Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara
maju,dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-
penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh
belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat,pada populasi
di atas umur 65 tahun,persentase orang dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar
demensia) meningkat dua kali lipat setiap pertambahan umur lima tahun. Tanpa
pencegahan dan pengobatan yang memadai,jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer
di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang
pada tahun 2050.1
Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien dengan penyakit Alzheimer juga
sangat luar biasa,sekitar US$83,9 milyar sampai US$100 milyar pertahun (data di
Amerika Serikat tahun 1996). Biaya-biaya tersebut selain meliputi biaya
medis,perawatan jangka-panjang,dan perawatan di rumah,juga perlu diperhitungkan
hilangnya produktivitas pramuwerdha. Dari segi sosial,keterlibatan emosional pasien
dan keluarganya juga patut menadi pertimbangan karena akan menjadi sumber
morbiditas yang bermakna,antara lain akan mengalami stres psikologis yang
bermakna.1
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari
karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun
perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan
fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan
berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang
sudah menua. Akibatnya,penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya
mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada
ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan
deteksi dini terhadap munculnya demensia,karena ternyata berbagai penelitian telah
menunjukkan bila gejala-gejala peurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat
dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif
agar tidak jatuh pada keadaan demensia.2
Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan fungsi
kognitif dan demensia awal,dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai peran
yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan
penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko (seperti
hipertensi,diabetes melitus,strok,riwayat keluarga,dan lain-lain) berhubungan dnegan
penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada sebagian orang usia lanjut,maka
diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan upaya-upaya
pencegahan timbulnya demensia pada pasien-pasiennya. Selain itu,bila ditemukan
gejala awal penurunan fungsi kognitif pasien yang disertai beberapa faktor yang
mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif pasien maka seprah dokter dapat
merencanakan berbagai upaya untuk memodifikasinya,baik secara farmakologis
maupun non-farmakologis.1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dalam kepaniteraan klinik senior ilmu penyakit syaraf di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan.
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia dimana demensia
adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit
otak,yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.Pasien dengan
demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti
berpikir abstrak,penilaian,kepribadian,bahasa,praksis,dan visuospasial. Defisit yang
terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara
bermakna.2
2.2 Epidemiologi
Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah
usia 65 tahun,prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertumbuhan usia
lima tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari
60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa
adalah penyakit Alzheimer,sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular.1
Dari seluruh penuduk sentenarian di Jepang,70% mengalami demensia dengan
76%-nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi
penyakit Alzheimer meningkat secara eksponensial seiring bertambahnya
umur,walaupun terjadi penurunan insidensi pada usia 95 tahun yang diduga karena
terbatasnya jumlah subyek di atas usia 90 tahun.1
Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien adalah perempuan). Hal ini disebabkan
perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih
mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutkan
berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer. Faktor-faktor risiko lain yang
dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah
hiperetensi,diabetes melitus,dislipidemia,serta berbagai faktor risiko timbulnya
aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.1
Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21,koromosim
14,dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer.
Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel e4 dari Apolipoprotein E pada lebih dari
30% pasien dengan penyakit ini mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan
pada munculnya penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota
keluarga tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit
Alzheimer,walaupun sebagaian besar pasien tidak mempunyai riwayat keluarga yang
positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya demensianamun munculnya
alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah seseorang menderita penyakit
Alzheimer.3
2.4 Diagnosis
Menegakkan penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti,serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat. Untuk diagnosis
klinis penyakit Alzheimer diterbitkan suatu konsensus oleh the National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer’s
Disease and Related Disorders Association (ADRDA) (Tabel 1)
2.4.1 Anamnesis
Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset),lamanya,dan bagaimana laju progresi
penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori
yang berlangsung lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita penyakit
Alzheimer. Hampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala memori,tetapi
gejala awal juga dapat meliputi kesulitan mengurus keuangan, berbelanja,mengikuti
perintah,menemukan kata,atau mengemudi. Perubahan
kepribadian,disinhibisi,peningkatan berat badan atau obsesi terhadap makanan
mengarah pada fronto-temporal dementia (FTD),bukan penyakit Alzheimer. Pada pasien
yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah demensia yang
terjadi adalah penyakit Alzheimer,demensia multi-infark,atau campuran keduanya.3
Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia,makan anamnesis harus
diarahkan pula pada berbagai fator risiko seperti trauma kepala berulang,infeksi
susunan saraf pusat akibat sifilis,konsumsi alkohol berlebihan,intoksikasi bahan kimia
pada pekerja pabrik,serta penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif dan
tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian dari evaluasi,mengingat
bahwa pada penyakit Alzheimer terdapat kecenderungan familial1
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan Umum
Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah
mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang
nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya. Bila pasien cenderung
depresi ketimbang demensia,maka depresi harus diatasi dengan adekuat. Anti depresi
yang mempunyai efek samping minimal terhadap fungsi kognitif,seperti serotonin
selective receptors inhibitor(SSRI),lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan
gejala depresi.1
Imobilisasi,asupan makanan yang kurang,nyeri,konstipasi,infeksi,dan intoksikasi
obat adalah beberapa faktor yang dapat mencetuskan gangguan perilaku,dan bila
diatasi maka tidak perlu memberikan obat-obatan antipsikosis.
Dalam mengelola pasien dengan demensia,perlu pula diperhatikan upaya-upaya
mempertahankan kondisi fisik atau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi
demensia,maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan
infeksi saluran nafas bagian atas,septikemia,ulkus dekubitus,fraktur,dan berbagai
masalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien
dengan demensia. Pada stadium awal penyakit,seorang dokter harus mengusahakan
berbagai aktivitas dalam rangka mempertahankan status kesehatan pasien,seperti
melakukan latihan,mengendalikan hipertensi dan berbagai penyakit lain,memperhatikan
higiene mulut dan gigi,serta mengupayakan kaca mata dan alat bantu dengar bila
terdapat gangguan penglihatan atau pendengaran. Pada fase lanjut
demensia,merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien
seperti nutrisi,hidrasi,mobilisasi,dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus.2
Kerja sama yang baik antara dokter dengan pramuwerdha juga sangat penting
dalam pengelolaan secara paripurna pasien dengan demensia.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia
2. Penyakit Alzheimer ditegakkan melalui pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti,serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat
3. Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti tinggi
efektivitasnya
3.2 Saran
1. Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang penyakit
Alzheimer
2. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit di dalam memberikan
penyuluhan atau petunjuk tentang penyakit Alzheimer.
Daftar Pustaka
1. Bird TD,Miller BL.Alzheimer’s disease and other dementias.Dalam: Kasper DL,Braunwald
E,Fauci AS,Hauser SL,Longo DL,penyunting. Harrison’s Principles of Internal
Medicine,Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division;2005.h.2393-
406
2. Cummings JL. Alzheimer’s disease. N Engl J Med. 2004;351:56-67
http://nurse-edy-poltekkes.blogspot.com/2013/06/asuhan-keperawatan-alzheimer.html