Вы находитесь на странице: 1из 21

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA

PRAKTIKUM 8
Percobaan Darah II
Hitung Jenis-Jenis Leukosit (differential Leucocyt)
& Golongan Darah

Disusun oleh:
NI KADEK DWI ANJANI
NPM.163112620120104

FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2017
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI VIII

I. Acara Latihan
Latihan 9. Percobaan Darah II Hitung jenis-jenis leukosit (Differential

leucocyt).

II. Tujuan
Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat :
 Membedakan macam-macam jenis leukosit
 Menghitung masing-masing jenis leukosit

III. Dasar Teori


Darah adalah cairan tubuh yang mengalir dalam pembuluh dan beredar ke
seluruh tubuh. Darah merupakan sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen
pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih
berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau yang
khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang
sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel
darah merah (Sloane, 2003).
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan cairan (plasma), yang
sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan protein. Protein utama
dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah antibodi (imunoglobulin)
dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung hormon-hormon, elektrolit,
lemak, gula, mineral dan vitamin. Selain menyalurkan sel-sel darah, plasma
juga:
a. merupakan cadangan air untuk tubuh
b. mencegah mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
c. membantu mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.
Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma melindungi tubuh
melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan sel-sel kanker),
ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain menyalurkan
hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan
menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan (Sherwood,2002).
Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata
dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai
ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam
tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan
konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).

1. Golongan Darah
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari
4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa
golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun
dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para
donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B,
dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak
memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua
macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B,
atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O. Kemudian Alfred
Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner
menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB,
kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah
sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi. Penyebaran golongan darah
A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras. Salah satu
pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang
berbeda-beda (Nurul, 2015).
Rhesus Faktor Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor)
pertama sekali ditemukan pada tahun 1940 oleh Landsteiner dan Weiner.
Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca
mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai di India dan
Cina. Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A
dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen
Rh (dikenal juga sebagai antigen D). Jika hasil tes darah di laboratorium
seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah
dengan Rh negatif (Rh), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada
pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Nurul, 2015).
Pada permukaan dinding eritrosit terdapat sifat antigen dan ditemukan
beberapa jenis sifat yang mengakibatkan darah dapat dibagi dalam beberapa
golongan. Antigen ini diturunkan secara genetic. Bila darah dan golongan yang
bertentangan ditransfusikan akan mengakibatkan material dalam plasma, yang
bernama agglutinin, menggumpal dan terjadi hemolisis atau pemecahan sel
darah merah. Aglutinogen adalah 2 jenis antigen berbeda tetapi berhubungan,
terdapat tipe A dan tipe B yang terdapat pada permukaan eritrosit berbagai
orang. Oleh karena antigen ini diturunkan, seseorang tidak mempunyai salah
satu dari antigen ini. Beberapa darah juga mengandung antibody kuat yang
secara spesifik bereaksi dengan antigen tipe A atau tipe Byang dalam sel
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis karena antigen tipe A dan tipe B dalam
membuat sel peka terhadap aglutinasi. Antigen-antigen ini dinamakan aglutinasi
(Syaifuddin, 2011).
Aglutinin terjadi bila aglutinogen tipe A terdapat dalam sel darah merah
seseorang dan dalam plasma terbentuk antibodi yang dikenal sebagai aglutinin
anti-A. Bila tidak terdapat aglutinogen tipe B dalam sel darah merah, dalam
plasmanya akan terbentuk antibodi aglutinin anti-B. Golongan darah O tidak
mengandung aglutinogen, tetapi mengandung aglutinin anti-A dan aglutinin
anti-B. Sedangkan golongan darah AB mengandung aglutinogen A dan
aglutinogen B, tidak mengandung aglutinin anti-A dan aglutinin anti-B
(Syaifuddin, 2011).

Aglutinasi Golongan
Anti – A Anti – B Anti – AB Anti – Rh Darah
+ - + A
- + + B
+ + + AB
- - - O
+ Rh+
- Rh+

Aglutinin dalam plasma adalah gamma globulin seperti halnya dengan


antibodi lainnya dan dihasilkan oleh sel-sel yang sama menghasilkan antibodi
setiap antigennya. Antigen A dan B dalam jumlah sedikit masuk ke dalam tubuh
melalui makanan, bakteri, atau cara lainnya. Zat ini mengawali pembentukan
aglutinin anti-A dan agglutinin anti-B. Bayi baru lahir mempunyai aglutinin
sedikit, ini menunjukkan bahwa pembentukan aglutinin setelah lahir (Syaifuddin,
2011).
Proses aglutinasi pada transfusi terjadi bila darah tidak cocok sehingga
aglutinin anti-A dan anti-B tercampur dalam sel darah yang masing-masing
mengandung aglutinogen A dan B. Sel darah merah diaglutinasi dalam proses
sebagai berikut: Aglutinin melekatkan dirinya pada sel darah karena aglutinin
bivalen (valensi dua) atau polivalen (valensi banyak). Satu aglutinin pada saat
yang sama dapat mengikat dua sel darah merah menyebabkan sel melekat
satu sama lainnya menyebabkan sel menggumpal. Gumpalan ini akan
menyumbat pembuluh darah di seluruh sistem sirkulasi selama beberapa jam
sampai beberapa hari. Sel darah putih, fagosit, dan sistem retikuloendotel
merusak sel yang teraglutinasi dan mengeluarkan hemoglobin dalam plasma
(Syaifuddin, 2011).

2. Sel darah putih (leukosit)


Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih
untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah
putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam
melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi. Dibedakan berdasarkan
ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang
memiliki granula sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel tanpa granula
disebut agranulosit.
a. Granulosit
1) Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung
granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi
tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing
sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita
(imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
Menurut Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil berwarna
merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai
lima lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin
tipis.Diameternya mencapai 9 -12 µm.
2) Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua,
dan berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik
lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit
parasit, tetapi akan berkurang selama stress berkepanjangan. Selain itu
eosinofil juga membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan
dalam respon alergi.
3) Basofil
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya
tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta
memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai
15 µm. Basofil juga berperan dalam respon alergi. Sel ini mengandung
histamin.

b. Agranulosit
1) Limfosit
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang
berbentuk sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada makrofag
dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari
leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada
satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan
azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan
asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Efendi, 2003).
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Farieh, 2008):
1. Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh
menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi
2. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke
kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan
pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana
benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa
meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah
bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan
kekebalan.
2) Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah
leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering
diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya
lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak
dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula
azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil (Efendi,
2003).
Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom
sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik,
ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti.
Monosit terdapat dalam darah, jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit
tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya.
Untuk imunoglobulin dan komplemen (Efendi, 2003).
c. Struktur Fungsi Sel Darah putih
Secara umum dapat dikatakan bahwa ada dua jenis sel darah putih -
granulosit, dan agranulocytes. Granulosit meliputi neutrofil, eosinofil dan
basofil. Sel-sel ini biasanya memiliki inti multi-lobed, bersama dengan
butiran dalam sitoplasma mereka. Agranulocytes, yaitu sel-sel yang tidak
memiliki butiran mereka termasuk sel seperti monosit, limfosit dan
makrofag. Diberikan di bawah ini adalah rincian mengenai fungsi tiap
jenis sel.
% dalam
Tipe Gambar Diagram Keterangan
tubuh
manusia

Neutrofil berhubungan dengan per-


tahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan kecil lainnya,
serta biasanya juga yang memberikan
tanggapan pertama terhadap infeksi
Neutrofil
50-70% bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil
segmen
dalam jumlah yang banyak
menyebabkan adanya nanah. Neutrofil
segmen merupakan neutrofil yang
matur. Nilai normal absolut 2500-7000
sel/mm3

Neutrofil batang atau stab adalah


netrofil imatur yang dapat
Neutrofil
3-5 % bermultiplikasi dengan cepat selama
batang/stab
infeksi akut. Nilai normal absolut 150-
500 sel/mm3.

Eosinofil terutama berhubungan


dengan infeksi parasit, dengan
Eosinofil 1-3% demikian me-ningkatnya eosinofil
menandakan banyak-nya parasit. Nilai
normal absolut 50-300 sel/mm3.

Basofil terutama bertanggung jawab


untuk memberi reaksi alergi dan
Basofil <1% antigen dengan jalan mengeluarkan
histamin kimia yang menyebabkan
peradangan.
Nilai normal absolut 20-100 sel/mm3

Limfosit lebih umum dalam sistem


limfa. Darah mempunyai tiga jenis
limfosit:
 Sel B: Sel B membuat antibodi yang
mengikat patogen lalu
menghancurkan-nya. (Sel B tidak
hanya membuat antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi setelah
adanya serangan, beberapa sel B
akan mempertahankan
kemampuannya dalam menghasilkan
antibodi sebagai layanan sistem
‘memori’).
Limfosit 25-35%  Sel T : CD4+ (pembantu) Sel T meng-
koordinir tanggapan ketahanan (yang
bertahan dalam infeksi HIV) sarta
penting untuk menahan bakteri
intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat
membunuh sel yang terinfeksi virus.
 Sel natural killer: Sel pembunuh alami
(natural killer, NK) dapat membunuh
sel tubuh yang tidak menunjukkan
sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh
karena telah terinfeksi virus atau telah
menjadi kanker.
Nilai normal absolut 1750-3500
sel/mm3
Monosit membagi fungsi “pembersih
vakum” (fagositosis) dari neutrofil,
tetapi lebih jauh dia hidup dengan
tugas tambahan: memberikan
potongan patogen kepada sel T
Monosit 4-6%
sehingga patogen tersebut dapat
dihafal dan dibunuh, atau dapat
membuat tanggapan antibodi untuk
menjaga. Nilai normal absolut 200-600
sel/mm3

d. Preparat Apus Darah


Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca
sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah
kaca sediaan bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak
diperiksa dan yang lain bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes
darah agar didapatkan lapisan tipis darah (kaca perata).
Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung jari. Sebaiknya
tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang
memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca
sediaan yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan
miring dengan sudut kira- kira 450 tepat didepan tetes darah menyebar
sepanjang sisi pendek kaca perata, maka dengan mempertahankan
sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat sehingga terbentuklah
selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan darah
dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah
difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright
yang merupakan modifikasi metode Romanosky (Maskoeri, 2008).
Gambar. Preparat setelah pewarnaan

Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah


Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan
apus yang telah dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol
selama 3-5 menit. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka
intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah
selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran
100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir darah
baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau yang lain (Maskoeri, 2008).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah
adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada
sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di
dalamnya yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10%
sebagai pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas.
Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode
pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel
sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari
jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang
disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam laboratorium-laboratorium
banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari larutan baku Giemsa
yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan, 2010).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat
warna khusus yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky
dan diubah oleh penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky
menemukan campuran methylen blue dan eosin dalam perbandingan
tertentu memberi warna ungu inti leukosit. Pewarnaan ini disebabkan
karena oksidasi methylen blue dan pembentukan senyawa baru dalam
campuran yang dinamakan azure. Setelah pemberiaan campuran jenis
Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan Berdasarkan 4 sifat
pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh masing-masing
zat warna dari campuran, yaitu:
1) Afinitas untuk methylen blue
2) Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik (ungu).
3) Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam) dikenal sebagai asidofilik
atau eosinofilia.(merah muda kekuningan).
4) Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran,
secara tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia
(Kurniawan, 2010).

2. Kelainan – kelainan Leukosit


Rendahnya jumlah sel darah putih dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit. Penurunan sel darah putih, yang disebut leukosit, berarti penurunan
kemampuan Anda untuk melawan infeksi. Ada berbagai jenis sel darah putih
dan Anda mungkin memiliki penurunan hanya satu jenis. Jumlah rendah sel
darah putih disebut leukopenia dan dapat disebabkan oleh infeksi virus,
kelainan bawaan, kanker, obat-obatan tertentu dan penyakit autoimun
(Hamsah,2013)
Leukosit dapat berupa kelainan kualitatif dan kelainan kuantitatif.
 Kelainan kualitatif (fungsi dan morfologi)
 Kelainan fungsi leukosit
 Kelainan fungsi granulosit
 Kelainan fungsi kemotaksis
 Kelainan fungsi fagositosis
 Kelainan fungsi menelan dan membunuh kuman
 Kelainan fungsi limfosit
 Kelainan morfologi leukosit
 Kelainan sitoplasma
 Granulasi toksik (infeksi bakteri akut, luka bakar,intoksikasi)
 Agranulasi polimorfonuklear (leukemia, sindrom mielodisplasia)
 Badan dohle(keracunan, luka bakar, infeksi berat)
 Batang aurer (leukemia mieloid akut)
 Limfositik plasma biru (infeksi virus, mononukleosis infeksiosa)
 Smudge sel (leukemia limfositik kronik)
 Vakuolisasi (keracunan, infeksi berat)
 Kelainan inti sel
 Hipersegmentasi (megaloblastik, infeksi,uremia, LGK)
 Inti piknotik (sepsis, leukemia)
 anomali Pelger Huet (leukemia kronik, mielodisplastik)

 Kelainan Kuantitatif
 Leukositosis
 Neutofilia (infeksi bakteri akut)
 Basofilia (gangguan mieloproliferatif)
 Monositosis (infeksi kronis, malaria, riketsia, penyakit kolagen
vaskular, dan lain lain)
 Limfositosis (gangguan imunologik berkepanjangan, infeksi virus)
 Eosinofilia (hay fever, penyakit kulit alergi, infeksi parasit, reaksi
obat, dan lain lain)
 Leukopenia
 Neutropenia (obat kemoterapi kanker, toksin, respon imun,
hematologik, ,infeksi)
 Limfopenia (destruksi, infeksi virus , HIV)
 Eosinopenia (obat, stress).
 Kelainan Leukosit Proliferative
 Mieloproliferatif
 Akut : Leukemia granulositik akut, Leukemia progranulositik akut,
Leukemia mielomonositik akut, Leukemia monositik akut,
Eritroleukemia, Leukemia megakarioblas akut
 Kronis : Leukemia granulositik kronis, Polisitemia vera (peningkatan
jumlah SDM), Trombositemia essensial (proliferasi berlebihan sel
turunan megakariosit serta pembentukan , Trombosit dalam jumlah
yang sangat besar), Mielofibrosis dengan metaplasia mieloid
(proliferasi tidak terkendali sel hematopoietik dalam organ
ekstramedular dan fibrosis di sumsum tulang).
 Limfoproliferatif
 Pada sumsum tulang dibagi menjadi akut dan kronis
 Pada kelenjar limfe dan organ dibagi menjadi penyakit hodgkin dan
non-hodgkin). Memperlihatkan sel Reed-Sternberg) Hampir selalu
berasal dari kelenjar limfe dan menyebar ke kelenjar limfe
didekatnya.
 Pada diskrasia sel plasma dibagi menjadi mieloma multiple dan
makroglobunemia waldemstrom's, dll (Hamsah,2013)

IV. Alat dan Bahan


a. Slide test untuk uji golongan darah
b. Anti sera A, B, AB dan D (Rhesus)
c. Pen and Lanset
d. Tusuk gigi
e. Mikroskop
f. Slide test atau object glass
g. Tabung EDTA berisi darah OP
h. Pewarna Giemsa
i. Methanol
j. Akuades atau air bersih
k. Pipet tetes

V. Cara Kerja
Pemeriksaan Golongan Darah
1. Tuliskan terlebih dahulu identitas orang yang akan diperiksa golongan
darahnya pada kartu golongan darah yang tersedia.
2. Tambahkan pada masing-masing kotak yang tersedia dalam kartu
tersebut dengan 1 tetes darah
3. Tambahkan pada masing-masing tetesan darah tadi dengan setetes
serum yang mengandung antibodi Anti-A, antibodi Anti-B, antibodi Anti-
AB dan antibodi Anti-D (Anti-Rhesus).
4. Aduk pelan-pelan masing-masing campuran darah dan serum dengan
pengaduk yang berbeda.
5. Amati ada/tidaknya aglutinasi
6. Tentukan golongan darahnya

Pemeriksaan Leukosit
1. Sediakan 2 buah kaca objek yang bersih dan bebas dari lemak,
teteskan satu tetes darah perifer pada alah satu bagian dekat ujung
kaca objek.
2. Tempatkan ujung kaca lain pada pinggiran tetesan darah, tarik sedikit
demi sedikit ke belakang hingga tetesan darah menyebar.
3. Kemudian dorong ke depan tanpa menekan permukan kaca objek
terlalu keras. Sesuaikan besarnya tetesan darah dengan sudut kaca
objek. Jika terlalu besar tetesannya maka sudut antara dua objek
diperkecil dan sebaliknya.
4. Sediaan harus mempunyai bagian yang tebal dan bagian yang tipis
5. Keringkan di udara, fiksasi dengan cairan methanol selama 10 menit
lalu diwarnai dengan pewarnaan Giemsa.
Pewarnaan Giemsa
6. Sediaan yang telah difiksasi diberi larutan Giemsa 10 – 15 tetes yang
diencerkan dengan 10 ml buffer dengan pH 6,4 atau diwarnai dengan
larutan Giemsa yang sudah tersedia. Biarkan ±20 menit, lalu cuci
pelan-pelan dengan air mengalir, keringkan dan periksa dibawah
mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100x.
7. Identifikasi macam-macam leukosit terutama dengan memperhatikan
ciri-ciri leukosit, bentuk inti, ada/tidaknya granula, dan sebagainya.

Hasil yang baik, warna tidak terlalu merah dan tidak terlalu biru. Bila terlalu
merah maka buffer terlalu asam sebaliknya jika terlalu biru maka buffernya
terlalu alkali. Pada pemeriksaan objektif 10 kali, akan tampak bagian pangkal
tebal dan bagian ujung lainnya tipis. Distribusi sel merata. Tidak ada kotoran
dari sisa pengendapan zat warna. Pemeriksaan dengan objektif 45 kali,
digunakan untuk memilih daerah yang akan diperiksa dengan distribusi sel-
selnya merata, tidak terlalu padat dan tidak terlalu jarang. Pemeriksaan dengan
objektif 100 kali, akan tampak sel-sel eritrosit berwarna merah, granulosit
netrofil sitoplasmanya pucat, inti berwarna ungu dan granulanya pucat.
Granulosit eosinofil sitoplasmanya berwarna merah muda pucat, inti ungu dan
granula berwarna merah.

VI. Hasil Percobaan


Dapat dilihat pada lampiran pada halaman berikutnya.
VII. Pembahasan
a. Pemeriksaan Golongan Darah

a. Pemeriksaan Golongan Darah


Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat
(kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah.
Pemeriksaan golongan darah (goldar) ini menggunakan sampel darah
OP atas nama Ni Kadek Dwi Anjani (Wanita/ 22 tahun)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan darah vena. Sampel
darah OP pertama-tama diteteskan terlebih dahulu pada slide yang telah
disediakan (masing-masing kotak 1 tetes). Kemudian dilanjutkan dengan
memberikan masing-masing dari kotak yang telah berisi sampel tetes darah itu
dengan Anti- A, Anti-B, Anti-AB dan Anti-D (disesuaikan dengan keterangan
pada kotak slide). Setelah itu dihomogenkan dan diperoleh hasil sebagai
berikut.

- Terjadi aglutinasi darah yang


ditambahkan anti B, anti AB,
dan anti-D/ Rhesus.
- Tidak terjadi aglutinasi saat
pada anti-A
- Hal ini menunjukkan bahwa
OP memiliki goldar B/Rh +
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan golongan darah tersebut, dapat
dilihat bahwa tidak terjadi aglutinasi pada darah dengan Anti-A,; namun terjadi
aglutinasi pada darah dengan Anti-B, Anti AB serta Anti-D. Dari hasil tersebut,
dapat diketahui bahwa golongan darah OP adalah B dengan Rhesus positif
(O/Rh +).

b. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit


Pada praktikum pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan pada OP
atas nama Bambang Ardyanto (Pria / 26 tahun) yang kemudian diperoleh hasil
pemeriksaan, yaitu jumlah neutrofil batang 8% (diatas normal)neutrofil segmen
57% (normal), limfosit 25% (normal), basofil 0% (normal), monosit 8% (diatas
normal), eosinofil 2% (normal).
No Jenis Leukosit yang ditemukan Gambar
1 Granulosit Basofil Tidak ditemukan

2 Granulosit netrofil batang

3 Granulosit netrofil segmen

4 Limfosit

5 Monosit

6 Eosinofil

Berdasarkan hasil yang ditemukan tersebut diketahui bahwa


Hasil praktikum menunjukkan bahwa jumlah monosit dan neutrofil batang
OP diatas normal yaitu pada neutrofil batang 8% dan monosit 8%.
Monosit adalah jenis sel darah putih yang tidak memiliki granula (butiran
halus dalam sel), berbeda dengan neutrofilyang memiliki granula yang
merupakan dari sistem kekebalan tubuh. Monosit ini lebih kuat daripada
neutrofil dan dapat memakan kuman atau bakteri yang lebih besar
ukurannya. Monosit dapat berjumlah banyak dan juga berjumlah sedikit
tergantung kondisi apa yang dihadapi oleh tubuh seseorang. Monositosis atau
jumlah monosit dalam jumlah banyak merupakan tanda dari infeksi yang
sedang berlangsung. Infeksi yang terjadi biasanya bersifat kronis seperti infeksi
pada penyakit infeksi paru – paru seperti Tuberkulosis dan juga kanker.
Neutrofil stab atau batang mempunyai inti yang melengkung seperti tapal
kuda. Peningkatan neutrofil stab berhubungan dengan pertahanan tubuh
terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya
juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas
dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
Pada OP, jumlah monosit dan neutrofil stab yang diatas normal dicurigai
terjadi infeksi paru-paru (OP merupakan perokok aktif) sehingga monosit dan
neutrofil stab merespon terhadap perdangan yang terjadi oleh karena adanya
sistem kekebalan tubuh yang ada.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan hitung
jumlah leukosit yaitu dimulai dari pembuatannya sediaannya. Pembuatan
sediaan darah apus menggunakan object glass (kaca objek). Kaca Objek yang
akan dipakai harus yang kering, bebas debu dan bebas lemak. Untuk
menggeserkan darah kepada kaca itu pakailah kaca objek lain yang sisi
pendeknya rata sekali. Sediaan apus hendaknya cepat mongering pada kaca,
sediaan yang lambat mongering umpamanya oleh hawa lembab sering
mengalami perubahan morfologi sel-sel darah yang akan diperiksa.
Kualitas giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan pada sedian apus darah.
Kualitas giemsa dikatakan baik apabila giemsa dibuat baru dan dikatakan
kurang apabila giemsa yang sudah disimpan lebih dari 1 hari.
Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali
untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
 Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif
dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left.
Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan
malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara
lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa,
keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
 Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding
netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya
merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to
the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan pada praktikum yang telah dilakukan pada tanggal 15
Desember 2017, didapatkan hasil yaitu
a. Pemeriksaan Golongan darah terhadap OP Ni Kadek Dwi Anjani
(Wanita/22 tahun) diperoleh hasil bahwa golongan darah OP tersebut
adalah B dengan Rhesus positif (+)
b. Pemeriksaan Hitung jenis leukosit dengan mikroskop perbesaran 100x
(OP atas nama Bambang Ardyanto (Pria / 26 tahun)):
1. Granulosit Basofil = 0 % (normal)
2. Granulosit Eosinofil = 2 % (normal)
3. Granulosit neutrofil batang = 8 % (diatas normal)
4. Granulosit neutrofil segmen = 57 % (normal)
5. Limfosit = 25 % (normal)
6. Monosit = 8 % (diatas normal)

IX. Saran
1. Gunakanlah alat yang bersih dari residu dan alat yang tidak rusak untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan.
2. Dalam memeriksa dan menghitung sel leukosit pada apusan darah
harus teliti dan mampu membedakan jenis sel sel-sel dari sel leukosit,
yang pada umumnya dapat dibedakan berdasarkan granula,yaitu
granulosit dan agranulosit.
3. Memiliki sumber buku atau penuntun yang dapat menentukan hasil
kerja yang sesuai pada prosedur kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Farieh. 2008. Sistem Kekebalan. http://farieh.wordpress.com/2008/05/12/


sistem-kekebalan/ Diakses tanggal 16 Desember 2017.
Guyton, A.C. 2007. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Diterjemahkan oleh Irawati
dan Luqman Y.R. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hamsah. 2013. Leukosit. http://hamsahpk4.blogspot.com/2013/10/leukosit.html.
Diakses tanggal 16 Desember 2017.
Jasin, Maskoeri. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Rajawali Pers.
Kimball. 1999. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kurniawan. 2010. Pembuatan Preparat Apus. http://www.scribd.com. Diakses
tanggal 16 Desember 2017.
Morton, Patricia Gonce. 2003. Davis’s Clinical Guide to Health Assassment 2nd
Ed. Diterjemahkan oleh Sari Kurnianingsih. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
N, Syamsiar. 1988. Pengantar Fisiologi Manusia. Jakarta: Depdikbud.
Nurul. 2015. Pemeriksaan Golongan Darah ABO dan Rhesus. Online.
https://nuruljumpol.wordpress.com/2015/03/05/pemeriksaan-golongan-
darah-abo-dan-rhesus/ Diakses pada 16 Dessember 2017.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Alih
bahasa: Brahm U. Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Bulu kedokteran
EGC.
Soedjono. 1998. Pengantar Anatomi Fisiologi Hewan. Jakarta: LPTK.
Sridianti. 2014. Proses Pembentukan Sel Darah Merah.
http://prosespembentukanseldarahmerah.eritropoesis.html. Diakses
tanggal 16 Desember 2017.
Syaifuddin, H. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Вам также может понравиться