Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
CHOLANGITIS
Oleh :
Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
i
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
Mengetahui,
Kepala Ruangan 12 HCU Pembimbing Klinik
(................................) (.................................)
ii
iii
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Judul : Cholangitis
Sasaran : Keluarga, pasien dan pengunjung rumah sakit
Tempat : Ruang 12 HCU Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang
Hari/Tanggal : Kamis, 28 Desember 2017
Alokasi Waktu : 30 menit
Media/Sarana : LCD, Power Point, dan leaflet
Metode : Ceramah, diskusi dan tanya jawab
C. Materi (Terlampir)
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi.
E. Media
1. LCD
2. Power point
3. Leaflet
1
F. Kegiatan Penyuluhan
G. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum kegiatan.
Pembuatan SAP
Persiapan peralatan untuk penyuluhan (leaflet, ppt, dan SAP)
2. Evaluasi Proses
Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang 12 HCU
Peserta hadir tepat waktu ditempat penyuluhan
Peserta antusias terhadap materi penyuluhan yang diberikan
Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
3. Evaluasi Hasil
>80% peserta memahami materi penyuluhan terkait penyakit cholangitis.
2
LAMPIRAN MATERI
CHOLANGITIS
1. Pengertian
Kolangitis adalah peradangan akut dinding saluran empedu, hampir selalu
disebabkan infeksi bakteri pada lumen steril (Williams, 2003).
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi
saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula
ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur (Williams, 2003).
Kolangitis adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran empedu yang tersumbat
baik secara parsial atau total; sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari dalam
lumen saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus
koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan
duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma
atau striktur saluran empedu (Price and Wilson, 2006)
3
1) Meningkatnya sekresi kolestrol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia
2) Empedu menjadi semakin litogenik jika usia semakin bertambah
b. Jenis kelamin, wanita memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pria. Hal ini
disebabkan oleh hormone estrogen yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolestrol oleh kantung empedu.
c. Berat badan (BMI), orang dengan BMI tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menjadi cholangitis, hal ini diakibatkan oleh tingginya kadar kolestrol dalam
kandung empedu.
d. Makanan, konsumsi makanan yang mengandung lemak hewani beresiko untuk
menderita cholangitis, karna tingginya kadar kolestrol dalam lemak hewani yang
bisa mengakibatkan pengendapan cairan empedu yang lama-lama akan menjadi
batu dan pada akhirnya menyebabkan cholangitis.
e. Aktifitas fisik, kurangnya aktivitas berhubungan dengan peningkatan resiko
cholangatis, yang mungkin disebabkan oleh kantung empedu yang lebih sedikit
berkontraksi. (Girsang, 2013)
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Laboratorium darah
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada
sebagian besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000.
Lekopeni atau trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya
jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami
hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada
obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase
4
serum juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik (Shojamanes,
2006)
2) Foto polos abdomen
Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos
abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15%
batu saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran
radioopak yang dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika (Girsang, 2013)
3) ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang
menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro
intestinal. Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat
lebih akurat menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya
juga dapat mengobati penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan
melebarkan peyempitan (Girsang, 2013)
5. PENATALAKSANAAN
1) Konservatif
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan
perlindungan antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi
sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral. Penambahan metronidazole atau
clindamycin memberikan melengkapi perlindungan antibiotik. Bila terdapat
demam, diberikan paracetamol sebagai antipiretik dan bila terdapat nyeri
diberikan analgesic seperti ketorolac atau miconazole.
2) Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70%) dengan kolangitis akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan
tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24-48 jam. Jika pasien tidak
menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12-24 jam pertama,
dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar
kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif
baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:
Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
5
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau
malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk
pengaliran empedu dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari
batu. Kadang dipasang pipa nasobilier. Apabila batu duktus koledokus
besar, yaitu berdiameter >2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak
dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini mungkin dianjurkan
litotripsi terlebih dahulu
Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan
pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter
perkutan kedalam kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah
beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai
dengan penyulit. (Price and Wilson, 2006)
Pengangkatan tumor
6. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi
(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:
Abses hati piogenik
Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak
dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua sebagai
komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran empedu
intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat
abses multiple.
Peritonitis sistem bilier
Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis.
Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang
mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.
Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi
bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab
terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar
10-15% (Josh, 2006).
6
7. HIMBAUAN
a. Himbauan primer
1) Menjaga kebersihan makanan untuk menghindari infeksi
2) Menurunkan kadar kolestrol dengan mengurangi asupan lemak jenuh
3) Meningkatkan konsumsi serat
4) Minum minimal 8 gelas air perhari
b. Himbauan sekunder
1) Diagnosa dini diarahkan pada penderita dengan koleliatis
2) Tindakan konservatif maupun bedah (Girsang, 2013)
7
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, EO. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris Komunis dan pilihan
antimikroba yang rasional pada pasien ikterus obstruksi di divisi bedah
digestif RSHS. Skripsi. Skripsi. Diakses di www.repository.usu.ac.id/
tanggal 26 Desember 2017 pukul 20.00
Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. 430-44.