Вы находитесь на странице: 1из 26

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SV
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Alamat : Lompoloang, Siwa
Agama : Kristen
No. RM : 035441
Tanggal masuk : 6 Januari 2017
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Sesak
Anamnesis Terpimpin:
Keluhan ini dialami pasien sejak 1 minggu yang lalu dan memberat dalam 2 hari terakhir
sebelum masuk rumah sakit, sesak terus menerus dan tidak dipengaruhi posisi. Batuk
tidak ada, ada nyeri dada di sebelah kiri yang tembus hingga ke belakang. Ada nyeri ulu
hati, disertai mual dan muntah sebanyak 1x sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam
(-). Kepala dirasakan nyeri sejak 2 hari terakhir. Buang air kecil lancar. Buang air besar
biasa.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Riwayat penyakit ginjal diketahui sekitar 1 tahun yang lalu, pasien dianjurkan untuk
dilakukan hemodialisa oleh dokter di RS Bhayangkara Makassar, tapi pasien menolak dan
diberikan obat pro-renal.
Riwayat sesak dan nyeri dada pernah dirasakan sekitar 1 tahun yang lalu, dan diberikan
obat anti nyeri dan dexanta oleh dokter.
Riwayat Hipertensi diketahui sejak 1 tahun yang lalu saat diperiksa oleh dokter, diberikan
amlodipin, tapi pasien tidak mengonsumsi obat-obatan anti hipertensi secara teratur.
Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Riwayat Penyakit Jantung (-) , Riwayat
Penyakit Stroke (-).
Tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan.

1
Riwayat asam urat tinggi (-).

II. STATUS PRESENT


Sakit Sedang / Gizi Cukup / Composmentis
 BB = 63 kg
BB koreksi = BB – (20% BB)
= 63 – 12,6 = 50,4 kg
 TB = 162 cm,
 IMT = 19,05 kg/m2 (Gizi cukup)
Tanda vital :
Tekanan Darah : 280/140 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 32 x/menit (Tipe : Thoracoabdominal)
Suhu : 36.5oC (Axilla)

III. PEMERIKSAAN FISIS


 Kepala
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : hitam lurus, sukar dicabut, alopesia (-)
 Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah
Kelopak Mata : edema (-)
Konjungtiva : anemis (+)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
 Telinga
Pendengaran : kesan normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)

2
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-),tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-),
Gigi geligi : dalam batas normal
Gusi : dalam batas normal
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R+1 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan, arteri karotis teraba
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Thoraks
- Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri dan kanan (normochest)
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : tidak ada kelainan
Sela Iga : Normal, tidak melebar
- Palpasi :
Fremitus raba : sama pada paru kiri dan kanan
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru-hepar : ICS IV dekstra
Batas paru belakang kanan : CV Th. VIII dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. IX sinistra

3
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh +/+, Wh -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, gallop sound (+)
 Perut
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas.
Palpasi : Nyeri tekan (+) Massa Tumor (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Ascites (+) shifting dullness
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Punggung
Palpasi : NT (-), MT (-), Gibbus (-)
Nyeri ketok : -/-
Auskultasi : Bruit (-)
Gerakan : Normal
 Ekstremitas
Edema dorsum pedis +/+
Edema pretibial +/+
Dingin +
 Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 9.59 x 103/Ul 4 - 10 x 103/uL
RBC 2.40 x 106/uL 4–6 x 106/uL

4
HGB 6.7 g/dL 12 - 16 g/dL
DARAH HCT 19.03.% 37 – 48%
RUTIN MCV 79,0 pl 76 – 92 pl
(6/1/17) MCH 28.1 pg 22 – 31 pg
MCHC 35.4 g/dl 32 – 36 g/dl
PLT 297 x 103/uL 150-400x103/uL
Lymph 11.8 20.0 – 40.0
Gran 7.88 2.00 – 8.00
DIABETES
GDS 115.04 mg/dl 140 mg/dl
(6/1/17)

GINJAL Ureum 79.78 mg/dl 10-50 mg/dl


HIPERTENSI Kreatinin L (<1,3), P (<1,1)
>10 mg/dl
(6/1/17) (11/1/2017) mg/dl

SGOT 67.22 U/L < 38 U/L

SGPT 45.93 U/L < 41 U/L


KIMIA HATI
(6/1/17) Albumin - 3,5-5,0 gr/dl
Globulin - 1.6 -5 gr/dl
Protein Total - 6.6 – 8.7 gr/dl

 Pemeriksaan tambahan lainnya:


 Foto thoraks AP

Kesan : Cardiomegaly dengan dilatation et elongation aorta

5
Hilus paru kanan dan kiri tampak menebal
Tulang-tulang intak
 EKG

6
Sinus ritme, HR : 78x/menit, Normo axis, Left Ventricular Hyperthrophy

IV. ASSESSMENT :
Hypertensive Heart Failure
CKD stage V ec. Nefropati Hipertensi
Anemia Normositik Normokrom

V. PENATALAKSANAAN AWAL
- Restriksi cairan
- O2 3-4 liter/menit via nasal kanul
- Connecta
- Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
- Ondansetron 1 amp/8 jam/iv
- Furosemide 2 amp/8 jam/iv
- ISDN 5 mg/8 jam/PO
- Aspilet 80 mg/24 jam/po
- Kateter urin
Rencana Pemeriksaan
- Kontrol darah rutin,
- Balance cairan
- Kontrol SGOT/SGPT, ureum
- Cek GDS
- Rawat ICU
7
VI. PROGNOSIS
Ad functionam : Dubia et malam
Ad sanationam : Dubia et malam
Ad vitam : Dubia et malam

FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
7/1/2017 S: P:
T : 210/110 mmHg Sesak (+), NUH (+)  O2 3-4 lpm
N : 76 x/i Mual (-), Muntah (+), susah tidur (+)  connecta
P : 30 x/i O:  Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
S : 36,5⁰C  SS / GC / CM  Ondansetron 1 amp/p.r.n/iv
 Edema muka (+)  Furosemid 2 amp/8 jam/iv
 Anemis +/+, ikterus -/-  ISDN 5 mg/8 jam/po
 MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH2O  Aspilet 80 mg/24 jam/po
 BP : vesikuler  Amlodipin 10 mg/24 jam/po
BT : Rh +/+, Wh -/-
 Ext : Edema +/+
 Urine 24 jam = 500 cc
A:
 CKD stage V ec. Nefropati
Hipertensi
 Hypertensive Heart Failure
 Anemia Normositik Normokrom
8/1/2017 S: P:
T : 180/100 mmHg Sesak (+), NUH (+)  O2 3-4 lpm
N : 78 x/i Mual (-), Muntah (+), susah tidur (+)  connecta
P : 28 x/i O:  Ranitidine 1 amp/12
S : 36,8⁰C  SS / GC / CM jam/iv
 Edema muka (+)  Ondansetron 1
 Anemis +/+, ikterus -/- amp/p.r.n/iv
 MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH2O  Furosemid 2 amp/8

8
 BP : vesikuler jam/iv
BT : Rh +/+, Wh -/-  ISDN 5 mg/8 jam/po
 Ext : Edema +/+  Aspilet 80 mg/24
 Urine 24 jam = 1100 cc jam/po
A:  Amlodipin 10 mg/24
 CKD stage V ec. Nefropati jam/po
Hipertensi
 Hypertensive Heart Failure
 Anemia Normositik Normokrom
9/1/2017 S: P:
T : 170/90 mmHg Sesak (+) menurun.  O2 3-4 lpm (bila
N : 70 x/i Nyeri dada (-) perlu)
P : 22 x/i Mual (+), bengkak menurun  Restriksi cairan
S : 36,7⁰C O:  Furosemid 2 amp/8
 SS / GC / CM jam/iv (TDS > 90 mmHg)
 Edema muka (-)  Ranitidine 1 amp/12
 Anemis +/+, ikterus -/- jam/iv
 MT (-), NT (-), DVS R+1 cmH2O  Ondansetron 1
 BP : vesikuler amp/12 jam/iv
BT : Rh +/+, Wh -/-, gallop S3 (+)  ISDN sublingual/8
 Abdomen : asites (+) minimal jam/po
 Ext : Edema +/+ minimal  Aspilet 80 mg/24
 Lab : jam/po --> stop
 Hb = 6,7 gr/dL  Amlodipin 10 mg/24
 GDS = 115,04 jam/po (siang)
 Ureum = 79,78  Clonidin 0,15 mg/12
 GOT/GPT = 67/45 jam/po (pagi-malam)
A: RENCANA

 HHF a. Kontrol DR, ureum,

 CKD e.c Nefropati Hipertensi kreatinin

9
RESUME
Seorang wanita 46 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang dialami
pasien sejak 1 minggu yang lalu dan memberat dalam 2 hari terakhir hari sebelum masuk
rumah sakit, sesak terus menerus dan tidak dipengaruhi posisi. Batuk tidak ada, ada nyeri
dada di sebelah kiri yang tembus ke belakang. Ada nyeri ulu hati, disertai mual dan
muntah sebanyak 1x sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam (-). Kepala dirasakan
nyeri sejak 2 hari terakhir.
Riwayat penyakit ginjal diketahui sekitar 1 tahun yang lalu, pasien dianjurkan untuk
dilakukan hemodialisa oleh dokter di RS Bhayangkara Makassar, tapi pasien menolak dan
diberikan obat pro-renal. Riwayat sesak dan nyeri dada pernah dirasakan sekitar 1 tahun
yang lalu, dan diberikan obat anti nyeri dan dexanta oleh dokter. Riwayat Hipertensi
diketahui sejak 1 tahun yang lalu saat diperiksa oleh dokter, diberikan amlodipin, tapi
pasien tidak mengonsumsi obat-obatan anti hipertensi secara teratur. Riwayat menderita
Batu Saluran Kemih (-), Riwayat Penyakit Jantung (-) , Riwayat Penyakit Stroke (-).
Tidak ada riwayat sering sakit tenggorokan. Riwayat asam urat tinggi (-).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup serta komposmentis.
Tekanan darah 280/140 mmHg, nadi 78 x/menit, pernapasan 32 x/menit, suhu 36.5oC
(axilla). Pada kepala ditemukan anemis +/+. Jantung: kardiomegali ( batas jantung kiri :
ICS V linea aksilaris anterior sinistra). Abdomen : ada nyeri tekan pada regio epigastrium
dan didapatkan ascites (shifting dullness +). Pada ekstremitas didapatkan edema pretibial
dan edema dorsum pedis.
Pada pemeriksaan laboratorium darah Hb: 6,7 gr/dl, MCV : 79 pl, MCH : 28,1 pg, MCHC
: 35,4 gr/dl, HCT : 19,03 , Ureum : 79,78 mg/dl, Kreatinin : >10 mg/dl, GDS 115,04
mg/dl.
Hasil pemeriksaan foto thoraks AP ditemukan kardiomegali dengan dilatation et
elongation aortae dengan edema pulmo. Hasil pemeriksaan EKG : 78x/menit, Normo axis,
Left Ventricular Hyperthropy strain.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang lainnya, maka
pasien ini diassessment dengan CKD stage V ec. Nefropati Hipertensi, Hypertensive
Heart Failure, Anemia Normositik Normokrom.

10
DISKUSI
Assesment pada pasien ini, yaitu dengan CKD stage V ec. Nefropati Hipertensi,
Hypertensive Heart Failure, Anemia Normositik Normokrom.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan riwayat pasien telah menderita penyakit ginjal
sejak 1 tahun yang lalu dan tidak diobati dengan teratur. Selain itu, apabila dilihat dari
gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang sesak napas, mual, muntah, dapat
mendukung kearah gejala uremia dari gagal ginjal kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan
fisik, secara nyata dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan darah dan adanya
konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa hemoglobin
pasien rendah akibat defisiensi eritropoetin yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik,
terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang menunjukkan adanya
gangguan pada ginjal. LFG pasien 6,991 ml/mnt/1.73 m2, terdiagnosa pasien gagal ginjal
kronik derajat 5. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dan mengkonsumsi amlodipin tidak teratur, radiologis
(Thorax AP) didapatkan adanya kardiomegali dan tanda-tanda edema paru, hal ini
menunjukkan bahwa ada proses penimbunan cairan yang kemungkinan disebabkan oleh
kegagalan pompa jantung dan/atau penurunan fungsi klirens ginjal.
Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut
sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari
meningkatnya kadar ureum dalam darah, seperti yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan
laboratorium yaitu sebesar 79.78 mg/dl, dimana kisaran normalnya seharusnya berada
pada 10-50 mg/dl.
Pada pemeriksaan juga ditemukan pasien mengalami edema daerah pretibial dan dorsum
pedis serta adanya ascites. Hal ini disebabkan oleh retensi cairan dan hipoalbuminemia
yang terjadi akibat kegagalan sistem ultrafiltrasi ginjal.
Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The
Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol >
160 mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg. Dan pada hasil pemeriksaan foto thoraks
AP juga ditemukan adanya kardiomegali dengan dilatation et elongation aortae yang
mungkin merupakan akibat kompensasi dari hipertensi yang sudah lama dan tidak
terkontrol.
11
Komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini adalah anemia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya anemis pada konjungtiva yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisis
dengan hasil laboratorium darah yang menunjukkan keadaan pasien yang anemia, yaitu
kadar hemoglobin 6,7 gr/dl. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan
sel-sel darah merah. Penurunan pembentukan sel-sel darah merah ini diakibatkan
defisiensi pembentukan eritropoietin oleh ginjal. Faktor kedua yang ikut berperan pada
anemia adalah masa hidup sel darah merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh
dari masa hidup sel darah merah normal yang disebabkan karena kelainan lingkungan
kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel itu sendiri.

12
TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik secara
struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya bersifat
irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan
penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal, dengan tujuan untuk
menghindari uremia yang dapat mengancam nyawa.(1) Dengan mempertimbangkan
kemampuan dari ginjal untuk kembali berfungsi baik setelah kerusakan akut, sebagian besar
pasien (>90%) dengan penyakit gagal ginjal terminal mengalami uremia yang disebabkan
oleh gagal ginjal kronik.(1)
Uremia merupakan sindrom klinis dan laboratorium, yang mencerminkan disfungsi dari
semua sistem organ sebagai akibat dari penyakit gagal ginjal akut atau kronik.(1) Sebagian
besar pasien (>90%) dengan penyakit ginjal terminal mengalami hal ini.(1)
Dalam 10 tahun terakhir, organisasi kesehatan di seluruh dunia semakin menyadari fakta
bahwa penyakit ginjal kronik merupakan faktor resiko yang kuat terhadap penyakit
kardiovaskular.(2) Di Amerika Serikat, prevalensi penyakit kardiovaskular pada pasien gagal
ginjal kronik (GGK) mencapai 63%, dimana ditemukan hanya 5,8% pada orang yang tidak
terkena gagal ginjal kronik (GGK).(2)
Pencegahan, deteksi dini, dan penanganan segera terhadap GGK merupakan kompetensi dari
dokter umum. Di Amerika Serikat sendiri diperkirakan bahwa 13% dari populasi orang
dewasa menderita penyakit GGK dan angka ini diperkirakan akan terus naik.(3) Dengan
peningkatan prevalensi penyakit GGK, peran dari dokter umum dalam meningkatkan
penanganan pasien dan dampak dari penyakit menjadi semakin penting.(3)
Penyakit GGK memiliki cakupan luas dalam hal keparahan penyakit dan heterogenitas faktor
resiko yang signifikan terhadap progresivitasnya menuju gagal ginjal terminal, morbiditas dan
mortalitasnya, sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit
GGK.(4)
Penanganan dari penyakit GGK bertujuan untuk memperlambat kerusakan progresif dari
fungsi ginjal dan mencegah atau menangani komplikasinya. Empat jenis intervensi yang dapat
menghambat progresivitas dari penyakit GGK, meliputi penanganan hipertensi; penggunaan
bloker sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS), ACE-I, atau ARB untuk hipertensi dan
albuminuria; pengontrolan penyakit diabetes; dan koreksi terhadap asidosis metabolik.(4)

13
II.DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, yang
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik
dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronik.(5)
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik(3, 5, 6)
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
 Kelainan patologis
 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari
60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari
60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.(4-6)

III.EPIDEMIOLOGI
GGK merupakan sebuah masalah kesehatan global yang memiliki morbiditas dan mortalitas
yang cukup besar dimana prevalensinya di Amerika Serikat meningkat kira-kira sebesar 8%
tiap tahunnya.(7) Di Inggris Raya, penyakit GGK, stage 3-5, terjadi pada 1 dari 10 orang
dewasa di Inggris dan menggambarkan kerusakan progresif pada ginjal tanpa melihat
penyebab awalnya dan berhubungan dengan tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular.(7)
Data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia tahun 2014 menunjukkan jumlah pasien baru dan
pasien aktif dari indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti
pada bagan berikut ini :(8)

14
Gambar 1. Diambil dari referensi 8

IV.ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara lain.
Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di
Amerika Serikat.(5)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2014 mencatat penyebab gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Gambar 2.(8)
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat,
penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.(5)
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika
Serikat (1995-1999) (5)
Penyebab Insiden
Diabetes Melitus 44%
- Tipe 1 (7%)
- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%

15
Gambar 2. Diambil dari sumber 8

V.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit awal
yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama.(5) Produksi urin dimulai di glomerulus dimana dimulai pembentukan ultrafiltrasi
plasma. Kecepatan ultrafiltrasi glomerular (GFR) sebagian besar diatur oleh gaya yang
meningkatkan kecepatan filtrasi (tekanan hidrolik di kapiler glomerular) dan gaya yang
menurunkan filtrasi (tekanan hidrolik ruang Bowman dan tekanan osmotik darah). (9)
Kecepatan aliran plasma glomerular dan total luas permukaan tubuh dari kapiler glomerular
juga adalah determinan dari GFR.(9)
Penyebab dari penyakit ginjal terbagi 3 menjadi prerenal (penyakit-penyakit yang
menyebabkan hipoperfusi renal tanpa mengganggu integritas parenkim renal ~55%),
intrarenal (penyakit yang secara langsung mengenai parenkim renal ~40%), dan postrenal
(penyakit yang berhubungan dengan obstruksi saluran kemih ~5%).(9, 10) Patofisiologi GGK
meliputi mekanisme yang spesifik dari etiologi yang disertai dengan urutan-urutan
mekanisme yang merupakan konsekuensi dari penurunan massa renal, terlepas dari
etiologinya.(1)
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat.
Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth factor. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses

16
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan
fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.(5, 9)
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling
dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.(5)

VI.KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang dapat mempergunakan rumus Kockcroft-Gault,
yaitu:(5, 11)

LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – Umur) x Berat Badan


*)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

17
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Atau juga dapat mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease),
yaitu :(1, 12)

LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien


adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x
[albumin]+ 0.318

Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dL)


SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dL)

Selain itu, dapat juga dipakai rumus CKD-EPI, yaitu :(12)

LFG (ml/min/1.73 m2) = 141 × min (Scr /κ, 1)α × max(Scr /κ, 1)-1.209 × 0.993Umur ×
1.018 [jika pasien adalah wanita] × 1.159 [jika pasien memiliki ras afrika]

Ket : Scr : serum kreatinin (mg/dL)


κ : 0.7 untuk wanita dan 0.9 untuk pria,
α : -0.329 untuk wanita dan -0.411 untuk pria,
min : mengindikasikan angka minimum dari Scr /κ atau 1
max : mengindikasikan angka maksimum dari Scr /κ atau 1

Rumus ini dianjurkan untuk dipakai jika perkiraan nilai estimasi LFG di atas 60
mL/menit/1.73 m2.

Kesimpulannya, estimasi fungsi ginjal pada pasien yang sangat tua dapat dibantu dengan
rumus GFR, meskipun Cockcroft Gault, MDRD dan CKD-EPI memiliki keterbatasan masing-
masing. Telah ditemukan bahwa setelah usia 70 tahun, Cockcroft Gault memberikan estimasi
LFG yang lebih rendah sehingga mungkin dapat salah mengestimasi LFG pasien
dibandingkan dengan MDRD ataupun CKD-EPI pada usia 70 tahun ke atas. Selebihnya,
rumus MDRD mungkin merupakan metode terbaik dalam mengestimasi LFG pada pasien
lansia, diikuti oleh rumus CKD-EPI, hal ini dikarenakan rumus MDRD paling baik dalam

18
mengestimasi mortalitas dibanding kedua rumus lain, sehingga dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan mengenai terapi pasien.(12)

Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat


Penyakit (5, 6, 11)
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau 
2 Kerusakan ginjal dengan LFG  60 – 89
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG  30 – 59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG  15 – 29
berat
5 Gagal ginjal ≤ 15 atau dialisis

VII.DIAGNOSIS
Gambaran Klinis :(4, 5)
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritematosus Sistemik, dan lain sebagainya
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang, hingga koma
c. Gejala komplikasi antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.

Gambaran Laboratorium :(4, 5)


a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan LFG
c. Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d. Kelaian urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.
19
Gambaran Radiologis :(4, 5)
a. Foto polos abdomen : dapat tampak batu radio-opak
b. Ultrasonografi : ukuran ginjal mengecil (<10-11.5 cm, tergantung ukuran
tubuh), korteks menipis, hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal :(5)


Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis,
dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ini dikontraindikasikan
pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi
tak terkontrol, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan
obesitas.

VIII.PENATALAKSANAAN
Fokus terapi terhadap gangguan ginjal kronik ditujukan pada penanganan faktor-faktor
resiko yang modifiable, yaitu proteinuria, kadar albumin darah yang rendah,
hipertensi, gangguan metabolisme glukosa, dan merokok. Faktor resiko lain yaitu
anemia dan dislipidemia masih belum dapat dipastikan mengenai perannya dalam
progresivitas gangguan ginjal kronik.(3, 4, 6, 7, 13)

Proteinuria
Target terapi proteinuria adalah untuk menurunkan kadar protein di dalam urin; kadar
yang rendah sekalipun dapat memperburuk perjalanan penyakit gangguan ginjal
kronik dan penyakit kardiovaskular.(3, 6, 13)
ACE inhibitor merupakan pengobatan lini pertama untuk proteinuria, tanpa melihat
penyebab ataupun stage dari gangguan ginjal kronik. Hiperkalemia dan perburukan
terhadap fungsi renal dapat terjadi dengan pemberian ACE inhibitor, dan harus
dilakukan pengawasan. Hiperkalemia ringan (kalium < 5.6 mmol/L) dapat dikontrol
dengan pola diet, penghentian NSAID, dan diuretik hemat kalium, jika dimungkinkan.
Ekskresi kalium dapat ditingkatkan dengan pemberian loop diuretik. Untuk
hiperkalemia > 5.6 mmol/L, ACE inhibitor harus segera dihentikan.(3, 6)

20
Peningkatan kadar kreatinin (<30%) dalam 1 hingga 2 minggu setelah terapi dimulai
masih dapat diterima, namun stenosis arteri renal, hipovolemi, atau gagal jantung tidak
terkompensasi dapat menyebabkan peningkatan kreatinin >30% sehingga pemberian
ACE inhibitor harus dihentikan dan dapat diberi kembali jika masalah tersebut sudah
diatasi.(3)

Hipertensi
Kontrol tekanan darah yang ketat memiliki prioritas yang tinggi di dalam penanganan
gagal ginjal kronik. Menurut JNC 7, target tekanan darah pada pasien GGK adalah
<130/80 mmHg, namun, National Kidney Foundation menyarankan target yang lebih
rendah, yaitu <125/75 mmHg pada pasien GGK dan proteinuria yang signifikan. Data
terbaru dari JNC 8 memberikan rekomendasi target tekanan darah menjadi 140/90
mmHg, sama seperti pada populasi umum berusia 60 tahun ke atas. ACE inhibitor dan
ARB seringkali dipakai sebagai pengobatan awal, namun, pada umumnya dibutuhkan
diuretik pada pasien GGK dikarenakan efek hipertensi dari kelebihan cairan. Terapi
diuretik seringkali diberikan dalam dosis yang lebih besar pada pasien gagal ginjal
dengan gagal jantung. Loop diuretic merupakan terapi lini pertama untuk paien dengan
LFG <30 mL/min/m2, karena tiazid secara relatif tidak efektif pada keadaan seperti
ini. Efek diuretik dapat ditingkatkan dengan peningkatan dosis atau frekuensi
pemberian (hingga 3 kali sehari) atau dengan menggunakan terapi kombinasi
(furosemid dengan metolazone atau hidroklorotiazid). Selain itu, konsumsi natrium
juga merupakan pertimbangan penting dalam mengontrol tekanana darah di GGK.
Diet tinggi natrium adalah penyebab dari resistensi terhadap pengobatan hipertensi,
khususnya pada pasien dengan GGK. Untuk pasien dengan GGK, panduan terbaru
merekomendasikan konsumsi natrium kurang dari 2000 mg per hari; namun, belum
terdapat penelitian yang baik untuk rekomendasi ini.(2-4, 11, 13)

Gula darah
Tanpa mempertimbangkan penyebab dari GGK, pengontrolan gula darah yang ketat
harus dilakukan pada semua pasien diabetes. American Diabetic Association
merekomendasikan kadar HbA1c <7.0 untuk semua pasien diabetes. Metformin, yang
merupakan pengobatan oral utama untuk diabetes, dikontraindikasikan jika kreatinin
>1.5 pada pria dan 1.4 pada wanita karena resiko terjadinya asidosis laktat.(3, 6)

21
Dislipidemia
Terdapat prevalensi dislipidemia yang tinggi pada pasien GGK di stage manapun.
Sayangnya, sebagian besar percobaan klinis mengeksklusikan pasien dengan GGK,
sehingga evidence based medicine untuk dislipidemia di GGK belum cukup kuat. Oleh
karena itu, disarankan untuk mengikuti panduan terapi dislipidemia yang ada untuk
populasi umum. Terapi statin menurunkan resiko penyakit kardiovaskular pada pasien
penyakit ginjal kronik stage 1-3. Pada stage 4, terapi statin diberi secara titrasi hingga
mencapai kadar LDL <2.0 mmol/L dan rasio kolesterol total terhadap HDL sebesar
<4.0 mol/L.(6)

Anemia
The National Kidney Foundation merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan
hitung darah lengkap sekali dalam setahun untuk skrining anemia. Anemia pada
pasien CKD membutuhkan serangkaian tes untuk mengetahui penyebab dari anemia
tersebut, sehingga dibutuhkan hitung darah lengkap, hitung retikulosit, serum ferritin
dan transferrin saturation. Pada pasien dengan CKD dan GGK, anemia juga
berhubungan dengan terjadinya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri.(2, 3, 14)
Dalam berbagai penelitian, target Hb pada pasien CKD yaitu sebesar 11 hingga 12
gr/dL.(2, 3, 14) Terdapat beberapa analog eritropoietin yang dapat diberikan baik secara
subkutan atau intravaskular untuk penanganan anemia. Pasien yang diberikan agen ini
harus diperiksa kadar hemoglobinnya tiap bulan karena dibutuhkan pengaturan dosis
untuk menjaga kadar hemoglobin sebesar 11 hingga 12 g/dL. Pemberian eritropoietin
harus bersamaan dengan pemberian zat besi karena sifat dependennya dalam sintesis
hemoglobin. Berikut panduan pemberian eritropoietin untuk anemia GGK :(1-3)

Tabel 5. Panduan Terapi Koreksi Anemia di GGK(1)


Eritropoietin
Dosis Awal 50-150 unit/minggu IV atau SC (1, 2, hingga 3 kali/minggu)
Target Hb 11-12 g/dL
Laju optimal koreksi Peningkatan Hb 1-2 g/dL dalam 4 minggu
Darbepoetin Alfa
Dosis awal 0,45 µg/kg single dose IV atau SC satu kali/minggu
0,75 µg/kg single dose IV atau SC satu kali dalam 2 minggu

22
Target Hb ≤12 g/dL
Laju optimal koreksi Peningkatan Hb 1-2 g/dL dalam 4 minggu
Zat Besi
1. Monitor simpanan zat besi melalui persentase transferrin saturation (Tsat) dan
serum feritin
2. Jika pasien mengalami defisiensi besi (Tsat <20%; serum feritin <100 µg/dL),
berikan zat besi, 50-100 mg IV dua kali perminggu selama 5 minggu; jika indeks zat
besi masih rendah, ulangi pemberian tersebut
3. Jika indeks zat besi normal namun Hb belum adekuat, berikan zat besi IV seperti
yang disebutkan di atas; monitor Hb, Tsat, dan feritin
4. Hentikan terapi zat besi ketika Tsat >50% dan/atau feritin >800 ng/mL (>800 µg/L).

Penanganan Mineral dan Gangguan Tulang


Pencapaian kadar fosfat, kalsium, vitamin D dan hormon paratiroid yang adekuat
merupakan target terapi yang diinginkan pada pasien GGK, dengan atau tanpa gagal
jantung.(2-4)
Hiperfosfatemia dapat memicu LVH, kemungkinan diakibatkan oleh kekakuan
pembuluh darah, secara sistemik ataupun secara langsung ke miokard.
Hormon paratiroid sudah sejak lama dianggap sebagai toksin di uremia dan memicu
LVH.(2-4)
Defisiensi vitamin D pada GGK dapat menyebabkan penipisan korteks tulang akibat
peningkatan aktivitas osteoklas yang dipicu oleh hormon paratiroid.(2)
Menurut Murphree dan Thelen (2010), target kadar serum fosfat dan hormon
paratiroid pada pasien GGK adalah sebagai berikut :(3)

Tabel 6. Kadar target Fosfat, kalsium dan hormon paratiroid di GGK(3)

Stage Target Fosfat (mg/dL) Target hormon paratiroid


(pg/mL)
3 (LFG 30-59) 2,7-4,6 35-70
4 (LFG 15-29) 2,7-4,6 70-110
5 (LFG <15) 3,5-5,5 150-300
Target kadar kalsium sesuai dengan kadar normal laboratorium pada orang normal.

23
Saat serum fosfat melebihi kadar normal, maka penanganan harus dimulai.
Penanganan paling pertama berupa restriksi diet fosfat sebesarr 800 hingga 1000
mg/hari dan monitor kadar fosfat per bulan. Jika intervensi ini tidak berhasil, maka
diberikan agen phosphate binder. Jika digunakan calcium-based phosphate binder
maka dosis total harian dari kalsium elemental dari obat tersebut tidak boleh melebihi
1500 mg.(2, 3)
Jika kadar PTH meningkat, maka harus juga dilakukan pengukuran kadar 25-hidroksi
vitamin D. jika normal (>30 ng/mL) maka skrining harus dilakukan tiap tahunnya;
namun jika <30 ng/mL, maka harus diberikan suplementasi vitamin D2. Pada pasien
GGK stage 4-5, dibutuhkan pemberian 1,25-hidroksi vitamin D (kalsitriol) atau analog
aktifnya (parikalsitriol atau doxekalsiferol). Jika terjadi hiperkalsemia >10,2 mg/dL
selama pemberian terapi, maka terapi harus dihentikan. Hiperfosfatemia dapat
ditangani dengan phosphate binders, namun jika tidak berhasil mempertahankan kadar
fosfat, maka terapi vitamin D mungkin harus dihentikan.(2, 3)

Rokok
Merokok memiliki dampak buruk terhadap perburukan fungsi ginjal, terlepas dari
penyebab awal GGK. Setiap pasien yang merokok harus dibantu dan didorong untuk
berhenti merokok. Obat-obat yang dapat membantu seperti Zyban (GlaxoSmithKline,
Inc., Research Triangle Park, NC) dan Chantix (Pfizer, New York, NY), harus
disesuaikan dosisnya pada pasien dengan penyakit ginjal; namun, pengobatan ini
masih dapat berguna untuk membantu berhenti merokok.(3)

Terapi Pengganti Ginjal


Tidak ada bukti klinis sejauh ini yang merekomendasikan nilai LFG dimana harus
dilakukan terapi pengganti ginjal dalam keadaan GGK tanpa komplikasi. Pasien
dengan estimasi LFG sebesar <20 mL/min/m2 kemungkinan membutuhkan terapi
pengganti ginjal jika tampak gejala berikut, yaitu : uremia (setelah eksklusi penyebab
lainnya), komplikasi metabolik refrakter (hiperkalemia, asidosis), retensi cairan
(edema atau hipertensi) atau penurunan status nutrisi (diukur melalui kadar serum
albumin, massa tubuh atau Subjective Global Assesment) yang refrakter terhadap
intervensi diet.(6)
Transplantasi ginjal tidak dilakukan sebelum LFG <20 ml/min/m2 dan terdapat bukti
kerusakan ginjal progresif dan ireversibel dalam 6-12 bulan.(6)
24
IX.PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala,
sehingga penanganannya seringkali terlambat.(5)

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Faiulure. 2005. In: Harrison's
Principle of Internal Medicine [Internet]. New York: McGraw-Hill. 16. [1653-63].
2. Segall L, Nistor I, Covic A. Heart Failure in Patients with Chronic Kidney Disease: A
Systematic Integrative Review. Hindawi. 2014;2014:21.
3. Murphree DD, Thelen SM. Chronic Kidney Disease in Primary Care. JABFM.
2010;23:8.
4. Vassalotti JA, Centor R, Turner BJ, Greer RC, Choi M, Sequist TD. Practical
Approach to Detection and Management of Chronic Kidney Disease for the Primary
Care Clinician. amjmed. 2016;129:9.
5. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2. 5 ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. p. 1035-40.
6. Levin A, Hemmeelgam B, Culleton B, Tobe S, McFarlane P, Ruzicka M, et al.
Guidelines for the Management of Chronic Kidney Disease. CMAJ. 2008;11:9.
7. M. B, Gh. S, A. H. Role of Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors and
Angiotensin Receptor Blockers in Hypertension of Chronic Kidney Disease and
Renoprotection. Study Results. Hippokratia. 2011;15:6.
8. PERNEFRI. 7th Report Of Indonesian Renal Registry2014 24 Februari 2017:[36 p.].
9. Brenner RM, Brenner BM. Adaptation To Renal Injury. 2005. In: Harrison's Principle
of Internal Medicine [Internet]. New York: McGraw-Hill. 16.
10. Brady HR, Brenner BM. Acute Renal Failure. 2005. In: Harrison's Principle of
Internal Medicine [Internet]. New York: McGraw-Hill. 16.
11. KDIGO. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. ISN. 2012;3(1):163.
12. Willems JM, Vlasveld T, Elzen WPd, Westendorp RG, Rabelink TJ, Craen AJd, et al.
Performance of Cockcroft-Gault, MDRD, and CKD-EPI in Estimating Prevalence of
Renal Function and Predicting Survival in the Oldest Old. BMC Geriatrics.
2013;13(113):847.
13. KDIGO. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of Blood Pressure
in Chronic Kidney Disease. ISN. 2012;2(5).
14. Singh AK. Anemia of Chronic Kidney Disease. Clinical Journal of The American
Society of Nephrology. 2008;3:3.

26

Вам также может понравиться

  • Porto Jiwa
    Porto Jiwa
    Документ15 страниц
    Porto Jiwa
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Renal Biopsy in Children With Steroid-Dependent Nephrotic Syndrome
    Renal Biopsy in Children With Steroid-Dependent Nephrotic Syndrome
    Документ4 страницы
    Renal Biopsy in Children With Steroid-Dependent Nephrotic Syndrome
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • To Aipki Reg Vi Mei 2016
    To Aipki Reg Vi Mei 2016
    Документ110 страниц
    To Aipki Reg Vi Mei 2016
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Portofolio Bedah
    Portofolio Bedah
    Документ13 страниц
    Portofolio Bedah
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Soal Hari 2 Februari 2016
    Soal Hari 2 Februari 2016
    Документ19 страниц
    Soal Hari 2 Februari 2016
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Anatomi Dan Fisiologi Mata
    Anatomi Dan Fisiologi Mata
    Документ29 страниц
    Anatomi Dan Fisiologi Mata
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Xeroftalmia
    Xeroftalmia
    Документ11 страниц
    Xeroftalmia
    Jonathan Jeffry Pratama
    100% (1)
  • Hasil Penelitian
    Hasil Penelitian
    Документ19 страниц
    Hasil Penelitian
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Referat Amblyopia
    Referat Amblyopia
    Документ27 страниц
    Referat Amblyopia
    Jonathan Jeffry Pratama
    50% (2)
  • Abstrak Penelitian Ikm
    Abstrak Penelitian Ikm
    Документ4 страницы
    Abstrak Penelitian Ikm
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Skripsi Ikm
    Skripsi Ikm
    Документ59 страниц
    Skripsi Ikm
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Appendix
    Appendix
    Документ6 страниц
    Appendix
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Bab 5-6 Hasil Penelitian
    Bab 5-6 Hasil Penelitian
    Документ28 страниц
    Bab 5-6 Hasil Penelitian
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Proposal Ilmu Kesehatan Masyarakat
    Bab 1 Proposal Ilmu Kesehatan Masyarakat
    Документ4 страницы
    Bab 1 Proposal Ilmu Kesehatan Masyarakat
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Struma Nodosa Non Toksik
    Struma Nodosa Non Toksik
    Документ25 страниц
    Struma Nodosa Non Toksik
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Penanganan Luka Bakar PDF
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Документ11 страниц
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Christine Nathalia Hutagalung
    Оценок пока нет
  • Anemia Dalam Kehamilan
    Anemia Dalam Kehamilan
    Документ18 страниц
    Anemia Dalam Kehamilan
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Anestesi Dan Sistem Endokrin
    Anestesi Dan Sistem Endokrin
    Документ8 страниц
    Anestesi Dan Sistem Endokrin
    Muhammad Akbar
    Оценок пока нет
  • Anemia Dalam Kehamilan
    Anemia Dalam Kehamilan
    Документ30 страниц
    Anemia Dalam Kehamilan
    Jonathan Jeffry Pratama
    100% (1)
  • Posisi Pasien Dan Tindakan Pencegahan Untuk Anestesia Dan Operasi
    Posisi Pasien Dan Tindakan Pencegahan Untuk Anestesia Dan Operasi
    Документ25 страниц
    Posisi Pasien Dan Tindakan Pencegahan Untuk Anestesia Dan Operasi
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Case Kekerasan Akibat Benda Tajam
    Case Kekerasan Akibat Benda Tajam
    Документ23 страницы
    Case Kekerasan Akibat Benda Tajam
    Fitri Amalia
    Оценок пока нет
  • BRONKITIS
    BRONKITIS
    Документ10 страниц
    BRONKITIS
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Lordosis
    Lordosis
    Документ6 страниц
    Lordosis
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Pneumothoraks
    Pneumothoraks
    Документ7 страниц
    Pneumothoraks
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Penentuan Waktu Kematian Berdasarkan Vitreous Humour
    Penentuan Waktu Kematian Berdasarkan Vitreous Humour
    Документ16 страниц
    Penentuan Waktu Kematian Berdasarkan Vitreous Humour
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Malformasi Anorektal
    Malformasi Anorektal
    Документ41 страница
    Malformasi Anorektal
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Report Hypertension
    Report Hypertension
    Документ3 страницы
    Report Hypertension
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • PTSD
    PTSD
    Документ11 страниц
    PTSD
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет
  • Tugas Ensefalopati Anak
    Tugas Ensefalopati Anak
    Документ21 страница
    Tugas Ensefalopati Anak
    Jonathan Jeffry Pratama
    Оценок пока нет