Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sosial, hubungan manusia akan selalu berbenturan
dengan budaya yang berbeda, sehingga pemahaman atas satu budaya dengan
budaya lainnya dianggap penting. Dengan mempelajari komunikasi antar
budaya dan agama berarti memahami realitas budaya yang berpengaruh dan
berperan dalam komunikasi. Komunikasi antar budaya dan agama adalah
komunikasi antar orang-orang yang berbeda budaya ataupun agama. Larry A.
Samovar dkk. (2010; 55) menjelaskan komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya berbeda.
Komunikasi antarbudaya dan agama melibatkan individu-individu,
budaya dan agama, yang mana perbedaan budaya ataupun agama dapat
mempengaruhi tiap individu berkomunikasi baik secara verbal maupun non
verbal.
BAB II
PEMBAHASAN

Komunikasi antar budaya terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya lain. (Richard
E.Porter dan Larry A.Samover : 1982). Dengan kata lain, komunikasi antar budaya
merupakan komunikasi antar dua atau lebih budaya baik dalam satu Negara maupun antar
negara lain. Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan karena bagaimanapun juga
budaya merupakan landasan dasar dari komunikasi. Budaya yang ada di dunia ini
beragam, oleh sebab itu akan menghasilkan komunikasi yang beragam pula. Untuk dapat
berkomunikasi dengan baik, kita harus dapat mempelajari budaya daerah atau negara lain.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu
konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang
dipancarkan secara mensejarah. Padadasarnya, budaya adalah suatu kode.Terdapat
empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:

a. Jarak kekuasaan (power distance)


b. Maskulinitas.
c. Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
d. Individualisme.

Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003)


menyadur teoriAnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech
Codes.

1. Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan


Kecemasan/Ketidakpastian).
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan
pada perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa
teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan
diantara keraguan dan ketakutan. Ia menggunakan istilah komunikasi
efektif kepada proses-proses meminimalisir ketidak mengertian. Penulis
lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal
yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah
dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok.
Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasiyang berhubungan erat,
kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian
yang bersifat kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.

Dalam teori ini terdapat beberapa asumsi :

1. Orang mengalami ketidakpastian melalui latarbelakang


interpersonal
2. Ketidakpastian adalah sesuatu hal yang tidak bagus
3. Ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang dianggap
masih baru atau orang asing, seseorang tersebut berusaha
melakukan kegiatan yang dapat mengurangi ketidakpastian
tersebut.
Ada tiga strategi mengurangi kecemasan dan ketidakpastian :
a. Strategi Pasif
Dalam strategi ini kita mengawali orang baru dengan
bersikap kaku yang kurang alami dalam berteman dengan
orang lain.
b. Strategi Aktif
Dalam strategi ini, kita sudah selangkah lebih maju dengan
mulai bertanya kepada orang lain.
c. Strategi Interaktif
Dalam strategi ini sudah mulai terjadinya interaksi antara
satu orang dengan orang lain
Konsep-konsep dasar :

a. Konsep diri dan diri.


Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang
asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan
mengelola kecemasan.

b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing


Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam
kelompok ketika kita berinteraksi dengan orang asing akan
menghasilkan sebuah peningkatan kecemasan.

c. Reaksi terhadap orang asing


Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk
memproses informasi yang kompleks tentang orang asing
akan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan kita
untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka. Sebuah
peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi
dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan
mengelola kecemasan kita dan menghasilkan
sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara akurat
perilaku orang asing.Sebuah peningkatan berempati dengan
orang asing akan menghasilkan suatu peningkatan
kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara
akurat.

d. Kategori sosial dari orang asing


Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi
antara diri kita dan orang asing akan menghasilkan
peningkatan kemampuan mengelola kecemasan kita dan
kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat.
Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan
kelompok kritis hanya ketika orang orang asing
mengidentifikasikan secara kuat dengan kelompok.Sebuah
peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing
dari harapan positif kita dan atau harapan negatif akan
menghasilkan peningkatan kecemasan kita dan akan
menghasilkan penurunan di dalam rasa percaya diri dalam
memperkirakan perilaku mereka.

e. Proses situasional
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita
sedang berkomunikasi dengan orang asing akan
menghasilkan sebuah penurunan kecemasan kita dan sebuah
peningkatan rasa percaya diri kita terhadap perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi
dengan orang asing akan menghasilkan penurunan
kecemasan kita dan menghasilkan peningkatan rasa percaya
diri kita untuk memprediksi perilaku orang lain.

2. Face-Negotiation Theory
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu
menjelaskan perbedaan-perbedaan budaya dalam merespon konflik.
Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan
selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita,
cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita.
Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu
menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka
terhormat.
Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan
ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak
berdaya/harus terima.Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari
budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face
work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan
budaya kolektivis. Perbedaan- perbedaan itu adalah dalam cara
mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.konsep Budaya
individualis Budaya kolektivisDiri Sebagai dirinya sendiri Sebagai
bagian kelompok Tujuan Tujuan diperuntukan kepada pencapaian
kebutuhan diri. Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan
kelompok Kewajiban Melayani diri sendiri Melayani kelompok/orang
lain.Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) saya akan menghindari diskusi
perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) saya akan menyerahkan pada ke kebijakan
anggota kelompok.
c. Compromising saya akan menggunakan memberi dan menerima
sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating saya akan memastikan penanganan isu sesuai
kehendak-ku.
e. Integrating saya akan menukar informasi akurat dengan anggota
kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.

Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging,


compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar.
3. Speech Codes Theory
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab
tentang keberadaan speech code dalam suatu budaya, bagaimana
substansi dan kekuatannya dalam sebuah budaya. Ia menyampaikan
proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code
yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi
budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang
digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan
menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu
sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan
kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan
mengontrol formula wacana tentang intelijenitas,
prudens(bijaksana, hati-hati) dan moralitas dari perilaku
komunikasi.
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS
1. BIODATA
 Dr. Norfishah Bt Mat Rabi
 Asal dari Malaysia
 Pengalaman mengajar di sekolah pendidikan khas anak istimewa
Malaysia, kemudian mengajar di Institut latihan Guru pendidikan
khas dan saat ini menjadi dosen di UPSI Malaysia jabatan
pendidikan anak luar biasa.
 Pernah menerbitkan buku pendidikan khas, Modul Pendidikan Khas
serta Artikel Jurnal Pendidikan Khas dan lain-lain.

2. Kronologis Pertemuan
Pada saat itu hari Minggu tanggal 17 Desember 2017 saya dan seorang
teman saya menjadi panitia dalam acara Gebyar Hari Disabilitas Internasional
(GHDI) berlokasi di gedung Sultan Selim II dan bertugas di meja operator.
Tiba-tiba cek Norfisah datang kepada kami untuk bersosialisasi tentang bahan
yang akan ia presentasikan pada seminar GHDI.

3. Temuan dan Analisis


Ketika proses sosialisasi, saya hanya diam dan terasa kaku, dan hanya
memperhatikan cek nor berbicara dengan teman saya, namun lama kelamaan
saya mulai berani dan ikut berbicara kemudian bertanya tentang beliau seperti
pekerjaan dan hal yang sudah dilakukannya, beliau sudah menciptakan
beberapa buku dan tulisan-tulisan mengenai Anak Berkubutuhan Khusus
(ABK) dan juga ternyata beliau sudah terbiasa mengisi acara-acara seminar di
Indonesia.
Saat berbicara dan bertanya saya merasa gugup karena berkomunikasi
dengan orang baru dan hanya diam karena rumitnya bahasa Malaysia yang
harus saya pahami. Begitu juga beliau, terkadang seperti bingung dan
menggunakan pesan non verbal untuk menjelaskan hal yang ia sampaikan,
seperti saat itu ia membutuhkan copian untuk bahan materinya agar diberikan
kepada kami supaya kami tau bagian slide-slide yang beliau paparkan. Dia
menggerakkan tangannya untuk mendiskripsikan dan memperkuat pesan
verbalnya.
Adapun pada analisis ini menyangkut terhadap Teori Pengelolaan
Kecemasan/Ketidakpastian. Pada tahap awal berkomunikasi saya masih terasa
kaku dan lebih banyak diam, yang kemudian saya mencoba mulai bertanya dan
pada akhirnya menjadi sebuah obrolan. Dan adapun masuk konsep dasar
kedalamnya seperti merasa meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan
orang asing, dan kemudian termotivasi untuk mengetahui lebih dalam
informasi tentang narasumber.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam kehidupan bersosial pasti ada kalanya kita bertemu dan berinteraksi
dengan orang yang berbeda daerah yang berbeda budaya ataupun agama, hal itu
kenapa pentingnya kita harus belajar komunikasi antar budaya dan agama. Dalam
komunikasi ini terdapat tiga teori yang biasanya terjadi jika bertemu dengan orang
yang memiliki budaya yang berbeda, yaitu teori Pengelolaan
Kecemasan/Ketidakpastian, teori negosiasi wajah dan teori kode bicara.

Agar mudah ketika kita berhadapan ataupun berinteraksi dengan orang asing,
kita harus bisa memahami ketiga teori ini dimana teori pengelolaan kecemasan dan
ketidakpastian merupakan suatu teori cara kita memperoleh informasi tentang orang
lain, mengapa kita melakukannya dan hasil akhir dari informasi tersebut. Teori
negosiasi wajah adalah teori ini menjelaskan mengenai seseorang dengan
kebudayaan yang berbeda, mengelola citra diri untuk mengatasi suatu konflik.
Sedangkan teori kode bicara adalah teori yang memandang budaya sebagai suatu
konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang
dipancarkan secara berlanjut.

Вам также может понравиться