Вы находитесь на странице: 1из 14

PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN

CVA INTRACEREBRAL HAEMORRHAGE

Oleh:
dr. Sheila Nur Azizah

Pembimbing:
dr. Endah Woro Utami, MMRS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN V
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO
MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah
otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi (Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan
oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah
percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000). Survei Departemen
Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan
bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh
Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).

Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan


nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung
meningkatkan resiko terjadinya penyakit vaskular (penyakit jantung koroner, stroke, dan
penyakit arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan pengingkatan kasus
stroke baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan
umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5%
(umur >65tahun) ( RIKESDAS, 2008). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/ 100.000
penduduk, dan kecacatan 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki
lebih banyak daripada perempuan, dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-
64 tahun 54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif
dan usia lanjut, yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan
secara nasional (PERDOSSI, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi stroke ?
2. Apakah faktor resiko terjadinya stroke?
3. Apa saja klasifikasi dari stroke?
4. Bagaimana kriteria diagnosis stroke?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari stroke?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari penyakit stroke.
2. Mengetahui faktor resiko terjadinya stroke.
3. Mengetahui klasifikasi dari penyakit stroke
4. Mengetahui kriteria diagnosis penyakit stroke.
5. Mengetahui penatalaksanaan penyakit stroke.

1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pemahaman dokter internship mengenai definis, faktor resiko,
klasifikasi, kriteria diagnosis, serta penatalaksanaan dan memahami kasus yang
diangkat dalam penulisan portofolio ini.
2. Dokter internship dapat menerapkan ilmu yang dipelajari pada saat pelayanan di
masyarakat, sehingga status kesehatan masyarakat dapat menjadi lebih baik pada
masa yang akan datang.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian (Munir, 2015).
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler.

2.2 Epidemiologi

Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku dan
pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012). Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke,
semakin tua umurnya maka resiko terkena strokepun semakin tinggi. Penelitian WHO
MONICA menunjukan bahwa insiden stroke bervariasi antara 48 sampai 240 per 10000
per tahun pada populasi usia 45 sampai 54 tahun.

Pada 1053 kasus strokedi 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar
28.3%,sedangkan pada 780 kasus strokeiskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki.
Mortalitas pasien strokedi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah
penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke
iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid (Lamsudin, 1998). Penelitian prospektif
tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien strokedari 28 rumah sakit di Indonesia (Misbach,
2000). Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di
33 propinsi mendapatkan bahwa strokemerupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66%
di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007). Di Unit
Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus
terutama stroke iskemik akut. (Laporan Tahunan Unit Stroke, 2009).

2.3 Faktor resiko

Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku,
jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka
kemungkinan mendapatkan stroke dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor
resiko yang dipunyai makin tinggi pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan
faktor resiko yang dapat diubah merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang
yang keberadaannya dapat dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup
merupakan tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah
menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan
kejadian stroke berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung,
kebiasaan merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol,
diet, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke berulang
(Black & Hawks, 2009).

2.4 Klasifikasi Stroke

Stroke secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena aterosklerosis yang menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke suatu daerah di otak dan
merusaknya.
Secara patologi ada dua macam stroke, yaitu stroke sumbatan (stroke
trombosis/iskemik/non-hemoragik) dan stroke perdarahan (stroke hemoragik) (Michel, 2003
dalam Pinzon & Asanti, 2010).

1. Stroke Sumbatan (Stroke Trombosis/Iskemik/Non Hemoragik)


Stroke ini terjadi ketika pembuluh darah otak mengalami penyumbatan
(trombosis). Stroke sumbatan dibagi menjadi 2,yaitu:
a. Trombosis arteri/vena
Menurut Price, Sylvia A (2007), Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang
dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:
- Aterosklerosis dan arteriosklerosis
- Hiperkoagulasi dan polisitemia
- Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli merupakan trombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik .
Daerah yang paling sering menjadi tempat stroke emboli adalah 80%
pada sirkulasi anterior (cabang arteri carotis interna) dan 20% arteri
vertebrobasiler (Bennfante, 2004). Sumber yang dapat menimbulkan emboli
berasal dari trombus jantung (kondisi atrial fibrilasi, penyakit jantung rematik,
miocard infark, endokarditis), emboli lemak yang berasal dari fraktur tulang
panjang, emboli udara yang berasal dari dekompresi.
Saat emboli mencapai sirkulasi serebri, akan menyebabkan obstruksi
arteri yang memvaskularisasi otak tersebut sehingga terjadi iskemi pada
pembulu darah dalam area itu.
2. Stroke Perdarahan (Stroke Hemoragik)
Stroke perdarahan terjadi oleh karena pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah tertentu. Biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas. Menurut WHO,
dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem
10th Revision, stroke perdarahan dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
Mekanisme PIS yang sering terjadi adalah peningkatan tekanan darah.
Hipertensi kronis menyebabkan pembuluh darah mengalami perubahan patologik
(lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis, fibroid, dan mikroaneurisma pada arteria
perforans kecil di otak). Kenaikan tekanan darah secara mendadak dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan yang luas dapat menyebabkan destruksi jaringan otak, peningkatan
tekanan intrakranial, penurunan perfusi ke otak, gangguan drainase otak dan
herniasi otak (Samino, 2006).
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma saccular, fusiform, dan mikotik (50%), pecahnya malformasi
arteriovena atau AVM (10%), sisanya kelainan rongga arteri karena tumor dan
lainnya (Zebian, 2009).
Saat aneurisma ruptur, terjadi ekstravasasi darah dengan tekanan arteri masuk
ke ruang subarakhnoid dan dengan cepat menyebar melalui cairan serebrospinal
mengelilingi otak dan medulla spinalis, yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial global dan mengiritasi meningeal (Zebian, 2009).
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.

2.4 Kriteria Diagnosis

1. Manifestasi Klinis :

a. Stroke Infark pada Sistem Saraf Pusat

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.

- Infark total sirkulasi anterior (karotis):

o Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),


o Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),
o Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi
visuospasial (hemisfer nondominan).

- Infark parsial sirkulasi anterior:

o Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

- Infark lakunar:

o Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda menyebabkan

sindrom yang karakteristik.

- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

o Tanda-tanda lesi batang otak,

o Hemianopia homonim.
- Infark medulla spinalis (Price, 2005).

b) Perdarahan Intraserebral Spontan

Perdarahan intraserebral berlaku secara mendadak, ditandai dengan nyeri kepala


yang berat sewaktu melakukan pekerjaan. Gejala klinis stroke perdarahan intraserebral
meliputi kelemahan atau kelumpuhan setengah badan (hemiparese), kesemutan
(hemihiperestesi), hilang sensasi setengah badan, pelo (parese n VII dan N XII), afasia,
masalah penglihatan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan (Price, 2005)

c) Perdarahan Subarakhnoid

Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri kepala
mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan
tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada perdarahan yang lebih
berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada
funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan retina (Price, 2005).

2.Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Darah : darah lengkap, LED, GDA, kolesterol


 Elektrokardiografi : untuk melihat ada tidaknya miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi
yang dapat menjadi faktor resiko stroke.
 CT scan atau MRI : untuk membedakan apakah stroke disebabkan oleh suatu infark
ataupun perdarahan, dan untuk menyingkirkan diagnosa banding lesi akibat tumor
maupun abses yang memiliki gejala klinis mirip stroke.
 Cerebral Angiografi : Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh
darah yang terganggu.
 Echocardiografi : untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung yang dapat
menyebabkan stroke emboli.

Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara skoring
ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency Room) dapat digunakan pada stroke akut.
Sedangkan untuk membedakan apakah stroke tersebut merupakan stroke perdarahan
ataupun stroke iskemik dapat menggunakan skoring SIRIRAJ.

Tabel untuk membedakan stroke perdarahan dan stroke iskemik (PPK, 2017)
2.5 Penatalaksanaan Stroke

2.5.1 Penatalaksanaan Stroke secara umum

a. Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer


lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah
(termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi
Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang (Setyopranoto, 2011).

b.Stadium akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga (Setyopranoto, 2011).

c.Stadium lanjut

 Memodifikasi gaya hidup sehat :


 Memberi nasehat untuk tidak merokok
 Menghentikan konsumsi alkohol
 Mengurangi berat badan pada penderita obesitas
 Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA.
 Mengontrol faktor resiko :
 Tekanan darah
 Gula darah pada pasien DM
 Kolesterol
 Trigliserid
 Penyakit jantung
 Memberikan konseling dan edukasi
 Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga agar tidak terjadi kekambuhan
atau serangan stroke ulang
 Jika terjadi stroke berulang, harus segara mendapat pertolongan segera.
 Mengawasi agar pasien teratur minum obat
 Membantu pasien menghindari faktor resiko
 Merujuk pasien untuk melakukan latihan terapi di rehab medik (PPK, 2017).

2.5.2 Penatalaksanaan Stroke Infark

a.Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30’, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.

Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan
muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.

Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik ≥110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid (PERDOSSI, 2011).

b. Terapi khusus:
 Antithrombus :
 Trombolitik : recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA) diberikan pada
fase akut (< 3 jam) dosis 0,9-90mg/ kgBB, 10% dari dosis diberikan IV bolus
selama satu menit dan sisanya dilanjutkan dengan drip selama 1 jam
 Antiplatelet : aspirin 160-325mg/hari, clopidogrel (plavix) 75mg/ hari. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel terbukti mampu mencegah stroke infark.
 Neuroprotektan : citicolin dapat diberikan 2-4x250 mg/hari secara IV kemudian
dilanjutkan dengan 2x500-1000mg peroral. Pemberian neuroprotectan ini bermanfaat
untuk mencegah kerusakan neuron paska infark (Munir, 2015).

2.5.2 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


a. Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30’,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke
iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada strokei skemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran
napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas
(Setyopranoto, 2011).

b. Terapi khusus
 Tindakan bedah pada perdarahan intrakranial dilakukan bila :
 Pasien dengan perdarahan serebelar > 3cm3 dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 Perdarahan Intrakranial dengan lesi struktural seperti AVM atau angioma
cavernosa dioperasi bila mempunyai harapan outcome yang baik dan lesinya
terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar (>50cm3).
 Neuroprotektan dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator
 Pada kasus perdarahan subarakhnoid dapat diberikan profilaksis nimodipin 4x60 mg
oral selama 21 hari untuk mencegah vasospasme (Munir, 2015).

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari stroke :
 Kelainan Struktural Otak : abses otak, tumor otak, infeksi intrakranial (meningitis,
encephalitis)
 Gangguan Metabolik : hipoglikemi, HHS (Hiperosmolar Hiperglikemik State)
(Munir, 2015).

2.7 Komplikasi
Komplikasi stroke yang harus diwaspadai karena dapat mengakibatkan kematian dan
kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain komplikasi pada jantung, paru
(pneumonia), perdarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, dekubitus, trombosis vena
dalam, dan sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis terutama adalah edema otak dan
peningkatan tekanan intrakranial, kejang, serta transformasi perdarahan pada infark (PPK,
2017).
Pada umumnya, angka kematian dan kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang
terlambat (melewati therapeutic window) dan tidak ditangani dengan cepat dan tepat di
rumah sakit yang mempunyai fasilitas pelayanan stroke akut (PPK, 2017).
2.8 Prognosis
Prognosis pada penyakit stroke adalah dubia, tergantung luas dan letak dari lesi. Untuk
stroke perdarahan sebagian besar adalah dubia at malam. Penanganan yang lambat
berakibat angka kecacatan dan kematian tinggi (PPK, 2017).

Вам также может понравиться