Вы находитесь на странице: 1из 8

TUGAS

Komputer dan Masyarakat

oleh :

VIADOLOROSA OMEGA PUTRA

NIM : 14.11.00.66

PROGRAM S1

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER KADIRI

KEDIRI

TAHUN 2017
Pengertian UU ITE

Sebelum memahami Undang-Undang ITE yang kemudian disingkat menjadi


UUITE ini, ada beberapa pengertian yang perlu dipahami bersama. Beberapa
pengertian tersebut antara lain tentang pengertian Informasi Elektronik.

Informasi Elektronik adalah sekumpulan data elektronik, tetapi tidak terbatas


pada suara, peta, gambar, tulisan, foto, rancangan data interchange elektronik, surat
elektronik, teleks, telecopy dan telegram serta yang sejenisnya, angka, tanda, huruf,
kode akses, simbol atau perforasi yang telah diolah sedemikian rupa sehingga memiliki
arti atau dapat dimengerti oleh orang yang mampu memahaminya.

Pengertian kedua yang perlu dipamahi sehubungan dengan UUITE adalah


tentang definisi transaksi elektronik. Harap dipahami bersama bahwa yang dimaksud
dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan jaringan komputer dan atau media elektronik lainnya yang
memungkinkan transaksi itu bisa terjadi.

Dalam UUITE juga terdapat kata-kata teknologi informasi, dokumen elektronik


dan sistem elektronik. Adapun yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu
teknik untuk menyiapkan, memproses, mengumpulkan, menyimpan, menganalisa,
mengumumkan dan menyebarkan informasi. Sementara, yang dimaksud dengan
dukumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, kemudian
dikirimkan, diteruskan, diterima atau disimpan, baik dalam bentuk digital, analog,
optikal, elektromagnetik, dan sejenisnya sehingga dapat dilihat, didengar, ditampillan
baik melalui sistem elektronik maupun komputer.

Hal ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada bentuk suara, tulisan, peta,
rancangan, gambar, foto, huruf, angka, kode akses, tanda, symbol atau perforasi yang
memiliki makna dan dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Adapun yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah prosedur elektronik dan
serangkaian perangkat yang dengannya memiliki fungsi mengumpulkan, mengolah,
mempersiapkan, menganalisa, menampilkan, menyimpan, mengirimkan,
mengumumkan dan menyebarkan informasi elektronik.

Hal lain yang juga ada dalam Undang-Undang ITE dan harus dipahami
bersama antara lain masalah definisi penyelenggaraaan sistem elektronik, jaringan
sistem elektronik, agen elektronik, serifikat elektronik, penyelenggara sertifikasi
elektronik, lembaga sertifikasi, tanda tangan elektronik, penanda tangan, komputer,
akses, kode akses, kontrak elektronik, pengirim, penerima, nama domain, orang dan
badan usaha.
Pengertian-pengertian itu perlu disepakati bersama dan dipahami sehingga
tidak akan muncul salah interpretasi baik pada sebagian atau semua pengertian.

Adapun yang dimaksud dengan penyelenggaraan sistem elektronik adalah


pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, badan usaha, orang dan
atau masyarakat. Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua sistem elektronik
atau lebih baik yang bersifat terbuka maupun bersifat tertutup.

Lalu, apa yang dimaksud dengan agen elektronik ? Agen elektronik adalah
perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu informasi elektronik secara otomatis yang dilakukan oleh seseorang.

Rangkuman Undang-Undang ITE

Undang-Undang ITE adalah Undang-Undang No. 11/2008. Undang-undang


dapat dirangkum sebagai berikut:

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Ruang lingkup dan definisi-definisi teknis seperti terangkum dalam sub


bab pengertian.

Pasal 2

Undang-undang berlaku untuk semua orang baik di wilayah hukum


Indonesia, maupun di luar wilayah hukum Indonesia.

BAB II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Berisi tentang ruang lingkup pemanfaatan teknologi dan transaksi


elektronik.

Pasal 4 Tujuan pemanfaatan teknologi dan transaksi elektronik.

BAB III INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5 Ketentuan-ketentuan mengenai informasi dan dokumen elektronik.


Pasal 6 Dokumen elektronik merupakan bukti sah.

Pasal 7 Pernyataan kepemilikan dokumen elektronik.

Pasal 8 Hal-hal yang berkaitan dengan proses pengirim informasi elektronik.

Pasal 9 Persyaratan produk yang ditawarkan dalam sistem elektronik.

Pasal 10 Ketentuan tentang sertifikasi elektronik.

Pasal 11 Ketentuan tentang tanda tangan elektronik.

Pasal 12 Pengamanan tanda tangan elektronik dan ketentuan teknisnya.

BAB IV PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM


ELEKTRONIK

Bab IV ini dibagi ke dalam dua bagian dan dimulai


dari Pasal 13 sampai dengan Pasal 16. Beberapa hal penting pada BAB
IV ini antara lain tentang penyelenggaraan sertifikasi elektronik dan
penyelenggaraaan sistem elektronik.

BAB V TRANSAKSI ELEKTRONIK

Memuat Pasal 17 sampai dengan Pasal 22. Beberapa hal penting yang
terangkum dalam Bab V ini antara lain tentang penyelenggaraan transaksi
elektronik, sistem elektronik dan agen elektronik.
BAB VI NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN PERLINDUNGAN
HAK PRIBADI

Bab VI memuat Pasal 23 sampai dengan Pasal 26 yang memuat tentang


penyelenggara transaksi elektronik dan domain.

BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG

Memuat Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 yang berisi tentang perbuatan elektronik,
pelanggaran, dan dampak hukum.

BAB VIII PENYELESAIAN SENGKETA

Memuat Pasal 38 sampai dengan Pasal 39 tentang langkah-langkah menyelesaikan


sengketa.
BAB IX PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Memuat Pasal 40 sampai dengan 41.

BAB X PENYIDIKAN

Memuat Pasal 42 sampai dengan Pasal 44.

BAB XI KETENTUAN PIDANA

Memuat Pasal 45 sampai dengan Pasal 53.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Memuat Pasal 53 sampai dengan Pasal 54

Undang-undang ITE ini ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan
disahkan di Jakarta pada 21 April 2008 dan ditanda tangani oleh Presiden Republik
Indonesia, DR. Soesilo Bambang Yudhoyo dan Menteri Hukum dan HAM Republik
Indonesia, H. Andi Matalata .

Dampak Positif dan Negatif pada UU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bias disingkat


dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi
globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai
mempunyai sisi positif dan negatif.

1. Sisi Positif UU ITE

Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai
sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para
wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan
berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah
penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan
penduduk.

UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang


merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik
serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi
dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs
tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis
lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.

UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar


Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah
untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di
Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan
solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.

2. Sisi Negatif UU ITE

Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh
kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga
sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat
internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari onsumen
untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-
olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga
dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak
kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam
berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk mengeluarkan pendapat.

Contoh Pelanggaran UU ITE


1. Kasus Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik

a. Kasus seorang Ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari

Prita Mulyasari adalah seorang mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam
Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita mengeluh tidak mendapat
kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit pun tidak
memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta tidak memberikan
rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan
pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke
berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional
marah, dan merasa dicemarkan.

RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Dan waktu itupun
Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei
2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini melanggar 2 pasal
didalam UUD ITE, yaitu : Undang-Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008
tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: “Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”. Serta melanggar Undang-Undang
Nomor 11 pasal 29 tahun 2008 tentang UU ITE, yang berisi : “Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi “.

2. Kasus Pornografi

a. Kasus ini dialami oleh seorang perempuan dan laki-laki yang berasal dari
Karanganyar Jawa Tengah dengan status mereka yaitu berpacaran tanpa restu kedua
orangtua si perempuan. Akibat tidak adanya restu tersebut si laki-laki mengajak si
perempuan melakukan hubungan seksual atas kesepakatan mereka berdua. Hasil
rekaman hubungan seksual tersebut diserahkan pada orang tua perempuan dengan
maksud agar orang tua perempuan menyetujui pernikahan mereka. Akan tetapi ternyata
si laki-laki menggandakan video pada sebuah rental dan menyebarkan kepada teman-
temannya dan videonya diketahui Polsek Colomadu Karanganyar. .

Kasus ini melanggar UU ITE mengenai penyebaran video kesusilaan kasus ini
melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendstribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan”. Dan untuk ketentuan pidananya sendiri dijelaskan pada
Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

3. Kasus Perjudian Online

Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian.


Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam. Para pelaku melakukan
praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar
ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan 024-356XXXX. Mereka
melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan
bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang ditayangkan di televisi. Untuk setiap
petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang uang Rp 100 ribu bisa
mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online
adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Dan sanksi menjerat para pelaku
yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya
lebih dari 5 tahun.
Kasus yang dipaparkan diatas melanggar pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian”.

Вам также может понравиться