Вы находитесь на странице: 1из 10

1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

Prasetyo Ryan Priambodo

Perjalanan seorang mahasiswa perantuan yang dipenuhi


tugas-tugas -__-

KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU


DI PONTIANAK

May 6, 2013 by PrasetyoRP


KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK

(h ps://prasetyorp.files.wordpress.com/2013/05/images.jpg)

Prasetyo Ryan Priambodo

1IA02

55412694

Fakultas Teknologi Industri

S-1 Teknik Informatika

A.PENDAHULUAN

a.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa
mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan
hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar 1/10
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te…
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar
manusia berbudaya.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistemagama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya
seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari

a.2 Rumusan Masalah

1) Mengetahui kebudayaan melayu di Pontianak.

Suku Melayu adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri utamanya adalah
penuturan bahasa Melayu (h p://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu). Suku Melayu bermukim di
sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera (h p://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera), sekeliling
pesisir Kalimantan (h p://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan), Thailand Selatan, serta pulau-pulau
kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka (h p://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Malaka) dan Selat
Karimata (h p://id.wikipedia.org/wiki/Selat_Karimata). Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar
15% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara), Riau (h p://id.wikipedia.org/wiki/Riau), Kepulauan
Riau (h p://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Riau), Jambi
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Jambi), Sumatera Selatan
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Selatan), Bangka Belitung
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Bangka_Belitung), dan Kalimantan Barat
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat)

Meskipun begitu, banyak pula masyarakat Minangkabau


(h p://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Minangkabau), Mandailing
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandailing), dan Dayak
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak) yang berpindah ke wilayah pesisir timur Sumatra dan
pantai barat Kalimantan, mengaku sebagai orang Melayu. Selain di Nusantara, suku Melayu juga
terdapat di Sri Lanka (h p://id.wikipedia.org/wiki/Sri_Lanka), Kepulauan Cocos , dan Afrika Selatan
(h p://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan)

B. PEMBAHASAN

b.1 Pengertian budaya

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh.budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra
yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
“individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan
kolektif” di Cina.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 2/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan duniamakna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

b.2 Unsur-Unsur Budaya

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen kebudayaan, antara lain
sebagai berikut:

Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:

1) Alat-alat teknologi

2) ekonomi

3) Keluarga

4) Kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

1) Norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan alam sekelilingnya

2) Organisasi ekonomi

3) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah


lembaga pendidikan utama)

4) Organisasi kekuatan (politik)

b.3 Ciri-Ciri Kebudayaan

Ciri-ciri kebudayaan tersebut adalah senantiasa berubah, tingkah laku yang dipalajari, pola tingkah
laku yang dipelajari, hasil dari tingkahlaku orang yang dipelajari, dibagi oleh anggota masyarakat,
dan dialihkanoleh para anggota.

1. Senantiasa berubah

Kebudayaan itu bersifat dinamis, selalu berubah sesuai dengan perkembangan situasi atau zaman
yang membingkainya.

2. Tingkahlaku yang dipelajari

Kebudayaan sangat mempengaruhi pembentukan manusia.Anggota masyarakat terus melakukan


proses belajar, misalnya dari orang tua, teman, lingkungan sekolah, lembaga keagamaan, dan
sebagainya.

3. Pola tingkah laku yang dipelajari

Bahwa tingkah laku yang dipelajari mempunyai hubungan di antara unsur-unsur pola tersebut.

4. Hasil dari tingkah laku yang dipelajari


https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 3/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

4. Hasil dari tingkah laku yang dipelajari

Ide dari seseorang merupakan hasil dari apa yang ia pelajari orang atau kelompok yang lain. Ada
tiga wujud hasil kebudayaan yang dipalajari, yaitu menyangkut nilai-nilai, gagasan-gagasan, norma
dan sebagainya; kompleks tindakan-tindakan berpola; dan pengetahuan untuk menghasilkan benda-
benda hasil karya manusia.

5. Dibagi oleh anggota masyarakat

Tingkah laku yang dipelajari itu hasil-hasilnya tidak milik seseorang atau kelompok tertentu. Ia
merupakan milik masyarakat secara menyeluruh. Nilai dan sikap itu dipelajari dari masyarakat.

6. Dialihkan para anggota

Tingkah laku yang dipelajari dialihkan atau ditularkan dari satu generasi berikutnya melalui
bermacam-macam cara, misalnya melalui tulisan di tembok atau prasasti, dan sebagainya.

b.4 Kebudayaan masyarakat suku melayu di Pontianak

· Tradisi Tepung Tawar

Upacara adat Tepung Tawar kini telah menjadi sebuah keharusan, menjadi sebuah trend dijaman
moderns ini, tentunya kita melirik kembali tentang keberadaan upacara tradisi Tepung tawar ini
yang pada jaman dahulu seperti menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat yang melaksanakan
sebuah upacara-upacara baik upacara di dalam kehidupan rumah tangga maupun upacara bagi
masyarakat pada umumnya. Upacara tradisi Tepung Tawar umumnya bayak dilakukan oleh
masyarakat Melayu dan Suku Dayak akan tetapi pada masyarakat Melayu upacara tepung tawar
yang dikenal pada umumnya ada empat jenis yakni Tepung Tawar Badan, Tepung Tawar Mayit,
Tepung Tawar Peralatan serta Tepung tawar Rumah. Dari empat jenis Tepung Tawar tersebut
masing-masing mempunyai perbedaan baik yang menyangkut peralatan maupun bahan-bahan yang
dipergunakan. Seperti Tepung Tawar Badan komposisinya terdiri dari, tepung beras, beras kuning,
berteh daun juang-juang, daun gandarusa ,daun pacar, serta miyak bau (miyak Bugis). Miyak bau
nantinya diolesi pada bagian tubuh tertentu dan bagi kaum wanita cukup dengan syarat tidak perlu
menyentuh bagian tubuh (pusar)

Tradisi tepung tawar badan diperuntukan bagi anak kecil yang melaksanakan gunting rambut atau
naik ayun (naik tojang), melaksanakan pernikahan, dan yang akan dihitan bagi laki-laki dan
peremtuan. Objek yang akan diberikan menurut tata cara yang berlaku, serta dilampas dengan
memakai daun juang-juang maupun daun ribu-ribu yang telah di celupkan pada seperangkat
peralatan tepung tawar. Adapun bagian-bagian yang dikenakan secara berurutan pada kening, bahu
kanan,bahu kiri, tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan, serta kaki kiri sementara paduan berteh
dihamburkan pada kiri dan kanan tersebut. Ritual tepung tawar tidak bisa dikerjakan sermbarangan
karena menggunakan lafaz khusus yang tidak bisa diungkapkan disini, perlu diterima terlebih
dahulu pada ahlinya.

Tepung tawar bisa juga dilakukan bagi keluarga yang meninggal setelah tiga hari dimakamkan,
umumnya dilakukan sebagai pembersih peralatan yang dipakai mandi mayit, peralatan yang
disimpan diluar rumah di tepung tawar yang disebut dengan acara Pesulli (pembersihan peralatan
mayit). Peralatan di dalam kehidupan seperti kendaraan sepeda motor, mobil, sampan,umumnya
kendaraan ini dipasang pada saat baru dipakai dan ketika mengalami musibah. Tujuannya untuk
meminta keselamatan dengan kenyakinan bahwa masih ada kekuatan gaib yang mempengaruhi di
dalam kehidupan dan tetap memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tepung tawar mayit dengan tepung tawar yang lain tidak jauh berbeda hanya minyak bau yang
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 4/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

Tepung tawar mayit dengan tepung tawar yang lain tidak jauh berbeda hanya minyak bau yang
tidak dipakai dan diganti dengan telur ayam yang diletakan pada tong tempat air memandikan
mayit. Tujuan dari upacara tepung tawar mayit yang dikenal dengan Pesilli agar ahli keluarga yang
ditinggalkan senantiasa sabar menerima cobaan dari Allah. Dapat terhindar dari musibah dengan
memohon agar dijauhkan dari segala musibah yang datang dengan mohon keselamatan, tidak hanya
manusia dan juga peralatan yang telah dipakai dengan wujud terimakasih telah dipergunakan
sebagai peralatan mandi.

Pada pelaksanaan ritual tepung tawar mayit peralatan yang dipakai dilampas dengan daun ribu-ribu
serta peralatan yang lainnya. Peralatan yang sudah bersih baru boleh dibawa masuk kedalam rumah
yang sebelumnya di simpan diluar rumah. Telur yang disimpan pada tong dibuang segera dan
tempat pemandian mayit ditaburi dengan abu dapur sebagai ungkapan bahwa di dalam kehidupan
semua pasti mati dan yang telah terjadi menjadi pasrah laksana abu yang kembali ketempat asalnya.

Upacara ritual tepung tawar peralatan sama seperti tepung tawar yang lainnya, hanya tidak
menggunakan miyak bau. Biasanya yang ditepung tawar ini adalah kendara yang baru maupun
kendaran yang telah mendapat musibah seperti setelah kecelakaan atau kendaraan hilang ditemukan
kembali. Kepercayaan masyarakat dengan menepung tawar kendaraan bahwa , kendaraan yang
dipergunakan bisa membawa keselamatan dan juga bisa mendatangkan musibah, karena kendaraan
tersebut mempergunakan bahan-bahan yang terbuat dari besi, hal ini disebut tua besi, bahwa besi
bisa membawa tuah keberuntungan dan juga bisa membawa kerugian. Kepercayaan ini masih
melekat dimasyarakt pada umumnya bahwa besi tersebut mengandung kekuatan gaib ( ada
penunggunya mahluk halus yang sering mengikuti besi). Sehingga kepercayaan ini tidak terlepas
dari memohon agar kekuatan yang ada tersebut dapat menjadi sebuah kekuatan positip dapat
mempengaruhi jiwa pemakainya. Dan meminta ijin agar selalu di dalam keselamatan. Jika ini tidak
dilakukan dengan tepung tawar sebagian kepercayaan masyarakat akan mempengaruhi jiwa,
kendaraan bisa menabrak atau ditabrak dan bahkan bisa hilang dicuri yang biasa diungkapkan
dengan kata-kata “Sueh”. Lafaz doa yang disebutkan tidak bisa sembarangan melalui tata cara
tertentu.

Upacara Tepung Tawar bagi anak bayi juga dilakukan dengan upacara ritual dengan segala
persiapan yang disediakan bagi ahli keluarga yang mempunyai hajatan. Peralatan yang perlu
dipersiapkan dan dengan lengkap harus sudah ada jika acara dimulai. Adapun perlengkapan alat-
alat tersebut antara lain; Beras yang ditumbuk dicampur dengan daun pandan dan kunyit dibuat
tepung.Daun-daun yang diperlukan untuk alat tepung tawar ialah daun kelapa yang dibuat seperti
bunga tapak bebek diberi bertangkai disebut pentawar, dengan jumlah dua buah. Kemudian daun-
daun yang disusun dengan jumlah lebih kurang dan puluh jenis diikat kemudian dipotong ujung
pangkalnya sehingga rata permukaannya disebut tetungkal dengan jumlah tiga buah.Nyiru kecil
yang terbuat dari anyaman kulit bamboo atau disebut juga layau digunakan untuk mengipas-ngipas
badan disebut tudung bakul. Besi, kayu arus, bekas kayu baker diikat dengan tali disebut mereka
pengkeras. Benang diikat yang diputarkan diatas kepala menurut mereka mudah-mudahan keluarga
itu dapat diikat hatinya menjadi suatu ikatan yang kuat dan kokoh tak ubahnya seperti benang
itu.Tepung yang sudah ditumbuk dan diaduk di dalam tabung bamboo yang berukuran garis
tengahnya lebih kurang dua puluh senti meter, dan setingginya delapan belas sentimeter yang
terbuat dari bamboo Betung gunanya untuk menyimpan tepung yang sudah diaduk, tabung bambu
ini disebut tudung telak. Beras dimasukan ke dalam gantang, sirih,pinang, tembakau,gambir,
kapur,uang logam secukupnya disebut pengkeras. Beras yang dicelup dengan kunyit disebut beras
kuning atau beras kunyit. Anggota yang melaksanakannya tiga orang untuk tetungkalnya dan dua
orang untuk melaksanakan pentawarnya, dengan jumlah lima orang.

Cara melaksanakan tepung tawar ini setelah tepung diaduk, tetungkal dan penawar yang terbuat
dari daun-daun dan daun kelapa itu dicelupkan pada tepung kemudian dicapkan pada kening,
tangan kiri dan kanan, pusat, kaki kiri dan kanan dengan membaca selawat nabi atau doa untuk
memohon keselamatan. Setelah selesai upacara Tepung tawar maka dilanjutkan dengan acara
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 5/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

memohon keselamatan. Setelah selesai upacara Tepung tawar maka dilanjutkan dengan acara
selanjutnya yaitu menggunting rambut bayi. Undangan yang hadir pada kegiatan tersebut adalah
family dan tetangga yang terdekat.

Teori Interaksionisme simbolik sebagaimana dikemukakan oleh Veeger (1993:36, dalam Natsir)
adalah mengambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti
sistem,struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisan sosial, struktur institusional, pola
budaya, norma-norma dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah “aksi”. Seperti
peranan upacara adat yang tergambar akan menjadi sebuah daya rekat masyarakat, sehingga
upacara tersebut semakin sering dilakukan akan semakin dapat mempererat yang sangat berkaitan
satu dengan lainnya, sehingga menjadi sebuah kebutuhan dan adanya saling ketergantungan dan
keseimbangan di dalam kehidupan bersama.

Perlunya dilestarikan nilai-nilai ritual upacara adat, karena di dalam upacara tersebut syarat dengan
nilai-nilai di dalam kehidupan terutama kearifan local, bahwa manusia tidak terlepas dari kehilapan
dan kesalahan, selalu memohon ampun dan petunjuk kepada Allah SWT, dengan terus
melaksanakan kewajiban di dalam kehidupan di dunia, saling gotong royong, menghormati yang
tua, menghargai lingkungan baik benda-benda yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak
bahwa barang-barang tersebut mempunyai manfaat bagi kehidupan dan itu adalah bagian dari
makluk Allah SWT yang tidak bisa disembarangkan dan juga air dan lingkungan agar selalu dijaga
kebersihannya yang digambarkan dengan air tepung tawar yang dimaksudkan agar jagan saling
curiga dan berprasangka buruk dengan yang lain dan mempunyai hati yang bersih. Selalu
mempererat tali siratul rahmi dengan saudara-saudara yang ada disekitar kita terjaganya rasa
solidaritas sesama di dalam kehidupan yang beragam, sehingga tercapai keingin bersama hidup di
dalam keteraman terhindar dari mala petaka dan di jauhi bencana demi terwujudnya cita-cita semua
manusia di muka bumi ini

Tradisi Saprahan (Makan Dalam Kebersamaan)

Kata Saprahan sudah asing terdengar di telinga masyarakat Kalbar, padahal kata ini adalah sebuah
jamuan makan yang melibatkan banyak orang yang duduk di dalam satu barisan, saling berhadapan
dalam duduk satu kebersamaan. Masa kini tradisi tersebut telah berganti menjadi sebuah trend baru
prasmanan, dimana sulit untuk mempertemukan sekelompok orang atau masyarakat dalam satu
majelis, saling berbagi rasa tanpa syak swangka, saling berhadapan sembari menikmati hidangan
makanan di hadapannya.

Tradisi yang dibuat penuh dengan syarat nilai-nilai di dalam kehidupan masyarakat kini telah
bergeser dari acara yang sebenarnya, jika kita lihat pada masa kini yang duduk di dalam satu majelis
sudah tidak bisa membedakan dan tidak mengetahui posisi masing-masing menurut struktur social
didalam masyarakat hal ini akan semakin sumbang jika yang saling berhadapan adalah bukan dari
ahlul bait akan tetapi juga bukan muhrimnya sehingga eksestensi nilai di dalam kebersamaan akan
menjadi suasana yang berbeda. Bagi pria dan wanita tentunya ada perbedaan di dalam majelis dan
bagi bukan muhrim dapat dilakukan secara bergantian, terkecuali dalam jamuan keluarga, akan
tetapi di dalam masyarakat yang datang dari berbagai lapisan harus dipahami, ya tau dirilah! Kita
harus berada dimana?. Pemisahan ini bahwa di dalam tradisi Islam dilarang keras untuk duduk
bersama yang bukan muhrim.

Kembali pada persoalan pokok bahwa yang disebut dengan Seprahan adalah shap-shap atau baris-
baris mereka yang duduk menghadap makanan. Pada makanan ada juga yang dialas dengan kain
putih maupun hijau yang membentang panjang juga ada yang ditumpuk pada satu talam. Panjang
kain saprahan minimal 2 meter yang ukuran dapat menampung 10 atau 5 orang yang saling
berhadapan. Mereka yang berhadapan biasa disebut barisan atau sap yang resminya 3 sap. Sap
terdiri menurut strata social dari pada undangan, atau kedudukan mereka dimasyarakat. “Sap
pertama biasanya mereka yang memiliki kedudukan penting, ketika pada zaman dahulu adalah
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 6/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

pertama biasanya mereka yang memiliki kedudukan penting, ketika pada zaman dahulu adalah
diduduki oleh raja dan alim ulama, ditambah pembesar kerajaan. Kini sap tersebut bisa saja
duperuntukan bagi pejabat. Sementara pada sap yang kedua di duduki oleh kaum kerabat terdekat,
sedangkan pada sap yang ke3 buat masyarakat umum.

Dalam tradisi saprahan ada yang unik yakni tatacara atau tampilan hidangan. Andaikata mangkuk
yang digunakan dalam hidangan yang berwarna putih, maka semua tempat diseragamkan dengan
warna yang sama. Biasanya tempat tersebut terbuat dari keramik atau alumunium putih dilengkapi
dengan kain lap atau serbet. Hidangan ini dibawa oleh kelompok atau grup pembawa saprahan
dengan berpakaian seragam, terdiri dari 3 atau 5 petugas juga memakai sarung tangan dan kaus kaki
putih.

Berpakaian khas telok belanga berkain corak insang dengan sopan santun yang dijunjung tinggi
menerima tamu diperlukan kejelian bagi yang mendapat tugas tersebut.Bagaimana ketika mereka
harus pandai memilih siapa tamu yang datang dan harus ditempatkan pada sap yang mana, sesuai
dari ketokohan dan strata sosial dari undangan yang datang. Jika sap sudah penuh maka dengan
segera disiapkan hidangan dihadapan para undangan” jumlah petugas yang telah ditentukan tidak
boleh diganggu oleh orang lain. Mereka harus pandai meletakan serta menata lauk pauk serta
hidangan. Letak mesti sejajar seperti kepala ikan yang menghadap ketimur, maka rangkaian barang
yang diberikan semuanya diatur sama,”jika ada yang berlawanan arah, maka akan menjadi sumbang
hilang kesan kebersamaan, keseragaman, serta kekompakan. Undangan jika melihat hal tersebut
sumbang maka dengan segera memberitahu dengan pengantar agar segera dibetulkan posisinya.
Namun semestinya yang ditugaskan harus jeli meletakannya.

Sementara ketika undangan makan, sebagian mereka harus hilir mudik memperhatikan lauk-pauk
yang ada di depan para undangan. Jika habis harus segera diganti dengan tatacara tertentu. “Jangan
pernah sekalipun menganti lauk yang habis dengan membawa makanan dari dapur kepiring di
depan undangan, kemudian memindahkan makanan tersebut ke dalam piring yang telah dipakai
sebelumnya.

Tradisi makan saprahan ada istilah yang disebut dengan kepala paret. Kepala paret yang ditunjuk
adalah yang duduk pada sap yang paling depan atau pada bagian atas. Kepala paret menentukan
memulai acara makan maupun menutup acara makan, ketika kepala paret memulai makan barulah
diikuti dengan yang lainnya dan begitu juga jika kepala paret mengakhiri maka yang lain juga harus
mengikutinya, jika masih dilanjutkan oleh yang lain disebut dengan selak’ atau buaya’.
“Implementasinya adanya perasaan senasib, kebersamaan,sopan santun, menghargai yang dituakan
atau menghargai pemimpin, karena pemimpin sudah menunjukan tatacara budi bahasa yang baik,
penuh dengan kesopan. Adanya saling menghormati memuliakan pemimpin, tamu dan tidak boleh
ada yang saling mendahului. Yang pasti semakin sering duduk dan makan di dalam kebersamaan
maka semakin kental tali persaudaraan sesamanya.

Pada zaman dahulu posisi kepala paret sudah pasti raja. Namun untuk saat ini bisa saja diduduki
oleh para pejabat, atau mereka yang dituakan. Kepala paret memang betul-betul diistimewakan.
Mereka dengan hidangan khusus, dalam penyajian dilengkapi dengan mampan berwarna emas,
tempat cuci tangan dan lap tangan bersih. Memulai makanan maka ahlul bait (tuan rumah)
mempersilakan dengan hormat kepada kepala paret untuk segera memulainya

· Suguhan Makanan Tersaji Dalam Tiga Gelombang

Tiga gelombang yang disebut dengan tiga sesi hidangan yang berbeda undangan yang hadir pada
suatu majelis. Biasanya ada kesepakatan dari ahli tuan rumah berupa nasi putih, sayur ikan pedas,
sambal belacan,ayam,ikan asin,pisang raja atau pisang hijau, bahkan juga ada ditambah dengan
makanan khas cencalok (anak udang halus yang diberi sambal), buduk” seperti biasa jika kepala

paret sudah selesai makan diikuti dengan yang lain dengan meletakan sendok dengan cara terbalik,7/10
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te…
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

paret sudah selesai makan diikuti dengan yang lain dengan meletakan sendok dengan cara terbalik,
akan tetapi umumnya dilakukan dengan mengunakan tangan, tanpa sendok. Untuk acara kedua
dimulai lagi seperti semula. Lazim disebut dengan gelombang kedua juga dengan kata-kata
menunggu gelombang ke dua berupa hidangan pencuci mulut, kue-kue dengan segelas kopi dalam
ukuran cawan kecil disebut dengan kopi mak jande”, kue berupa bingke berendam, belodar, roti kap.
Pada acara berikut dengan menunggu gelombang ke tiga hidangan yang dikeluarkan ialah air serbat
(air yang terbuat dari ramuan berwarna merah hati). Air serbat (aek penguser) sebagai tanda yang
disebut dengan kode” bahwa acara sudah berakhir bagi undangan segera meninggalkan tempat
jamuan. Akhir acara kepala paret menunjuk seseorang untuk membaca salawat nabi. Dalam acara
makan saprahan tidak bisa dikerjakan sembarangan karena setiap tata cara mengandung kearifan
local dan penuh dengan nilai-nilai yang dalam hal ini jika dihayati dan diambil arti atau maksudnya
tersebut maka akan bermakna.

Pantangan yang berlaku dalam jamuan makan saprahan ialah jangan berbicara kotor serta keji,
jangan berludah, jika ada yang bersin maka dengan segera meninggalkan tempat dan digantikan
dengan yang lain. Para undangan dilarang mengambil bagian yang bukan dihadapannya. Secara
teoritis adat dalam tradisi saprahan sangat merunut pada teori Maslow yakni menempatkan
kebutuhan makan dalam hierarki atau sebuah system. Tidak ada batasan siapa yang berhak
mengadakan makan saprahan, karena dalam tradisi saprahan memiliki sifat serta kegunaan tertentu
dan kadang tak terlepas dari tujuan adat dari tujuan tersebut bagaimana interaksi masyarakat untuk
saling mengakrabkan diri, saling mengenal satu sama lain, rasa kebersamaan tercipta sesama warga.

Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Acara Saprahan :

1. Nilai Kebersamaan

Pada dasarnya upacara saprahan itu sifatnya transparan, diikuti oleh seluruh warga kaum kerabat
dan adanya gotong royong sebelum acara dimulai. Pelaksanaan dikoordinir para keluarga besar.
Dengan mencerminkan rasa kebersamaan dan kekompakan yang tinggi di mulai dari awal sampai
akhir persiapan, pelaksanaan hingga berakhirnya kegiatan.

2. Nilai Ketaatan

Nilai ini tercermin adanya dorongan dalam diri warga masyarakat untuk melaksanakan tradisi yang
turun temurun sifatnya,khususnya acara saprahan. Hal ini adanya rasa menghormati pemimpin yang
dianggap bisa mewakili kepentingan masyarakatnya atau juga yang dianggap dituakan sangat
dihormati, hal ini merupakan manifestasi dari ketaqwaan seorang insan yang diungkapkan di dalam
sebuah hadis, taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasul, dan taat kepada pemimpin. Adanya rasa
keterikatan secara otomatis menciptakan rasa persatuan dan kesatuan sesama umat yang harus dapat
dipertahankan agar acara seperti ini menjadi sebuah identitas masyarakatnya.

3. Nilai Religius

Dari pelaksanaan upacara saprahan dapat dilihat bahwa di dalam menghadapi hidangan yang
dianugrahkan Allah SWT tidak terlepas dari acara berdoa dan ditutupi dengan membaca salawat
kepada nabi, agar di dalam acara tersebut mendapat berkah serta pahala dan selamat dari musibah
dan bencana.

Pelaksanaan acara saprahan dapat mengikat persatuan dan kesatuan yang pada akhirnya dapat
menumbuhkan identitas diri masyarakat yang bersangkutan, terutama dari nilai kebersamaan,
kegotong royongan dan kekompakan yang diwujudkan dalam rangkaian upacara tersebut. Nilai-
nilai tersebut dapat diaplikasikan pada generasi muda melalui pendidikan non formal di rumah atau

dilingkungan social maupun pendidikan sekolah secara formal. Selanjutnya acara saprahan perlu
https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 8/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

dilingkungan social maupun pendidikan sekolah secara formal. Selanjutnya acara saprahan perlu
dilakukan secara berkesinambungan untuk melestarikan salah satu adat budaya bangsa guna
memupuk kerjasama antar warga hingga memperkokoh rasa identitas bersama.

C.PENUTUP

c.1 Kesimpulan

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad
ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga
berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli
Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku
Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban
yang semuanya berlogat “a” seperti bahasa Melayu Baku.

Suku Melayu di Kalimantan Barat tersebar luas hampir di semua kabupaten dan kota. Setiap suku
memiliki nama dan karakteristik yang berbeda. Suku Melayu di Kalimantan Barat antara lain Melayu
Pontianak, Melayu Singkawang, Melayu Mempawah, Melayu Sambas, Melayu Bengkayang, Melayu
Sanggau, Melayu Sekadau, Melayu Sintang, Melayu Kapuas Hulu, Melayu Kubu, Melayu Sukadana
dan Melayu Ketapang. Peninggalan sejarah dan budaya Melayu di Kalimantan Barat tercermin pada
peninggalan Keraton yang terdapat di seluruh kabupaten/kota. Adat dan tradisi masih dilestarikan
secara turun temurun oleh generasi penerusnya.

Advertisements

Report this ad

Report this ad
Bookmark the permalink.

https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-te… 9/10
1/1/2018 KEBUDAYAAN MASYARAKAT MELAYU DI PONTIANAK | Prasetyo Ryan Priambodo

One thought on “KEBUDAYAAN MASYARAKAT


MELAYU DI PONTIANAK”

1. Vaucer Zalora says:


July 31, 2013 at 6:05 pm
Memang menarik isu nie… saya banyak membaca mengenai hal nie… tahniah, artikel awak
memang menepati maksudnya… memang menarik..

Reply

Blog at WordPress.com.

https://prasetyorp.wordpress.com/2013/05/06/kebudayaan-masyarakat-melayu-di-pontianak-prasetyo-ryan-priambodo1ia0255412694fakultas-t… 10/10

Вам также может понравиться