Вы находитесь на странице: 1из 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara

2.1.1 Anatomi

Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan kelenjar dan

jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan duktus. Sedangkan jaringan

stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Payudara terdapat dalam fasia

superfisialis dinding torak ventral yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula

sampai dengan costae atau intercostae kelima sampai keenam (Haryono et al., 2011;

Moore et al., 2009). Adapun anatomi payudara tersaji pada gambar 1.

Gambar 1. Anatomi mammae anterior (Sumber:


http://www.cancer.gov).
Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang

merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis, dan arteri

interkostalis posterior. Sedangkan, sistem limfatik payudara terdiri dari pleksus

subareola dan pleksus profunda. Pleksus subareola mencakup bagian tengah payudara,

kulit, areola dan puting yang akan mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis

anterior dan sebagian besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus profunda mencakup

daerah muskulus pektoralis menuju kelenjar getah bening rotter, kemudian ke kelenjar

getah bening subklavikula atau route of Grouzsman, dan 25% sisanya menuju kelenjar

getah bening mammaria interna (Soetrisno, 2010). Sistem limfatik payudara tersaji

pada gambar 2.

Gambar 2. Sistem limfatik mammae (Sumber:


http://www.edoctoronline.com).

Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan cabang

saraf interkostalis kedua sampai keenam sehingga dapat menyebabkan penyebaran rasa

nyeri terutama pada punggung, skapula, lengan bagian tengah, dan leher (Moore et al.,

2009).
2.1.2 Histologi

Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang

dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke papila

mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat lobulus–lobulus yang

terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah

dan pada bagian dasarterdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis

mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol (Eroschenko, 2008).

Adapun gambaran histologi payudara dan predileksi lesi payudara tersaji pada gambar 3

dan 4.

Gambar 3. Histologi Mammae (Sumber: Eroschenko,


2008).

Gambar 4. Predileksi lesi payudara (Sumber:


http://generalsurgeonnews.com).
2.1.3 Fisiologi

Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus. Sel

epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur protein yang disekresi

apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG, unsur lipid dalam bentuk droplet

yang diliputi sitoplasma sel. Dalam perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi

oleh hormon dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior, adrenal,

dan ovarium. Kelenjar hipofisis anterior memiliki pengaruh terhadap hormonal

siklik follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).

Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen dan progesteron yang merupakan

hormon siklus haid. Pengaruh hormon siklus haid yang paling sering menimbulkan

dampak yang nyata adalah payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa

nyeri. Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem keseimbangan

hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko terhadap perkembangan dan involusi

siklik fisiologis, seperti jaringan parenkim atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat

timbul fenomena kista kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan

proses aging (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).

2.1.4 Patologi

Pada dasarnya kelainan patologi payudara dapat digolongkan menjadi empat

golongan besar yaitu kelainan kongenital, infeksi, kelainan akibat ketidakseimbangan

hormonal, dan neoplasma (Soetrisno, 2010).


Kelainan kongenital tidak diketahui dengan pasti etiologinya, tetapi segala sesuatu

yang bersifat menimbulkan kegagalan secara total maupun parsial perkembangan

somatik payudara akan berakibat kurang atau gagalnya pembentukan komponen

payudara. Kelainan kongenital dapat berupa agenesis, hipoplasia dan hipotrofi,

polythelia atau jumlah puting susu yang berlebihan, polymastia atau terdapat lebih dari

sepasang payudara, dan lain–lain (Fadjari, 2012).

Kelainan payudara akibat ketidakseimbangan hormon terutama hormon

estrogen disebut hyperestrenisme. Kelainan ini akan menimbulkan penyimpangan

pertumbuhan dan komponen jaringan payudara yang disebut mammary dysplasia

pada wanita dan gynecomastia pada pria. Bila terdapat bentuk kista yang tidak teratur

baik letak maupun ukurannya dan disertai peningkatan unsur jaringan ikat ekstralobular

akan didapatkan fibrokistik payudara (Soetrisno, 2010).

Lesi jinak pada wanita terbanyak adalah fibroadenoma yang terjadi pada rentang

usia 20–55 tahun. Sedangkan lesi ganas terbanyak adalah karsinoma duktal invasif

dengan prevalensi pada umur lebih dari 45 tahun dan pada masa menopause. Sebagian

besar lesi mamma terdiri dari satu atau lebih benjolan yang bentuk dan ukuran sangat

bervariasi. Benjolan ini dapat berbatas tegas maupun tidak, nodul tunggal atau multipel,

lunak atau keras, dapat digerakkan dari dasarnya atau tidak. Hal ini yang dapat

membantu membedakan lesi jinak atau lesi ganas pada payudara (Underwood & Cross,

2010; Utami, et al, 2014)


2.2 Kelainan Akibat Ketidakseimbangan Hormon

2.2.1 Penyakit Fibrokistik

Kelainan ini paling sering ditemukan, bersifat jinak dan non–neoplastik tetapi

memiliki hubungan dengan meningkatnya resiko terjadinya keganasan. Fibrokistik

payudara ditandai dengan rasa nyeri dan benjolan yang ukurannya berubah–ubah.

Benjolan ini membesar sebelum periode menstruasi serta mengeluarkan cairan puting

yang tidak normal. Pada periode menjelang menopause, sifat benjolan pada kelainan

ini tidak berbatas tegas dan kenyal seperti karet (Fadjari, 2012).

Penyebab pasti dari fibrokistik payudara belum diketahui, tetapi dipengaruhi oleh

hormon estrogen. Apabila estrogen di dalam aliran darah kadarnya memuncak sewaktu

pertengahan siklus tepat sebelum ovulasi, payudara menjadi bengkak, penuh, dan terasa

berat. Gejala ini memburuk pada awal periode menstruasi terutama pada wanita 40–

45 tahun dan menurun jelas pasca menopause. Sehingga, perubahan kistik disimpulkan

akibat ketidakseimbangan antara hiperplasia epitel, bersama dengan dilatasi duktus dan

lobulus yang terjadi pada setiap siklus menstruasi (Nasar et al., 2010
2.3 Neoplasma Jinak

Neoplasma merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh

secara autonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga bentuk dan

struktur sel ini berbeda dengan sel normal. Sifat sel tumor ini bergantung pada

besarnya penyimpangan bentuk dan fungsi, autonominya dalam sifat pertumbuhan,

dan kemampuan dalam berinfiltrasi serta bermetastasis (Price & Wilson, 2006).

Neoplasma dapat bersifat ganas dan jinak. Neoplasma ganas atau kanker

tumbuh secara tidak terkendali, menginfiltrasi ke jaringan sekitar sekaligus

merusaknya, dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain yang dapat disebut sebagai

metastasis. Sedangkan neoplasma jinak memiliki batas tegas dan tidak infiltratif,

tidak merusak, serta tidak bermetastasis, tetapi dapat bersifat ekspansif, yaitu dapat

terus membesar sehingga menekan jaringan sekitarnya (De Jong & Sjamsuhidajat,

2010).

Etiologi neoplasma belum diketahui secara pasti, tetapi bersifat multifaktorial.

Terdapat faktor endogen yaitu epigenetik dan heredofamilial, hormonal, status imun,

nullipara, aging, stress berat. Faktor endogen seperti heredofamilial berkaitan erat

dengan mutasi gen breast cancer 1 (BRCA 1) pada kromosom 17q21.3 dan BRCA

2 pada kromosom 13q12–13 serta mutasi germ-line dalam TP–53. Gen ini

berperan sebagai DNA repair dan gen supresor tetapi inaktif atau terdapat defek.

Sedangkan faktor eksogen seperti faktor konsumtif berupa defisiensi protein,

vitamin A, antioksidan, dan diet tinggi lemak. Selain itu terapi sulih hormon,

trauma, perokok, dan obesitas memiliki faktor resiko mengalami fibroadenoma

(Greenberg et al., 2008; Soetrisno, 2010)


2.3.1 Fibroadenoma Mammae (FAM)

Fibroadenoma mammae (FAM) merupakan tumor jinak yang paling banyak

ditemukan. Menurut penelitian di New York, FAM terdapat pada ¼ kasus karsinoma,

dengan frekuensi enam kali lebih banyak dibanding papiloma duktus. Insidensi

tertinggi tumor ini terjadi pada dekade tiga meskipun dapat timbul terutama pada usia

setelah pubertas. Berdasarkan laporan dari NSW Breast Cancer Institute (2010), FAM

umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21–25 tahun, kurang dari 5% terjadi pada

usia di atas 50 tahun.

Sampai saat ini penyebab FAM masih belum diketahui secara pasti, namun

berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya

tumor ini antara lain riwayat perkawinan yang dihubungkan dengan status perkawinan

dan usia perkawinan, paritas dan riwayat menyusui anak.. Penurunan paritas

meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada kelompok wanita

nullipara. Fibroadenoma mammae merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat

pada wanita muda, dan jarang ditemukan setelah menopause.

Fibroadenoma adalah kelainan pada perkembangan payudara normal dimana ada

pertumbuhan berlebih dan tidak normal pada jaringan payudara dan pertumbuhan yang

berlebih dari sel-sel yang melapisi saluran air susu di payudara.


Fibroadenoma berasal dari proliferasi kedua unsur lobulus, yaitu asinus atau duktus

terminalis dan jaringan fibroblastik. Terdapat dua jenis FAM, yaitu FAM intrakanalikuler atau

stroma yang tumbuh mendesak kanalikulus pada sistem duktulus intralobulus dan FAM

perikanalikuler atau stroma yang tumbuh proliferatif mengitari sistem kanalikulus sistem

duktulus intralobulus (Nasar et al., 2010).

Sifat lesi jinak ini berupa benjolan yang mobile atau dapat digerakkan, lobulasi tidak

nyeri tekan, kenyal seperti karet berukuran satu sampai dengan empat sentimeter, dan banyak

ditemukan pada kuadran lateral kanan atas payudara kiri pada penderita yang right handed.

Benjolan ini dapat bertambah besar satu sentimeter dibawah pengaruh estrogen haid normal,

kehamilan, laktasi, atau penggunaan kontrasepsi oral. Secara makroskopik, benjolan ini

berbeda morfologinya dari lesi ganas, yaitu tepi tajam dan permukaannya putih keabuan

sampai merah muda serta homogen. Sedangkan secara mikroskopik, terdapat susunan

lobules perikanalikular yang mengandung stroma padat dan epitel proliferative (Soetrisno,

2010; Sabiston, 2011)

2.3.1.1 Patofisiologi Fibroadenoma

Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada masa

reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan

setempat yang berlebihan terhadap hormon estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan

dalam mamary displasia. Fibroadenoma biasanya ditemukan pada kuadran luar atas,

merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di sekitarnya.

Fibroadenoma mammae biasanya tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara

kebetulan. Fibroadenoma biasanya ditemukan sebagai benjolan tunggal, tetapi sekitar 10%-

15% wanita yang menderita fibroadenoma memiliki beberapa benjolan pada kedua payudara.

Penyebab munculnya beberapa fibroadenoma pada payudara belum diketahui secara


jelas dan pasti. Hubungan antara munculnya beberapa fibroadenoma dengan penggunaan

kontrasepsi oral belum dapat dilaporkan dengan pasti. Selain itu adanya kemungkinan

patogenesis yang berhubungan dengan hipersensitivitas jaringan payudara lokal terhadap

estrogen, faktor makanan dan faktor riwayat keluarga atau keturunan. Kemungkinan lain

adalah bahwa tingkat fisiologi estrogen penderita tidak meningkat tetapi sebaliknya jumlah

reseptor estrogen meningkat. Peningkatan kepekaan terhadap estrogen dapat menyebabkan

hyperplasia kelenjar susu dan akan berkembang menjadi karsinoma.

Fibroadenoma sensitif terhadap perubahan hormon. Fibroadenoma bervariasi selama

siklus menstruasi, kadang dapat terlihat menonjol, dan dapat membesar selama masa

kehamilan dan menyusui. Akan tetapi tidak menggangu kemampuan seorang wanita

untuk menyusui. Diperkirakan bahwa sepertiga dari kasus fibroadenoma jika dibiarkan

ukurannya akan berkurang bahkan hilang sepenuhnya. Namun yang paling sering terjadi, jika

dibiarkan ukuran fibroadenoma akan tetap. Tumor ini biasanya bersifat kenyal dan berbatas

tegas dan tidak sulit untuk diraba. Apabila benjolan didorong atau diraba akan terasa

seperti bergerak-gerak sehingga beberapa orang menyebut fibroadenoma sebagai

“breast mouse”. Biasanya fibroadenoma tidak terasa sakit, namun kadang kala akan

menimbulkan rasa tidak nyaman dan sangat sensitif apabila disentuh.

2.3.1.2 Klasifikasi Fibroadenoma Mammae

Secara sederhana fibroadenoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam:

a. Common Fibroadenoma

Common fibroadenoma memiliki ukuran 1-3 cm, disebut juga dengan simpel

fibroadenoma. Sering ditemukan pada wanita kelompok umur muda antara 21-25 tahun.

Ketika fibroadenoma dapat dirasakan sebagai benjolan, benjolan itu biasanya berbentuk oval

atau bulat, halus, tegas, dan bergerak sangat bebas. Sekitar 80% dari seluruh kasus
3
fibroadenoma yang terjadi adalah fibroadenoma tunggal.

b. Giant Fibroadenoma

Giant fibroadenoma adalah tumor jinak payudara yang memiliki ukuran dengan

diameter lebih dari 5 cm. Secara keseluruhan insiden giant fibroadenoma sekitar 4% dari

seluruh kasus fibroadenoma. Giant fibroadenoma biasanya ditemui pada wanita hamil

dan menyusui. Giant fibroadenoma ditandai dengan ukuran yang besar dan pembesaran

massa enkapsulasi payudara yang cepat. Giant fibroadenoma dapat merusak bentuk payudara

dan menyebabkan tidak simetris karena ukurannya yang besar, sehingga perlu dilakukan

pemotongan dan pengangkatan terhadap tumor ini.

c. Juvenile Fibroadenoma

Juvenile fibroadenoma biasa terjadi pada remaja perempuan, dengan insiden

0,5-2% dari seluruh kasus fibroadenoma. Sekitar 10-25% pasien dengan juvenile

fibroadenoma memiliki lesi yang multiple atau bilateral. Tumor jenis ini lebih banyak

ditemukan pada orang Afrika dan India Barat dibandingkan pada orang Kaukasia.

Fibroadenoma mammae juga dapat dibedakan secara histologi antara lain:

a. Fibroadenoma Pericanaliculare

Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa lapis.

b. Fibroadenoma intracanaliculare

Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar

berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen yang sempit atau menghilang. Pada

saat menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran sedikit dan pada saat

menopause terjadi regresi.

2.3.1.3 Gejala Klinis

Gejala klinis yang sering terjadi pada fibroadenoma mammae adalah adanya
bagian yang menonjol pada permukaan payudara, benjolan memiliki batas yang tegas dengan

konsistensi padat dan kenyal.16 Ukuran diameter benjolan yang sering terjadi sekitar 1-4 cm,

namun kadang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat dengan ukuran benjolan

berdiameter lebih dari 5 cm.21 Benjolan yang tumbuh dapat diraba dan digerakkan dengan

bebas. Umumnya fibroadenoma tidak menimbulkan rasa nyeri atau tidak sakit.

Perubahan fibroadenoma menjadi ganas dalam komponen epitel fibroadenoma

umumnya dianggap langka.18 Fibroadenoma secara signifikan tidak meningkatkan risiko

berkembang menjadi kanker payudara4 Insiden karsinoma berkembang dalam suatu

fibroadenoma dilaporkan hanya 20/10.000 sampai 125/10.000 orang yang berisiko.

Sekitar 50% dari tumor ini adalah lobular carcinoma in situ (LCIS), 20% infiltrasi

karsinoma lobular, 20% adalah karsinoma duktal in situ (DCIS), dan 10% sisanya

infiltrasi karsinoma duktal. Berdasarkan pemeriksaan klinis ultrasonografi dan

mammografi biasanya ditemukan fibroadenoma jinak dan perubahan menjadi ganas

ditemukan hanya jika fibroadenoma tersebut dipotong.18 Fibroadenoma yang dibiarkan

selama bertahun-tahun akan berubah menjadi ganas, dikenal dengan istilah progresi dan

persentase kemungkinannya hanya 0,5% - 1%.35

2.3.1.4 Epidemiologi

Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak pada payudara yang lebih sering

didiagnosa pada wanita muda.22 Fibroadenoma dilaporkan terjadi pada lebih dari 9%

penduduk wanita. Fibroadenoma sangat dipengaruhi oleh hormon dan bervariasi selama siklus

menstruasi dan masa kehamilan.

2.3.1.5 Faktor Risiko

Sampai saat ini penyebab FAM masih belum diketahui secara pasti, namun

berdasarkan hasil penelitian ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya tumor

ini antara lain:


a. Umur

Umur merupakan faktor penting yang menentukan insiden atau frekuensi terjadinya

FAM. Fibroadenoma biasanya terjadi pada wanita usia muda < 30 tahun.26 terutama terjadi

pada wanita dengan usia antara 15-25 tahun.4 Berdasarkan data dari penelitian di Depatemen

Patologi Rumah Sakit Komofo Anyoke Teaching di Ghana (Bewtra, 2009) dilaporkan bahwa

rata-rata umur pasien yang menderita fibroadenoma adalah 23 tahun dengan rentang usia 14-

49 tahun.

b. Riwayat Perkawinan

Riwayat perkawinan dihubungkan dengan status perkawinan dan usia

perkawinan, paritas dan riwayat menyusui anak. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all (2011) di

Iran menyatakan bahwa tidak menikah meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=6.64, CI 95%

2.56-16.31) artinya penderita FAM kemungkinan 6,64 kali adalah wanita yang tidak menikah.

Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menikah < 21 tahun meningkatkan risiko

kejadian FAM (OR=2.84, CI 95% 1.23-6.53) artinya penderita FAM kemungkinan 2,84 kali

adalah wanita yang menikah pada usia < 21 tahun.27

c. Paritas dan Riwayat Menyusui Anak

Penurunan paritas meningkatkan insiden terjadinya FAM, terutama meningkat pada

kelompok wanita nullipara. Pengalaman menyusui memiliki peran yang penting dalam

perlindungan terhadap risiko kejadian FAM.

d. Penggunaan Hormon

Diperkirakan bahwa fibroadenoma mammae terjadi karena kepekaan terhadap

peningkatan hormon estrogen. Penggunaan kontrasepsi yang komponen utamanya adalah

estrogen merupakan faktor risiko yang meningkatkan kejadian FAM. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan di Department of Surgery, University of Oklahoma Health Sciences Center

(Organ, 1983), dilaporkan proporsi penderita FAM yang menggunakan kontrasepsi dengan
komponen utama estrogen adalah sekitar 60%.28

e. Obesitas

Berat badan yang berlebihan (obesitas) dan IMT yang lebih dari normal

merupakan faktor risiko terjadinya FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all diketahui

bahwa IMT > 30 kg/m2 meningkatkan risiko kejadian FAM (OR=2.45,CI 95% 1.04-3.03)

artinya wanita dengan IMT > 30 kg/m2 memiliki risiko 2,45 kali menderita FAM

dibandingkan wanita dengan IMT < 30 kg/m2.27

f. Riwayat Keluarga

Tidak ada faktor genetik diketahui mempengaruhi risiko fibroadenoma. Namun,

riwayat keluarga kanker payudara pada keluarga tingkat pertama dilaporkan oleh

beberapa peneliti berhubungan dengan peningkatan risiko tumor ini. Dari beberapa penelitian

menunjukkan adanya risiko menderita FAM pada wanita yang ibu dan saudara perempuan

mengalami penyakit payudara. Dilaporkan 27 % dari penderita FAM memiliki riwayat

keluarga menderita penyakit pada payudara (Organ, 1983).28 Tidak seperti penderita

dengan fibroadenoma tunggal, penderita multiple fibroadenoma memiliki riwayat

penyakit keluarga yang kuat menderita penyakit pada payudara.

g. Stress

Stress berat dapat meningkatkan produksi hormon endogen estrogen yang juga akan

meningkatkan insiden FAM. Berdasarkan penelitian Bidgoli, et all diketahui orang yang

mengalami stress memiliki risiko lebih tinggi menderita FAM (OR=1.43 CI

95%1.16-1.76) artinya orang yang mengalami stress memiliki risiko 1,43 kali menderita FAM

dibandingkan dengan orang yang tidak stress.

2.3.2 Perubahan Fibrokistik/Fibrocystic Change (FCC)

2.3.2.1 Definisi
Adalah Kondisi payudara yang menyebabkan adanya rasa nyeri, kistik dan benjolan.

FCC memiliki berbagai variasi histologi yaitu stromal fibrosis, cysts, adenosis, apocrine

metaplasia, dan epithelial proliferation dalam derajat yang bervariasi. Respon yang berlebihan

dari jaringan payudara terhadap perubahan kadar hormone estrogen dan progesterone setiap

bulannya, diyakini sebagai galaktokel dari FCC. Walaupun kelainan ini adalah jinak terkadang

salah didiagnosis sebagai kanker, oleh karena adanya FBB terkadang mempersulit deteksi

kanker.

2.3.2.2 Epidemiologi

Estimasi menyerang 30/60% wanita dan mayoritas (minimal 50%) pada usia subur

yaitu 20-40 tahun.

2.3.2.3 Faktor Risiko

a. Usia : Tersering adalah usia subur 20-40 tahun, terdapat sumber lain mengatakan 30-50

tahun.

b. Hormonal : Fakta sehari-hari menunjukan kejadian FCC berhubungan dengan

perubahanhormonal sepeti siklus menstruasi, kehamilan, menopause dan terapi hormonal.

c. Faktor lainnya adalah : stress, konsumsi rokok, cokelat, konsumsi tinggi lemak dan

genetika.

2.3.2.4 Diagnosis

a. Anamnesis : keluhan utama adalah benjolan di payudara atau benjolan yang sangat nyeri

dan tegang. Keluhan seting dimulai 7-10 hari sebelum menstruasi dan reda setelah haid.

Ukuran benjolan juga dirasakan berfluktuasi mengikuti siklus menstruasi. Nyeri payudara bisa

persisten atau intermitten sering bilateral, nipple terkadang tegang atau gatal, tidak ada

gangguan menyusui.

b. Pemeriksaan Fisik: teraba 1 atau lebih masa kistik dengan batas yang jelas atau teraba

massa yang padat dan mudah digerakkan. Benjolan tersebut sering berlokasi di lateral atas.
Kista atau massa padat tersebut bulat dengan batas yang halus, konsistensi elastis seperti karet

dan bentuk yang terkadang berubah. Terkadang terdapat nipple discharge.

c. Pemeriksaan Penunjang: USG Payudara dan aspirasi kista dengan jarum halus (FNAB)

digunakan untuk pemeriksaan awal. USG akan mendapatkan kista bulat atau oval dengan

batas yang tegas. Kista tunggal dapat di aspirasi dan biopsi dilakukan jika asimtomatik.

Aspirasi dapat dituntun dengan USG pada kista yang tidak teraba. Mammografi dapat

mendeteksi masa padat ukurang sangat kecil yang tidak teraba. Namun mammografi hanya

dianjurkan jika usia lebih dari 35 tahun namun pada penderita yang mempunyai faktor risiko

untuk kanker payudara sangat tinggi.

2.3.2.5 Terapi Pembedahan

Eksisi kista jika isi cairan terdapat darah. Eksisi masa tumor hanya dilakukan pada

pasien dengan keluhan yang berat dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan potong beku untuk

konfirmasi diagnostik.

2.3.3 Papiloma Intraduktal

2.3.3.1 Definisi

Merupakan tumor jinak akibat dari proliferasi lokal pada epitel duktus. Dikategorikan

atas 2 yaitu papiloma soliter (central) dan multiple (peripheral). Papilloma Intraduktal

merupakan tumor pada duktus laktiferous mayor.

2.3.3.2 Epidemiologi

Karakteristik papiloma soliter adalah uia umumnya 3-4 mm namun terkadang besar

mencapai 4-5 cm, nipple discharge unilateral yang serosanguineous atau bloody (mengandung

darah). Karakteristik yang multiple adalah usia lebih muda, jarang terdapat nipple discharge,

sering bilateral, lokasi di perifer, lebih rentan untuk bertransformasi maligna. Juvenile

papilomatosis lesi ini paling banyak diderita oleh wanita usia muda (rerata 23 tahun) namun

pernah juga ditemukan pada wanita usia 48 tahun. Keluhan biasanya adanya massa tanpa
nyeri, dalam pemeriksaan fisik batas tegas, mudah digerakkan dan sering diduga sebagai

fibroadenoma.

2.3.3.3 Tampilan Klinis

Masa subareola dan atau spontaneous nipple discharge.

2.3.3.4 Pemeriksaan Penunjang

USG Payudara. USG 3 dimensi sangat membantu dalam memvisualisasikan kelainan

intraduktus. Dapat juga digunakan untuk menuntun biopsi.

Mammografi, direkomendasikan mammografi digital. Mammografi konvensional tidak

dapat mengidentifikasi papilloma intraduktal. Hanya untuk pasien > 35 tahun.

Duktulografi. Aman dan mudah untuk visualisasi kelainan dalam duktus. Papilloma

intraduktal digambarkan oleh adanya filling defek didalam duktus yang melebar. Papilloma

soliter selalu terlihat dalam collecting duct sementara papilloma multiple sering terlihat dalam

cabang-cabang duktus.

2.3.3.5 Diagnosis

Diagnosis definitif dengan frozen section (potong beku saat operasi) atau histopatologi

dari spesimen tumor pasca operasi.

2.3.3.6 Terapi

Terapi utama adalah operasi eksisi duktus (microdochectomy) untuk menghilangkan

gejala dan pemeriksaan histopatologi. Operasi ini terutama diindikasikan pada papilloma

dengan nipple discharge yang serosanguinous atau yang berdarah.

2.3.4 Galaktokel

2.3.4.1 Definisi

Kita pada payudara yang berisi air susu sebagai akibat dari obstruksi duktus. Dapat

terjadi pada masa laktasi namun lebih sering terjadi beberapa bulan setelah masa laktasi.

Galaktokel yang sederhana menerangkan bahwa galaktokel terbentuk oleh karena adanya kista
yang terhubung dengan duktus yang berisi air ASI, tapi drainase duktus terblokir sehingga ASI

tidak dapat keluar. Tidak ada hubungan antara galaktokel dengan kista besar yang sering

terlihat pada fibrocystic change. Makroskopis merupakan kista yang berisi ASI dengan

diamter 1-6 cm.

2.3.4.2 Tampilan Klinis

Terdapat massa padat tanpa nyeri saat laktasi atau setelah beberapa minggu/bulan

menyapih. Masa smooth, mobile, konsistensi padat, batas tegas, berlokasi di saluran duktus.

Sering diduga sebagai tumor solid, dapat hilang sendiri atau setelah aspirasi 1 – 3 x, hasil

aspirasi berupa cairan air susu, lokasi tersering di sub areola.

2.3.5 Tumor Phyllodes

Untuk mendiagnosis tumor phyllodes harus ada elemenepitel dan stroma dengan

stroma yang selularitas menonjol, irregular, hyperkromatin dan mitosis yang signifika. Ini

berbeda dengan Giant FAM yang juga memiliki elemen epitel namun stroma nya hiposeluler.

2.3.5.1 Epidemiologi

Insidensi jarang dan merupakan 0.3 – 1 % dari tumor payudara wanita. Usia terbanyak

35-55 tahun.

2.3.5.2 Pemeriksaan Klinis

Massa tumor dengan pertumbuhan yang cepat, umunya ukuran sudah besar saat

datang, dapat digerakkan dari jaringan sekitar, konistensi padat dan kistik, permukaan tidak

rata, batas tegas, nyeri tekan tidak dijumpai. Terkadang terbentuk ulkus karena penekanan

masa tumor ke jaringan payudara dan kulit. Tumor ini sangt cenderung untuk mengalami

kekambuhan didaerah operasi.

2.3.5.3 Pemeriksaan Penunjang

USG payudara (usia <35 tahun), USG & Mammografi (usia > 35 tahun atau faktor resiko
sangat tinggi), Biopsi core, insisi dan eksisi. Menurut klasifikasi WHO subtipe tersebut
adalah benign phyllodes, borderline phyllodes (juga dikenal sebagai low grade
malignant) dan malignant phylodes (high grade malignant. Klasifikasi ini ditentukan
parameter histologi yaitu stromal cellular atypia, mitoticactivity, stromal overgrowth dan
tumor margin.

2.3.5.4 Terapi
- Pembedahan (Eksisi Lokal dengan Breast Conserving versus Mastektomi &
Teknik Lumpektomy)
- Radioterapi

2.3.6 Karsinoma Mammae

2.3.6.1 Definisi Kanker Payudara (Ca mammae)

Kanker payudara (Carcinoma mammaee) dalam bahasa inggrisnya disebut breast cancer
merupakan kanker pada jaringan payudara. Kanker ini paling umum menyerang wanita,
walaupun laki-laki juga punya potensi terkena akan tetapi kemungkinan sangat kecil dengan
perbandingan 1 diantara 1000. Kanker ini terjadi karena pada kondisi dimana sel telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang
tidak normal, cepat dan tidak terkendali, atau kanker payudara sering didefinisikan sebagai
suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh World
Health Organization (WHO) dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases
(ICD) dengan kode nomor 17.

2.3.6.2 Epidemiologi

Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker
(Siswono, 2003). Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru ditemukan diberbagai negara
berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal karena penyakit ini. Demikian pula di
Bali, kini jumlah kasusnya meningkat dan menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker
serviks dan cenderung bergeser ke arah yang lebih muda.

2.3.6.3 Etiologi

a. Faktor risiko Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara
masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya:
1. Faktor reproduksi : Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya
kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih
tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah
bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat
kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara
anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang
dari 25% kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal
terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormone : Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara.
Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker
payudara yang signifikan pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis
menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi
oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel 3 yang sensitive terhadap rangsangan
hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau menjadi ganas.
3. Penyakit fibrokistik : Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada
peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan papiloma, risiko sedikit
meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5
kali.
4. Obesitas : Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan
kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di
negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
5. Konsumsi lemak : Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi
lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34
sampai 59 tahun
6. Radiasi : Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan
terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa
risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.
7. Riwayat keluarga dan faktor genetik : Riwayat keluarga merupakan komponen yang
penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara.
Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker
payudara. Pada studi genetik 4 ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen
tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara,
probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85%
pada umur 70 tahun.
8. Faktor Genetik : Kanker peyudara dapat terjadi karena adanya beberapa faktor genetik
yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya
mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen
yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi
tumor.Gen pensupresi tumor yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara
diantaranya adalah gen BRCA1 dan gen BRCA2.
9. Umur : Pada tahun 2001, dari 447 kasus kanker payudara yang berobat di RS Kanker
Dharmais Jakarta 9,1% diantaranya adalah perempuan berusia kurang dari 30 tahun. Semakin
bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker payudara. Wanita paling sering terserang
kanker payudara adalah usia di atas 40 tahun. Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat
terserang kanker payudara, namun risikonya lebih rendah dibandingkan wanita di atas 40
tahun.

2.3.6.4 Patofisiologi

Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem
duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel
ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan
waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk
dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari
carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran
langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia,
Wilson Lorrairee M, 1995) .

2.3.6.5 Klasifikasi

a. Klasifikasi Patologik
1. Paget’s disease Paget’s disease merupakan bentuk kanker yang dalam taraf permulaan
manifestasinya sebagai eksema menahun putting susu, yang biasanya merah dan menebal.
Suatu tumor sub areoler bisa teraba. Sedang pada umumnya kanker payudara yang berinfiltrasi
ke kulit mempunyai prognosis yang buruk namun pada paget’s disease prognosisnya lebih baik.
Paget’s disease merupakan suatu kanker intraduktal yang tumbuh dibagian terminal dari duktus
laktiferus. Secara patologik cirri-cirinya adalah: sel-sel paget(seperti pasir), hipertrofi sel
epidermoid, infiltrasi sel-sel bundar di bawah epidermis.
2. Kanker duktus laktiferus Comedo carcinoma terdiri dari sel-sel kanker non papillary dan
intraductal, sering dengan nekrosis sentral sehingga pada permukaan potongan terlihat seperti
terisi kelenjar, jarang sekali comedo carcinoma hanya pada saluran saja biasanya akan
mengadakan infiltrasi kesekitarnya menjadi infiltrating comedo carcinoma.
3. Adeno carcinoma dengan infiltrasi dan fibrosis, ini adalah kanker yang lazim ditemukan 75
% kanker payudara adalah tipe ini. Karena banyak terdiri dari fibrosis umumnya agak besar
dan keras. Kanker ini disebut juga dengan tipe scirrbus yaitu tumor yang mengadakan infiltrasi
ke kulit dan kedasar.
4. Medullary carcinoma Tumor ini biasanya sangat dalam di dalam kelenjar mammae,
biasanya tidak seberapa keras, dan kadang-kadang disertai kista dan mempunyai kapsul. Tumor
ini kurang infiltratif disbanding dengan tipe scirrbus dan mestatasis ke ketiak sangat lama.
Prognosis tumor ini lebih baik dari tipe-tipe tumor yang lain.
5. Kanker dari Lobulus Kanker lobulus sering timbul sebagai carcinoma in situ dengan lobulus
yang membesar. Secara mikroskopik, kelihatan lobulus atau kumpulan lobulus yang berisi
kelompok sel-sel asinus dengan bebrapa mitosis. Kalau mengadakan infiltrasi hamper tidak
dapat dibedakan dengan tipe scirrbus.
2.3.6.6 Klasifikasi Klinik
a. Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak memiliki anak sebar.
b. Steinthal II : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar ketiak.
c. Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar di kelenjar ketiak, infra
dan supraklavikular, atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau kanker payudara yang
apert (memecah ke kulit).
d. Steinthal IV : kanker payudara dengan metatasis jauh misal ke tengkorak, tulang punggung,
paru-paru, ahti dan panggul.
Tabel Klasifikasi Klinik Kanker Payudara Menurut Peplau 1963

2.3.6.7 Terapi
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian pengobatan meliputi
pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, terapi radiasi dan yang terbaru adalah terapi
imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau membatasi
perkembangan penyakit serta menghilangkan gejala-gejalanya. Keberagaman jenis terapi ini
mengharuskan terapi dilakukan secara individual.
a. Pembedahan Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur
pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit,
jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat
tumor (lumpectomy), mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau
pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatkan harapan hidup,
pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi.
b. Non pembedahan
1. Terapi Radiasi Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk
membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
2. Terapi Hormon Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon
dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium akhir.
3. Kemoterapi Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awa lataupun tahap lanjut penyakit
(tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan secara tunggal atau
dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang adapada sel kanker, sehingga hanya menyerang sel kanker
saja.
4. Terapi Imunologik Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi
yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor,
bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2 untuk menentukan
kelayakan terapi dengan trastuzumab.
2.3.6.8 Komplikasi
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga
melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk
metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan
mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan
mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan
persepsi sensori.

Вам также может понравиться