Вы находитесь на странице: 1из 20

178

BAB X

PENDIDIKAN AGAMA DI INDONESIA

A. Kebijakan politik : Diternsi pendidikan Umum Dan Agama Di Indonesia.

Term kebijakan adalah bentuk nomina abstrak yang merupakan

turunan dari kata bijak dengan mendapat awalan ke dan akhiran an. Dalam

Kamus Besar Bahasa In-donesia, bijak berarti selalu menggunakan akal

budinya, pandai, mahir dan pandai ber-cakap-cakap, petah lidah.4 Adapun

kebijakan berarti pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis

pedoman untuk mencapai sasaran, garis haluan.5 Dalam bahasa Inggris,

kebijakan diartikan sebagai policy yang berarti plan of action (rencana

kegiatan) atau statemen of aims (pernyataan yang diarahkan).6

Anderson yang dikutip oleh Ali Imron mengemukakan bahwa

kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang

mesti diikuti oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.7

Budiardjo dalam buku yang sama ber-pendapat bahwa kebijakan adalah

sekumpulan keputusan yang diambil oleh sese-orang pelaku atau kelompok

politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-ca-ra untuk mencapai

tujuan tersebut.

Dalam Kamus Hukum, kebijakan diartikan sebagai rangkai konsep

dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan, kepemim-pinan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak


(tentang pemerintahan, or-ganisasi, dan sebagainya) pernyataan cita-cita,

tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam

usaha mencapai sasaran, garis halaun. 9 Dari pengertian-pengertian

terminologis tersebut, sesungguhnya untuk mem-berikan pengertian kebijakan

dapat digunakan berbagai sudut tinjauan. Pengertian itu dapat digunakan, baik

dari sudut proses, pelaksanaan, produk maupun dari sudut seni. Yang jelas

bahwa pihak-pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai keku-asaan untuk

melaksanakannya. Kebijakan tersebut merupakan aturan-aturan yang se-

mestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu, mengikat siapa pun yang

dimaksud untuk diikat oleh kebijakan tersebut.

Kata kebijakan yang dikaitkan dengan kata pendidikan maka akan

menjadi ke-bijakan pendidikan (educational policy). Pengertian kebijakan

pendidikan sebagaimana dikutip oleh Ali Imran dari Carter V. Good bahwa

kebijakan pendidikan adalah suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem

nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional.

Pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengoperasikan

pendidikan yang bersifat melembaga serta merupakan pe-rencanaan umum

yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan agar tujuan yang

bersifat melembaga dapat tercapai.10

Kebijakan pendidikan merupakan salah satu kebijakan negara di

samping kebi-jakan-kebijakan lainnya seperti ekonomi, politik, pertahanan,

agama dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dakatakan bahwa kebijakan

pendidikan merupakan sub sis-tem dari kebijakan negara atau pemerintah

179
secara keseluruhan. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap

Pendidikan Islam

Secara historis lembaga pendidikan Islam tertua yang ada di Indonesia

adalah pesantren. Terlepas dari pengaruh Hindu-Budha atau Arab, pesantren

merupakan produk interaksi dan akulturasi Islam dengan budaya dalam

konteks budaya asli.11 Pesantren saat itu masih dalam bentuk sederhana, salaf,

dan nonklasikal. Setelah pe-merintah kolonial, Belanda memperkenalkan

sistem klasikal, muncullah madrasah yang tidak hanya memuat pelajaran

agama, tetapi juga pelajaran umum. Selama pe-riode Belanda dan Jepang,

pendidikan Islam diorganisasikan oleh umat Islam sendiri melalui pendirian

sekolah swasta dan pusat-pusat latihan. Ketiga bentuk lembaga pendidikan

tersebut sampai saat ini masih tetap eksis.

Institusi pesantren, sekolah, dan madrasah di Indonesia memiliki

karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan satu dengan lainnya, khususnya

porsi materi pe-lajaran agama serta afiliasinya dengan kementerian terkait.

Pesantren, memuat materi agama secara dominan, sedangkan sekolah umum

memberikan alokasi waktu dua jam pelajaran agama dalam satu minggunya,

sementara madrasah sebelum tahun 1975 meliputi materi agama 70% dan

materi umum 30%. Setelah SKB 3 menteri pada tahun 1975, komposisinya di

balik menjadi 30% materi agama dan 70% materi umum. Meskipun demikian,

khusus untuk madrasah, pada tahun 1986 diselenggarakan mad-rasah pilot

project (MAN PK) yang mengikuti komposisi materi agama 70% dan materi

umum 30%.12 Keberadaan madrasah ini dibatasi hanya pada beberap daerah.

180
Dalam hal afiliasinya terhadap lembaga pemerintah, pesantren

merupakan ben-tuk lembaga pendidikan Islam mandiri yang umumnya

diselenggarakan oleh masya-rakat. Oleh karena itu, kurikulumnya dapat

berbeda antara satu pesantren dengan pesantren yang lain sebab progrm

pendidikannya disusun sendiri.13 Satuan pen-didikan, mulai jenjang SD,

SLTP, SMA, hingga perguruan tinggi berada di bawah Ke-menterian

Pendidikan Nasional. Sedangkan madrasah, baik tingkat MI, MTs, mupun MA,

dikelolah oleh Kementerian Agama. Adapun perguruan tinggi Agama saat ini,

sebahagian besar dikelolah oleh Kementerian Agama, kecuali Universitas

Islam Ne-geri yang berafiliasi ke Kementerian Agama dan Kementerian

Pendidikan Nasional, khususnya untuk jurusan atau prodi umum. Oleh karena

itu, kurikulum di sekolah dan madrasah bersifat sentral serta seragam secara

nasional, meskipun dalam bebe-rapa aspek terjadi desentralisasi kebijakan.

Perkembangan kelembagaan Pendidikan Islam ditangani oleh

Kementerian Agama melalui Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

yang dibentuk pada pada tahun 1978. Dalam hal ini, diadakan kategorisasi

kebijakan kelembagaan PAI dalam beberapa jenis. Pertama, PAI yang

diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pendidikan jalur luar sekolah seperti

pesantren. Kedua, PAI di perguruan agama Islam (dari MI, MTs., sampai MA)

Tinggi dan PAI di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Ketiga, PAI di

lingkungan sekolah umum (dari SD, SLTP, sampai SMA) dan PAI di

Perguruan Tinggi (PT).

181
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam jalur pendidikan luar

sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, eksistensinya pada masa

kolonial Belanda mengalami penekanan, tidak dapat tumbuh subur, tidak dapat

tumbuh tegak, bahkan direndahkan.14 Pesantren mendapat pengawasan ketat

melalui berbagai ordonasi yang diberlakukan oleh Belanda. Peran serta

pesantren pada masa ini sebatas pada praktek ibadah, dakwah, sosial, dan

pendidikan. Meskipun tidak diperkenankan ber-gerak di bidang politik, pada

perkembangan selanjutnya, pihak pesantren ikut serta berperan aktif dalam

pergerakan nasional dalam perlawanan terhadap penjajah. Hal ini lebih tampak

pada masa penjajahan Jepang.

Pada masa awal kemerdekaan, sebelum peresmian Kementerian

Agama pada tanggal 3 Januari 1946, BP KNIP menyampaikan usulan dan

rencana pengembangan kelembagaan agama Islam, baik di lingkungan

pesantren maupun madrasah kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan

Kebudayaan (PP&K). Di antara usulan itu adalah perbaikan kualitas pesantren

dan madrasah, modernisasi pengajarannya dan diberikan bantuan. Setelah

Kementerian Agama dibentuk dengan K.H. Wahid Ha-syim sebagai Menteri

Agama, perhatian terhadap pesantren semakin bertambah. Sis-wa, kiyai, dan

pesantren semakin bertambah banyak dan pada akhir periode Orde Baru jumlah

pesantren tercatat 8.376 buah. 15

Pesantren telah banyak melakukan modernisasi dengan

mengembangkan ben-tuk alternatif kelembagaannya. Tidak hanya aspek

kurikulum, manajemen, kegiatan, ataupun sistem pengajarannya yang

182
dikembanghkan, tetapi sebagian pesantren saat ini telah memadukan madrasah

ke dalam pesantren, bahkan, tidak sedikit di antara madrasah swasta yang ada

sekarang didirikan di lingkungan pesantren.

Pelaksanaan Pendidikan Islam di Perguruan Agama Islam dilakukan

di mad-rasah, baik negeri maupun swasta, mulai jenjang MI hingga PTAI.

Secara historis, eksistensi madrasah di Indonesia ada sejak awal abad XX, atau

paling cepat pada akhir abad XIX, berbarengan dengan munculnya ormas

Islam, seperti Muhammadi- yah dan Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini

dilatarbelakangi oleh penolakan usulan agar pelajaran agama Islam

dimasukkan sebagai mata pelajaran di perguruan umum oleh Belanda hingga

diberlakukannya ordonasi indische staatsregeling pasal 179 ayat 2 yang

menyatakan bahwa ‘pengajaran umum adalah netral’. Selain itu, juga karena

adanya tuntutan pembaruan pendidikan Islam secara internal, baik dari segi

metode maupun isi atau materi pelajaran.16 Sedangkan menurut Abuddin Nata,

kemunculan madrasah setidaknya didasari oleh lima hal yakni modernisasi

lembaga (khususnya masjid), perkembangan ilmu pengetahuan yang

memunculkan universitas, pemasyarakatan mazhab, perubahan politik

pemerintahan, dan perubahan orientasi pendidikan sebagai sebuah profesi.17

Setelah proklamasi kemerdekaan RI, madrasah berjalan sesuai dengan

kemam-puan para pengasuh dan masyarakat pendukungnya masing-masing.

BP KNPI menganjurkan agar pendidikan di madrasah berjalan terus dan

dipercepat, serta diberi subsidi. Di samping itu, ijazah dari madrasah swasta

183
(MIS) dihargai dan diakui sama dengan ijazah dari madrasah negeri (MIN)

serta tamatannya memiliki civil effect yang sama dengan madrasah negeri.

Pembaruan madrasah dimulai sejak Orde Lama (1945-1965). Tahun

1958/1959 misalnya, Kementerian Agama melakukan upaya pembaharuan

sistem pendidikan di madrasah dengan memperkenalkan madrasah wajib

belajar (MWB) dengan spe-sifikasi: lama belajar 8 tahun18 (berarti 8 kelas)

untuk murid usia 6 sampai 14 tahun, bertujuan untuk menunjang kemajuan

ekonomi, industri, dan transmigrasi; materi meliputi pengetahuan agama,

umum, dan keterampilan; dan berbasis pada pemba-ngunan masyarakat

pedesaan (rural development). Guna memenuhi tenaga guru MWB,

didirikanlah pusat pelatihan guru MWB di Pacet, Cianjur, Jawa Barat, pusat

pelatihan yang bersifat nasional. Peserta pelatihan adalah para tamatan PGAA

(Pendidika Guru Agama Atas) di seluruh Indonesia. Kurikulum pelatihan

mencakup pertanian, peter-nakan, perikanan, kerajinan, koperasi, pendidikan

olah raga, dan agama. Sayangnya, MWB ini tidak berjalan sebagaimana yang

diharapkan karena hanya bertahan bebe-rapa tahun karena faktor keterbatasan

sarana, peralatan, guru, respons masyarakat yang kurang, dan pihak

penyelenggara madrasah yang tidak profesional hinggga program ini tidak

berlanjut.

Pada masa awal Orde Baru antara tahun 1967-1970 dilakukan

penegerian di lingkungan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah

(MA) serta mengu-bah nama dan struktur madrasah negeri. Selanjutnya, tahun

1975, melalui SKB 3 Menteri,19 madrasah ditingkatkan mutu pendidikannya.

184
SKB 3 Menteri menempatkan pendidikan islam pada perguruan

agama menjadi sejajar dengan sekolah umum. Ijazah madrasah dinilai sama

dengan ijazah sekolah umum, lulusan madrasah dapat melanjutkan atau pindah

ke sekolah-sekolah umum mulai dari jenjang SD sampai PT. Di samping itu,

status dan kedudukan madrasah sama dengan sekolah. Konsekuensi SKB 3

Menteri ini adalah bahwa seluruh madra-sah harus melakukan perubahan

kurikulum, yakni 70% merupakan ilmu pengetahu-an umum dan 30% ilmu

pengetahuan agama dengan ini pula diharapkan LPI dapat.

B. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Di Indonesia

Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah Dengan Rahmat Tuhan Yang

Maha EsaMenteri Agama Republik Indonesia, Menimbang : bahwa dalam

rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan perlu menetapkan Peraturan

Menteri Agama tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

185
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama

dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4769);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Wajib Belajar

Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4769);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan

Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4941);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi

Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5016);

9. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan

Organisasi Kementerian Negara;

186
10. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan

Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi

Eselon I Kementerian Negara;

11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 Tahun

1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya;

12. Keputusan Menteri Agama Nomor 381 Tahun 1999 tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Pendidikan Agama dan

Angka Kreditnya;

13. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri

Agama Nomor 4/U/SKB/1999 dan Nomor 570 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Pendidikan Agama pada Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah di Lingkungan Pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

14. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Departemen Agama;

15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah;

17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang

Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;

187
18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : Peraturan menteri agama tentang pengelolaan pendidikan

agama pada sekolah.

BAB I KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Agama ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya

melalui mata pelajaran pada semua jalur, jenjang dan jenis Pendidikan

2. Sekolah adalah satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar

dan menengah yang mencakup TK, SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA,

SMALB, dan SMK.

3. Kurikulum Pendidikan Agama adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan agama yang mengacu pada Standar Isi dan Standar

Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran Agama dan Akhlak Mulia.

188
4. Evaluasi adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu

pendidikan agama terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban

penyelenggaraan pendidikan agama.

5. Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan

melalui tatap muka di dalam kelas dan kegiatan mandiri di luar kelas sesuai

dengan Standar Isi.

6. Kegiatan ekstrakurikuler adalah upaya pemantapan dan pengayaan

nilainilai dan norma serta pengembangan kepribadian, bakat dan minat

peserta didik pendidikan agama yang dilaksanakan di luar jam

intrakurikuler dalam bentuk tatap muka atau non tatap muka.

7. Guru Pendidikan Agama adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberi

teladan, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

8. Pembina Pendidikan Agama adalah seseorang yang memiliki kompetensi

di bidang agama yang ditugaskan oleh yang berwenang untuk mendidik

dan atau mengajar pendidikan agama pada sekolah.

9. Pengawas Pendidikan Agama adalah guru agama berstatus Pegawai Negeri

Sipil yang ditugaskan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan

pengawasan penyelenggaraan pendidikan agama pada sekolah.

10. Forum Komunikasi Guru Pendidikan Agama yang selajutnya disingkat

FKGPA adalah organisasi pembinaan profesi Guru Pendidikan Agama

pada TK.

189
11. Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama yang selanjutnya disingkat

KKGPA adalah organisasi pembinaan profesi Guru Pendidikan Agama

pada SD dan SDLB.

12. Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama yang selanjutnya

disingkat MGMP-PA adalah organisasi pembinaan profesi Guru

Pendidikan Agama pada SMP, SMPLB, SMA, SMALB, dan SMK.

13. Kelompok Kerja Pengawas yang selanjutnya disingkat POKJAWAS

Pendidikan Agama adalah organisasi pengembangan profesi Pengawas

Pendidikan Agama pada TK, SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA, SMALB,

dan SMK.

14. Komunitas Sekolah adalah warga sekolah yang mendukung proses

pencapaian tujuan pendidikan agama di sekolah yang mencakup unsur

pendidik dan tenaga kependidikan, komite sekolah dan siswa serta unsur

pelayanan yang ada di lingkungan sekolah.

15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab

terhadap pengelolaan pendidikan agama.

16. Menteri adalah Menteri Agama Republik Indonesia.

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Sebelum peneliti mengemukakan tujuan Pendidikan Agama tersebut

terlebih dahulu akan mengemukakan tujuan pendidikan secara umum. Tujuan

pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah

yang hendak dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan

190
Pendidikan Agama Islam, yang tercakup mata pelajaran akhlak mulia

dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak

mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari

pendidikan agama. Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan

kualifikasi, pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak

didik setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi

mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab

tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.

Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan

dengan tujuan Pendidikan Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan

peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama itu menjadi dua bagian dengan

uraian sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai

kwalitas yang disebutkan oleh Al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi

pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

191
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah

menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum

dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama

bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi

muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah

dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan

dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama

itu.

Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam

adalah terwujudnya manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa

tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat

at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua

manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh

manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah atau

dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu

merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh

Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada

Allah, ini diketahui dari surat Al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi : Artinya

192
: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka

beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat, 56)

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang

disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan

jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan

Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda,

seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan

Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan

Pendidikan Agama di perguruan tinggi.

Tujuan khusus pendidikan seperti di SLTP adalah untuk

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut

serta meningkatkan tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai

kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf.

Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan

menjawukan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan

namimah serta memahami dan meneladani tata cara mandi wajib dan

shalat-shalat wajib maupun shalat sunat (Riyanto, 2006 : 160).

Sedangkan tujuan lain untuk menjadikan anak didik agar menjadi

pemeluk agama yang aktif dan menjadi masyarakat atau warga negara

yang baik dimana keduanya itu terpadu untuk mewujudkan apa yang

193
dicita-citakan merupakan suatu hakekat, sehingga setiap pemeluk agama

yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik,

terciptalah warga negara yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang

Maha Esa

D. Sistem Pendidikan Islam Di Indonesia

Membicarakan system pendidikan Islam di Indonesia kita tidak bisa

melepaskan diri dari perjalanan sejarah perkembangan islam di Indonesia itu

sendiri. Untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan Islam di Indonesia,

akan ditelusuri dari sudut sejarah perkembangannya, dapat diuraikan berturut-

turut sebagai berikut.

Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan

Islam dilaksanakan secara informal. Pendidikan dan pengajaran Islam secara

informal ini ternyata membawa hasil yang sangat baik sekali dan bahkan

menakjubkan. Karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama Islam

diseluruh kepulauan Indonesia, mulai sabang sampai Maluku.

Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan dalam

keluarga sudah diakui keampuhannya dalam menanamkan senalam sendi-sendi

agama dalam jiwa anak-anak. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan

shalat dengan berjamaah, berpuasa dibulan ramadhan, dan lain-lain.

Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat, yang kemudian

dikenal dengan pendidikan non-formal, ternyata mampu menyediakan kondisi

194
yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam untuk

menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan sempurna.

Dalam bentuk permulaan, pendidikan agama Islam disurau atau

dimesjid masih sederhana. Tempat-tempat pendidikan yang seperti inilah yang

menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren dan

pendidikan Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang

berdasar keagamaan.

E. Pendidikan Agama dalam UU Sistem Pendidikan Nasional

UU Sisdiknas mengatur pendidikan melalui dua bentuk utama

penyelenggaraan pendidikan saruan dan pogram pendidikan. Satuan

pendidikan digunakan untuk pendidikan formal, sperti SD, MI dll. Sedangkan

program pendidikan digunakan untuk nonformal, misalnya program-program

dalam kursus dan pelatihan, namun terkadang juga untuk formal. Misalnya

dalam perguruan tinggi. Uniknya bukanlah satuan dan bukan pula program.

Pesantren dalam hal itu menjadi semacam lembaga yang didalamnya

diselenggarakan berbagai satuan pendidikan atau pogram pendidikan.

Jadi, jika pesantren diambil dari sisi pendidikannya saja, maka satuan

atau pogram pendidikan pesantren dapat dibagi menjadi dua:

Pertama, satuan dan program sudah ikut pemerintah, mislanya

misalnyapesantren menyelenggarakan SD, MI, SMK, SMA, atau perguruan

tinggi umum.

Kedua, satuan atau program yang selama ini tidak mengikuti aturan

maupun kurikulum Negara. Misalnya Madrasah diniah, kuliyatul muallimin,

195
diniyah safiah, majlis taklim, dll. Kemasyrakatan yang sering diselenggarakan

pesantren, namun dalam UU Sisdiknas dimasukkan kedalam salah satu bentuk

pendidikan, yaitu pendidikan nonformal

F. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum ( SD, SLTP, SLTA, PT )

Peraturan resmi pertama tentang pendidikan agama di sekolah umum,

dicantumkan dalam Undang-Undang Pendidikan tahun 1950 No. 4 dan

Undang-Undang Pendidikan tahun 1954 No. 20, (tahun 1950 hanya berlaku

untuk Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta)

Sebelumnya ada ketetapan bersama Departemen PKK dan

Departemen Agama yang dikeluarkan pada 20 Januari Tahun 1951. Ketetapan

itu menegaskan bahwa :

1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat selama 2 jam

per minggu. Di lingkungan istimewa, pendidikan agama dapat di mulai dari

kelas 1 dan jam pelajarannya boleh ditambah sesuai kebutuhan, tetapi

catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang

dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan

mulai kelas IV.

2. Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan

kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.

3. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sebanyak 10 orang dalam

1 kelas dan mendapat izin dari orang tua dan walinya.

196
4. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan

agama ditanggung oleh Departemen Agama.

197

Вам также может понравиться