Вы находитесь на странице: 1из 6

Kronologis Kasus DO 3 Mahasiswa UIM Makassar

Kasus ini berawal dari keresahan akan kondisi kampus UIM Makassar, salah satunya adalah
Rektor UIM yang telah menjabat selama 3 kali berturut-turut. Keresahan soal itu muncul
karena mahasiswa mendengar problem di kampus Univ Swadaya Gunung Jati cirebon yang
bermasalah dengan masa jabatan rektor 3 periode yang berdampak pada tidak sahnya semua
keputusan rektor termasuk Ijazah Mahasiswa. mereka takut kejadian tersebut juga menimpah
mahasiswa yang ada di kampus UIM. Beberapa mahasiswa FT UIM diantaranya Bakrisal
Rospa yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Bem FT UIM dan Henry Foord Jebss yang
saat itu menjabat sebagai ketua Himpunan Mahasiswa Mesin FT UIM kemudian
mendiskusikan hal tersebut dan memutuskan untuk ke Kepertis Wilayah IX menanyakan
apakah rektor boleh menjabat lebih dari 2 kali berturut-turut.

Beberapa mahasiswa UIM kemudian mendatangi kantor Kopertis Wilayah IX, diantaranya
Bakrisal Rospa dan Henry F Jebss. Staf Kopertis Wilayah IX yang menemui mereka
memberikan hard copy yang merupakan salinan SE Dikti no 2705/D/T/1998 tentang prosedur
dan tata cara pengangkatan pimpinan PTS. Pihak kopertis juga mengatakan bahwa
pengangkatan rektor di perguruan tinggi swasta juga harus mengacu pada SE tersebut.
Berdasar pada aturan yang diberikan oleh pihak Kopertis mereka kemudian mengetahui
ternyata Rektor Perguruan Tinggi Swasta juga tidak boleh menjabat selama 3 periode
berturut-turut.

Pada 10 Februari 2016 mereka menemui wakil dekan I Fakultas Teknik UIM untuk
menanyakan persoalan masa jabatan rektor yang lebih dari 2 periode, mereka juga
memberikan penyataan sikap dari “Aliansi Tarik Mandat Rektor UIM 3 Periode”. Wakil
Dekan I yang menemui mereka tidak menjawab apa-apa dan menyarankan untuk
menanyakan langsung ke pihak Universitas.

Pada 15 Februari 2016 Dekan fakultas teknik mengirimkan surat tentang pelanggaran 3
mahasiswa FT terhadap peraturan Akademik, pedoman peraturan kemahasiswaan dan kode
etik mahasiswa UIM yang di berikan kepada pihak Rektorat. Pada hari yang sama yakni pada
tanggal 15 Februari 3 orang mahasiswa yang sebelumnya datang menemui WD I FT-UIM
pada tanggal 10 februari 2016 menerima undangan dari Komdis UIM untuk menghadiri
sidang klarifikasi atas pernyataan sikap “Aliansi Tarik Mandat Rektor UIM 3 Periode” .
Pada 16 Februari 2016 3 orang mahasiswa tersebut menghadiri sidang klarifikasi. Sidang
tersebut ternyata dilaksanakan diruangan rektor UIM Makassar. Sidang tersebut dihadiri oleh
Ketua Komdis UIM, wakil ketua yayasan, Dekan FT-UIM dan beberapa Dekan Fakultas lain.
3 orang tersebut kemudian memberikan klarifikasi bahwa dasar dari keresahan mereka dan
ketakutan mereka akan situasi kampus yang dijabat oleh rektor yang 3 kali berturut-turut,
mereka juga menjelaskan bahwa masa jabatan rektor harus mengacu pada aturan SE-Dikti
Nomor 2075/D/T/1998 bahwa masa jabatan rektor pts adalah empat tahun dapat dipilih
kembali satu kali masa jabatan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari dua kali secara
berturut-turut. Namun Ketua Komdis memberikan bantahan dan menyatakan bahwa
wewenang yayasan sepenuhnya untuk mengangkat rektor dan tidak boleh ada intervensi
bahkan dari Dikti sekalipun. 3 orang mahasiswa tersebut kemudian merasa bahwa dalam
sidang tujuan ini bukan pada persoalan mencari kebenaran, tapi seolah-olah membuat mereka
merasa bersalah dan tidak lagi menanyakan soal masa jabatan rektor. Bakrisal yang
menyadari hal tersebut memilih keluar dari forum dan menyampaikan bahwa ia telah
menyelesaikan agenda sidang terkait klarifikasi dan ia sudah memberikan klarifikasi terkait
dasar keresahannya. 2 mahasiswa lainnya yakni Henry Foord Jebss dan Zulhilal. Mereka
kemudian diminta menuliskan pernyataan sikap yang berisi pengakuan mereka atas
kesalahannya dalam menyikapi rektor UIM yang telah menjabat 3 periode karena menyakini
bahwa sikap mereka yang mengkritisi kondisi UIM tersebut tidaklah salah dan layak untuk
dipertanyakan pada akhirnya juga memilih keluar dari ruangan sidang tersebut.

Pada 17 Februari 2016 Rektor UIM mengeluarkan surat keputusan tentang pemecatan secara
tidak hormat 3 mahasiswa tersebut. Bakrisal, Henry, dan Zulhilal yang mendengar desas-
desus terkait pemecatan mereka kemudian menemui Dekan Fakultas Teknik UIM untuk
menanyakan kebenaran akan hal tersebut. Dekan Fakultas Teknik yang mereka temui
kemudian mengatakan bahwa ia tidak mengetahui akan hal tersebut. Rasa khawatir mereka
kemudian turun karena dengan anggapan bahwa ketika surat DO itu benar ada maka pastilah
dekan FT-UIM mengetahui karena Dekanlah yang akan dikirimi surat oleh Rektor karena
masalah ini awalnya dari Dekan yang mengirimkan surat kepada rektor agar 3 orang
mahasiswa tersebut di proses.

Karena menganggap bahwa surat DO tidak terbit, 3 orang mahasiswa tersebut masih
menjalani aktifitas seperti biasa seperti masuk kuliah dan belajar diluar kuliah dalam bentuk
diskusi bersama teman-teman mereka di fakultas dan jurusan.
Pada 29 Februari 2016, 3 mahsiswa tersebut mendapat panggilan dari dekan. Mereka
kemudian menghadap dan diberikan masing-masing amplop yang berisi surat. Saat
mahasiswa bertanya perihal surat tersebut, dekan FT mengatakan bahwa ia tidak mengetahui
tentang isi surat tersebut dan menyuruh mahasiswa untuk membuka sendiri jika ingin
mengetahui isinya.

Setelah mengetahui isi surat tersebut adalah SK DO, mereka kemudian menempuh beberapa
upaya untuk mengembalikan kembali statusnya sebagai mahasiswa. Pasca keputusan tersebut
mereka kemudian mencoba menemui pihak Kopertis Wilayah IX sebagai suatu institusi yang
menangani dan mengawasi kampus swasta. Mereka juga telah menyampaikan aspirasi di
DPRD Sulsel dan responnya sama saja dengan pihak Kopertis Wilayah IX. 2 institusi yang
mereka datangi hanya menyampaikan janji untuk memfasilitasi tapi sampai hari ini belum
ada upaya nyata dari mereka.
Mereka kemudian melakukan beberapa kali aksi di depan kampus UIM untuk mendesak
rektor UIM mencabut surat keputusan Do yang sangat merugikan mereka dan sama sekali
tidak jelas pelanggaran apa yang mereka lakukan. Surat panggilan sidang klarifikasi dan SK
Do yang mereka terima tidak memuat pasal dan poin pelanggaran apa yang mereka langgar
dalam peraturan akademik dan kode etik mahasiswa UIM.Aksi-aksi tersebut malah mendapat
respon dan refresif dari pihak pengamanan kampus UIM .

Rasa frustasi mulai mereka alami karena beberapa upaya yang mereka lakukan selama ini
belum menemui keberhasilan. Bakrisal bahkan telah memutuskan untuk tinggal dikampung
dan bekerja saja karena seperti sudah tidak ada harapan. Namun beberapa kawan yang
selama ini yang berjuang bersamanya terus menyemangati dan menginformasikan akan
langkah lain yang akan kawan-kawan tempuh.

26 Mei 2016 3 orang mahasiswa tersebut kemudian melanjutkan upaya mereka di Jalur
Hukum, atas bantuan dari LBH Makassar mereka berhasil menyelesaikan materi gugatannya.
Dan pada tanggal 26 mei 2 mahasiswa yakni Bakrisal Rospa dan Henry Foords memasukkan
sendiri gugatan kasus DO tersebut ke PTUN Makassar.

Setelah melewati sidang yang berlarut-larut karena seringnya mengalami penundaan karena
pihak rektorat UIM tidak hadir, akhirnya pada tanggal 8 November Pengadilan PTUN
mengeluarkan Putusan No 44/G/2016/PTUN.Mks Pokok perkara yakni :

1. Mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;


2. Menyatakan batal Keputusan Tergugat berupa Surat Keputusan Rektor Universitas Islam
Makassar Nomor : 863/UIM/Skep/ll/2016 tanggal 17 Februari 2016, tentang Pemberhentian
Dengan Tidak Hormat Mahasiswa FakultasTeknik UIM sepanjang atas nama :
a. Bakrisal Rospa, NIM. 12023014026;
b. Henry Foord J, NIM. 13022014002;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Rektor Universitas Islam
Makassar Nomor : 863/UIM/Skep/ll/2016 tanggal 17 Februari 2016, tentang Pemberhentian
Dengan Tidak Hormat Mahasiswa Fakultas Teknik UIM sepanjang atas nama :
a. Bakrisal Rospa, NIM. 12023014026;
b. Henry Foord J, NIM. 13022014002;
4. Mengembalikan Para Penggugat pada kedudukan semula sebagai mahasiswa
Universitas Islam Makassar
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini
sebesar Rp. 301.000 (Tiga Ratus Satu Ribu Rupiah);

Tentu sebuah kebahagiaan tersebut dirasakan oleh mahasiswa atas keluarnya keputusan
bahwa pemecatan mereka tidak sah secara hukum. Namun sampai hari ini pihak rektorat UIM
belum mengembalikan status mereka sebagai mahasiswa. Pengadilan telah membuktikan
bahwa tindakan mahasiswa yang mengkritisi kebijakan dan mekanisme di UIM tidaklah salah
dimata hukum dan merupakan sebuah hal yang baik jika mereka kritis dalam menyikapi
masalah. Parahnya pasca putusan PTUN tersebut pihak rektorat dan tekanan UIM dalam
berbagai media online masih kekeh bahwa yang mereka lakukan tidaklah salah dan abai
terhadap keputusan pengadilan. Dengan mengambil langakah upaya hukum yaitu banding.
Sehingga Henry dan Bakrisal memutuskan berangkat kejakarta mendatangi institusi Dikti dan
PB NU namun dari dua institusi ini juga sama halnya dengan kopertis dan DPRD Prov sul-sel
yang menjanjikan akan memfasilitasi dan memberi teguran kepada rektor tapi sampai detik
ini tidak ada bukti.

Kekahwatiran yang dinanti-nantikan oleh kedua mahasiswa ini pun terjawab saat menerima
hasil putusan Banding dari PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
MAKASSAR.
Yang jatuh pada tanggal 20 april 2017 hasil putusan tersebut kembali lagi dimenangkan oleh
kedua mahasiswa.
tentu kemenangan ini menjadi kebahagiaan besar bagi kami dengan penuh harapan yang
besar dapat kembali kuliah sebagai mahasiswa UIM tentunya.
Namun harapan besar itu tak dapat diraih oleh Kami, karena Rektor UIM kembali
mengajukan upaya hukum yang ada yaitu KASASI, pada tanggal 28 april 2017 langkah
KASASI pun ditempuh oleh Rektor UIM.
Namun berita pengajuan KASASI tersebut baru ditahu oleh Kami pada tanggal 08 mei 2017,
saat itu saya atas nama Henry yang mengunjungi pengadilan PTUN dan memperoleh
informasi dari petugas PTUN bahwa benar Rektor UIM telah mengajukan KASASI, saat itu
juga kami sangat kecewa dengan tindakan Rektor UIM yang tidak sama sekali memiliki etika
sebagai seorang pendidik karena tindakan tersebut yang menurut Kami adalah bahwa Rektor
UIM Andi Majdah ia lupa kalau ia adalah seorang pendidik yang harusnya memberi ilmu
pengetahuan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat kepada mahasiswanya.
Tapi tindakan Rektor UIM tersebut membuktikan kalau Rektor UIM telah menindas dan
menzholimi Kami sebagai peserta didik karena Kami harus menunggu lama lagi putusan
selanjutnya yaitu dari Mahkama Aggung.
Tentu Kami sangat dirugikan karena dari kemenagan kami di dua tingkatan yakni; PTUN dan
PT.TUN yang tidak pernah dijalankan oleh Rektor sehingga waktu Kami terbuang-buang
begitu saja karena Rektor UIM tetap mempertahankan ststus quo sebagai pimpinan di UIM
dan selama persoalan perkara hukum belum ada putusan Final maka ia tidak akan
mengakomodir status kemahasiswaan kami samapai ada putusan final. Tindakan tersebut
sangatlah merugikan kami dengan kerugian imateril yang harus kami peroleh atas tindakan
rektor UIM yang tidak mengakui kesalahannya atas putusan pengadilan PTUN dan PT.TUN
dengan terus-menerus mengambil jalan upaya HUKUM hingga mungkin sampainya nanti di
Peninjauan Kembali (P.K.) karena rektor adalah seorang pejabat birokrat yang memiliki
banyak uang.
Kami juga menanggap negara tidak memiliki tanggung jawab atas terselenggaranya
pendidikan dinegara ini sehingga setiap aturan-aturan yang dilanggar oleh birokrasi Kampus
semakin semenah-menah.
Walaupun kita ketahui dalam konstitusi UUD 1945 yang secara tegas menjamin setiap warga
negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan negara bertanggung jawab untuk
menyelenggarakannya, namun bagi Kami itu hanyalah sebuah ilusi belaka.

Kronologi Kasus Do Mahasiswa UKIP

Persoalan ini berawal sejak Kamis, 06 juli 2017 sekitar pukul 16:00 Wita.
Saat itu bertepatan dengan Kegiatan Lembaga Kemahasiswaan (LK) BEM-FE UKIP
Makassar.
Risaldy yang menjabat sebagai ketua Himatika mengumpulkan mahasiswa angakatan 2016
dalam rangka kegiatan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di ruangan kelas perkuliahan yang
kosong dilantai 3 maksud dan tujuan di kumpulkannya Mahasiswa Informatika angkatan
2016 adalah untuk mensosialisasikan aktivitas dan kegiatan pengurus lembaga
kemahasiswaan Himatika periode 2016-2017. Setelah selesai menyampaikan tata tertib
Risaldy memberikan arahan kepada mahasiswa informatika 2016 untuk mengikuti permainan
Games yang telah di persiapkan oleh lembaga kemahasiswaan Himatika dan apabila terdapat
kesalahan dalam permainan games maka akan mendaptkan sanksi, sanksinya memakan
lombok gorengan karena saat itu bertepatan ada lombok gorengan dan sisa garam dari ikan
bakar.

Untuk perempuan yang salah dalam permainan games diberi 1 lombok dan garam
secukupnya sebagai penetralisir, begitu pun untuk laki-laki 3 biji lombok dan garam
secukupnya, permainan games disepakati oleh mahasiswa informatika angkatan 2016.
Permainan games pun berlangsung dengan meriah.
Sekitar pukul 16:45 wita, terdapat kesalahan yang dibuat dalam permainan games oleh
seorang perempuan, sesuai janji dan kesepakatan maka ia memakan 1 biji lombok gorengan
dengan garam secukupnya permainan terus berlangsung hingga berakhir dengan sangat
meriah.

Jumat, juli 2017


Saya atas nama Risaldy dipanggil oleh sekertaris jurusan informatika untuk menghadap
diruangan fakultas informatika dan saat itu juga saya langsung menghadap dan ternyata saya
diberi teguran tentang persoalan permainan game yang memberi 1 biji lombok gorengan dan
garam terhadap 1 orang mahasiswa untuk memakannya namun saat itu mahasiswa yang
bersangkutan tidak dihadirkan oleh sekertaris jurusan informatika namun tetap saja saya
memberi keterangan klarifikasi bahwa persoalan sanksi dalam permainan games telah
disepakati bersama oleh mahasiswa informatika 2016 dan saya juga tidak pernah memaksa
mahasiswa informatiak angkatan 2016 saat mengikuti permainan games . Setelah selesai saya
memberi keterangan klarifikasi kepada sekertaris jurusan informatika kami bersepakat bahwa
kejadian ini tidak boleh terulang kembali selanjutnya kami bersepakat kalau masalah ini
sudah selesai kemudian saya pamit dan meninggalkan ruangan fakultas informatika.

24, juli 2017


Saya dipanggil lagi oleh ketua BEM FT-UKIP untuk menemui WD III FT-UKIP di ruangan
WD III saya diminta untuk memberikan klarifikasi tentang mahasiswa informatika angkatan
2016, WD III mengatakan tentang persoalan mahasiswa informatika angkatan 2016 yang
mendapatkan sanksi dari Risaldy akan saya sampaikan kepada Universitas agar
ditindaklanjuti oleh Rektor UKI-PAULUS MAKASSAR, saya menjawab bahwa persoalan
ini telah diselesaikan ditingkat jurusan Informatika sejak hari jumat, juli 2017.
Setelah selesai mendengar keterangan oleh WD III FT dan saya juga memberi klarifikasi
saya pun hendak pamitan dan keluar meninggalkan ruangan WD III.
Dari dua pertemuan tersebut ditingkat jurusan dan fakultas tidak pernah sama sekali
menghadirkan mahasiswa yang bersangkutan.

24, agustus 2017 Rektor UKI-Paulus Makassar kemudian mengeluarkan surat edaran
penonaktifan kepada lembaga kemahasiswaan Informatika dan kepanitian lembaga
kemehasiswaaan lainnya, setelah itu beberapa hari kemudian KOMDIS UKIP-MAKASSAR
dan jajarannya mengadakan rapat KOMDIS tentang persoalan masalah mahasiswa 2016 yang
memakan 1 biji lombok dan garam secukupnya, namun saya dan yang bersangkutan tidak
dihadirkan dalam rapat KOMDIS.

29, agustus 2017 kemudian dilanjutkan dengan rapat senat universitas yang tidak melibatkan
antara saya dan mahasiswa 2016 yang bersangkutan, dan setelah itu SK Droup Out
dilayangkan kepada saya pada tnggal 08, September. 2017

Вам также может понравиться