Вы находитесь на странице: 1из 27

LAPORAN PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

Disusun oleh :
dr. Hasan Adli Lubis

Pendamping :
dr. Sri Umaryani

DOKTER INTERNSIP WAHANA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH SELOGIRI


PERIODE 18 MEI 2017 - 18 MEI 2018
KABUPATEN WONOGIRI

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


LAPORAN PRESENTAS I KASUS PROGRAM INTERNS IP DOKTER INDONESIA
BorangPresentasi Kasus

NamaPeserta: dr. Hasan Adli Lubis


Nama Wahana: RS PKU Muhammadiyah Selogiri
Topik: Demam Tifoid
Tanggal (Kasus): 5 November 2017 Tanggal Presentasi: Januari 2018
Tempat Presentasi: Aula/Komdik RS Muhammadiyah Selogiri Nama Pendamping: dr. Sri Umaryani
Nama Pasien: Ny. S No. RM: 083493
Objektif Presentasi:Keilmuan Keterampilan Penyegaran TinjauanPustaka
Diagnostik Manajemen Masalah
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Ibu Hamil
Deskripsi : seorang perempuan, 39 tahun dengan Demam Tifoid
Tujuan: mendiagnosis Demam Tifoid, manajemen tatalaksanan pada pasien Demam Tifoid
BahanBahasan: TinjauanPustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data Pasien :
Nama : Ny. S
No. RM : 088997 Tanggal MRS : 5 November 2017
Jenis kelamin : Perempuan Tanggal Pemeriksaan : 5 November 2017
Umur : 39 tahun Keluar RS : 8 November 2017

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


Alamat : Sukoharjo
Agama : Islam

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Perempuan 31 tahun, keadaan umum tampak sakit sedang dengan keluhan utama demam terus-menerus selama 7 hari, meningkat
terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari tanpa fase menggigil, disertai gejala konstitusional (malaise,
anoreksia, dan nyeri perut) dan gejala gastrointestinal yang mendominan (mual-muntah dan buang air besar cair)

2. Riwayat Pengobatan: pasien hanya mengkonsumsi paracetamol selama demam

3. Riwayat kesehatan/Penyakit
Sejak 7 hari sebelum berobat ke RS, pasien mengeluh demam yang dirasakan terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada
malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Menggigil tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk pilek tidak ada. Pasien
tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah terasa pahit. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan
frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing, isi muntahan apa yang dimakan.
Sejak 5 hari sebelum berobat, demam masih dirasakan. Pasien juga mengeluh buang air besar dengan konsistensi cair, frekuensi
3x/hari, darah tidak ada, lendir tidak ada. Mual-muntah (+). Buang air kecil normal.
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama atau TB paru disangkal
5. Kondisi Lingkungan sosial dan Fisik : (-)
Daftar Pustaka

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang Perlu_Diketahui.html.
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan
Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002: 1-43.
4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15.
Jakarta: EGC; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta : 2003: h. 2-20.
6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010: h. 1-10.
7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012
Hasil Pembelajaran
Diagnosis Demam Tifoid
Manajemen penatalaksanaan Demam Tifoid

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :
Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap keluarga pasien
Keluhan Utama
Demam sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Pusing, menggigil, mual-muntah, perut kembung
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan, 39 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Selogiri dengan keluhan demam sejak  1 minggu SMRS. Pasien
mengeluh demam timbul perlahan-lahan, meninggi pada malam hari dan turun kembali pada pagi hari tetapi tidak sampai normal, sehingga
membuat pasien berkeringat, pusing (+), menggigil (+), batuk (-), pilek (-), perut kembung, mual-muntah (+) 3x kemarin, muntah berisi
makanan dan minuman, tidak bercampur darah. BAB dan BAK biasa. Riwayat gusi berdarah, mimisan, berak hitam, muntah darah, bercak
merah disangkal. Oleh ibunya pasien diberi obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah dirawat karena sakit apapun.
Pasien menyangkal pernah trauma (kecelakaan).
Pasien menyangkal pernah menjalani operasi karena penyakit apapun.
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga Lain/Orang Lain Serumah. Pasien menyangkal di dalam anggota keluarga lain/orang lain
serumah ada yang mengalami keluhan seperti yang dialami pasien.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


2. Objektif :

 KU : cukup , CM, Gizi kesan cukup


 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 kali/menit
 Nafas : 20 kali/menit
 Suhu : 38,40 C

2.1 Pemeriksaan Regional


 Kepala : bentuk mesochefal, bibir sianosis (-)
 Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Tenggorokan : Tonsil T1-T1, kripte tidak melebar, detritus (-), hiperemis (-)
 Leher : KGB servikal tidak membesar
 Thorak : Pulmo: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan(-/-)
Cor: bunyi jantung I/II normal, reguler, bising (-)
 Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar/ lien dalam batas normal.
 Genitourinaria : dalam batas normal
 Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, oedem (-)

2.2 Pemeriksaan Penunjang

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Keterangan 23/10/16 Satuan Nilai
Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb 14.0 g/dl 11.0-16.5
Hct 42,6 % 35-50
AL 8.1 ribu/µl 3.5-10
AT 268 ribu/µl 150-390
AE 4.56 juta/µl 3.8-5.8
Kimia Klinik
GDS 105 mg/dl 60-140
HBsAg negatif negatif
Widal
Salmonella typhi O 1/320 Negatif
Salmonella typhi AO Negatif Negatif
Salmonella typhi BO Negatif Negatif
Salmonella typhi H 1/320 Negatif
Salmonella typhi AH Negatif Negatif
Salmonella typhi BH Negatif Negatif

1. Assesment awal :
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-8 dd Thifoid Fever
2. Plan
a. Penatalaksanaan di IGD :

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Cefotaxime 1g/12j
- Inj. Ranitidin 50mg/12j
- Paracetamol tab 3x500mg

b. Penatalaksanaan di bangsal Mina oleh dokter spesialis penyakit dalam

Tanggal S O A P
5 Keluhan : demam(+), KU : cukup Wanita 39 IVFD Asering 20 tpm
November pusing (+), mual-mual TD : 120/80 tahun dengan Inj. Ceftriaxone 1g/12j
2017 N : 88x Observasi Inj. Antalgin 500mg/8j
S : 38oC Febris Hari ke- Inj.Ranitidin 50mg/12j
RR : 20x 8 dd Thifoid Sukralfat 3x2cth
Fever PCT tab 3x500mg

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


EVALUASI
Tanggal S O A P
6 Keluhan : cukup, demam KU : cukup Wanita 39 IVFD Asering 20 tpm
November berkurang, pusing TD : 120/70 tahun dengan Inj. Ceftriaxone 1g/12j
2017 berkurang, mual-mual N :90 X Observasi Inj. Antalgin 500mg/8j
S : 37,3 oC Febris Hari ke- Inj.Ranitidin 50mg/12j
R : 20 8 dd Thifoid Sukralfat 3x2cth
Fever PCT tab K/P

7 Keluhan : cukup, demam KU : cukup Wanita 39 IVFD Asering 20 tpm


November (-), pusing berkurang, TD : 120/70 tahun dengan Inj. Ceftriaxone 1g/12j
2017 mual N :90 X Observasi Inj. Antalgin 500mg/8j (K/P)
S : 36.5 oC Febris Hari ke- Inj.Ranitidin 50mg/12j
R : 20 8 dd Thifoid Sukralfat 3x2cth
Fever PCT tab K/P
Besok BLPL kalau tidak ada
keluhan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9


8 Keluhan : cukup, demam KU : cukup Wanita 39 BLPL
November (-), pusing (-), mual (-) TD : 120/70 tahun dengan Cefixime tab 2x100mg
2017 N :90 X Observasi Sukralfat syr 3x2cth
S : 36 oC Febris Hari ke- Ranitidin tab 2x1
R : 20 8 dd Thifoid
Fever

6. Assesment Akhir
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-8 dd Thifoid Fever.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan demam ± 1minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam terutama saat sore hari dan menurun di pagi ha
rinya. Perut terasa mual, kemarin pasien mengaku sempat muntah-muntah. Pada pemeriksaan widal didapat titer O dan H 1/320 yang mendu
kung diagnosis Demam Tifoid.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan
spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam
tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.2 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan
rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000
penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3

Etiologi
Demam tifoid adalah suatu infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella
paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk
lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.1
Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi
dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang
berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada
pakaian. Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan
pasteurisasi (temp 63°C).1

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11


Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan
pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari
laboratorium penelitian.1

Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel
Peyer’s Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer’s Patch, nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ
ekstra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar
cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam
lumen intestinal.1
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2), namun sebagian lolos masuk ke dalam usus
dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal
berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi,
penggunaan obat-obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.4
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejenum dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA)
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port
de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit
terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan
kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-
organ RES ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali
masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara
“intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak- anak gangguan
mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.1,4
Dalam Peyer’s patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar Peyer’s patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam
sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien,
folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah
dan juga menstimulasi sistem imunologis.1,4

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13


Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat
bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini
disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.1,4,5
Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Banyak orangtua pasien demam tifoid melaporkan bahwa
demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid
dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, dan nyeri perut. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, onbstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode
diare dan banyak dijumpai meteorismus. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya
kemerahan juga. Pembesaran hepar lebih banyak dijumpai dibandingkan pembesar limfa.1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit
normokrom normositer, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia,
diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan
dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 14


limfositosis relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan
SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas
normal.1,4,6

2. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap
komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.6
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :
a) Uji Widal
Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah
digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut
aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang
sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi
menunjukkan titer antibodi dalam serum.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;
1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
2. Aglutinin H (flagel kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 15


Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap
menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O
masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan-2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih
lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat.
Antigen Vi biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.
Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan
membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam
tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥
1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan
dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).

b) Tes TUBEX
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9
yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut
karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.7
Ada 4 interpretasi hasil :
 Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari
kemudian.
 Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid
 Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid
Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 16


 Mendeteksi infeksi akut Salmonella
 Muncul pada hari ke 3 demam
 Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella
 Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit
 Hasil dapat diperoleh lebih cepat

c) Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT


Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi.
Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan
demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi
akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada
metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga
menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.
Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan
demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak
selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama
dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.
Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk
terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak
menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana
dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 17


ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam
setelah penerimaan serum pasien.6

d) Metode Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)


Uji Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS
O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Pemeriksaan terhadap antigen
Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada
minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.6

3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman


Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum
tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam
darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2)
perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.6

Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
a) Tirah baring

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 18


Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja
sampai pemulihan.5
b) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi
penderita namun tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan
perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.
c) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita
sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang
optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.
d) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui
sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal
yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla
oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu
tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.7

Medikamentosa
a) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberikan antipiretik. Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling
aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 19


turunannya karena mempunyai efek mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk
diperberat keadaannya sangatlah mungkin.

b) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah:1,4,5
 Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk
anak- anak 100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis, diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.
Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan karier.
 Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Efek samping dari pemberian antibiotika
golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan
pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.
 Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole.
Namun untuk anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200
mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi
chloramphenicol.
 Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau
bahkan lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan
prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau dapat diberikan
cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15
mg/kg/hari selama 10 hari.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 20


Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid dibagi atas 2 bagian: 1
1. Komplikasi intestinal ( pada usus halus ) :
- perdarahan usus
- perforasi usus
- ileus paralitik
- peritonitis
2. Komplikasi ekstra-intestinal ( di luar usus halus ):
- ensefalopati
- kolesistitis
- meningitis
- karier kronik

Komplikasi Intestinal
1. Perdarahan Usus
Pada plague Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi. 4
Kasus ini lebih jarang terjadi pada anak-anak. Di surabaya dilaporkan terjadi pada hari ketujuh belas atau awal minggu ke-3. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan: 1

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 21


 Penurunan tekanan darah
 Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
 Kulit pucat
 Penurunan suhu tubuh
 Mengeluh nyeri perut
 Sangat iritabel
 Darah tepi : sering diikuti leukosit dalam waktu singkat

2. Perforasi Usus
Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga serta lokasi yang paling sering adalah
di ileum terminalis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara
bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.1
Pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada rongga peritonium merupakan tanda yang cukup untuk menentukan
terdapatnya perforasi usus. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama
demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.4
Penatalaksanaan
Umumnya diberikan antibiotik sprektum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat
diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan usus harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 22


nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya sebelum dilakukan
tindakan pembedahan maka keadaan umum penderita diperbaiki dahulu.4

Komplikasi Ekstra-intestinal
1. Kolesistitis
Kolesistitis jarang terjadi pada anak. Bila terjadi umumnya pada akhir minggu kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas.
Angka kejadian pada anak berkisar antara 0-2%. Bila terjadi klesistitis, penderita cenderung menjadi seorang karier. 1

2. Tifoid Ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa: kesadaran menurun, kejang, muntah, demam tinggi dan
pemreiksaan cairan otak masih dalam batas normal. Bila disertai kejang-kejang, prognosis biasanya jelek dan bila sembuh, sering diikuti oleh
gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena. 1

3. Meningitis
Meningitis disebabkan oleh S. typhi atau spesies Salmonella yang lain lebih sering didapatkan pada neonatus ataupun bayi
dibandingkan pada anak, dengan gejala klinis sering tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Penyebabnya adalah S. havana dan S.
Oranenburg. Gejala klinis antara lain : 1

 Bayi tidak mau menetek

 Kejang

 Letargi

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 23


 Sianosis

 Panas

 Diare

 Kelainan neurologis seperti : opisthotonus, fontanella cembung, refleks memegang menurun, refleks menghisap menurun.
Komplikasi tifoid meningitis dapat berupa efusi subdural, ventrikulitis, hidrosefalus.

4. Karier Kronik
Tifoid karier adalah seseorang yang tidak menunjukkan gelaja penyakit demam tifoid, tetapi mengandung kuman Salmonella typhi di
dalam sekretnya. Mengingat karier sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi, penemua kasus sedini mungkin serta
pengobatannya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian. anak jarang menjadi karier bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Pengobatan karier merupakan masalah yang sulit, kadang-kadang dengan pemberian obat-obatan antimikroba didapatkan kegagalan karena
Salmonella typhi bersarang dalam saluran empedu intrahepatik sehingga diperlukan pengobatan kombinasi obat-obatan dan operasi.1

Pencegahan
Usaha terhadap lingkungan hidup 1
 Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
 Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
 Pemberantasan lalat.
 Pengawasan terhadap penjual makanan.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 24


Usaha terhadap manusia 1
 Imunisasi.
 Menemukan dan mengobati karier.
 Pendidikan kesehatan masyarakat.

Imunisasi
Vaksin yang digunakan ialah : 1,3
1. Vaksin yang terbuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan.
Pada pemberian oral tidak memberikan perlindungan yang baik).
2. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty 21a)
 pada pemberian peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari memberikan perlindungan selama 6 tahun, dengan efek
samping 0-5% berupa demam atau nyeri kepala
 diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun
3. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi)
 disuntik secara SC atau IM 0,5 ml dengan booster 2-3 tahun, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3% dan 7%
pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan
 memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 25


Prognosis
Prognosis tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan
diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,
endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortallitas yang tinggi.3

Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di negara berkembang. Gambaran klinis demam tifoid seringkali
tidak spesifik terutama pada anak sehingga dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
penunjang ini meliputi pemeriksaan darah tepi, isolasi/biakan kuman, uji serologis dan identifikasi secara molekuler.

Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan
memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara
berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX, sudah mulai dirintis penggunaannya di Indonesia.

Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih tergolong tinggi, oleh karena itu, usaha pencegahan di Indonesia sebaiknya lebih
digalakkan untuk menekan angka kesakitan. Begitu pula angka kematian oleh karena demam tifoid di Indonesia, maka sebaiknya
penyuluhan tentang pentingnya berobat pada orang–orang dengan gejala tifus pada daerah endemik diperlukan untuk mempercepat
diagnosis.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 26


Penatalaksanaan dari demam tifoid dengan diet rendah serat dan tidak merangsang (pedas asam), perawatan dengan tirah baring sesuai
kondisi pasien serta pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Penatalaksanaan pada pasien demam tifoid harus tepat dan sesuai untuk
mencegah terjadinya komplikasi.

.
b. Saran
 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan penatalaksanaannya, beserta
komplikasinya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 27

Вам также может понравиться