Вы находитесь на странице: 1из 3

BUDAYA ORGANISASI ALA POLYTRON

By RIRI SATRIA on Juli 31, 2013

Selama dua hari ini (29-30 Juli 2013), saya dan Rakhmat Robbi
memberikan workshopmengenai business presentation and communication skills kepada
para general manager,manager, dan section head pada perusahaan Polytron di Kudus, Jawa
Tengah. Workshopberlangsung selama dua hari, dan selama dua hari itu, saya berkesempatan
mengenal Polytron lebih jauh. Saya yakin bahwa kita sudah tahu bahwa Polytron adalah
merek produk-produk elektronik yang sudah dipasarkan luas di negara Indonesia ini sejak
lama. Para insan di Polytron sangat bangga dengan status mereka yaitu merek dan produk
Indonesia dengan kualitas dunia.

Banyak hal yang menarik di Polytron ini, terutama berkaitan dengan pengembangan budaya
organisasi. Pertama adalah mengenai kemampuan inovasi mereka. Mereka memiliki unit
penelitian dan pengembangan yang benar-benar berfungsi untuk menemukan hal-hal baru
untuk inovasi produk maupun proses produksi. Polytron memiliki suatu filosofi yang mereka
sebut “The Polytron C&C Way“. Apakah itu? Menurut buku saku “The Polytron C&C Way“,
maka C&C adalah kependekan dari “Creativity and Commitment“. Creativity ditulis di depan
untuk menunjukkan bahwa kreativitas lebih dibutuhkan untuk kemajuan. Kemudian
disebutkan juga bahwa perlu dijaga suatu keseimbangan antara kreativitas dan komitmen
supaya tidak terjadiover-creativity ataupun over-commitment.

Kreatif yang berlebihan adalah sikap yang menekankan kepada kreatifitas sehingga
berpotensi terjadinya hal-hal yang liar. Sementara itu komitmen yang berlebihan berpotensi
menciptakan situasi yang kaku dan pasif. Dengan demikian Polytron mengembangkan
sumber daya manusianya dengan menyeimbangkan kreatifitas dan komitmen masing-masing
pribadi untuk tidak terbelenggu (tidak kreatif) dan tidak liar (semaunya atau seenaknya
sendiri).

Untuk mewujudkan ini, mereka membentuk C3 Leader atau Creativity and Commitment
Cell Leader, dengan utama sebagai “counselor” yang penuh empati membantu menemukan
solusi atas tantangan atau masalah yang dihadapi karyawan, tak terbatas hanya pada
pekerjaan, tetapi juga kepada permasalahan pribadi atau keluarga.

Hal kedua yang menarik adalah filosofiTemuEling yang berasal dari bahasa
Jawa. Temu berarti menemukan sesuatu yang dilandasi oleh proses berpikir kreatif (creative
mind), sedangkan Eling adalah suatu proses merenung dan sadar untuk membangkitkan suatu
komitmen dalam perbaikan. Ini masih dalam rangka implementasi C&C yang dijelaskan
sebelumnya. Jadi TemuEling adalah suatu proses perenungan/refleksi yang mendalam agar
kita berkomitmen dalam melakukan perubahan secara kreatif dan terus-menerus. Ini adalah
suatu bentuk prinsip manajemen Jepang yaitu Hansei dan Kaizen yang diadaptasi dengan
kondisi lokal Polytron yang berlokasi di Jawa Tengah, yang tentu saja memiliki lingkungan
budaya Jawa.

Hal menarik ketiga adalah filosofi 7-AT Kiat Kita. Ketujuh “AT” itu adalah hebAT citra,
pesAT teknologi, cermAT mutu, hemAT biaya, tepAT delivery, sehAT pribadi,
kuAT potensi. Dalam pandangan Polytron, ini adalah penjabaran dari prinsip 3i
yaitu improvements – innovations – inventions yang mereka miliki. Improvements berarti
selalu memperbaiki produk dan proses yang ada saat itu, lalu innovation adalah pembaharuan
dari produk atau proses yang ada saat ini, dan terakhir, invention adalah penemuan baru yang
dapat dipatenkan atau menghasilkan produk unggulan. Sampai saat ini Polytron sudah
memiliki banyak sekali paten yang berkaitan dengan teknologi elektronika. Dengan filosofi
7-AT Kiat Kita ini, mereka berupaya untuk memproduksi produk-produk elektronika
berkualitas dengan proses produksi yang efektif dan efisien, dan yang terpenting,
memanusiakan semua insan Polytron.

Hal keempat yang menarik adalah prinsip pembelajaran Polytron, yaitu 4T, yaitu Tahu,
Trampil, Terpercaya, serta Terwariskan. Tahu adalah langkah awal bagi seseorang untuk bisa
menguasai suatu bidang keahlian tertentu. Trampil adalah, setelah sesoerang berpengetahuan
cukup dalam suatu bidang, maka dia harus mempraktikkannya sehingga menjadi trampil.
Terpercaya maksunya adalah, setelah seseorang memiliki jam terbang yang cukup tinggi
dalam suatu bidang pekerjaan atau keahlian tertentu, maka dia akan dipercaya untuk
melakukan pekerjaan tersebut tanpa ada keraguan lagi dari pihak lain. Terwariskan
maksudnya adalah, jika seseorang sudah terpcaya melakukan tugas-tugas atau keahlian
tertentu, maka sudah sepatutnya dia mewariskan kemampuan itu kepada orang lain, terutama
mereka yang masih muda atau pemula. Suatu proses pembelajaran yang menarik bukan?

Hal menarik berikutnya adalah bagaimana mereka lebih banyak menekankan kepada
pengembangan soft-skills (80%) ketimbang hard-skills (20%) dalam proses pengembangan
sumber daya manusianya. Polytron sangat percaya kepada komposisi ini, sehingga mereka
pun mewujudkannya ke dalam proses pendidikan dan pelatihan SDM-nya.

Terakhir, di Polytron berkembang suatu budaya Tiga Kata Ajaib, yaitu “terima kasih”,
“maaf“, dan “tolong“. Ini menunjukkan suatu budaya yang rendah hati atau humble, dan di
Polytron tidak dikembangkan budaya komando, memerintah, apalagi arogan. Bahkan para
pimpinan perusahaan untuk “memerintahkan” bawahannya pun menggunakan kata-kata
“tolong” dan diakhiri dengan “terima kasih”. Budaya menggunakan kata “maaf” pun
digalakkan, dan ini menunjukkan mereka sangat menjaga harmoni, dan mirip dengan pola
manajemen Jepang, maka konflik pun dihindarkan. Mereka membungkus semua ini dengan
budaya “smile” yang mengejewantahkan sikap keramah-tamahan dengan berbagai pihak.
Menurut saya ini sangat selaras dengan prinsip five-level leadership yang diungkapkan oleh
Jim Collins dalam bukunya Good to Great, yang menjelaskan apa yang membuat sebuah
perusahaan menjadi “great company”. Oh ya, mengenai kata “maaf” ini, saya punya tulisan
tersendiri di sini.

Kelihatannya pimpinan Polytron sangat menyadari betapa pentingnya intangible asset dalam
bisnis perusahaan. Mereka sangat serius mengembangkan manusia dan budaya organisasinya.
Inilah yang akan menjadi akar untuk perusahaan ini agar pohonnya tetap kuat dalam
berbisnis, dan dengan gaya manajemen seperti ini tidaklah mengherankan jika Polytron bisa
berkembang dengan pesat. Dalam beberapa presentasi di depan kelas, terlihat beberapa
terobosan kreatif beberapa insan Polytron dalam menjawab tantangan zaman, terutama yang
berkaitan dengan inovasi produk.

Вам также может понравиться