Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
dr. Hasan Adli Lubis
Pendamping :
dr. Sri Umaryani
3. Riwayat kesehatan/Penyakit
Sejak 7 hari sebelum berobat ke RS, pasien mengeluh demam yang dirasakan terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada
malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Menggigil tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk pilek tidak ada. Pasien
tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah terasa pahit. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan
frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing, isi muntahan apa yang dimakan.
Sejak 5 hari sebelum berobat, demam masih dirasakan. Pasien juga mengeluh buang air besar dengan konsistensi cair, frekuensi
3x/hari, darah tidak ada, lendir tidak ada. Mual-muntah (+). Buang air kecil normal.
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama atau TB paru disangkal
5. Kondisi Lingkungan sosial dan Fisik : (-)
Daftar Pustaka
1. Subjektif :
Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap keluarga pasien
Keluhan Utama
Demam sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Pusing, menggigil, mual-muntah, perut kembung
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan, 39 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Selogiri dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Pasien
mengeluh demam timbul perlahan-lahan, meninggi pada malam hari dan turun kembali pada pagi hari tetapi tidak sampai normal, sehingga
membuat pasien berkeringat, pusing (+), menggigil (+), batuk (-), pilek (-), perut kembung, mual-muntah (+) 3x kemarin, muntah berisi
makanan dan minuman, tidak bercampur darah. BAB dan BAK biasa. Riwayat gusi berdarah, mimisan, berak hitam, muntah darah, bercak
merah disangkal. Oleh ibunya pasien diberi obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah dirawat karena sakit apapun.
Pasien menyangkal pernah trauma (kecelakaan).
Pasien menyangkal pernah menjalani operasi karena penyakit apapun.
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Lain/Orang Lain Serumah. Pasien menyangkal di dalam anggota keluarga lain/orang lain
serumah ada yang mengalami keluhan seperti yang dialami pasien.
1. Assesment awal :
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-8 dd Thifoid Fever
2. Plan
a. Penatalaksanaan di IGD :
Tanggal S O A P
5 Keluhan : demam(+), KU : cukup Wanita 39 IVFD Asering 20 tpm
November pusing (+), mual-mual TD : 120/80 tahun dengan Inj. Ceftriaxone 1g/12j
2017 N : 88x Observasi Inj. Antalgin 500mg/8j
S : 38oC Febris Hari ke- Inj.Ranitidin 50mg/12j
RR : 20x 8 dd Thifoid Sukralfat 3x2cth
Fever PCT tab 3x500mg
6. Assesment Akhir
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-8 dd Thifoid Fever.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan demam ± 1minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam terutama saat sore hari dan menurun di pagi ha
rinya. Perut terasa mual, kemarin pasien mengaku sempat muntah-muntah. Pada pemeriksaan widal didapat titer O dan H 1/320 yang mendu
kung diagnosis Demam Tifoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1
Etiologi
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk
lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.1
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi
dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang
berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada
pakaian. Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan
pasteurisasi (temp 63°C).1
Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel
Peyer’s Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer’s Patch, nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ
ekstra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar
cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam
lumen intestinal.1
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2), namun sebagian lolos masuk ke dalam usus
dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal
berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi,
penggunaan obat-obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.4
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejenum dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA)
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port
de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit
terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan
kemudian kelenjar getah bening mesenterika.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit
normokrom normositer, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia,
diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan
dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan
2. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap
komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.6
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
a) Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah
digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut
aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang
sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;
1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
2. Aglutinin H (flagel kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
b) Tes TUBEX
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9
yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut
karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.7
Ada 4 interpretasi hasil :
Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari
kemudian.
Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :
Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
a) Tirah baring
Medikamentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberikan antipiretik. Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling
aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan
b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah:1,4,5
Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk
anak- anak 100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis, diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.
Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan karier.
Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Efek samping dari pemberian antibiotika
golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan
pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.
Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole.
Namun untuk anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200
mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi
chloramphenicol.
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau
bahkan lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan
prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau dapat diberikan
cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15
mg/kg/hari selama 10 hari.
Komplikasi Intestinal
1. Perdarahan Usus
Pada plague Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi. 4
Kasus ini lebih jarang terjadi pada anak-anak. Di surabaya dilaporkan terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan: 1
2. Perforasi Usus
Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga serta lokasi yang paling sering adalah
di ileum terminalis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara
bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.1
Pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada rongga peritonium merupakan tanda yang cukup untuk menentukan
terdapatnya perforasi usus. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama
demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.4
Penatalaksanaan
Umumnya diberikan antibiotik sprektum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat
diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan usus harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang
Komplikasi Ekstra-intestinal
1. Kolesistitis
Kolesistitis jarang terjadi pada anak. Bila terjadi umumnya pada akhir minggu kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas.
Angka kejadian pada anak berkisar antara 0-2%. Bila terjadi klesistitis, penderita cenderung menjadi seorang karier. 1
2. Tifoid Ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa: kesadaran menurun, kejang, muntah, demam tinggi dan
pemreiksaan cairan otak masih dalam batas normal. Bila disertai kejang-kejang, prognosis biasanya jelek dan bila sembuh, sering diikuti oleh
gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena. 1
3. Meningitis
Meningitis disebabkan oleh S. typhi atau spesies Salmonella yang lain lebih sering didapatkan pada neonatus ataupun bayi
dibandingkan pada anak, dengan gejala klinis sering tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Penyebabnya adalah S. havana dan S.
Oranenburg. Gejala klinis antara lain : 1
Kejang
Letargi
Panas
Diare
Kelainan neurologis seperti : opisthotonus, fontanella cembung, refleks memegang menurun, refleks menghisap menurun.
Komplikasi tifoid meningitis dapat berupa efusi subdural, ventrikulitis, hidrosefalus.
4. Karier Kronik
Tifoid karier adalah seseorang yang tidak menunjukkan gelaja penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhi di
dalam sekretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi, penemua kasus sedini mungkin serta
pengobatannya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian. anak jarang menjadi karier bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Pengobatan karier merupakan masalah yang sulit, kadang-kadang dengan pemberian obat-obatan antimikroba didapatkan kegagalan karena
Salmonella typhi bersarang dalam saluran empedu intrahepatik sehingga diperlukan pengobatan kombinasi obat-obatan dan operasi.1
Pencegahan
Usaha terhadap lingkungan hidup 1
Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
Pemberantasan lalat.
Pengawasan terhadap penjual makanan.
Imunisasi
Vaksin yang digunakan ialah : 1,3
1. Vaksin yang terbuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan.
Pada pemberian oral tidak memberikan perlindungan yang baik).
2. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty 21a)
pada pemberian peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari memberikan perlindungan selama 6 tahun, dengan efek
samping 0-5% berupa demam atau nyeri kepala
diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun
3. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi)
disuntik secara SC atau IM 0,5 ml dengan booster 2-3 tahun, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3% dan 7%
pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan
memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.
Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan
memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara
berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX, sudah mulai dirintis penggunaannya di Indonesia.
Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih tergolong tinggi, oleh karena itu, usaha pencegahan di Indonesia sebaiknya lebih
digalakkan untuk menekan angka kesakitan. Begitu pula angka kematian oleh karena demam tifoid di Indonesia, maka sebaiknya
penyuluhan tentang pentingnya berobat pada orang–orang dengan gejala tifus pada daerah endemik diperlukan untuk mempercepat
diagnosis.
.
b. Saran
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan penatalaksanaannya, beserta
komplikasinya.