOFISIOLOGI OTORRHEA

Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara


membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran
telinga. Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud bisa
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit
yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.2
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan
menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi
atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih
mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. Apabila sudah terjadi infeksi
telinga akan semakin lembab dan sekret akan berbau busuk.2
Sekret yang serosa (cair) biasanya timbul karena otitis eksterna
difusa dan sering menimbulkan krusta pada orifisium liang telinga luar.
Selain otitis eksterna, keluarnya cairan jernih melalui telinga bisa jadi
adalah cairan serebrospinal yang bocor karena adanya fraktur pada tulang
tengkorak.2
Sekret yang mukopurulen berasal dari telinga bagian tengah yaitu
otitis media supuratif akut dan otitis media supuratif kronik yang jinak.
Warnanya kuning pucat, lengket dan tidak berbau. Proses infeksi dan
inflamasi yang terjadi pada telinga tengah berkaitan dengan inflamasi yang
terjadi pada tuba eustachius. Keadaan yang paling sering terjadi adalah
infeksi saluran atas yang melibatkan nasofaring. Manifestasi inflamasi
dalam hal ini akan menjalar dari nasofaring hingga mencapai ujung medial
tuba Eustachius atau secara langsung terjadi di tuba Eustachius, sehingga
memicu stasis sehingga mengubah tekanan di dalam telinga tengah. Di sisi
lain, stasis juga akan memicu infeksi bakteri patogenik yang berasal dari
nasofaring dan masuk ke dalam telinga tengah dengan cara refluks,
aspirasi, atau insuflasi aktif. Akibatnya akan terjadi reaksi inflamasi akut
yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit, fagositosis,
dan respon imun lokal yang terjadi di telinga tengah. Eksudasi ini semakin
lama akan semakin banyak produksinya sehingga suatu saat cairan akan

14
mendesak membran timpani yang akhirnya akan membuat membran
timpani perforasi dan pasien akan mengeluh keluarnya cairan kental yang
berwarna kuning atau hijau dengan bau yang busuk.2

3. Penanganan yang harus dilakukan jika ada pasien datang dengan


keluhan telinga berair? Termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik,
penunjang dan diagnosis banding.

Tatalaksana pasien otorrhea

Otorrhea kronis

otoskopi

MT utuh MT perforasi

OED OMSK
Otomikosis
Dermatitis
OE maligna onset, progresivitas,
Miringitis predisposisi,
granulomatosa penyakit sistemik,
riwayat pengobatan
lama, cari tanda
komplikasi

komplikasi - komplikasi +

kolesteatoma – kolesteatoma +
OMSK benigna OMSK bahaya

Lihat algoritma 1 Lihat algoritma 2

15
ALGORITMA 1
kolesteatoma +
kolesteatoma – OMSK bahaya
OMSK benigna

OMSK tenang OMSK aktif

cuci telinga,
stimulasi epitelisasi
antibiotik sistemik,
tepi perforasi antibiotik topikal

perforasi menutup perforasi menetap otorea menetap > 1


tuli konduktif? minggu

tidak antibiotik
sembuh Ro mastoid
audiogram

otorea menetap > 3


tuli konduktif +
bulan pilihan:
- atikotomi anterior
- timpanoplasti dinding
utuh (CWU)
ideal: - timpanoplasti dinding
ideal: runtuh (CWD)
timpanoplasti tanpa atau mastoidektomi + - atikoantroplasti
dengan mastoidektomi - timpanoplasti buka tutup

ALGORITMA 2
OMSK +
komplikasi

komplikasi komplikasi
intratemporal intrakranial

abses subperiosteal abses ekstra dura


labirintis abses peri sinus
parese fasial tromboflebitis sinus lateral
petrositis meningitis
abses otak
meningitis otikus

antibiotik dosis tinggi rawat inap


mastoidektomi periksa sekret telinga
dekompresi N. VII antibiotik IV dosis tinggi 7-15 hari
petrosektomi konsul spesialis saraf
mastoidektomi
operasi bedah saraf

16
Diagnosis banding otorrhea
a. Kelainan Telinga Luar
i. Otitis Eksterna Difusa
Otitis eksterna difus biasanya mengenai kulit liang telinga dua
pertiga dalam. Kulit liang telinga hiperemis dan edem dengan batas
yang tidak jelas serta tidak terdapat furunkel. Kadang-kadang terdapat
sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (mucin)
seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.
ii. Otitis Eksterna Sirkumskripta
Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi di sepertiga luar liang
telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat
terjadi infeksi pada polisebasea, sehingga dapat membentuk furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus. Gejala klinisnya berupa perdarahan dari
telinga, telinga tersa terbakar, otalgi dengan membrane timpani
normal, nyeri hebat pada telinga luar, otorrhea/draining ear, tragus
pain, penurunan pendengaran, dan telinga terasa tersumbat
iii. Otitis Eksterna Maligna
Otitis eksterna maligna adalah infeksi akut difus di liang telinga
luar dan struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua
dengan penyakit diabetes militus. Gejala klinisnya berupa rasa gatal di
liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh rasa nyeri hebat, sekret
yang banyak, pembengkakan liang telinga.Rasa nyeri tersebut akan
semakin hebat, kemudian liang telinga tertutup jaringan granulasi
yang cepat tumbuhnya, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis
fascial
b. Kelainan Telinga Tengah
i. Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
OMA merupakan peradangan akut sebagian atau seluruh
periostium telinga tengah. OMA biasanya diawali dengan terjadinya

17
infeksi akut saluran napas atas (ISPA). Mukosa saluran pernapasan
atas mengalami inflamasi akut berupa hiperemi dan odem, termasuk
juga pada mukosa tuba eustachius sehingga terjadi penyumbatan
ostiumnya yang akan diikuti dengan gangguan fungsi drainase dan
ventilasi tuba eustachius. Kavum timpani menjadi vakum dan disusul
dengan terbentuknya transudat hydrops ex vacuo. Infliltrasi kuman
pathogen ke dalam mukosa kavum timpani yang berasal dari hidung
atau faring menimbulkan supurasi.
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi.
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin
terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi
spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi.
Gejala lain yaitu keluarnya cairan/sekret dari telinga yang biasanya
berupa nanah, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, kanalis auditorius eksternus sering tampak
normal, dan tidak terjadi nyeri bila aurikula digerakan. Membrana
timpani tampak merah dan sering menggelembung.
OMA dapat dibagi atas 5 stadium :
1) Stadium oklusi tube eustachius
Ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani
akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena
adanya absorbsi udara
2) Stadium hiperemis
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis
3) Stadium supurasi
Tampak edema hebat pada mukosa telinga tengah serta
terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah
liang telinga luar.
4) Stadium perforasi

18
Tampak ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga
5) Stadium resolusi
Membran timpani tampak berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
ii. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
OMSK merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah. Otitis media akut dengan perforasi
membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 8 minggu/2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat
diberikan, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
atau higiene buruk.
OMSK terbagi atas 2 jenis yaitu OMSK tipe Benigna dan OMSK
tipe Maligna. Sedangkan berdasarkan aktivitas sekret yang keluar
dikenal juga OMSK aktif (sekret yang masih keluar dari kavim
timpani secara aktif) dan OMSK tenang (keadaan kavum timpani
terlihat basah atau kering).
1) OMSK Tipe Benigna
Proses peradangan pada OMSK tipe ini terbatas pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di
sentral. Pada OMSK ini tidak terdapat kolesteatoma. Gejalanya
berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika
pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan
pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat
menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba
eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan
local bau busuk berkurang

19
2) OMSK Tipe Maligna
OMSK tipe ini disertai adanya kolesteatoma. Perforasi
membran timpani biasanya tipe atik atau marginal. Sekret pada
infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat
bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga
terlihat keping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.
iii. Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret yang non
purulen di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Otitis
media serosa akut, adalah keadaan terbentuknya sekret di dalam
telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi
tuba. Keadaan akut ini dapat disebabkan antara lain karena sumbatan
tuba, virus, alergi dan idiopatik. Gejala klinisnya berupa pendengaran
berkurang, rasa tersumbat pada telinga, suara sendiri terdengar lebih
nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit, terasa ada cairan yang
bergerak di dalam telinga ketika mengubah posisi kepala. Pada
otoskopi terlihat membran timpani retraksi. Kadang-kadang tampak
gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum timpani.
iv. Otitis Media Serosa Kronik
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis
media serosa kronis hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis
media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah
dengan disertai rasa nyeri. Sedangkan pada otitis media serosa kronik
(glue ear), sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala-gejala pada telinga yang berlanngsung lama. Sekretnya dapat
kental seperti lem, maka disebut glue ear.
v. Barotrauma (Aerotitis)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan
yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau
menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Pada
keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga

20
cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga
tengah dan rongga mastoid tercampur darah.

c. Mastoiditis
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid
yang terletak pada tulang temporal. Gejala klinisnya berupa nyeri otot
leher, penurunan daya pengecapan/Hypoguesia, abnormalitas nervus
kranialis, pusing, paralise nervus fascialis, kelemahan otot wajah
unilatral, sakit kepala, vertigo, demam, malaise, otalgi dengan membrane
timpani normal, pembengkakan daerah mastoid, kehilangan pendengaran,
mastoid tenderness/ nyreri tekan mastoid, otorrhea/draining eardan
Postauricular Swelling Edema
d. Penyebab lain
i. Fraktur Basis Kranii
Fraktur yang terjadi sepanjang dasar tengkorak, biasanya
termasuk tulang petrous dapat ditemukan Battle's sign, cranial
neuropati, trauma, fistula sinus carotid-cavernous, serta otorrhea.
ii. Kebocoran cairan serebrospinal: discharge berupa cairan jernih
iii. Osteomyelitis: discharge telinga yang berbau busuk

Penatalaksanaan otorrhea
Penatalaksanaan otorrhea bergantung pada penyebabnya. Pada otitis
eksterna difusa, pengobatannya adalah memasukkan tampon antibiotika
kedalam liang telinga, sedangkan otitis eksterna sirkumskripta terapinya
tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses dilakukan
aspirasi. Bila dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian drainase.
Pada otitis ekterna maligna penatalaksanaannya adalah pemberian antibiotika
dosis tinggi terhadap pseudomonas selama enam minggu. Bila perlu
dialakukan debridement pada jaringan nekrotik di liang telinga dan cavum
timpani, yang terpenting gula darah harus dikontrol.

21
Pada otitis media supuratif akut (OMA) pengobatannya tergantung
stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung dan
pemberian antibiotika. Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik, obat tetes
hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan miringotomi. Pada stadium
supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi. Pada stadium perforasi
diberikan obat cuci telinga dan antibiotik adekuat.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif dan
medikamentosa. Bila sekret keluar terus menerus diberi obat pencuci telinga,
antibiotika dan kortikosteroid. Bila sekret telah kering dapat dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti. Sedangkan prinsip terapi OMSK tipe
maligna adalah pembedahan yaitu mastoidektomi.
Pada otitis media serosa akut penatalaksanaannya adalah pemberian
vasokontriktor local, antihistamin, peratsat valsava bila tidak ada tanda-tanda
infeksi di jalan napas atas. Bila lebih dari 2 minggu gejala masih menetap,
maka dilakukan miringotomi dan bila masih belum sembuh maka dilakukan
miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi.
Pada otitis media serosa kronik penatalaksanaannya adalah
mengeluarkan sekret dengan miringotomi dan memasang pipa ventilasi. Pada
kasus awal dapat diberi dekongestan. Bila medikamentosa tidak berhasil baru
dilakukan tindakan operasi. Bila terdapat tanda-tanda infeksi maka dapat
diterapi dengan antibiotika serta obat tetes telinga. Antibiotika yang
dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin, bila pasien alergi
terhadap golongan ampisilin dapat diberikan eritomisin.
Pengobatan barotrauma biasanya cukup dengan cara konservatif saja
yaitu memberikan dekongestan lokal atau dengan menggunakan perasat
valsava selama tidak terjadi infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau
cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa
minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu
memasang pipa ventilasi.
Bila infeksi jamur maka penatalaksanaan adalah liang telinga
dibersihkan secara teratur. Dapat diberi larutan asam asetat 2-5 % dalam

22
alkohol yang diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti nistatin
dan klotrimazol.

4. OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MENANGANI KELUAR


CAIRAN DARI TELINGA

 Ikamicetin


Bentuk salep, khasiat sebagai anti mikroba pada liang
telinga, komposisi kloramfenikol 2%, cara kerja
menghambat sintesis protein kuman dengan
menghambat enzim peptidil transferase.4,5

 Nelicort


Bentuk tetes telinga, khasiat anti radang pada telinga,
komposisi fludokortison asetat 1 mg; polimiksin B
sulfate;neomisin sulfat 5 mg; lidokain hcl 4o mg/ml,
cara kerja menekan proses inflamasi meningkatkan
ambang rangsang nyeri.4,5

 Amoxicilin


Bentuk tablet, khasiat sebagai antibiotik sistemik,
komposisi amoxicilin 500 mg/250 mg, cara kerja
menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.4,5

 Tricajus


Bentuk sachet, khasiat meningkatkan imunitas tubuh,
komposisi herbal tribulus terrestris, herbal maca.

 Kotrimazol

23

Bentuk kream, khasiat anti jamur pada liang telinga,
komposisi kotrimoxazole, cara kerja menghambat
reaksi enzimatik obligat pada mikroba.4,5

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK


a. Farmakokinetik

1) Absorbsi

Proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Pada


pemberian obat secara oral tempat absorbsi utama ada pada usus
halus. Sebagian besar absorbsi obat melalui difusi pasif, jadi
molekul obat memiliki kelarutan lemak untuk menembus sel epitel
dan masuk ke pembuluh darah menembus sel endotel kapiler.
Setelah masuk pembuluh darah molekul obat akan brikatan dengan
protein mengikuti aliran pembuluh darah. Sedangkan pemberian
obat dengan suntikan, obat langsung akan masuk ke interstisium
jaringan atau langsung masuk pembuluh darah kapiler dan
mengikuti aliran darah sistemik.

2) Distribusi

Dalam darah molekul obat akan berikatan dengan protein plasma


dan di bawa ke seluruh tubuh. Obat bebas yang tidak berikatan
dengan protein akan kelura ke jaringan tempat kerja obat, depot, ke
hepar (metabolisme), ke ginjal. Di jaringan, molekul obat larut air
akan tetap di luar sel, sedangkan larut lemak akan berdifusi masuk
ke dalam sel. Dalam distribusi ke otak, hanya molekul obat larut
baik dalam lemak yang dapat melintasi sawar darah otak.

3) Metabolisme

24
Metabolisme terutama terjadi di hepar, yakni membran retikulum
endoplasme dan sitosol. Sedangkan tempat metabolisme yang lain
berada di dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit.

Metabolisme bertujuan untuk merubah molekul obat yang larut


lemak menjadi larut air agar dapat di ekskresi melalui ginjal.
Metabolisme meliputi fase 1 (oksidasi, reduksi, hidrolisis) dan fase
2 (konjugasi dengan substrat endogen).

4) Ekskresi

Organ terpenting untuk ekskresi adalah ginjal. Obat dapat di


ekskresi dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk metabolitnya.
Ekskresi meliputi filtrasi, sekresi, dan reabsorbsi.

Hasil filtrasi, obat yang terikat dengan protein akan tetap dalam
pembuluh darah.4

b. Farmakodinamik

1) Mekanisme kerja obat

Sebagian besar obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan


reseptornya pada sel organisme. Mekanisme kerja obat
mencangkup dua konsep, 1) mengubah kecepatan kegiatan faal
tubuh, 2) tidak menimbulkan fungsi baru, hanya memodulasi fungsi
yang sudah ada. Obat yang fungsinya menyerupai senyawa
endogen disebut agonis dan sebaliknya.

2) Reseptor obat

Reseptor obat yang paling penting adalah protein, tetapi untuk sito
statik reseptor penting adalah asam nukleat. Struktur kimia suatu
obat berhubungan dengan afinitasnya terhadap reseptor dan
aktivitas intrinsik. Reseptor fisiologik adalah protein seluler yang
secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligand endogen.

25
Fungsi reseptor ini meliputi pengikatan ligand yang sesuai dan
penghantaran sinyal hingga second messenger.

3) Transmisi sinyal biologis

Proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler


menimbulkan suatu respon seluler fisiologis yang spesifik.

4) Interaksi obat-reseptor

Ikatan antara obat dengan reseptor biasanya ikatan lemah.


Intensitas obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang
diduduki atau diikatnya, dan intensitas efek maksimal jika seluruh
reseptor diduduki oleh molekul obat.

5) Antagonisme farmako dinamik

Terdiri dari antagonisme fisiologik yaitu antagonisme pada sistem


fisiologi yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan dan
antagonisme reseptor yaitu antagonisme melalui sistem reseptor
yang sama.

6) Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor

- Efek non spesifik dan gangguan pada membran yakni


berdasarkan sifat osmotik, berdasarkan sifat asam atau basa,
kerusakan non spesifik, dan gangguan fungsi membran.

- Interaksi dengan molekul kecil yakni ditampilkan oleh kelator


misal penisilamin untuk mengikat cu bebas yang menumpuk
menjadi kompleks laru air sehingga dapat di ekskresi melalui
ginjal.

- Inkorporasi dalam makro molekul

26
Obat yang merupakan analog purin atau pirimidin dapat
berkorporasi dalam asam nukleat sehingga mengganggu
fungsinya. Biasanya disebut antimetabolit.4

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.H.Efiaty Soepardi, Sp.THT dan Prof.Dr.H.Nurbaiti Iskandar,Sp.THT.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher,
Edisi ke Lima, Balai penerbit FKUI, Jakarta. 2002.
2. Arif M., kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiwk S. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.2001. 13.

3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Edisi kedua.


Jakarta: EGC. 2004.
4. Gunawan dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta :Gaya Baru. 2007
5. ISO. Informasi Spesialite Obat. Volume 46. Jakarta: Penerbit Ikatan
Apoteker Indonesia. 2012.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (eds) (2003). Buku Ajar Patologi
Robbins. Edisi ke 7. Jakarta: EGC.
7. Guyton AC dan Hall JE (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta:EGC.
8. Arief MT (2004). Histologi Umum Kedokteran.Surakarta: CSGF.

28

Вам также может понравиться