Вы находитесь на странице: 1из 40

MAKALAH

New Insulin Delievery Recommendastions

Telaah Jurnal

Disusun Oleh
Kelompok K’17

1. Leyla Beno Safira


2. Rahma Nike
3. Tri Fuji Rahmi Zalni
4. Wahyu Astuti
5. Wulan Rija Pratiwi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2016

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) atau disebut diabetes saja merupakan penyakit

gangguan metabolic menahun akibat pancreas tidak memproduksi cukup

insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara

efektif (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). DM merupakan penyakit yang sering

diderita masyarakat saat ini. DM merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik meningkatnya glukosa dalam darah atau

hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin yang berdampak dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama

pada mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Sudoyo dkk, 2009).

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan

ke-4 dengan jumlah penderita terbesar di dunia setelah India, Cina, dan

Amerika (Sartunus, Hasneli, dan Jumaini, 2014). Menurut Kementrian

Kesehatan RI (2012), jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia

diperkirakan mengalami peningkatan dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000.

Jumlah penderita akan menjadi meningkat sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun

2030 mendatang.

Penyakit DM terbagi menjadi dua kelompok yakni DM tipe I dan DM

tipe II. DM tipe I terjadi pada seseorang yang usianya dibawah 45 tahun

karena kerusakan sekresi produksi insulin sel- sel beta pankreas, sehingga
3

penurun insulin sangat cepat sampai akhirnya tidak ada lagi yang disekresi,

sedangkan DM tipe II merupakan DM turunan dari orang tua yang resikonya

akan semakin tinggi jika kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas. DM

tipe II dikategorikan dalam DM yang tidak tergantung insulin (Arisman,

2010). Akan tetapi, insulin masih diberikan pada DM tipe II karena masih

terbukti sangat efektif untuk menurunkan kadar Hemoglobin Glikosilat

(HbA1C) sebesar lebih dari 1% dan memperbaiki fungsi sel beta pankreas

serta mengurangi remisi glikemik (Owen, Seetho & Idris, 2010).

Pengendalian terhadap kadar gula dalam darah penting dilakukan

untuk dapat mengurangi terjadinya penyulit menahun yang bisa diderita bagi

penderita diabetes, seperti serebro-vaskular. Salah satu cara mengendalikan

kadar gula darah adalah dengan pemberian insulin. Melihat pentingnya

pemberian insulin bagi penderita diabetes mellitus, maka dalam

pemberiannya pun harus dilakukan dengan teknik yang tepat agar tidak

memberikan komplikasi pada pasien. Dalam pemberian insulin dibutuhkan

cara yang tepat, cara mencegah komplikasi pemberian insulin serta cara

mengatasi dampak dalam pemberian insulin.

Jumlah pasien diabetes mellitus yang melakukan rawatan inap di

RSUP M Djamil Padang sangat banyak. Kebanyakan pasien datang dengan

kondisi penyakit lain yang merupakan akibat dari diabetes mellitus, seperti

gagal ginjal. penyakit jantung, dan lain-lain. Dalam memenuhi kebutuhan

nutrisinya, pasien harus disertai pemberian insulin terlebih dahulu.

Di RSUP M Djamil, pemberian insulin sering diberikan dalam bentuk

injeksi subkutan dengan pena, seperti novorapid dan levimer. Pemberian


4

injeksi dengan pena rutin dilakukan bagi pasien diabetes sebelum makan

untuk memenuhi nutrisnya. Akan tetapi, dalam pemberiannya masih banyak

perdebatan antara tenaga kesehatan atau perawat tentang daerah mana yang

lebih baik digunakan dalam pemberian injeksi insulin. Oleh sebab itu, penulis

akan menelaah jurnal terkait rekomendasi dalam pemberian insulin.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penulisan jurnal “New Insulin Delivery Recommendations”?

2. Bagaimana isi dari jurnal “New Insulin Delivery Recommendations”?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengembangan praktik dan pengetahuan baru terkait

tindakan dalam pemberian insulin yang harus diketahui dan

dipertimbangkan dalam praktik klinis dunia keperawatan agar

meningkatnya profesionalitas keperawatan.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui penulisan jurnal “New Insulin Delivery

Recommendations”.

b. Diketahui isi atau konten dari jurnal “New Insulin Delivery

Recommendations”.

D. Manfaat Penulisan

Penulisaan telaah jurnal “New Insulin Delivery Recommendations”

diharapkan dapat bermanfaat:


5

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan pembelajaran dalam pemberian insulin, terutama

saat pendidikan di klinik sehingga dapat memberikan insulin sesuai

dengan prosedur yang terbaru yang direkomendasikan.

2. Bagi Perawat

Sebagai pengetahuan terbaru dalam praktik klinik yang dapat

mengupgarde profesionalitas dari perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan terutama dalam pemberian insulin yang berdasarkan prosedur

yang terbaru dan yang direkomendasikan.

3. Bagi Ruangan

Sebagai bahan pertimbangan dalam memperbarui SOP baru tentang

pemberian insulin yang sesuai dengan jurnal penelitian terbaru yang

direkomendasikan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan di

rumah sakit.
6

BAB II

TELAAH PENULISAN JURNAL

A. Judul Jurnal

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca

judul akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus

membaca keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna

ganda.

Kelebihan jurnal

a. Pada jurnal ini judul menjelaskan tentang rekomendasi terbaru

pemasukan insulin. Dari membaca judul pada jurnal ini, kita dapat

mengetahui bahwa jurnal ini membahas tentang apa saja hal terbaru

tentang insulin. Judul jurnal sudah baik dan terdiri dari 4 kata, dimana

syarat judul jurnal adalah tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan

jelas.

b. Pada jurnal ini nama penulis juga sudah ditulis dengan singkat tanpa

danya gelar.
7

B. Abstrak

Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat

tentang keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar

250 kata yang berisi tentang tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan isi jurnal.

Kelebihan jurnal

a. Jurnal ini memiliki abstrak dengan jumlah kata sebanyak 199 kata,

menjelaskan secara singkat isi dari jurnal.

b. jurnal ini juga menjelaskan hasil dari penelitian sebelumnya.

c. Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari latar

belakang, metode, hasil dan kata kunci.

Kelemahan jurnal

a. Abstrak di jurnal ini tidak menjelaskan jenis jurnal, kesimpulan

maupun saran dibidang keperawatan dari jurnal tersebut.

b. Kata kunci dalam jurnal ini tidak tercantum.


8

C. Pendahuluan

Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat

penelitian. Pendahuluan terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap

paragraf terdiri dari 4-5 kalimat.

Kelebihan jurnal

a. Pendahuluan pada jurnal ini sudah baik memiliki 2 paragraf dengan

jumlah kalimat berkisar dari tiga sampai enam kalimat.

b. Pada jurnal ini fenomena yang dibahas adalah tentang beberapa

rekomendasi untuk penggunaan insulin pada pasien diabetes, yang

didasarkan pada hasil injection technique qustionare (ITQ) survey


9

terdapat 42 negara yang berpartisipasi. Jurnal ini termasuk dalam

kategori jurnal review yaitu jurnal yang membahas hasil dari penelitian

sebelumnya.

Kelemahan jurnal

a. Didalam penduhuluan jurnal juga harus memuat fenomena jurnal,

tetapi pada pendahuluan jurnal ini tidak dibahas fenomena dari jurnal

ini.

b. Jurnal ini juga tidak membahas isi dari jurnal secara rinci hanya

membahas tentang metode dari jurnal.

D. Pernyataan masalah penelitian

Dalam jurnal ini tidak terdapat pernyataan masalah yang jelas, tetapi

dimuat pernyataan bahwa pemberian insulin merupakan suatu hal yang harus

dikelola dengan baik dan optimal.

E. Tinjauan pustaka

Jurnal ini juga tidak mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai

acuan konsep.

F. Kerangka konsep dan hipotesis

Dalam penulisan ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesisi,

hal ini dikarenakan jurnal ini termasuk systematic review journal.


10

G. Metodologi

Jurnal ini merupakan systematic review journal, yaitu kumpulan dari

beberapa jurnal yang dihimpun sehingga memunculkan rekomendasi-

rekomendasi terbaru yang berdasarkan dengan penelitian. Publikasi yang

diidentifikasi menggunakan Medline, EMBASE, PubMed, dan Cochrane

Controlled Trials. Penelitian berfokus pada periode Januari 2008 sampai

Desember 2015, walau tidak menutup kemungkinaan ada sumber yang

diambil pada periode 1980.

H. Sampel dan Instrumen

Sesuai dengan metodeologi yang digunakan, jurnal ini berasal dari 368

artikel yang dikumpulkan sudah disesuaikan dengan kriteria inklusi yang

berdasarkan pada Cochrane Handbook for Systematic Review of

Interventions menjadi 254 artikel. Dan dibahas selama 12 bulan di konfrensi

web International Experts Injection and Infusion Techniques. Selanjutnya,

beberapa jurnal tersebut dibawa ke pertemuan FITTER (Forum for Injection

Technique and Therapy: Expert Recommendation).

Kesimpulan beberapa jurnal yang dimuat menjadi rekomendasi pada

jurnal ini dikelompokkan menjadi A=sangat dianjurkan, B= dianjurkan,

C=belum terselesaikan dan 1= minimal bersumber dari 1 Peer reviewd dan

studi observasi, 2 = minimal 1 bersumber dari observasi, epidemiologi

maupun studi berdasarkan populasi, dan 3= bersumber dari opini para ahli

yang berdasarkan pengalaman pasien. Pengelompokkan ini bertujuan agar

pembaca memahami seberapa penting rekomendasi yang dibahas dalam

jurnal tersebut.
11

I. Hasil

Hasil pada jurnal ini membahas tentang anatomi, fisiologi, patologi,

psikologi dan teknologi.

Kelebihan jurnal:

 Jurnal ini berisikan rekomendasi-rekomendasi yang terbaru yang

berdasarkan penelitian.

 Jurnal ini mengarahkan pembaca dengan baik bagaimana

pemberian insulin dengan baik mulai mengenali anatominya

sampai tekniknya, serta tidak lupa bagaimana mencegah

komplikasi dari pemberian insulin.

J. Pembahasan
12

Pada telaah jurnal ini topik yang dibahas adalah mengenai

rekomendasi terbaru tentang penggunaan insulin.

Kelebihan jurnal

Pada pembahasan jurnal review ini, telah menjelaskan dengan cukup

rinci tentang apa saja rekomendasi terbaru insulin. Jurnal ini juga menjadi

pelengkap dari rekomendasi pemberian insulin yang dikeluarkan oleh

TITAN (Third Injection Technique Workshop in Athens). Dalam jurnal ini

ditambahkan tema infus insulin dan keselamatan.

Kekurangan Jurnal

Pada pembahasan injeksi pada kehamilan, injeksi menggunakan

GLP-1, atau bagaimana menginjeksi pada bayi dan lansia, belum dikaji

secara mendalam dan belum ada jurnal pendukung yang lebih kuat. Hal ini

menjadi dasar pagi penulis jurnal untuk menyarankan diadakannya studi

berdasarkan randomized clinical trials pada tema-tema tersebut.


13

K. Kesimpulan

Kelebihan jurnal

Kesimpulan pada jurnal ini lebih menjelaskan tentang bukti

rekomendasi terbaru, praktis dan pedoman bagi pasien dan tenaga

profesional diseluruh dunia. Ada enam kumpulan peraturan terbaik untuk

rekomendasi terbaru. Aturan ini dimaksudkan agar jelas dan sederhana

bagi perawat, pendidik, dan pasien. Pada jurnal ini menjelaskan bahwa

rekomendasi terbaru ini bermanfaat bagi perawat dan pendidik. Pada

jurnal ini juga membahas tentang bagaimana teknik penyuntikan pada

dewasa dan anak-anak.


14

BAB III

TELAAH KONTEN JURNAL

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang

disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan

pembuluh darah. Diabetes melitus klinis adalah suatu sindrom

gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya

sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya

efektisifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendy dan Margaret,

2012). Diabetes melitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul

pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi

normal(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolute

maupun relatif. Penyakit diabetes bersifat menahun alias kronis

(Mahendra, dkk, 2008).

Sindrom ini ditandai oleh adanya hiperglikemi dan berkaitan

dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Secara klinis terdapat 4 tipe diabetes, yaitu : Tipe I (diabetes melitus

tergantung insulin/ Insulin Dependent Diabetes Melitus), Tipe 2

(diabetes tidak tergantung insulin/ Non Insulin Diabetes Melitus),

Diabetes yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya dan

Diabetes Gestasional. Selain itu, terdapat dua kategori lain tentang


15

abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi glukosa

dan diabetes melitus gestasional(Smeltzer & Bare, 2002).

Seseorang dikatakan menderita penyakit diabetes melitus jika

memilki kadar gula darah puasa >126 gm/dl dan >200 gm/dl jika tidak

melakukan puasa (PERKENI, 2006). Diabetes melitus tipe II lebih

banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko diabetes melitus antara

lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes melitus tipe 2,

etnis. Pada diabetes melitus tipe II keterbatasan respon sel beta

pancreas yang memproduksi insulin terhadap hoperglikemia tampak

menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini.

2. Patofisiologi

a. Diabetes Melitus Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-

sel pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa

yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap dalam darah dan memimbulkan hiperglikemia

prosprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar

akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria).

Ekresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit ysng

berlebihan, keadaan ini disebut dieresis osmotis. Pasien mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipdi).

b. Diabetes Melitus Tipe II


16

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelainan dengan

karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.

Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan

memiliki peranan yang penting dalam munculnya diabetes tipe 2.

Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor

lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, dan

tingginya kadar asam lemak bebas. Mekanisme terjadinya diabetes

tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi terhadap insulin atau

defek sekresi insulin. Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan

oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara

efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot dan

hati).

Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal

dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang

dengan diabetes

tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin,

yaitu lebih rendah 30-60% daripada orang normal. Resistensi

terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan

penggunaan insulin oleh jaringan jaringan yang sensitif dan

meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini

memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes.

Kelainan yang juga khas pada diabetes tipe 2 adalah

ketidakmampuan sel beta (defek sekresi insulin) yang

meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah


17

pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut.

Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin

pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan

dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi

kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemia yang ada

atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan

hiperglikemi sepanjang hari.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan

ciri khas diabetes tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe 2. Meskipun demikian,

diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah

akut lainnya yang dinamakan sindrom Hiperglikemik

Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK). Akibat intoleransi glukosa

yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan progresif,

maka awitan diabetes tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika

gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,

seperti; kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit

yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika

kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah

terjadinya komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan

mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah


18

terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2010).

3. Faktor yang Mempengaruhi Diabetes Melitus

a. Riwayat Keluarga/Genetik

Diabetes melitus dapat diturunkan dari keluarga sebelumnya yang

juga menderita Diabetes Melitus, karena kelainan gen

mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan

baik. Tetapi resiko terkena Diabetes Melitus juga tergantung pada

faktor kelebihan berat badan, kurang gerak dan stress.

b. Gaya hidup

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab utama terjadinya diabetes

melitus. Diet dan olahraga yang tidak baik berperan besar terhadap

timbulnya diabetes melitus yang dihubungkan dengan minimnya

aktivitas sehingga meningkatkan jumlah kalori dalam tubuh.

c. Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang menurun

dengan cepat setelah berusia 40 tahun. Diabetes Melitus sering

muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehinggatubuhnya tidak

peka terhadap insulin.

d. Jenis Kelamin

Kejadiana Diabetes Melitus pada wanita lebih tinggi daripada laki-

laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes melitus karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa

tubuh yang lebih besar.


19

e. Ras dan Suku Bangsa

Suku bangsa Amerika, Afrika, amerika, Meksiko, Indian Amerika

dan sebagian Amerika Asia memiliki resiko diabetes dan penyakit

jantung yang lebih tinggi. Hal itu sebagian disebabkan oleh

tingginya angka tekanan darah tinggi, obesitas dan diabetes pada

populasi.

f. Berat Badan/Kegemukan (Obesitas)

Obesitas merupakan berat badan yang berlebihan minimal 20%

dari berat badan idaman atau indeks massa tubuh lebih dari 25

kg/m2. Obesitas menyebabkan respon sel beta pancreas terhadap

peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin

pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlahnya

dan kurang sensitif.

4. Manifestasi Klinis

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane

dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma

meningkat atau hiperosmolaritas menyebabkan cairan intra sel

berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah

ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolaritas dan

akibatnya akan terjadi dieresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsi

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam

vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga


20

efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut

menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan terus minum (polidipsi).

c. Polipagi

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel dari menurunnya

kadar insulin maka produksi energy menurun, penurunan

energy akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi

adalah seseorang akan lebih banyak makan (polipagi).

5. Komplikasi

a. Komplikasi mendadak(akut)

Komplikasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan

pertolongan dengan segera. Komplikasi akut meliputi infeksi sulit

sembuh, hiperglikemia (koma diabetik), dan hipoglikemik.

b. Komplikasi menahun(kronik)

Komplikasi yang timbul setelah penderita mengidap diabetes

melitus selama 5-10 tahun atau lebih dan dapat mengancam hidup.

Komplikasi kronik meliputi :

1. Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi di mana pembuluh-pembuluh rambut kaku atau

menyempit sehingga organ yang seharusnya mendapatkan

suplai darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi

kekurangan suplai seperti : retinopati diabetic, nefropati

diabetik dan saraf-saraf perifer, otot-otot serta kulit.

2. Komplikasi makrovaskuler
21

Komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih

besar sehingga terjadi aterosklerosis.

6. Penatalaksaan

Penatalaksanaan diabetes melitus tipe II bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup dengan mengendalikan kadar gula darah, menurunkan

risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

pengolahan diabetes melitus tipe II secara holistic yang mencakup

pengendalian gula darah, tekanandarah dan lipid profil (Perkeni,

20110. Menurut Perkeni (2011)terdapat 4 pilar utama adlam

pengelolaan diabetes melitus tipe II yang meliputi:

a. Edukasi

Untuk mencapai perilaku yang sehat dari pasien diabetes melitus

tipe 2, diperlukan edukasi yang komprehensif dan upaya

peningkatan motivasi. Tenaga kesehatan wajib mendampingi

pasien diabetes melitus tipe II dalam hal mencari informasi dan

mengajarkan perilaku sehat.

b. Diet (Pengaturan makan)

Pengaturan makan merupakan upaya pencegahan terpenting

dalam diabetes melitus supaya tidak terjadi komplikasi atau

memperberat komplikasi. Semua penderita diabetes harus

melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk

penderita yang obesitas. Menu dengan jumlah kalori yang tepat

umumnya disesuaikan dan dihitung berdasarkan kondisi pasien.

Secara umum komposisi menu yang direkomendasikan terdiri


22

dari 60-65% karbohidrat, 25-35% lemak, dan 10-20% protein.

Pada umumnya diet diabetisi diatur berdasrkan 3J, yaitu :

1) Jumlah, pada umumnya pengaturan jumlah makan dibuat

berdasrkna tinggi badan, berat badan, jenis aktivitas, dan juga

umur. Berdasarkan hal ini, akan dihitung dan ditentukan

jumlah kalori untuk masing-masing.

2) Jenis, mengenai jenis makanan, pada umumnya penyusunan

makanan akan menyangkut gizi-gizi seperti karbohidrat,

lemak, sayur, dan buah-buahan.

3) Jadwal, jadwal dalam hal ini sesuai dengan yang telah

ditetapkan oleh dokter atau petugas kesehatan tentang

penyakit diabetes melitus yang dialami oleh pasien.

c. Latihan Fisik

Latihan Fisik digunakan untuk menjaga kebugaran, menurunkan

berat badan, dan memperbaiki sensivitas insulin sehingga akan

memperbaiki kadar gula darah. Latihan fisik hendaknya

disesuaikan dengan usia dan kesehatan fisik. Pasien diabetes

melitus tipe II diharapkan mampu meningkatkan latihan fisik,

kecuali bagi mereka yang sudah mengalami komplikasi.

d. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan diet dan latihan

fisik. Terapi farmakologis berupa obat oral atau insulin.

Pemilihanjenis obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan

perkembangan penyakit diabetes melitus tipe II.


23

B. Terapi Insulin

Pengobatan/terapi insulin bukan hal tahap akhir. Hal ini dipercaya

oleh banyak penderita bahwa pengobatan insulin merupakan akhir dari

penyakitnya. Pandangan ini muncul karena memori dari banyak keluarga

seperti kakek/nenek meninggal, gagal ginjal, amputasi kaki setelah terapi

insulin.

1. Pengertian

Insulin merupakan terapi diabetes yang tepat untuk mencapai

target gula darah dibandingkan dengan cara lainnya. Penggunaan

insulin lebih dini diduga dapat memperbaiki produksi sel β pancreas

dan mencegah penggunaan beberapa macam obat atau kombinasi

insulin di kemudian hari.

Seperti telah diketahui, pada pasien Diabetes Melitus terjadi

gangguan pengeluaran insulin basal (puasa) dan prandial (setelah

makan) untuk mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal

baik pada keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan mengetahui

mekanisme tersebut,maka telah dipahami bahwa hakikat pengobatan

Diabetes Melitus adalah menurunkan kadar glukosa darah baik puasa

maupun setelah makan. Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan

yang baik, maka diperlukan insulin dengan karakteristik insulin

menyerupai orang sehat (insulin fisiologis), yaitu kadar insulin yang

sesuai dengan kebutuhan puasa dan setelah makan. Pemberian insulin

basal dan insulin prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan


24

untuk memperbaiki kadar gula darah puasa atau sebelum makan. Oleh

karena glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang

dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka diharapkan dengan

menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah setelah

makan juga ikut turun.

2. Fungsi Insulin

a. Mengatur keseimbangan kadar glukosa dalam tubuh

b. Meningkatkan metabolism glukosa pada sel otot

c. Meningkatkan penyimpanan glukosa di dalam hepar

d. Meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel-sel hepar

e. Merangsang peningkatan penyerapan glukosa plasma oleh sel tubuh

3. Klasifikasi kerja insulin

a. Insulin kerja cepat

Sediaan yang termasuk dalam insulin kerja cepat ini diantaranya

adalah Novorapid, Apidra, Humolog. Insulin ini diberikan 5-10

menit sebelum makan, dengan lama kerja berkisar 3-4 jam. Insulin

ini cepat dalam menurunkan kadar gula darah.

b. Insulin kerja menengah

Termasuk dalam sedian insulin kerja menengah adalah Insulatard,

Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente. Insulin ini bekerja lebih

lambat dibandingkan insulin kerja cepat, namun lama waktu kerja

lebih panjang. Hal ini terjadi karena adanya penambahan protamin,

sehingga membentuk emulsi. Karena itu proses penyerapannya


25

lebih lambat. Jangka waktu kerja adalah 10-16 jam, sehingga dapat

diberikan 2 kali sehari.

c. Insuli kerja panjang

Beberapa sediaan, seperti Lantus dan Lovemir merupakan sediaan

insulin yang bekerja dalam jangka panjang yaitu 20-24 jam

sehingga dapat disuntikkan sekali sehari.

d. Insulin premixed

Sedian ini dimaksudkan insulin yang bekerja dengan cepat

menurunkan gula darah, namun mempunyai waktu kerja yang lebih

panjang. Seperti Mixtard 30, Novoramix 30, Humulin 70/30.

Karena merupakan insulin yang mixed, maka dapat digunakan 5-10

menit sebelum makan. Namun kerja variatif.

4. Mekanisme Kerja Insulin

Tempat kerja insulin adalah permukaan luar membrane sel. Beberapa

peneliti mendapatkan bahwa adeniliklase dihambat sedangkan enzim

fosfodiesterase dirangsang. Sintesis glikogen dan glikogenelisis

tergantung dari rangkaian reaksi fostorilasi protein. Siklik Amp

mengaktifasi proteinkinase dengan akibat perangsangan glikogenolisis

dan hambatan glukoneogenesis. Insulin bekerja sebaliknya yaitu kea rah

sintesis glikogen. Insulin mendefosforilassi enzim tertentu dengan

akibat terjadinya penghambatan glikogenolisis dan liposis. Insulin

meningkatkan ambilan K+ ke dalam sel, efek serupa terjadi pada Mg+

dan diduga ion tersebut bertindak sebagai second messeger yang

memperantarai kerja insulin.


26

5. Cara menentukan dosis insulin

Idealnya pemberian insulin sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh,

terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali

dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun

demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai

dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati

kebutuhan fisiologis.

C. Jurnal

1. Anatomi

a. Anatomi Kulit

Kulit merupakan rintangan pertama ketika jarum harus masuk dalam

memberikan suntikan atau infus. Berbagai penelitian dari beberapa

kulit orang dewasa menggunakan berbagai teknik pencitraan

menunjukkan hasil yang sama : tebal kulit bervariasi sekitar 90%


27

memiliki tebal 1,25-3,25 mm dan rata-rata sekitar 2-2,5 mm. Pada

anak-anak kulitnya sedikit kurang tebal dibandingkan orang dewasa,

Tetapi setelah pubertas terjadi peningkatan seperti orang dewasa.

Namun, perbedaan ini kecil dan relevan untuk diberikan suntikan

insulin dan infus. Pada anak-anak dan dewasa, jarum terpendek (4mm)

mampu masuk kulit sampai subkutan (SC).

b. Ketebalan Subkutan

Jarak permukaan kulit untuk facia otot (jumlah kulit dan ketebalan

SC) menentukan potensi injeksi intramuscular (IM).Dibandingkan

dengan ketebalan kulit yang relatif konstan, ketebalan jaringan SC

bervariasi. Kulit dan ketebalan subkutan dengan injeksi insulin pada

pasien dewasa. Lokasi pemberian terapi insulin dapat dilakukan pada

lokasi tunggal di paha, lengan, perut, dan pantat.

2. Fisiologi

a. Risiko Injeksi

Tingkat penyerapan insulin berbeda menurut aktivitas otot.

Otot yang dapat beristirahat (misalnya, otot perut-seseorang yang

membungkuk), aktif (otot perut dalam keadaan berdiri), atau

berolahraga (seseorang melakukan sit-up) akan berbeda dalam

penyerapannya. Insulin diserap secara berbeda dalam istirahat, aktif,

dan berolahraga dengan meningkat melalui 3 tahap. Penyerapannya

berbeda ketika disimpan ke dalam otot. Dengan demikian, darah akan

memisahkan kadar glukosa dari aktivitas insulin. Hal ini dapat

menyebabkan kontrol glikemik yang buruk. Pasien mungkin tidak


28

menyadari bahwa mereka akan diinjeksi. Namun, beberapa petugas

klinis dapat memberikan petunjuk apakah injeksi adalah IM atau SC.

Injeksi IM dapat menyebabkan risiko lebih besar seperti perdarahan,

memar, dan nyeri. Rasa sakit yang dirasakan memburuk saat dilakukan

injeksi jika otot dimasukkan jarum. Jika jarum suntik IM pasien

masih berada di bawah kulit maka akan terus tegak. Namun, hal ini

akan berisiko khusus pada anak-anak, orang kurus, dan orang dengan

teknik yang tidak tepat.

b. Panjang Jarum

Panjang jarum direkomendasikan untuk injeksi SC sekarang tidak

digunakan lagi karena dapat meningkatkan risiko injeksi IM tanpa

adanya peningkatan kontrol gula darah. Panjang jarum pada orang

dewasa 8 mm dan anak-anak, 6 mm). Jarum yang pendek jauh

lebih aman dan lebih baik digunakan dan kurang menyakitkan

dibandingkan jarum pena 4 mm dan 8 mm jarum besar dengan

dikontrol secara acak. Jarum 4 mm menunjukkan bahwa aman dan

bagus pada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan pada kelompok lainnya termasuk pasien obesitas dan

studi sebelumnya menunjukkan bahwa panjang jarum juga sama

dengan kontrol glukosa (hemoglobin, terglikasi albumin, atau

fruktosamin). Panjang jarum pena terpendek adalah 4 mm.

Namun, jarum suntik 4 mm dapat digunakan untuk orang yang

obesitas. Pada anak 6 tahun dan remaja menggunakan jarum 4 mm

dengan memasukkan jarum tegak lurus ke dalamnya.


29

c. Area injeksi

Area yang digunakan untuk injeksi subkutan terdapat pada perut,

paha, bokong dan lengan. Menurut Misnadiarly (2006), insulin

bekerja sangat cepat saat disuntikkan di perut, yaitu di atas atau

daerah samping pusar karena di perut memiliki jaringan saraf yang

sedikit dibandingkan di lengan yang banyak memiliki jaringan

saraf lebih dan lebih lambat lagi jika di suntikkan dipaha dan

paling lambat ketika disuntikkan di bokong. Namun insulin lebih

sering disuntikkan di lengan dengan tempat yang sama setiap

waktu. Hal ini tidak dibolehkan karena akan muncul jaringan parut

yang dapat mempengaruhi penyerapan insulin (Bararah, 2010).

Rekomendasi dalam area injeksi:

1) Pasien memeriksa area sebelum melakukan injeksi. Injeksi

harus pada area yang bersih dan tangan yang bersih.

2) Area yang akan diinjeksi terlebih dahulu didesinfeksi.

3) Pasien tidak boleh diinjeksi pada daerah lipohipertrofi(LH),

peradangan, edema, ulserasi atau infeksi.

4) Diinjeksi tidak boleh melalui pakaian karena tidak bisa melihat

area yang akan digunakan.

d. Penggunaan yang tepat insulin pena

Ketika pasien menggunakan insulin pena biasanya tidak dapat

melihat insulinnya. Aliran insulin yang digunakan pada pena akan

kecil, meskipun jarang, namun memiliki akibat yang serius.

Sebagai contoh, tidak sengaja mendorong tombol dengan ibu jari


30

padahal jarum belum dimasukkan ke dalam jaringan SC. Cara yang

benar dengan menyentuh tombol dengan ibu jari sampai jarum

benar-benar masuk ke dalam jaringan dengan menjaga tekanan

diatas tubuhnya.

e. Penggunaan jarum suntik dengan tepat

Setiap jarum suntik memiliki tanda skala yang sesuai hanya untuk

konsentrasi insulin. Pasien harus hindari menggunakan jarum

suntik dengan jarum dilepas karena jarum suntik yang terpasang

secara permanen memberikan akurasi dosis yang lebih baik,

memungkinkan pencampuran insulin jika dibutuhkan. Pena hanya

digunakan untuk masing-masing pasien dan tidak boleh dibagikan

dan dapat tertarik ke kartrid jika disuntikkan ke pasien lain.

f. Analoginya insulin dan injeksi Lain (GLP-1 Reseptor Agonis)

Beberapa penelitian mengatasi teknik injeksi yang tepat dengan

agen-agen baru. Penelitian sebelumnya menyarankan bahwa

tingkat penyerapan yang cepat dan mirip dengan jaringan lemak

dan otot beristirahat.

g. Insulin Manusia

1) Insulin regular (juga dikenal sebagai insulin manusia yang

larut) memiliki tingkat penyerapan lebih lambat dari rapid

acting analog. Insulin Protamine Netral Hagedorn (NPH) dan

insulin long acting memiliki puncak serapan yang dapat

menyebabkan hipoglikemia, terutama jika diberikan dalam

dosis yang lebih besar. Injeksi IM dengan NPH dan insulin


31

long acting harus benar-benar dihindari karena risiko

hipoglikemia yang serius. Area pilihan yang insulin regular

(manusia larut) adalah perut karena penyerapan insulin ini

tercepat disana

h. Mengangkat Lipatan kulit (mencubit)

Diperlukan bila jarak dari permukaan kulit ke otot kurang dari atau

sama dengan panjang jarum. Dipaha, kadang-kadang sulit untuk

mencubit dan rata-rata hanya 20%. Pada pasien yang kurus,

mencubit dipaha benar-benar mengurangi jarak otot. Urutan ketika

menyuntikkan ke dalam lipatan kulit adalah sebagai berikut: (1)

mengangkat lembut lipatan kulit, (2) menyuntikkan insulin secara

perlahan pada 90 sudut ke permukaan lipatan kulit, (3)

membiarkan jarum tetap di kulit dengan beberapa hitungan, (4)

menarik jarum dari kulit di sudut yang sama itu dimasukkan (5)

melepaskan lipatan kulit, (6) membuang jarum yang telah

digunakan.

i. Kehamilan

Studi yang masih kurang optimal yanitu teknik saat kehamilan.

Ketika di USG janin dilakukan lemak SC pada ibu dapat dinilai

pada waktu yang sama dan rekomendasi yang diberikan pada area

yang aman untuk suntikan. Area yang aman biasanya terdapat pada

perut. Pada trimester pertama, ibu harus diyakinkan nahwa tidak

ada perubahan dalam area insulin atau teknik yang diperlukan.

Trimester kedua, insulin dapat disunktikkan pada seluruh peurt


32

selama benar dengan mengangkat lipatan kulit yang akan

digunakan. Trimester ketiga, suntikan dapat diberikan pada area

perut lateral selama lipatan perut bisa diangkat.

j. Peran HCP

Tugas utama HCP yaitu membantu pasien mengatasi hambatan

chological terkait dengan injeksi, terutama pada perlakuan inisiasi

dan mengajarkan bagaimana melakukan prosedur dengan benar.

HCP harus memahami area anatomi dan fisiologi injeksi insulin

sehingga dapat menghindari injeksi IM / infus, LH, kebocoran,

dan komplikasi. HCP harus memahami penyerapan berbagai area

pengiriman.

k. Pendidikan Terapi

Tidak semua pasien memenrima pendidikan yang tepat tentang

suntikan/infus. Pendidikan dalam kelompok dapat menyebabkan

kepatuhan yang lebih baik dan memiliki nilai hemoglobin jika

HCP memiliki pelatihan sebagai seorang pendidik. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mendiskusikan topic penting tentang insulin

termasuk penyuntikan, perawatan dan pemilihan area.

3. Patologi

a. Lipohipertrofi

Merupakan gangguan jaringan lemak. Pasien yang beralih dari

injeksi menjadi lesi LH pada jaringan normal akan berisiko untuk

terjadi hipoglikemia kecuali menurunkan dosis

mereka.Lipohipertrofi adalah umum, meskipun studi bervariasi


33

pada frekuensi yang tepat. Penelitian yang dilakukan di Spanyol

oleh Blanco (2013) ditemukan LH dalam hampir dua pertiga dari

menyuntikkan pasien (64,4%) (diabetes tipe 1, 72,3% vs diabetes

tipe 2, 53,4%). sebuah Italia belajar ditemukan prevalensi menjadi

48,7%, dan dalam studi Cina itu 53,1%. Tempat harus diperiksa

oleh HCP untuk LH setidaknya sekali setahun, atau lebih sering

jika LH sudah hadir. Hal ini sering lebih mudah untuk melakukan

palpasi LH daripada melihatnya.

b. Rotasi Area Injeksi

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa cara yang terbaik

untuk menjaga jaringan normal adalah secara konsisten dan benar

memutar area injeksi. Injeksi bisa diputar dari satu daerah tubuh

lain (perut ke paha, pantat dan lengan), tetapi perhatikan bahwa

karakteristik penyerapan berubah tergantung pada jenis insulin

yang diberikan. Hal ini dapat diberikan pada setiap tempat suntikan

dengan serapan dan tindakan serupa (pharmacokinetics /

farmakodinamik), tapi insulin manusia (biasa, NPH) berbeda

secara substansial, dengan penyerapan menjadi tercepat dari perut

dan paling lambat dari pantat. Rotasi yang benar melibatkan

suntikan jarak setidaknya 1 cm (Kira-kira lebar jari orang dewasa)

terpisah bahkan dalam zona injeksi. Rotasi yang dapat dilakukan

dengan membagi kuadran injeksi (atau bagian ketika menggunakan

paha atau bokong), menggunakan salah satu kuadran per minggu,

dan berputar kuadran ke kuadran dalam arah yang konsisten tion


34

(misalnya, searah jarum jam). Rotasi yang dapat dilakukan pada

injeksi tunggal maksimal sampai 4 minggu dengan jarak tusukan

pertama dengan yang lain 1 cm.

c. Penggunaan Kembali Jarum

Banyak pasien yang merasa memberatkan membawa jarum

tambahan ketika jauh dari rumah. Mereka tidak mau membuang

jarum yang telah digunakan, kadang-kadang pasien harus

membayar sebagian. Penelitian lain juga menemukan bahwa

suntikan jarum digunakan kembali agar lebih terasa tidak

menyakitkan. Namun dilabelnya ditemukan simbol kemandulan.

Namun, pasien yang menggunakan kembali jarum harus tidak

dikenakan klaim mengkhawatirkan morbiditas berlebihan dari

praktek ini.

d. Perdarahan dan memar

Pasien harus diyakinkan bahwa lokal memar dan pendarahan tidak

merugikan mempengaruhi hasil klinis atau penyerapan insulin. Jika

perdarahan dan memar sering atau berlebihan, teknik injeksi harus

hati-hati dinilai serta kehadiran dari koagulopati atau penggunaan

antikoagulan.

e. Kebocoran Insulin

Ada 3 jenis kebocoran yang terjadi yaitu

1) Kebocoran dari pena

Disebabkan karena segelnya kecil antara jarum dan cattrige

dalam pena. Insulin menetes dari jarum dapat terjadi ketika


35

plunger tidak ditekan dengan benar atau jarum diambil dari

kulit terlalu cepat. Kebocoran yang terjadi bisa karena ketika

jarum diambil terlalu cepat.

2) Kebocoran dari jarumnya

Hal ini dapat dilakukan dengan cara memastikan jarum

memiliki diametes yang luas dan hitung sampai 10 setelah

plunger sepenuhnya ditekan dan sebelum mengeluarkan jarum

dari kulit.

3) Kebocoran dari kulitnya

Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan jarum

dengan diinding yang tipis dan hitung sampai 10 plunger

sepenuhnya.

4. Psikologi

Melakukan terapi insulin memiliki permasalahan psikologi terutama

pada nyeri yang dirasakan. Hal ini disebabkan karena panjang jarum,

diametes jarum dan konteks injeksi (lingkungan), kecemasan petugas

dan keluarga. Semakin besar rasa sakit dan kecemasan yang dirasakan

oleh pasien maka akan menyebabkan perubahan psikologis pasien. Hal

ini dapat diberi dorongan dan motivasi dengan menjelaskan bahwa

insulin bukanlah hukuman atau kegagalan namun pengobatan terbaik

untuk mengelola kadar glukosa darah.

Strategi untuk Mengurangi Rasa takut, sakit, dan Kegelisahan.


36

1) Libatkan anggota keluarga pada perencanaan dan pendidikan

pasien dengan menyesuaikan terapi sesuai dengan kebutuhan

pasien.

2) Menunjukkan teknik injeksi kepada pasien.

3) Mengalihkan perhatian pasien jika diberikan injeksi insulin.

4) Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga ketika mengajarkan

injeksi dengan menggunakan jarum 4 mm.

5) Jika perdarahan atau memar terjadi, yakinkan pasien bahwa tidak

mempengaruhi penyerapan insulin secara keseluruhan.

5. Teknologi

a. 1 Pena 1 orang

Hal ini dilakukan untuk mencegah penyakit menular dan tranmisi

penyakit darah seperti hepatitis atau immonodevirus. Jika injeksi

diberikan dengan pena dapat mencemari catridge insulin secara

biologis.

b. Infus SC set( CSII)

Menggunakan infuse SC secara terus menerus telah menjadi

modalitas pengobatan untuk pasien dengan diabetes. Komplikasi

yang berhubungan dengan IISS (Insulin infuse site sion) yaitu area

infus, teknis, dan manifestasi metabolik, tapi dalam hal ini IISS

adalah dianggap sulit. Penelitian yang dilakukan oleh Hirsch

(2016) mengatakan bahwa oklusi dengan menggunakan pengencer

insulin menghasilkan pengukuran tekanan meningkat. Oklusi diam


37

disebabkan karena tekanan terus meningkat minimal 30 menit

tanpa memicu oklusi pompa alarm. Peristiwa tekanan bertingkat ini

terjadi sering selama SC infus (> 35% dari infus aksesi). Kriteria

yang sama untuk memilih panjang jarum untuk jarum pena harus

berlaku untuk memilih panjang kanula IIS. Kanula yang pendek

dapat membantu untuk mengurangi risiko insersi IM. Namun,

kanula IIS berukuran 9 mm atau lebih dapat meningkatkan risiko

IM, terutama pada daerah tubuh yang kurang jaringan adipose

seperti belakang lengan dan paha.


38

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada jurnal “New Insulin Delivery Recommendation” ini menjelaskan

bagaimana pemberian prosedur insulin yang baik dan terbaru yang berdasarkan

dengan penelitian-penelitian, diantaranya:

1. Jarum yang digunakan sekarang lebih pendek, untuk insulin pena

sepanjang 4 mm dan jarum suntik sepanjang 6 mm.

2. Area injeksi yang disarankan adalah perut, paha, bokong dan lengan.

3. Lakukan rotasi dalam pemberian injeksi untuk menghindari

lipohipertrofi.

4. Menggunakan berbagai macam metode untuk meminimalkan rasa nyeri

sangat dianjurkan untuk mengurangi dampak psikologi.

5. Dalam pemberian infus insulin hampir sama dengan injeksi insulin, kanul

harus dimasukkan di jaringan subkutan, serta dianjurkan untuk

melakukan rotasi pada area infus insulin.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat membagikan informasi mengenai pemberian

insulin yang terbaru yang sesuai dengan penelitian-penelitian dan telah

disepakati kepada tenaga kesehatan khususnya perawat. Selain itu,

diharapkan juga mengaplikasikannya terutama saat melakukan


39

pendidikan klinik, serta mencari ilmu yang lainnya terkait pemberian

insulin.

2. Bagi Perawat

Diharapkan dapat menerapkan rekomendasi-rekomendasi dari

jurnal ini sehingga bisa memberikan asuhan keperawatan yang

professional kepada pasien diabetes yang membutuhkan pemberian

insulin.

3. Bagi Ruangan

Diharapkan dapat membuat prosedur-prosedur pemberian insulin

sesuai dengan jurnal ini atau sesuai dengan perkembangan ilmu

kesehatan yang terbaru yang telah disepakati oleh asosiasi dunia sehingga

asuhan keperawatan professional di rumah sakit dapat tercapai.


40

DAFTAR PUSTAKA

Agus, dkk. 2014. Efektivitas Lokasi dan Waktu Injeksi Insulin terhadap
Pengendalian Kadar Gula Darah 2 jam sesudah Makan pada Penderita
Diabetes Melitus.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Anders, et all. 2016. New Insulin Delievery Recommendations. Mayo clinic

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Tahun 2030 prevalensi


diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal
07 Febuari 2016 dari: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-
release/414-tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-
mencapai-213-juta-orang.html

Mahendra, dkk. 2008. Care Your Self Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Plus

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali Gejala


Menanggulangi Mencegah Komplikasi. Pustaka Populer Obor: Jakarta

Pusdatin Kemenkes RI. (2014). Situasi dan analisis diabetes. Jakarta: InfoDatin.

Rendy, C & Margaret. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit


Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Sartunus, R., Hasneli, Y., & Jumaini. (2015). Hubungan pengetahuan, persepsi
dan efektifitas penggunaan terapi iInsulin terhadap kepatuhan pasien dm
tipe ii dalam pemberian injeksi insulin. JOM 2 (1), 699-707.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC

Sudoyo, A., Setyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, & Setiati, S. (2009). Buku ajar
ilmu penyakit dalam. (edisi 4). Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.

Вам также может понравиться