Вы находитесь на странице: 1из 20

KEGIATAN BELAJAR 6

SABUN DAN SHAMPO


A. Tujuan :
1. Agar mahasiswa mengenal sabun dan sampo
2. Agar mahasiswa mengetahui macam-macam sabun dan sampo
3. Agar mahasiswa mengetahui bahan baku utama pembuatan sabun dan sampo
4. Agar mahasiswa mengetahui bahan baku pendukung pembuatan sabun dan sampo
5. Agar mahasiswa mengetahui karakteristik memilih bahan baku sabun dan sampo
6. Agar mahasiswa mengetahui sifat-sifat sabun dan sampo
7. Agar mahasiswa mengetahui metoda-metoda pembuatan sabun dan sampo
B. SABUN
a. Definisi Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua
komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium.
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium
dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani.
Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan
sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat
dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi
minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi
tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida
dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan
alkali (Qisti, 2009).
Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun
menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan
yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan,
1980).
b. Tujuan penggunaan sabun
 Membersihkan tubuh dengan mengeluarkan kotoran dan bau
 Membantu melembutkan air sadah
 Memberikan efek estetik dalam mandi dengan penambahan parfum dan warna pada
air
 Memberikan perasaan nyaman dan segar
 Memberikan efek emolien sebaik fragnance pada kulit
 Mencegah bentuk lingkaran/ bekas di sekitar bak mandi (Cosmetics Science and
Technology 2nd edition, 504)
c. Komposisi Sabun
Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun biasanya mengandung :
1. Surfaktan
Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya
memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik. Apabila
ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah
karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Surfaktan merupakan
bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari
minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak
babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik
maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil,
ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil (Elefani, 2008; Wasitaatmadja (1997).
2. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki
kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, missal : asam lemak
bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond,
bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid,
polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga
dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers).
3. Antioksidan dan Sequestering Agents
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat
oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02% - 0,1%).
Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi
EDTA.
4. Deodorant
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau
menyengat pada badan Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950,
namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang
digunakan adalah triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur
koloidal (Nurdieni, 2013; Wasitaatmadja (1997).
5. Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun
dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan
biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01%
ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini
dibuat sabun tanpa warna dan transparan.
6. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini
harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan
warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya
dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing.
7. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun
8. Bahan Tambahan Khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi
ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Menurut Wasitaatmadja (1997),
dikenal berbagai macam sabun khusus misalnya :
a) Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
b) Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
c) Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik, misalnya:
fenol, kresol, dan sebagainya.
d) Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
e) Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan
tujuan yang berbeda.
d. Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun
Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam
proses pembuatan sabun di antaranya :
1. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging
sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free Fatty Acid), bilangan saponifikasi,
dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan
sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci.
Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah
FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
2. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40%). Jika digunakan
sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk
mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan
mudah berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa
sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna
jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun
yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka
dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit
harus dicampur dengan bahan lainnya.
4. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak
kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam
minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi
memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang
keras tapi lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak
dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki
sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan
miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan
stearat dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
e. Fungsi Sabun
Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun
menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan
yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan lemak; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan,
1980). Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat.
Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar. Sabun digunakan
untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memilikigugus non polar
yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air
karena sama-sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan
sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

f. Proses Pembuatan Sabun


Sabun dapat dibuat melalui proses, yaitu:
a) Saponifikasi
Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan
pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam lemak
berantai panjang adalah sabun (Stephen, 2004). Reaksi kimia pada proses saponifikasi
adalah sebagai berikut :

b) Netralisasi
Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya
sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008). Reaksi kimia pada proses saponifikasi
adalah sebagai berikut :
c) Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun
dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan. Jenis jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem,
semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum
spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat
exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar
pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang
vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang
mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer mulai
memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari
pada dryer sistem tunggal.
d) Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam ixer (analgamator). Campuran sabun
ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi
suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap
pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut
menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi
sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses
pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir
g. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dikenal pada saat ini ada bermacam-
macam diantaranya berupa :
a) Sabun padat adalah sabun yang dibuat dari reaksi saponifikasi dari lemak padat
dengan NaOH. Untuk mendapatkan sediaan yang konsisten, biasanya digunakan
lemak hewan yang kaya akan kandungan stearin dan kandungannya relatif rendah
dalam palmitin dan olein (Handbook of Pharmaceutical Excipients)
b) sabun cair adalah reaksi saponifikasi menggunakan minyak dan lemak yang
mempunyai kandungan asam oleat tinggi dan perbandingan yang tajam dari kalium,
digunakan dalam kombinasi dengan soda kaustik untuk untuk memproduksi cairan
yang setara normal warnanya agak gelap dan mempunyai bau yang kuat. (Poucher’s,
1974)
h. Macam-Macam Sabun
1. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran
minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
2. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak
serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat
ditambahkan gliserin atau alcohol.
3. Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang
rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif.
Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor
carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.
4. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen di dalam menggunakan sabun
yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi
tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan,
atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
5. Sabun Bubuk untuk mencuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium
karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
i. Uji Kualitas Sabun
Uji kualitas sabun dilakukan untuk mengetahui kualitas sabun yang dihasilkan
berdasarkan standar SNI sabun padat. Adapun uji yang dilakukan meliputi uji asam
lemak bebas, uji alkali bebas, uji fraksi tak tersabunkan, uji kadar air, dan uji pH
1) Uji Asam Lemak Bebas
Asam lemak adalah asam lemak bebas yang berada dalam sabun, tetapi yang tidak
terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trligliserida (lemak netral)
(SNI,1994). Sabun yang baik menurut SNI adalah sabun dengan kadar asam lemak
bebas <2,5%.
2) Uji Alkali Bebas
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa (SNI,
1994). Jumlah alkali bebas pada sabun memenuhi standar SNI yaitu < 0,1 %.
Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan iritasi pada kulit
(Sari, dkk., 2010)
3) Uji Fraksi Tak Tersabunkan
Fraksi tak tersabunkan adalah lemak netral/trigliserida netral yang tidak
bereaksi selama proses penyabunan (SNI,1994). Standar fraksi tak tersabunkan
menurut SNI yaitu maksimal 2,5%.
4) Uji Kadar Air
Kadar Air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan (Masri,
2009). Menurut standar SNI sabun 1994 bahwa jumlah kadar air yang diperbolehkan
maksimal 15. Kelebihan kadar air dari standar SNI akan menyebabkan sabun mudah
berbau tengik dan lembek.
5) Uji pH
Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Yang dimaksud dengan keasaman adalah konsentrasi ion
hidrogen dalam pelarut air. pH sabun berkisar antara 9,0-10,8 (Gusviputri, dkk.,
2013). Sabun dengan pH yang terlalu basa dapat meningkatkan daya absorbsi kulit
sehingga kulit menjadi iritasi seperti luka, gatal atau mengelupas, dan dapat
menyebabkan kulit kering (Wasiatmadja, 1997).
Tabel 1. Mutu sabun menurut SNI 06-3532-1994
No Uraian Tipe I Tipe II Seperfat
1 kadar air (%) maks 15 maks 15 maks 15
2 jumlah asam lemak (%) >70 64-70 >70
3 alkali bebas
- Dihitung sebagai - Maks 0,1 - Maks 0,1 - Maks 0,1
NaOH (%)
- Dihitung sebagai KOH - Maks 0,14 - Maks 0,14 - Maks 0,14
(%)
4 asam lemak bebas dan ˂ 2,5 ˂ 2,5 2,5 – 7,5
atau lemak netral (%)
5 Minyak Mineral Negatif Negatif Negatif

C. SHAMPO
a. Definisi shampo
Shampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut,
sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi
lembut, mudah diatur dan berkilau. Dan merupakan produk perawatan rambut yang
digunakan untuk menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut.
Kata shampoo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna, "memijat".
Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur
dengan air.
Shampoo merupakan suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa,
pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran yang melekat pada
rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan
mudah ditata. Shampoo banyak jenis dan typenya, formulanya dan klasifikasi preparat seperti
liquid, krim, pasta, shampoo anti dandruff, shampoo untuk anak-anak dan sebagainya.
Sebuah formulasi shampoo yang baik mempunyai kemampuan khusus yang dapat
meminimalisasi iritasi mata, mengontrol ketombe (dandruff) serta dapat memperbaiki
struktur rambut secara keseluruhan.
b. Fungsi Shampo
Shampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air dengan tujuan
sebagai berikut :
a) Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut
dan membersihkan kotoran yang melekat.
b) Meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga dapat
meluruhkan kotoran.
c. Syarat Shampo
Sediaan shampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan.
b) Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.
c) Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi kering.
d) Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut, dan
mudah dibilas dengan air.
e) Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.
f) Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah
patah, serta mudah diatur (Wikipedia,2011).
d. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk shampo antiketombe adalah :
a) Dapat membersihkan rambut dan kulit kepala dari ketombe tanpa membuat
rambut menjadi berminyak, kering, atau tidak dapat diatur.
b) Mengandung zat aktif heksaklorofen, asam salisilat, fungisida, atau zat antiseptika
yang dapat mematikan pertumbuhan bakteri, dan mencegah infeksi setelah
pemakaian.
c) Konsentrasi zat aktif yang digunakan tidak meningkatkan sensitivitas kulit kepala.
d) Dapat mengurangi rasa gatal ataupun hal lain yang akan menimbulkan
ketidaknyamanan.
e. Kandungan Shampo
Pada umumnya suatu shampo terdiri dari dua kelompok utama, yaitu:
a. Bahan utama
Bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang biasanya dapat membentuk
busa, dan bersifat membersihkan.
b. Bahan Tambahan
Penambahan zat-zat ini dimaksudkan untuk mempertinggi daya kerja shampo
supaya dapat bekerja secara aman pada kulit kepala, tidak menimbulkan kerontokan,
memiliki viskositas yang baik, busa yang cukup, pH yang stabil dan dapat
mengoptimalkan kerja deterjen dalam membersihkan kotoran, sehingga menjadi
sediaan shampo yang aman dalam penggunaanya dan sesuai dengan keinginan
konsumen.
f. Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan shampoo
diantaranya :
1. Opacifying Agent. Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan penting pada
pembuatan shampo krim atau shampo krim cair. Biasanya merupakan ester
alkohol tinggi dan asam lemak tinggi beserta garam- garamnya. Contoh : setil
alkohol, stearil alkohol, glikol mono dan distearat, magnesium stearat.
2. Clarifying Agent. Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada shampo
terutama untuk shampo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan pada
pembuatan shampo cair atau shampo cair jernih. Contoh : butil alkohol,
isopropil alkohol, etil alkohol, metilen glikol, dan EDTA.
3. Finishing Agent. Zat yang berguna untuk melindungi kekurangan minyak yang
hilang pada waktu pencucian rambut, sehingga rambut tidak menjadi kering dan
rapuh. Contoh : lanolin, minyak mineral.
4. Conditioning agent. Merupakan zat-zat berlemak yang berguna agar rambut
mudah disisir. Contoh : lanolin, minyak mineral, telur dan polipeptida.
5. Zat pendispersi. Zat yang berguna untuk mendispersikan sabun Ca dan Mg yang
terbentuk dari air sadah. Contoh : tween 80.
6. Zat pengental. Merupakan zat yang perlu ditambah terutama pada shampo cair jernih
dan shampo krim cair supaya sediaan shampo dapat dituang dengan baik.
Penggunaanya dalam rentang 2– 4%, contoh: gom, tragakan, metil selulosa, dan
karboksi metil selulosa (CMC).
7. Zat pembusa. Digunakan untuk membentuk busa yang cukup banyak, walaupun
busa bukan merupakan suatu ukuran dari shampo, namun adanya busa akan
membuat sediaan shampo menjadi menarik dan sangat disukai oleh para
konsumen. Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara 1,3 – 22 cm.
Contoh: dietanolamin, monoisopropanol amin.
8. Zat Pengawet. Zat yang berguna untuk melindungi rusaknya shampo dari
pengaruh mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti misalnya
hilangnya warna, timbul kekeruhan, atau timbulnya bau. Digunakan dalam rentang
1–2 %, contoh: formaldehida, hidroksi benzoat, metyl paraben, propil paraben.
Zat aktif, untuk shampo dengan fungsi tertentu atau zat yang ditambahkan ke dalam
shampo dengan maksud untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme lainnya.
Contoh: Heksaklorofen, Asam salisilat.
9. Zat pewangi. Berfungsi untuk memberi keharuman pada sediaan shampoo
supaya mempunyai bau yang menarik. Digunakan dengan kadar 1–2%, contoh:
Minyak jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender, minyak bunga tanjung.
10. Pewarna. Zat pewarna digunakan untuk memberikan warna yang menarik pada
sediaan shampo. Digunakan dengan kadar 1-2%, contoh : untuk pewarna hijau
biasanya digunakan senyawa klorofil atau ultra marin hijau.
11. Zat tambahan lain. Merupakan zat pada formula shampo yang mempunyai fungsi
atau maksud tertentu, seperti shampo anti ketombe, shampoo bayi, shampoo
antikerontokan, dan sebagainya. Zat tambahan dapat berupa zat aktif anti
ketombe, ekstrak tumbuhan, vitamin, protein, dan lain-lain (Wikipedia,2011).
g. Macam – macam shampo berdasarkan kegunaanya antara lain :
1) Shampo untuk rambut diwarnai dan dikeriting.
Shampo ada yang dibuat khusus untuk rambut yang dicat atau diberi warna
atau dikeriting karena rambut cukup menderita dengan masuknya cairan kimia hingga
ke akar rambut dan hal ini bisa mempengaruhi kondisi kesehatan rambut.
2) Shampo untuk membersihkan secara menyeluruh.
Shampo untuk membersihkan secara menyeluruh yang biasanya mengandung acid
atau asam yang didapat dari apel, lemon atau cuka yang berfungsi untuk
menghilangkan residu atau sisa produk perawatan semacam creambath, busa untuk
rambut, hairspray, lilin rambut, jelly rambut, dan produk lainnya yang tertinggal di
kulit kepala. Jenis shampo ini sangat cocok digunakan saat rambut akan melalui
proses kimiawi agar rambut dan kulit kepala benar-benar bersih dengan tujuan proses
kimiawi yang digunakan pada pengeritingan atau pewarnaan dapat diserap dengan
baik. Karena unsur asam mengurangi minyak maka jenis shampo ini dapat membuat
rambut menjadi kering jika digunakan terlalu sering dan disarankan untuk
menggunakannya paling banyak dalam jangka waktu satu kali seminggu.
3) Shampo penambah volume rambut.
Jenis shampo ini mengandung protein yang membuat rambut terlihat lebih berisi
atau tebal. Bila dipakai terlalu sering maka akan terjadi penumpukan residu atau
sisa shampo sehingga mengakibatkan rambut terlihat tidak bersih. Jika rambut
termasuk jenis rambut yang halus, lepek atau tidak mengembang, tipis maka bisa
digunakan jenis shampo ini. Tetapi sebaiknya dihindari penggunaan yang terlalu
sering.
4) Shampo anti ketombe.
Shampo anti ketombe ini mengandung selenium, zinc atau asam salisilat yang telah
terbukti cukup berhasil membantu menghilangkan lapisan ketombe, namun dapat
menyebabkan kulit kepala menjadi kering.
h. Jenis-Jenis Shampoo berdasarkan bentuk sediaan
 Shampoo cair jernih
 Shampoo krim/losion cair • Shampoo krim/losion cair
 Shampoo krim
 Shampoo gel
 Shampoo bubuk
 Shampoo foam aerosol ► berdasarkan modifikasi jumlah surfaktan, lemak padat,
pengopak & penjernih.
i. Cara Pembuatan
1) Sampo Krim atau Pasta
Sebagai bahan dasar digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang
yang dapat memberikan konsistensi kental. Untuk membuat sampo pasta dapat digunakan
malam seperti setilalkohol sebagai pengental. Dan sebagai pemantap busa dapat
digunakan dietanolamida minyak kelapa atau isopropanolamida laurat. Detergent
dipanaskan dengan air pada suhu kurang lebih 800 dalam panic dinding rangkaps sambil
terus diaduk. Tambahkan zat malam, terus aduk lebih kurang 15 menit. Biarkan
campuran ini pada suhu kurangg lebih 40 – 500 C. tambahkan parfum, aduk terus hingga
homogen, lanjutkan pengadukan untuk menghilangkan udara. Wadahkan selagi panas.
2) Sampo Larutan
Jika digunakan akilolamida, mula – mula zat ini dilarutkan dalam setengah bagian
detergent yang digunakan dengan pemanasan hati – hati. Kemudian tambahkan sisa
detergent sedikit demi sedikit sambil terus diaduk, tambahkan zat warna yang telah
dilarutkan dalam air secukupnya. Jika masih terdapat sisa air tambahkan sedikit demi
sedikit sambil terus diaduk untuk mencegah terjadinya busa.
3) Sampo Bubuk
Sebagai dasar sampo digunakan sabun bubuk, sedangkan sebagai pengencer biasanya
digunakan natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium seskuikarbonat, dinatrium
fosfat atau boraks. Sampo jenis ini dapat dikombinasi dengan zat warna alam hena atau
kamomil, sehingga dapat memberikan sedikit efek pewarnaan pada rambut. Agar pada air
sadah dapat berbusa, sehingga bubuk sabun diganti dengan natrium laurilsulfat.
4) Sampo Emulsi
Sampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung dari
jenis zat tambahan yang digunakan, sampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti
sampo lanolin, sampo telur, sampo protein, sampo brendi, sampo susu, sampo lemon
bahkan sampo strawberry.
Agar sampo berfungsi sebagaimana mestinya, sampo harus memiliki sifat sebagai
berikut:
 Sampo harus membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat dan mudah
dihilangkan dengan membilas dengan air.
 Sampo harus memiliki sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan, karena jika tidak
maka kulit kepala menjadi kering.
 Sampo harus dapat mnenghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat mengganti
lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada didalam komposisi sampo.
Kotoran sampo yang dimaksud tentunya sangat komplek yaitu : secret dari kulit, kulit
yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh lingkungan dan sisa sediaan kosmetika.
 Tidak mengiritasi kulit kepala dan mata.
 Sampo harus dapat stabil. Sampo yang dibuat trasnparan tidak boleh menjadi keruh
dalam penyimpanan. Viskositas dan pH-nya juga harus tetap konstan, sampo harus tidak
terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasad renik dan dapat mempertahankan bau farfum
yang ditambahkan kedalamnya.
j. Cara Kerja Sampo :
 Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air, meningkatkan kemampuan air untuk
membasahi kotoran yang melekat ( makin kecil nilai tegangan permukaan air, makin
besar kemampuan air membasahi benda ). Surfaktan bergerak dibawah lapisan berminyak
→ mengangkat dan permukaan → partikel berbentuk bola.
k. ANALISIS SAMPO SECARA UMUM
1. Berat bersih sediaan
2. Deskripsi shampo
3. pH shampoo
4. Pengabuan pada 600°C
5. Pengujian kadar abu
6. Pengujian bahan tidak menguap pada 105°C
7. Pengujian Inframerah bahan tidak menguap
8. Uji senyawa basa nitrogen termasuk amonia
9. Pengujian kadar air dengan destilasi Toluena.
10. Pengujian kadar EDTA
11. Pengujian kadar Asam lemak, Alkanolamin & logam Alkali
12. Pengujian gom yang larut air
Penjelasan teknis masing-masing Analisis Shampoo
1. Berat Bersih
Pengukuran volume Sediaan.
2. Pengabuan pada 600°C
5 g sampel dipanaskan pada steam bath selama 1 jam. sediaan.
3. Deskripsi Shampoo
Meliputi: warna, bau dan karakteristik fisik dari shampoo.
4. pH Shampoo
Pengukuran dengan menggunakan instrument elektroda gelas
5. Pengabuan pada 600 °C
Steam bath selama 1 jam. Tambahkan 1 g serbuk abu selulosa, lalu diabukan pada suhu
600°C dalam oven.
6. Pengujian kadar abu
Baik kualitatif maupun kuantitatif. Dengan uji nyala dan instrumentasi (spektrofotometer
IR)
7. Pengujian bahan tidak menguap pada 105°C
Ditimbang 1 g sampel dalam botol timbang, panaskan pada steam bath selama 30 menit.
Lanjutkan pemanasan di oven pada suhu 105°C selama 2 jam. Dinginkan dlm deksikator,
timbang & laporkan sebagai bahan yang tidak menguap (2 jam pada 105°C)
8. Pengujian Inframerah bahan yang tidak menguap.
Bahan tidak menguap dlm bentuk kristal garam memiliki spektrum IR pada film.
Pengujian ini untuk melihat adanya ester, hidrokarbon, senyawa polihidroksi alkohol,
amida, sabun, asam lemak dan alkanolamin.
9. Uji Ammonia
Buat campuran shampoo dengan basa kuat NaOH 30%, tandai jika bau ammonia timbul.
Cara lainnya, yaitu dgn menggunakan kertas lakmus pada shampoo yang telah
dicampurkan dengan basa kuat. Jika kertas menjadi biru maka positif adanya ammonia.
10. Uji senyawa basa nitrogen
Campurkan 1 g shampoo dengan 8 g Na₂CO₃ anhidrat panaskan campuran dgn nyala api
gas. Jika campuran tsb mengubah warna kertas lakmus menjadi biru dan tercium bau
spesifik, maka positif adanya ammonia atau basa nitrogen lainnya
11. Uji Kadar Air dengan destilasi Toluena
Pindahkan 10-20g sampel kedalam erlenmeyer, tambahkan 50 mL Toluena dan batu
didih. Hubungkan dengan alat detilasi, dan destilasi hingga tidak adalagi air yang
menetes ke penampung. Dinginkan & baca volume air dibawah toluena pd suhu kamar.
Hitung presentase air.
12. Uji EDTA
Dilakukan dengan menghilangkan asam asam lemak dengan ekstraksi, mengendapkan
senyawa fosfat dengan kalsium asetat dan menghilangkan kelebihan kalsium asetat
dengan penambahan Na₂CO₃
13. Pengujian Kadar Asam Lemak
Larutkan 2-3 g sampel dlm 50 mL air, asam kan dengan HCl lalu ekstraksi dengan
pelarut organik. Penentuan kadar dilakukan dgn spektro IR dan titrimetri dengan titran
NaOH.
14. Pengujian Alkanolamin dan senyawa Polihidroksi
Dari residu ekstraksi yang tidak larut kloroform, dilakukan test untuk gliserol dengan
metil merah, NaOH & KMnO₄ (merah). Test lainnya dgn menggunakan larutan
katekol dan H₂SO₄ (orange-merah)
15. Pengujian gom yang larut air
Gom dalam larutan diendapkan dengan alkohol, lalu disentrifugasi. Larutkan residu
dalam 10-25 mL air. Panaskan pada steam bath. Identifikasi dengan spektro IR, dengan
membandingkan antara spektrum gom dalam sampel dengan spektrum gom yang telah
diketahui (pembanding).
D. LATIHAN DAN TUGAS
1. Buatlah rancangan formula untuk sabun sesuai dengan jenis sabun
2. Buatlah rancangan formula untuk shampo sesai dengan jenis shampo
3. Sebutkan contoh-contoh surfaktan yang berasal dari alam dan bagaimana pembuatannya
4. Sebutkan bahan tambahan yang digunakan oleh sabun dan shampo yang mempunyai
manfaat dan berasal dari alam
5. Dokumentasikan beberapa jenis saun dan shampo (dalam bentuk gambar asli)
DAFTAR PUSTAKA

Allison, D. & Gilbert, Peter, 2004, Bacteria. In: Stephen Denyer, Norman A. Hodges, Sean P.
Gorman. (Ed.), Hugo and Russells’s Pharmaceutical Microbiology,edisi 7, Blackwell
Publishing Ltd, Australia

American Journal of Contact Dermatitis, 2001. European Journal of Dermatology, September-


Oktober 2001, halaman 416-419

Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994, Dewan
Standarisasi Nasional, Jakarta.

Balsam, M.S. (1972). Cosmetic Science and Technology Second Edition. London:Jhon Willy and
Son, Inc. Hal. 64

Butler, H. (2000). Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps Tenth Edition. Netherlands:
Kluwer Academic Publishers. Hal. 210

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI. Hal. 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hal. 83-86, 195-197.

Elefani, D. (2008). Produksi Metil Ester Sulfonat Untuk Surfaktan.http://majarimagazine.com.


Diakses pada tanggal 15 April 2013

Gusviputri, A., Meliana, Njoona P.s., Aylianawati, Indraswati, Nani. 2013. Pembuatan
Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloevera) Sebagai Antiseptik Alami.Jurnal Widya
TeknikVol. 12, No. 1, 2013 (11-21)
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/1819623-tips-memilih-shampoo/

http://id.wikipedia.org/wiki/Shampoo

http://www.resep.web.id/tips/kenali-istilah-shampo-anda.htm

Keenan, C. (1984). Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Nurdieni, R. (2013). Artikel Dilematis Deodoran.http://kesehatan.kompasiana.com.
Diakses pada tanggal 15 April 2014

Ketaren, 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, 1 St Ed., 30-60, Universitas
Indonesia, Jakarta.

Marc P., Andre O.B. & Howard I.M., 2001, Handbook Of Cosmetic Science And Technology
Second Edition, Madison Avenue, Newyork 10016.
Poucher, W.A., 1974, Modern Cosmetics: Perfumes, Cosmetics and Soaps, Edisi 7, Chapman
and Hall, London

Qisti, Rachmiati, 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu dengan
Konsentrasi yang Berbeda, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rohman, S. (2009). Bahan Pembuatan Sabun. http://majarimagazine.com. Diakses pada tanggal


1 April 2015

Rowe, C.R., Paul, J.S., dan Marian E.Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients.
Edisi Ke-enam. Washington: Pharmaceutical Press.

Tranggono, R.I.S., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.

Wikipedia.pH. www.Wikipedia.com.Diakses pada tanggal 26 Februari 2014.


Young, A. (1974). Pratical Cosmetic Science. London: Mills & Boon Limited.

Вам также может понравиться