Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
Bahan bacaan wajib bagi peserta mata kuliah Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam, PS-
PSL, Program Pascasarjana IPB.
1
Di Luar Perumusan Masalah
Pengenalan SITUASI
Masalah MASALAH
Perumusan
Masalah
Pementahan
Pementahan MASALAH
Solusi
Masalah KEBIJAKAN
Masalah
TIDAK MASALAH
BENAR?
YA
Pemecahan
Masalah
Pemecahan
SOLUSI
Kembali
KEBIJAKAN
Masalah
YA TIDAK
SOLUSI
KEBIJAKAN
2
beberapa solusi untuk mengontrol polusi industri telah mengasumsikan bahwa
polusi industri adalah merupakan masalahnya. Pada pertanyaan berikutnya yang
tingkatnya lebih tinggi dan yang harus dijawab adalah menyangkut cakupan dan
kerumitan polusi, kondisi yang memberikan kontribusi pada polusi, dan solusi-
solusi yang potensial untuk memindahkan dan menghilangkan polusi. Di sini
analis dapat menemukan dengan baik bahwa formulasi yang paling layak terhadap
masalah dihubungkan secara dekat dengan kebiasaan mengemudi orang-orang
Amerika, di mana gas dan bahan bakar lebih murah dan subsidi secara besar-
besaran oleh pemerintah. Hal ini merupakan pertanyaan tentang perumusan
masalah; sementara yang tersebut pertama adalah pertanyaan tentang pemecahan
masalah. Pendeknya, adalah merupakan suatu hal yang penting untuk mengenali
perbedaan di antara proses yang berhubungan dengan masalah yang ditunjukan
dalam Gambar 5-1.
• Pengenalan Masalah vs. Perumusan Masalah. Proses analisis kebijakan tidak
berawal dengan masalah yang terartikulasi dengan jelas, tetapi suatu
perasaan khawatir yang kacau dan tanda-tanda awal dari stres. Rasa
kekhawatiran yang kacau dan tanda-tanda awal dari stres ini bukan
masalah, tetapi situasi masalah yang dikenal atau dirasakan oleh para analis
kebijakan, pembuatan kebijakan dan pelaku kebijakan. Masalah-masalah
kebijakan adalah produk pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan,
suatu elemen situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi oleh para
analis, yang seperti atom atau sel, merupakan suatu konstruksi konseptual.
Dengan begitu, apa yang dialami merupakan situasi masalah, bukan
masalah itu sendiri.
• Perumusan Masalah vs Pemecahan Masalah. Analisis kebijakan merupakan
proses yang berlapis-lapis yang mencakup metode perumusan masalah pada
urutan yang lebih tinggi dan metode pemecahan masalah pada urutan yang
lebih rendah. Metode yang lebih tinggi dan pertanyaan-pertanyaan yang
layak adalah apa yang akhir-akhir ini disebut sebagai rancangan kebijakan,
atau rancangan ilmu. Metode pemahaman masalah dalam urutan yang
lebih tinggi adalah metametode – yaitu, metode-metode ”mengenai” dan
”ada sebelum” metode pemecahan masalah yang berada pada urutan yang
lebih rendah. Ketika para analis menggunakan metode dalam urutan yang
lebih rendah untuk memecahkan masalah-masalah yang rumit, mereka
beresiko melakukan kesalahan tipe ketiga; oleh Raiffa disebut memecahkan
masalah yang salah.
• Pemecahan Kembali Masalah vs. Pementahan Solusi Masalah dan Pemecahan
Masalah. Istilah-istilah ini (aslinya: problem resolving, problem unsolfing, dan
problem dissolving) menunjuk pada tiga macam proses pengkoreksian
kesalahan. Meskipun ketiga istilah itu berasal dari sumber yang sama,
(Latin : solvere, to solve atau dissolve), proses pengkoreksian kesalahan
terhadap obyek yang dikoreksi berlangsung pada tingkat berbeda (Lihat
Gambar 5-1). “Pemecahan kembali masalah” (problem resolving) mencakup
analisis ulang terhadap masalah yang dihadapi secara benar untuk
mengurangi kesalahan yang bersifat kalibrasional. Sebagai contoh,
mengurangi probalitas kesalahan tipe I atau tipe II dalam menguji hipotesis
nol bahwa suatu kebijakan untuk mempengaruhi hasil kebijakan tertentu.
Sebaliknya, pementahan solusi masalah (problem unsolving), berupa
pembuangan solusi dikarenakan kesalahan dalam perumusan masalah –
sebagai contoh, kebijakan perbaikan daerah kota yang diimplementasikan
3
di kota-kota besar selama tahun 60 an - dan kembali ke perumusan masalah
dengan maksud untuk memformulasikan masalah secara tepat. Akhirnya,
pementahan masalah (problem dissolving) meliputi pembuangan masalah
yang dirumuskan secara tidak tepat dan kembali kepada perumusan
masalah sebelum terjadi suatu usaha untuk memecahkan masalah yang
tidak tepat itu.
Ciri-Ciri Masalah
Contoh-contoh berikut ini akan membuat kita berhati-hati untuk tidak menerima
begitu saja masalah kebijakan, karena pemahaman atau akal sehat dari sehari-hari
acapkali menyesatkan ketika kita berurusan dengan hal-hal rumit seperti masalah-
masalah kebijakan. Uraian berikut ini menjelaskan beberapa ciri penting dari
masalah kebijakan:
1. Saling ketergantungan dari masalah kebijakan. Masalah-masalah kebijakan di
dalam satu bidang (misalnya, energi) kadang-kadang mempengaruhi
masalah-masalah kebijakan di dalam bidang lain (misalnya, pelayanan
kesehatan dan pengangguran). Dalam kenyataan masalah-masalah
kebijakan bukan merupakan kesatuan yang berdiri sendiri; mereka
merupakan bagian dari seluruh sistem masalah yang paling baik
diterangkan sebagai messes, yaitu suatu sistem kondisi eksternal yang
menghasilkan ketidakpuasan diantara segmen-segmen masyarakat yang
berbeda. Sistem masalah atau messes sulit atau bahkan tidak mungkin
dipecahkan dengan menggunakan pendekatan analitis – yaitu, pendekatan
yang memecahkan masalah ke dalam elemen-elemen atau bagian-bagian
yang menyusunnya — karena jarang masalah-masalah dapat didefinisikan
dan dipecahkan secara sendiri-sendiri. Kadang-kadang merupakan hal yang
mudah “untuk memecahkan sepuluh masalah yang saling terkait, daripada
memecahkan satu masalah secara sendiri“. Sistem masalah yang saling
tergantung mengharuskan suatu pendekatan holistik, suatu pendekatan
memandang bagian-bagian sebagai tak terpisahkan dari keseluruhan
sistem yang mengikatnya.
2. Subyektivitas dari masalah kebijakan. Kondisi eksternal yang menimbulkan
suatu permasalahan didefinisikan, diklasifikasikan, dijelaskan, dan
dievaluasi secara selektif. Meskipun terdapat suatu anggapan bahwa
masalah bersifat obyektif –misalnya, polusi udara dapat didefinisikan
sebagai tingkat gas dan partikel-partikel di dalam atmosfir—data yang sama
mengenai polusi dapat diinterpretasikan secara berbeda. Masalah kebijakan
“adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu;
masalah tersebut merupakan elemen dari suatu masalah yang
diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analis. Dengan begitu, apa yang kita
alami sesungguhnya adalah merupakan suatu situasi masalah, bukan
masalah itu sendiri seperti halnya atom atau sel, merupakan suatu
konstruksi konseptual.“ Dalam analisis kebijakan merupakan hal yang
sangat penting untuk tidak mengacaukan antara situasi masalah dengan
masalah kebijakan, karena masalah adalah barang abstrak yang timbul
dengan mentransformasikan pengalaman ke dalam penilaian manusia.
3. Sifat buatan dari masalah. Masalah-masalah kebijakan hanya akan mungkin
ketika manusia membuat penilaian mengenai keinginan untuk mengubah
beberapa situasi masalah. Masalah kebijakan merupakan hasil/produk
4
penilaian obyektif manusia; masalah kebijakan itu juga bisa diterima sebagai
definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif; dan karena
masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah secara sosial.
Masalah tidak berada di luar individu dan kelompok-kelompok yang
mendefinisikan, yang berarti bahwa tidak ada keberadaan masayarakat
yang “alamiah“ dimana apa yang ada dalam masyarakat tersebut dengan
sendirinya merupakan masalah kebijakan.
4. Dinamika masalah kebijakan. Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah
sebagaimana terdapat banyak definisi terhadap masalah tersebut. “Masalah
dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang konstan; dan
karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan. Solusi terhadap
masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri
belum usang“.
Kunci karakteristik dari sistem permasalahan adalah bahwa seluruh sistem lebih
besar –yaitu, berbeda secara kualitatif– daripada sekedar jumlah dari bagian-
bagiannya. Suatu tumpukan batu dapat didefinisikan sebagai jumlah masing-
masing batu tetapi tidak sebagai piramida. Demikian juga manusia dapat menulis
atau berlari, tetapi satu anggota tubuh tidak dapat melakukannya sendiri.
Selanjutnya, keanggotaan dalam sistem dapat meningkatkan atau mengurangi
kemampuan masing-masing elemen; dan setiap anggota sistem tidak membuat
yang lain terpengaruh. Sebagai contoh, otak tanpa ada bagian-bagian tubuh lainnya
tidak akan dapat berfungsi. Individu yang merupakan bagian suatu bangsa atau
perusahaan dapat mengerjakan suatu yang tidak dapat dikerjakan anggota lain, dan
dia tidak perlu mengerjakan hal yang dapat dikerjakan orang lain.
5
malaria akan datang sebagi penyakit menular utama di Eropa dalam sepuluh tahun
mendatang, beruntung ada keputusan pemerintah Jerman dan Perancis untuk
membangun genertor atom yang memanfaatkan air sungai untuk sistem
pendinginannya sehingga suhu air tidak memungkinkan anopeles (nyamuk pembawa
malaria) berkembang biak.
6
tingkat pemerintah tertinggi di dalam atau di antara jurisdiksi/wewenang federal,
negara bagian, dan lokal. Isu-isu utama secara khusus meliputi pertanyaan tentang
misi suatu instansi, yaitu pertanyaan mengenai sifat dan tujuan organisasi-
organisasi pemerintah. Isu seperti apakah Departeman Kesehatan dan Pelayanan
Masyarakat harus berusaha menghilangkan kondisi yang menimbulkan kemiskinan
adalah pertanyaan mengenai misi lembaga. Isu-isu sekunder (secondary issues)
adalah isu yang terletak pada tingkat instansi pelaksana program-program di
pemerintah federal, negara bagian, dan lokal. Isu-isu yang kedua ini dapat berisi isu
prioritas program-program daan definisi kelompok-kelompok sasaran dan
penerima dampak. Isu mengenai bagaimana mendefinisikan kemiskinan keluarga
adalah isu yang kedua. Sebaliknya isu-isu fungsional (functional issues), terletak di
antara tingkat program dan proyek, dan memasukan pertanyaan-pertanyaan seperti
anggaran, keuangan, dan usaha untuk memperolehnya. Terakhir, isu-isu minor
(minor issues), adalah isu-isu yang ditemukan paling sering pada tingkat proyek-
proyek-proyek yang spesifik. Isu-isu minor meliputi personal, staff, kauntungan
bekerja, waktu liburan, jam kerja, dan petunjuk pelaksana serta peraturan.
Isu-isu utama
Isu-isu sekunder
Isu-isu fungsional
Isu-isu minor
KEBIJAKAN OPERASIONAL
7
bahwa kompleksitas dan tak dapat diulanginya suatu kebijakan akan semakin
tinggi seiring dengan meningkatnya hirarki isu-isu kebijakan.
Terdapat tiga kelas masalah kebijakan, yaitu: masalah yang sederhana (well-
structured), masalah yang agak sederhana (moderately-structured) dan masalah yang
rumit (ill-structured). Struktur dari masing-masing kelas ini ditentukan oleh tingkat
kompleksitasnya, yaitu derajat seberapa jauh masalah merupakan sistem
permasalahan yang saling tergantung, perbedaan di antara masalah-masalah yang
sederhana. Perbedaan di antara masalah-masalah yang sederhana, agak sederhana,
dan rumit digambarkan dengan mempertimbangkan variasi di dalam elemen-
elemen mereka (lihat dalam Tabel 5-1).
Tabel 5-1. Perbedaan dalam Struktur dari Tiga Tipe Masalah Kebijakan
STRUKTUR MASALAH
ELEMEN
Sederhana Agak Sederhana Rumit
Pengambilan keputusan Satu atau beberapa Satu atau beberapa Banyak
Alternatif Terbatas Terbatas Tak terbatas
Kegunaan (nilai) Konsensus Konsensus Konflik
Hasil Pasti atau beresiko Tidak pasti Tidak diketahui
Probabilitas Dapat dihitung Tak dapat dihitung Tak dapat dihitung
8
oleh penuntut, yang harus memperoleh pengakuan dari salah seorang atau kedua
tahanan itu untuk menetapkan hukuman. Penuntut yang telah mempunyai cukup
bukti untuk menghukum masing-masing tahanan yang telah melakukan keahatan
ringan itu, mengatakan akan menuduh melakukan kejahatan yang ringan dengan
tuntutan hukum yang ringan; jika keduanya mengaku melakukan kejahatan yang
lebih serius, keduanya yang menerima pengurangan hukuman; tetapi juka hanya
salah seorang yang mengaku, tertuduh yang mengaku akan menerima hukuman
percobaan, sementara yang lain akan menerima maksimum. Pilihan “optimal“ bagi
masing-masing tahanan, dengan asumsi bahwa masing-masing tidak mengetahui
keputusan yang diambil pihak lain, adalah untuk mengaku. Dengan begitu
masing-masing akan menerima keputusan lima tahun hukuman, karena keduanya
kelihatannya berusaha untuk meminimalkan hukuman mereka. Contoh ini tidak
menggambarkan kesulitan membuat pilihan ketika hasilnya tidak pasti tetapi juga
memperlihatkan bahwa pilihan individu yang ”rasional” dapat memberi kontribusi
terhadap irasionalitas kolektif dalam kelompok-kelompok kecil, birokrasi
pemerintah dan masyarakat sevara keseluruhan.