Вы находитесь на странице: 1из 15

1

BAB I
PENDAHAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangbiakan ikan merupakan salah satu kegiatan dari proses budidaya
ikan. Ikan yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan berkembangbiak
secara kontinu agar produksi dapat terus berlanjut. Melalui peningkatan produksi
ikan maka usaha budidaya memegang peranan penting dalam menyukseskan
program pembangunan perikanan. Usaha peningkatan produksi melalui usaha
budidaya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan usaha penangkapan, karena
dengan usaha budidaya dapat diproduksi dalam kondisi yang relatif tidak
dipengaruhi oleh musim dan cuaca.
Seleksi induk merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya ikan yang
sangat menentukan keberhasilan produksi. Dengan melakukan seleksi induk yang
benar akan diperoleh induk yang sesuai dengan kebutuhan sehingga produktivitas
usaha budi daya ikan optimal. Seleksi induk ikan budi daya dapat dilakukan
secara mudah dengan memperhatikan karakter fenotipenya atau dengan
melakukan program breeding untuk meningkatkan nilai pemuliabiakan ikan budi
daya. Induk ikan yang unggul akan menghasilkan benih ikan yang unggul.
Aspek lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan pembenihan ialah,
pemilihan lokasi budidaya, manajmen produksi telur, manajmen produksi larva
dan manajmen produksi benih. Seluruh kegiatan tersebut merupakan hal inti
dalam kegiatan pembenihan.
Faktor lain sebagai penunjang keberhasilan dalam kegiatan pembenihan ialah
fasilitas yang lengkap, termasuk peralatan-peralatan yang diperlukan untuk
pengoperasiannya. Sebelum menentukan fasilitas yang diperlukan dalam
pengoperasian suatu unit usaha pembenihan ikan, hendaknya memperhatikan:
jenis ikan yang akan dipelihara, ukuran ikan yang dihasilkan, sistem produksi,
target produksi, sistem pemberian pakan (alami/buatan).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penulisan makalah ini, sebagai
sumber informasi dasar dalam kegiatan pembenihan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dilakukanya penulisan makalah ialah untuk mengetahui teori dasar
dalam kegiatan pembenihan. Guna sebagai sumber informasi kepada para
pembaca, khususnya mahasiswa(i) program studi akuakultur.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemilihan Lokasi dan Konstruksi Hactery Ikan

Dalam merumuskan rencana pembangunan suatu unit usaha pembenihan ikan


harus diperhatikan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, meliputi aspek
teknis (tanah, fisika dan kimia dasar air, sumber air, dan ketersediaan air), aspek
sosial ekonomis (permintaan, sarana, dan prasarana transportasi) dan aspek jenis
ikan yang akan diproduksi benihnya.

a. Ketinggian dan kemiringan tempat lokasi pembenihan ikan


Ketinggian tempat sedapat mungkin tidak lebih dari 700 m di atas
permukaan laut. Untuk kemiringan tanah yang ideal berkisar antara 3%-5%
(Sutisna, 1995).
b. Tanah
Tanah yang baik untuk unit usaha pembenihan adalah tanah dengan
struktur yang kuat, dapat menahan air (tidak porous), subur, dan tidak
berbatu-batu.
c. Sifat fisika dan kimia dasar
Sifat fisika air yang harus diperhatikan adalah: 1) Suhu air optimum
berkisar antara 25-30°C, 2) Kekeruhan 25-100 JTU, 3) Muatan suspensi
250-100 dan 4) Kecerahan lebih besar dari 10%, penetrasi matahari sampai
dasar perairan.
Sifat kimia air yang harus diperhatikan adalah: 1) pH air berkisar antara 4-9,
optimum 6,7-8,6, 2) Kandungan O2 minimum 2 ppm, optimum 5-6 ppm, 3)
Kandungan CO2 terlarut maksimum 25 ppm, 4) Kandungan N dan NH3
kurang dari 1,5 ppm, 5) Phosphat lebih kecil dari 0,01 ppm, 6) Tembaga
( Cu ) lebih kecil dari 0,02 ppm, 7) Cadmium ( Cd ) lebih kecil dari 0,02 ppm
dan 8) Plumbum ( Pb ) lebih kecil dari 0,02 ppm.
d. Sumber air
Untuk kebutuhan pembenihan ikan, diutamakan air berasal dari sumber
air, misalnya: mata air, sumur artesis, dan sumur bor. Untuk pengairan yang
berasal dari sungai atau saluran irigasi perlu dilengkapi dengan bak
pengendapan dan filter sebelum dialirkan ke kolam-kolam pembenihan dan
pendederan. Debit air berkisar antara 10-15 liter/detik dan terjamin sepanjang
tahun. Pada waktu musim hujan areal di lokasi unit usaha pembenihan harus
terhindar dari banjir.
3

Banyaknya kolam dan luas setiap kolam unit usaha pembenihan


diperhitungkan seperti pada Tabel 1. dengan tata letak pada Gambar 1.

Tabel 1. Jumlah dan Luas Setiap Kolam di Unit Usaha Pembenihan

Gambar 1. Tata Letak Kolam BBI Sentral (5 ha)


4

2.2 Manajmen Produksi Induk

Dalam aplikasi budi daya para petani ikan biasanya melakukan pemeliharaan
terhadap induk ikan yang diperoleh dari hasil budi daya dengan cara induk jantan
dan betina dipelihara secara terpisah. Hal ini lebih memudahkan dalam
pengelolaan, pengontrolan, dan yang terpenting dapat mencegah terjadinya
memijah di luar kehendak ”mijah maling”. Kolam induk berupa kolam tanah,
kolam tembok, atau kolam tanah dengan pematang dari tembok. Tidak ada
ketentuan khusus tentang ukuran kolam untuk pemeliharaan induk. Biasanya
kolam induk hanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keuangan.
Untuk memudahkan dalam pengelolaan dan efisiensi penggunaan kolam,
maka luas kolam induk jantan dan betina masing-masing berkisar 15–30 meter
ersegi. Setiap kolam dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
Di kedua saluran ini biasanya dilengkapi dengan saringan agar induk-induk
tersebut tidak keluar atau kabur. Kepadatan penebaran induk antara 3–4 kg/m2,
sedangkan ketinggian air dikolam induk antara 60–75 cm. Agar diperoleh
kematangan induk yang memadai, setiap hari induk di beri pakan bergizi. Jenis
pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pelet sebanyak 3–5 % perhari
dari bobot induk yang dipelihara.
Hal yang perlu dilakukan dalam mengelola kualitas air kolam induk yaitu
dengan pergantian air seminggu sekali atau ketika kualitas air sudah menurun dan
melakukan pengukuran parameter kualitas air.
Tabel. Kisaran optimum parameter kualitas air sesuai SNI
No. Kisaran Optimum Parameter Kualitas Air
1. Suhu : 25 - 30 °C
2. pH : 6,5 - 8,5
3. Oksigen terlarut : > 4 mg/l
4. Kecerahan : 25 - 30 cm
5. Ammonia (NH3) : < 0,01 mg /l
Hal yang perlu dilakukan dalam memantau kesehatan induk adalah
Melakukan pengamatan visual setiap hari untuk memeriksa adanya gejala
penyakit yang menyerang induk ikan (kondisi ikan aktif atau berada dipermukaan
air, gerakan ikan agresif, tubuh ikan apakah terdapat penyakit), Menggunakan
sistem biosecurity pada area budidaya untuk mencegah masuk dan
menyebarnya patogen pada unit budidaya dengan cara membuat pagar keliling di
area budidaya, memasang tempat cuci tangan dan foot bat di depan pintu masuk
area budidaya, mencuci bersih peralatan kerja sebelum dan sesudah digunakan
dan meningkatkan sistem kekebalan induk melalui aplikasi imunostimulan,
probiotik dan vitamin.
5

2.3 Manajmen Produksi Telur

Agar dapat memperoleh produktivitas yang tinggi dalam budidaya ikan harus
dilakukan seleksi terhadap ikan yang akan digunakan. Seleksi menurut Tave
(1995) adalah program breeding yang memanfaatkan phenotipic variance
(keragaman fenotipe) yang diteruskan dari tetua kepada keturunannya. Keragaman
fenotipe merupakan penjumlahan dari keragaman genetik, keragaman lingkungan
dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Seleksi merupakan aplikasi
genetik dimana informasi genetik dapat digunakan untuk melakukan seleksi.
Seleksi ikan yang paling mudah dilakukan oleh para pembudidaya ikan adalah
melakukan seleksi fenotipe dibandingkan dengan seleksi genotipe. Seleksi
fenotipe dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu seleksi fenotipe kualitatif dan
seleksi fenotipe kuantitatif.
Menurut Tave (1986), seleksi fenotipe kualitatif adalah seleksi ikan
berdasarkan sifat kualitatif seperti misalnya warna tubuh, tipe sirip, pola sisik
ataupun bentuk tubuh dan bentuk punggung, dan sebagainya yang diinginkan.
Fenotipe kualitatif ini merupakan sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat
dibedakan dan dikelompokkan secara tegas. Sifat ini dikendalikan oleh satu atau
beberapa gen dan sedikit atau tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Sedangkan seleksi fenotipe kuantitatif adalah seleksi terhadap penampakan ikan
atau sifat yang dapat diukur, dikendalikan oleh banyak pasang gen dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Adapun ciri-ciri atau parameter yang dapat diukur
antara lain adalah panjang tubuh, bobot, persentase daging, daya hidup,
kandungan lemak, protein, fekunditas, dan lain sebagainya.
Untuk dapat melakukan pemijahan ikan pada beberapa jenis ikan budidaya
maka harus memahami tentang tingkat kematangan gonad dan faktorfaktor yang
sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad. Hal ini harus dipelajari karena
tingkat kematangan gonad ikan sangat mempengaruhi keberhasilan pemijahan
ikan. Walaupun saat ini telah banyak diketemukan hormon-hormon perangsang
pertumbuhan dan pematangan gonad, namun tetap saja membutuhkan waktu
dalam proses pertumbuhan dan pematangannya. Tingkat kematangan gonad ikan
dapat dideteksi dengan melihat tanda-tanda morfologi dan fisiologi sel telur atau
sel sperma. Tanda-tanda morfologis ikan matang gonad untuk ikan betina antara
lain gerakannya lamban, perut gembung, perut bila diraba terasa lunak, kulit
kadang kelihatan memerah, kadang- kadang telur telah keluar pada lubang genital,
lubang genital memerah. Tanda-tanda sel telur matang secara fisiologis adalah:
Polar Body I telah keluar, Germinal Vesicle/GV (Inti sel) telah menepi berada di
depan microfile, warna telur telah transparan, ukuran telur mendekati 1 mm.
Sejenak sebelum Ovulasi GV akan melebur sehingga disebut Germinal Vesicle
Break Down (GVBD).
6

Sedangkan tanda-tanda ikan jantan matang gonad secara morfologis antara


lain ikan lebih langsing dibanding kan betina, gerakannya lincah, bila diurut
kearah lubang genital cairan seperti susu akan keluar. pTanda-tanda sel sperma
matang antara lain warna kental seperti susu/santan, organ sperma telah lengkap,
motilitas tinggi, kenormalan lebih dari 90%. Di samping kesehatan, kenormalan
ikan merupakan unsur yang penting juga, karena faktor ini akan diturunkan
kepada anaknya.
Dari sifat perilaku ikan maka untuk meningkatkan hasil dan produktivitas
induk dalam menghasilkan larva, pemijahan ikan dapat dilakukan dengan
melakukan manipulasi lingkungan yang sesuai dengan sifat memijah ikan.
Pemijahan secara buatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) Pemijahan
intensif yang sepenuhnya dilakukan di kolam dan 2) Pemijahan dilakukan di hapa,
penetasan telur dilakukan pada corong tetas.
Sel sperma bisa membuahi sel telur karena adanya komunikasi antar sel
melalui beberapa agen aktif sehingga berjuta-juta sperma menempel pada sel
telur, tetapi hanya satu sperma yang akan masuk ke dalam sel telur emlalui
mocropile. Setelah sperma berhasil masuk ke dalam micropile kepala sperma
putus sehingga menyumbat lubang micropile dan sperma yang lain tidak
mampu masuk. Ekor sperma teetinggal di luar sel telur. Di bawah ini adalah agen
aktif sel telur dan sel sperma. Meskipun pembuahan terjadi secara alami namun
kegagalan pembuahan sering terjadi. Tidak semua sel telur terbuahi oleh sperma.
Hal ini disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah sperma dengan sel telur,
kematangan sel telur atau sperma dan kecocokan kualitas air sebagai media.
Derajat pembuahan telur merupakan persentase telur yang dibuahi
daricsejumlah telur yang dipijahkan. Telur yang dibuahi akan tampak berwarna
bening transparan, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih keruh.
Derajat pembuahan telur dapat dihitung dengan rumus :

Jumlahtelur yang dibuahi


FR = x 100
Jumlah telur yang dipijahkan

.2.4 Manajemen Produksi Larva

Kolam pemijahan digunakan untuk pemijahan induk. Bentuk, ukuran, dan


jumlah kolam disesuaikan dengan jenis ikan, metode pemijahan, dan skala usaha.
Pada sistem pemijahan buatan diperlukan fasilitas pemijahan (hatching house)
yang di dalamnya terdapat sarana dan peralatan stripping, treatment induk,
penampungan telur, penetasan telur, treatment larva, pakan larva, laboratorium
yang berhubungan dengan pemijahan seperti analisis kualitas air, penyakit, dan
tempat pengepakan larva (Kovari, 1983). Kolam pemijahan dapat berukuran
antara 50-100 m2, berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 0,5-1,2 m.
7

Hatching rate (HR) adalah daya tetas telur atau jumlah telur yang menetas.
Penetasan telur dapat disebabkan oleh faktor gerakan telur, perubahan suhu,
intensitas cahaya, dan kadar oksigen terlarut. Dalam penekanan mortalitas telur,
yang banyak berperan adalah faktor kwantitas air dan kualitas telur selain
penanganan secara intensif. Untuk mendapatkan nilai HR sebelumnya dilakukan
sampling larva untuk mendapatkan jumlah total larva yang berhasil menetas. Nilai
satuan Hatching Rate dinyatakan dengan persen (%). Rumus Hatching Rate
adalah sebagai berikut:
Jumlah telur yang menetas (ekor )
HR x 100%
Jumlah telurt yang terbuahi
Larva yang telah menetas biasanya berwarna hijau dan berkumpul didasar
bak penetasan. Untuk menjaga kualitas air, maka sebaiknya selama pemeliharaan
dilakukan pergantian air setiap 2 hari sekali sebanyak 50-70 %. Pergantian air ini
dimaksudkan untuk membuang kotoran, seperti sisa cangkang telur atau telur
yang tidak menetas dan mati. Kotoran-kotoran tersebut apabila tidak dibuang akan
mengendap dan membusuk di dasar perairan yang menyebabkan timbulnya
penyakit dan menyerang larva. Pembuangan kotoran tersebut dilakukan secara
hati-hati agar larva tidak stress atau tidak ikut terbuang bersama kotoran.
Pada saat ikan berumur 6 hari, maka dapat diberikan pakan berupa Daphnia
sp (kutu air), Tubifex sp (cacing sutra) atau Artemia sp. Pakan tersebut diberikan
secara adlibitum dengan frekuensi 5 kali dalam sehari dan agar tidak mengotori
air pemeliharaan, maka diusahakan tidak ada pakan yang tersisa.

2.5 Manajmen Produksi Benih

Tata letak kolam merupakan syarat penting di dalam usaha pembenihan dan
erat hubungannya dengan rencana kapasitas produksi serta jenis teknologi yang
diterapkan dalam skala usaha.Untuk kelancaran kegiatan operasional pembenihan,
tata letak bangunan, perkakas, dan peralatan harus disesuaikan dengan fungsi dan
urutan kerjanya. Bangunan yang termasuk sebagai sarana pokok harus terpisah
dari bangunan sarana penunjang dan pelengkap. uatu unit pembenihan ikan harus
mempunyai fasilitas yang lengkap, termasuk peralatan-peralatan yang diperlukan
untuk pengoperasiannya. Sebelum menentukan fasilitas yang diperlukan dalam
pengoperasian suatu unit usaha pembenihan ikan, hendaknya memperhatikan:
jenis ikan yang akan dipelihara, ukuran ikan yang dihasilkan, sistem produksi,
target produksi, sistem pemberian pakan (alami/buatan), dan sistem
penyebaran/pemasaran hasil.
Waktu yang tepat untuk menebar benih lele adalah pagi hari (pukul 08.00-
09.00) atau sore hari (pukul 15.30-16.30). Diperkirakan pada waktu-waktu
tersebut suhu air tidak terlalu panas (stabil). Benih yang sudah ditebar tidak
8

langsung diberi pakan. Sebaiknya puasakan benih selama sehari. Setelah itu baru
diberi pakan. Padat tebar adalah jumlah benih yang ditebar per luas atau volume
kolam. Berdasarkan pengalaman beberapa pelaku budi daya lele, padat tebar yang
diterapkannya 200-400 ekor/m2. Artinya, setiap luas kolam 1 m2 dengan
kedalaman 80-100 cm dapat dipelihara 200-400 ekor benih. Benih yang baru tiba
di kolam sebaiknya jangan langsung ditebar, akan tetapi diadaptasikan terlebih
dahulu (aklimatisasi) agar benih tidak stress akibat perbedaan suhu antara air
dalam wadah pengangkutan dengan air di kolam barunya. Benih yang stress
berpeluang besar menjadi lemah, terkena penyakit, bahkan mati.
Setelah benih ikan dipanen dari kolam pendederan, benih ikan tersebut
ditampung terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Ukuran dan jumlah kolam
tergantung dari jenis dan ukuran ikan, waktu penangkapan/penjualan ke pasar, dan
skala usaha. Kolam penampungan benih dapat berukuran 500-2000 m2 (Kovari,
1983). Pada kolam ini kualitas air harus diperhatikan kandungan oksigen minimal
3 ppm, air harus mengalir dan selalu berganti dengan debit 10-15 lt/detik. Untuk
mengantisipasi fluktuasi suhu, kedalaman kolam ini antara 50-70 cm. Sebagai
penunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan pada fase benih, pakan bisa
diberikan berbentuk crumble dengan presentase pemberian 3% dari bobot total
ikan.
9

BAB III
EVALUASI

3.1 Soal Diskusi

1. Mengapa perkawinan sedarah dapat berpengaruh terhadap kualitas telur ?

2. Jelaskan tentang inbreeding, crosbreeding, monoseks dan selective


breeding!

3. Mengapa ikan gurame belum dibudidayakan di daerah sulawesi tengah,


khususnya kota palu ?

4. Mengapa ikan gurame memiliki harga yang mahal ?

5. Apa perbedaan kolam pemberokan dan kolam pemijahan ?

6. Mengapa hactery banyak yang fakum ?

7. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur ?

8. Penjelasan rumus SGR

9. Bagaimana perlakuan agar larva ikan tidak mengalami stress ?

10. Bagaimana pencegahan terhadap kemungkinnan terburuk pada usaha


produksi benih ?

11. Kendala apa saja yang biasa terjadi dalam kegiatan pembenihan ?

3.2 Jawaban Pertanyaan Diskusi

1. perkawinan sedarah dapat berpengaruh terhadap kulitas telur dikarenakan


dapat mempengaruhi kualitas genotipnya, karena dapat menyebapkan
masalah seperti kurangya fekunditas telur dan berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan ikan (kerdil) pada generasi berikutnya. Selain itu, perkawinan
sedarah dapat menurunkan nilai heritabilitas. Heritabilitas dapat dilakukan
pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui besarnya keragaman fenotipe
10

yang diakibatkan oleh aksi genotipe atau menggambarkan tentang persentase


keragaman fenotipe yang diwariskan dari induk kepada keturunannya. Nilai
heritabilitas dinotasikan dengan angka, yang berkisar antara 0–1.

2. Penjelasan mengenai outbreeding, crosbreeding, monoseks dan selective


breeding!

a) Selective breeding adalah suatu program breeding yang mencoba untuk


memperbaiki nilai pemuliabiakan (breeding value) dari suatu populasi
dengan melakukan seleksi dan perkawinan hanya pada ikan-ikan yang
terbaik.

b) Outbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang tidak


sekerabat (berbeda induknya), masih dalam satu varietas atau beda
varietas.

c) crossbreeding atau hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat


diaplikasikan pada ikan, udang, kerang-kerangan, maupun rumput laut.

d) Seks reversal (monosex) adalah suatu teknologi yang membalikkan arah


perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini dilakukan pada
waktu menetas gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas menjadi
jantan atau betina tanpa merubah genotipenya.

3. Alasan ikan gurame belum dibudidayakan di kawasan kota palu dikarenakan


harga jual dari ikan gurame cukup tinggi, sehingga tidak bernilai ekonomis
dimata masyarakat. Selain itu, kebutuhan akan daging ikan gurame belum
diminati. Meskipun ikan gurame memiliki rasa daging yang gurih dan tekstur
lembut, masyarakat lebih memilih ikan lain yang memiliki harga lebih
terjangkau.

4. Penyebab utama gurami menjadi ikan mahal, adalah permintaan yang selalu
lebih tinggi dari pasokan. Orang senang dengan gurami karena tekstur dan
rasa dagingnya yang lembut dan lezat. Pada jaringan dagingnya juga tidak
terdapat duri-duri halus seperti halnya ikan mas dan bawal air tawar. Selain
11

itu, rongga perut ikan ini sangat kecil dibanding ikan air tawar lain. Dengan
cara ini pembesaran burayak gurami sampai menjadi putihan untuk ditebar di
kolam pembesaran, akan memakan waktu hampir satu tahun. Kemudian
dengan pakan daun talas, pembesaran putihan ukuran 5 cm. sampai menjadi
ikan konsumsi bobot 0,5 kg, diperlukan waktu lebih dari 1 tahun. Hingga
untuk menghasilkan gurami konsumsi bobot 0,5 kg, diperlukan waktu sekitar
2 tahun sejak pembenihan, sungguh waktu yang sangat lama.

5. perbedaan dari kolam pemberokan dan pemijahan yaitu: Kolam


pemberokan adalah kolam yang digunakan untuk menyimpan induk-induk
ikan yang akan dipijahkan atau ikan yang akan dijual/angkut ke tempat jauh,
sedangkan Kolam pemijahan adalah kolam yang sengaja dibuat sebagai
tempat perkawinan induk-induk ikan budidaya. Ukuran kolam pemijahan ikan
bergantung kepada ukuran besar usaha, yaitu jumlah induk ikan yang akan
dipijahkan dalam setiap kali pemijahan.

6. Faktor dasar penyebap indusri hactry vakum dapat dikarenakan bangunan


hactry yang ditujukan untuk produksi pembenihan kurang dibutuhkan, hal ini
dapat terjadi dikarenakan sebagian masyarakat lebih mengandalkan hasil
tangkapan ikan dari alam dibanding untuk membudidayakanya. Alasan lain
hactry vakum adalah dari faktor sarana prasarana, SDM dan biaya, mengingat
dalam 1 kali siklus produksi membutuhkan dana yang cukup besar. Disisi
lain, dalam 1 kali siklus produksi, dalam kegiatan hactry dapat memakan
waktu cukup ama dan memiliki resiko gagal yang lebih besar.

7. faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur yaitu: kualitas telur,


kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan pada induk dan
tingkat kematangan telur. Selain itu, Gerakan air yang terlalu kuat yang
menyebabkan terjadinya benturan yang keras di antara telur atau benda
lainnya sehingga mengakibatkan telur pecah.

8. Specifik Growth Rate (SGR) atau Laju pertumbuhan harian pertumbuhan


(LPH) diartikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun volume
seiring dengan perubahan waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor
12

internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berhubungan


dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi
keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan
terhadap penyakit. Faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan
lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang
gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas. Rumus
menghitung SGR:

Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan
Wt = Bobot rata-rata benih pada saat akhir pemeliharaan
Wo = Bobot rata-rata benih saat awal tebar
T = lamanya waktu selama pemeliharaan
Contoh untuk menghitung SGR
diketahui
Bobot rata-rata benih pada saat akhir pemeliharaan = 0,3
Bobot rata-rata benih saat awal tebar = 0,001
lamanya waktu selama pemeliharaan = 90
maka untuk menghitung SGR nya adalah

9. Agar larva ikan tidak mengalami stess bisa diatasi dengan cara
penanganan Tahap penanganan larva yang baik yaitu:
1. Mempersiapkan air kolam dengan cara mengisi dengan ketinggian
sekitar 60cm, dan endapkan kurang lebih 1 minggu. Diberi probiotik
juga lebih baik dan diberi pelindung seperti paranet, hal ini guna
menjaga suhu air tetap stabil.
2. Mempersiapkan Bibit dan Penebaran Yang benar, Usahakan bibit
berasal dari pembudidaya yang sudah berpengalaman, ukuran bibit
harus seragam, bibit lele fisiknya harus sempurna dan terlihat sehat, dan
dari indukan bersertifikat.
3. Pemberian pakan yang berkualitas
4. Memperhatikan jumlah padat tebar
13

10. Peningkatan kebersihan sepanjang proses pemeliharaan larva. Peningkatan


kualitas pakan alami (plankton) menggunakan pengenceran serial (metode
kultur batch) penggunaan probiotik pada fasilitas hatchery.

11. Rusaknya kualitas air akibat polusi lingkungan dan sanitasi yang buruk,
pemberian pakan buatan secara intensif dan tidak memperhatikan konversi
pemberian dapat berdampak buruk bagi kualias air, kesalahan penanganan
pasca panen dan turunnya harga ikan

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengembangbiakan ikan merupakan salah satu kegiatan dari proses budidaya


ikan. Seleksi induk merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya ikan yang
sangat menentukan keberhasilan produksi. Aspek lain yang harus diperhatikan
dalam kegiatan pembenihan ialah, pemilihan lokasi budidaya, manajmen produksi
telur, manajmen produksi larva dan manajmen produksi benih.
14

DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, J.S. dan R. Lloyd. (1984). Water Quality Criteria for Freshwater Fish.
Second edition. London: Butterworth Scientific.
Boon, J.H.; M. Ooms; Th. Wensing dan E.A. Huisman. (1987). Some Aspects of
Gas Bubble Disease in African Catfish (Clarias gariepinus, Burchell
1822). Neth. J. of Agricult. Science, (in press).
Boyd, C. (1979). Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Alabama, USA.:
Auburn University Press.
Brett, J.R. (1979). Environmental Factors and Growth. In: W.S. Hoar; O.J.
Randall and J.R. Brett (Editors). Fish Physiology Vol. VIII. New York:
Academic Press.
15

Burdick, G.E.; E.J. Harris; H.J. Dean; T.M. Walker; J. Skea dan D. Cosby. (1964).
The Accumulation of DDT in Lake Trout and the Effect on Reproduction.
Trans. Am. fish. Soc.
Burrows, R.E. (1964). Effects of Accumulated Exoretory Products on Hatchery
Reared Salmonids. Bureau of Sport Fisheries and Wildlife. Res. Rep. No.
66.
Chiba, K. (1965). A study on the Influence of Oxygen Concentration on the
Growth of Juvenile Common carp. Bull. Freshw. Fish. Res. Lab.
Colt, J.E. dan G . Tchobanoglous. (1979). Design of Aeration Systems for
Aquaculture. In: L.J. Allen and E.C. Kinney (Editors). Proc. Bio-
Engineering Symp. for Fishculture. Am. Fish. Soc., FCS publ. 1.

Вам также может понравиться