Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MELALUI UNIVERSALISME
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Teori Sosial Indonesia
Disusun oleh:
Mauladi Saputra
NIM. 16416241035
2017
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
Bab II
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6
A. Universalisme dan Kosmopolitanisme Islam ......................................................... 6
B. Pemikiran Para Ahli Indonesia Mengenai Universalisme Islam ........................... 10
1. Abdurrahman Wahid ......................................................................................... 10
2. Nurcholish Madjid ............................................................................................ 12
3. Kuntowijoyo ..................................................................................................... 20
C. Tahap – tahap Kesadaran Sosial umat Islam Indonesia ........................................ 23
BAB III
PENUTUP........................................................................................................................ 30
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 32
LAMPIRAN..................................................................................................................... 34
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama rahmatan li al-Alamin memanifestasikan
keuniversalannya dalam bidang kehidupan manusia. Universal dimaksud
adalah bahwa risalah Islam ditujukan untuk semua umat, segenap ras dan
bangsa serta untuk semua lapisan masyarakat . Bukan risalah untuk bangsa
tertentu yang beranggapan bahwa bangsanya yang terpilih , dan karenanya
semua manusia harus tunduk kepadanya. Universalisme Islam
menampakkan diri dari berbagai manifestasi penting, dan yang terbaik
adalah ajaran-ajarannya. Ajaran-ajaran Islam yang mencakup aspek akidah,
syari’ah dan akhlak ( yang sering kali disempitkan oleh sebagian
masyarakat menjadi hanya kesusilaan dan sikap hidup ) . Hal ini dapat
dilihat dari enam tujuan umum syari’ah yaitu : menjamin keselamatan
agama, badan, akal, keterunan, harta dan kehormatan. Selain itu risalah
Islam juga menampilkan nilai-nilai kemasyarakatan ( social values ) yang
luhur, yang bisa dikatakan sebagai tujuan dasar syari’ah yaitu: keadilan,
ukhuwah, kebebasan dan kehormatan. Semuanya ini akhirnya bermuara
pada keadilan social dalam arti yang sebenarnya.
Di Indonesia misalnya, sebagai suatu bangsa yang mempunyai
tingkat hiterogenitas tertinggi secara fisik ( negara kepulauan ) maupun
dalam soal keragaman suku, bahasa, daerah, agama dan adat istiadat, maka
dengan sendirinya manifestasi dan ekspresi keberagamannya bervariasi
sejalan dengan kondisi keberagamannya budaya yang ada. Muncul antara
yang kebarat-baratan, kearab-araban dan ketradisian-ketradisian sebagai
sesuatu yang sulit dihindari . Persoalannya adalah bagaimana kita bisa
menghadapinya kemudian menumbuhkan kesadaran sosial umat islam akan
risalah islam ini.
4
Dalam makalah ini penulis akan mengali lebih dalam mengenai
universalisme islam. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
menumbuhkan betapa pentingnya kesadaran sosial umat islam di Indonesia
mengenai universalisme islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi pokok permasalahan
menumbuhkan kesadaran sosial umat islam melalui universalisme islam.
1. Apa itu Universalisme dan kosmpolitanisme islam?
2. Bagaimana pemikiran para ahli Indonesia mengenai Universalisme
islam?
3. Bagaimana tahap – tahap kesadaran sosial umat islam Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui universalisme sebagai kerangka.
2. Untuk mengetahui pemikiran para ahli Indonesia mengenai
Universalisme islam.
3. Untuk mengetahui tahap – tahap kesadaran sosial umat islam
Indonesia?
5
Bab II
PEMBAHASAN
6
Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi
penting, dan yang terbaik adalah dalam ajaran-ajarannya. Ajaran-ajaran
Islam yang mencakup aspekakidah, syari'ah dan akhlak sering dianggap
oleh sebagian masyarakat menjadi aturan kesusilaan dan sikap hidup dan
terfokus dengan masalah kemanusiaan . Hal ini dapat dilihat dari enam
tujuan umumsyari'ahyaitu; menjamin keselamatan agama, badan, akal,
keturunan harta dan kehormatan. Selain itu risalah Islam juga menampilkan
nilai-nilai kemasyarakatan (social values) yang luhur, yang bisa di katakan
sebagai tujuan dasar syari'ah yaitu; keadilan, ukhuwwah, takaful, kebebasan
dan kehormatan (Yusuf Qardhawi, 1993 : 61). Pada kesimpulannya semua
bermuara pada keadilan sosial dalam arti sebenarnya.
7
bahwa setiap manusia merupakan komunitas dunia meskipun batas teritori
negara tidak dapat dihilangkan.
8
material seperti seni arsitektur bangunan dan sebagainya.Pada masa awal
Islam, Rasulullah Saw berkhutbah hanya dinaungi sebuah pelepah
kurma.Kemudian, tatkala kuantitas kaum muslimin mulai bertambah
banyak, dipanggillah seorang tukang kayu Romawi.Ia membuatkan untuk
Nabi sebuah mimbar dengan tiga tingkatan yang dipakai untuk khutbah
Jumat dan munasabah - munasabah lainnya. Kemudian dalam perang
Ahzab, Rasul menerima saran Salman al-Farisy untuk membuat parit
(khandaq) di sekitar Madinah. Metode ini adalah salah satu metode
pertahanan ala Persi.Rasul mengagumi dan melaksanakan saran itu. Beliau
tidak mengatakan:"Ini metode Majusi, kita tidak memakainya!". Para
sahabat juga meniru manajemen administrasi dan keuangan dari Persi,
Romawi dan lainnya. Mereka tidak ! keberatan dengan hal itu selama
menciptakan kemashlahatan dan tidak bertentangan dengan nas. Sistem
pajak jaman itu diadopsi dari Persi sedang sistem perkantoran (diwan)
berasal dari Romawi (Qardhawi, 1993 : 253).
9
B. Pemikiran Para Ahli Indonesia Mengenai Universalisme Islam
1. Abdurrahman Wahid
10
– nilai yang ada dalam islam. Dikatakan universal karena menjadi bagian
dari tujuan syariat islam. Nilai ini terdapat dalam perlindungan terhadap
lima hak dasar manusia yaitu perlindungan atas hak hidup, hak beragama,
hak berpikir, hak kepemilikan dan berkeluarga.
11
Menurut Abdurrahman Wahid, agama dan budaya adalah dua entitas
yang berbeda. Agama berasal dari wahyu, bersifat normatif dan cenderung
permanen, sementara bdudaya merupakan kreasi manusia yang besifat
dinamis. Namun demikian bidang garapan sesungguhnya tumpang tindih
satu sama lain. Perbedaan ini bukan berarti harus memisahkan mereka dari
level manifestasi kehidupan (Wahid, 2001 : 117)
2. Nurcholish Madjid
12
dasar semua agama yang benar adalah sarna,yaitu mengesakan Allah (at-
Tauhid) dan bersikap pasrah terhadap-Nya (al-Islam). Karena itu beragama
tanpa sikap pasrah kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dengan sendirinya,
adalah palsu. Maka beriman kepada Allah dan bersikap pasrah kepada-Nya
adalah sebagai titik temu, common flatform, atau “kalimah sawa'” antar
agama. Allah adalah sumber kebenaran mutlak, maka cara beragama yang
baik adalah dengan dilandasi oleh semangat pencarian kebenaran (al-
Hanafiyyah al-Samhah) yang lapang, terbuka dan non sektarian. Setiap
orang berarti bersikap mempunyai caranya optimis kepada manusia. Begitu
juga dengan prinsip universalisme Islam, dengan memberi makna al-islam
secara generik yaitu pasrah terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah
memberikan landasan teologi baru yang kukuh terhadap pluralism bagi
kehidupan keagamaan di Indonesia. Dari pemahaman makna Tauhid konsep
universalisme Islam akan membawa pada pengertian bahwa pluralisme
agama adalah Sunnatullah yang telah ditetapkan kepada manusia. Begitu
juga akan membawa pada pemahaman kita terhadap konsep ahli kitab.
Dimana yang termasuk ahli kitab tidak hanya untuk Yahudi dan Nasrani,
tetapi juga agama-agama yang lain. Selain itu, Nurcholish juga
menganjurkan terhadap umat Islam di era modern ini untuk melihat kembali
sejarah Islam dan mengambil inti sari dari sejarah itu sendiri. (Dhillah,
Fihif,2003)
13
nilai-nilai universal selalu ada pada inti ajaran agama yang mempertemukan
seluruh umat manusia. Menurutnya, nilai-nilai universal itu harus dikaitkan
kepada kondisi nyata ruang dan waktu agar memiliki kekuatan efektif dalam
masyarakat, sebagai dasar etika sosial.
14
Dalam kaitan ini, Nurcholish Madjid mengatakan harus
mengintegrasikan nilai-nilai universal tersebut dengan sinaran situasi nyata
ruang dan waktu yang partikular. Baginya, keyakinan bahwa Islam adalah
ajaran yang universal, termasuk menjadi inti dari agama-agama, membawa
implikasi bahwa ia dapat diberlakukan kepada semua tempat dan waktu.
Kebenaran dapat ditemukan kepada setiap bangsa dan masa, kapan saja
dimana saja. (Madjid, 1995 : 17) .Memandang penting untuk meletakkan
sisi-sisi keuniversalan ajaran dalam kerangka dialog kultural dengan situasi
dimana ia termanifestasikan oleh pemeluknya. Suatu kenyataan akan
muncul ekspresi dan manifestasi keberagaman seseorang atau sekelompok
orang dalam masyarakat yang beragam atau bervariasi sejalan dengan
budaya dan watak manusia yang menerimanya ( Nurcholish Madjid, Islam
Agama Kemanusiaan, 1995, h. 38) . Di Indonesia misalnya, sebagai suatu
bangsa yang mempunyai tingkat heterogenitas tertinggi secara fisik (negara
kepulauan) maupun dalam soal keragaman suku, bahasa, daerah, agama,
dan adat istiadat, maka dengan sendirinya manifestasi dan ekspresi
keberagamannya bervariasi sejalan dengan kondisi beragamnya budaya
yang ada. Muncul antara yang kebarat-baratan, kearab-araban dan
ketradisian-tradisian sebagai sesuatu yang sulit dihindari. Persoalannya
apakah ekspresi dan manifestasi keberagaman yang merupakan hasil dialog
kultural antara keuniversalan Islam dengan kekhasan suatu kawasan itu
absah atau tidak, dan seberapa jauh tingkat keberlakuannya. Haruskah
dianggap sebagai ekspresi dan manifestasi keagamaan yang serta merta
mesti bernilai mutlak sehingga mesti pula berlaku di semua tempat.
(Madjid, 1995 : 36).
15
ordinate terhadap agama, namun tidak pernah terjadi sebaliknya, yaitu
agama berdasarkan budaya. Maka, agama adalah absolut, berlaku untuk
setiap ruang dan waktu, dan budaya adalah relatif, terbatasi oleh ruang dan
waktu (Madjid, 1995 : 45). Persoalannya bukan terletak perkara apakah
suatu hasil dialog antara keuniversalan Islam dengan kekhasan suatu
kawasan dan zaman itu absah atau tidak, melainkan setiap hasil dialog
kultural dari kedua aspek: universal-partikular atau kulli-juz’i, tidak absah,
tetapi juga merupakan kreativitas kultural yang berharga. Dengan
kreativitas itulah suatu sistem ajaran universal seperti agama menemukan
relevansinya dengan tuntutan khusus yang nyata para pemeluknya, menurut
ruang dan waktu, serta dengan begitu menemukan dinamika dan vitalitasnya
(Madjid, 1995 : 39).
16
Pemikiran universalisme Islam berangkat dari isyarat Al-Qur’an,
misalnya Qs. Saba (34):28 dan al-Anbiya (21):107.Sehubungan dengan ini
Nurcholis Madjid menegaskan bahwa yang pertama-tama menjadi sumber
ide tentang universalisme Islam ialah pengertian perkataan “islam” itu
sendiri. Term “Islam” di sini diartikan diartikan sebagai sikap pasrah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang dibawa para Rosul secara silih
berganti dalam sejarah umat manusia untuk menyamppaikan pesan yang
sama yaitu “Islam”.
17
maka dituntut inklusivisme Islam. Inklusivisme Islam adalah sikap yang
mesti dimilki umat Islam yang hidup di tengah masyarakat yang plural.
Inklusivisme Islam adalah implementasi dari azas pluralisme dan toleransi,
bersifat demokratis dan terbuka sehingga Islam itu secara substansial
dimiliki oleh semua agama sebagaimana yang dibawa Rosul sebelum
Muhammad. Oleh sebab itu, dalam pandangan Nurcholis Madjid, prinsip-
prinip Islam dimiliki semua ajaran yang benar yakni, semuanya
mengajarkan sikap pasrah kepada Sang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha
Esa.( Yasmadi, 2002 : 35)
Karena merupaka inti semua agama yang benar, maka al-Islam atau
pasrah kepada Tuhan adalah pangkal adanya hidayah Ilahi kepada
seseorang. Hal ini menjadi landasan universal kehidupan manusia yang
berlaku untuk setiap orang, disetiap tempat dan waktu. Al-Islam (sikap
pasrah pada Tuhan) menjadi titik temu semua agama-agama yang ada.
Artinya semua agama berkeyakinan dab memiliki prinsip yang sama yaitu
kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berangkat dari pemahaman Qs, Ali Imron (3):52 dan Qs. Al-maidah
(5):44, Nurcholis Mdjid berpendapat bahwa Islam merupakan titik temu
semua ajara yang benar, maka diantara sesama penganut yang tulus akan
ajaran itu pada prinsipnya harus dibina hubungan dan pergaulan yang
sebaik-baiknya. Sebab, seluruh umat pemeluk agama adalah umat yang
tunggal. Ini dikarenakan oleh inti ajaran agama yang disampaikan Alloh
18
kepada nabi Muhammad adalah sama dengan inti ajaran yang disampaikan
oleh-Nya kepada semua Nabi (Yasmadi, 2002) hal : 36).
19
karenanya, dengan sangat liberal Nurcholish Madjid mempertegas
Pancasila dapat dipandang sepenuhnya sebagai “titik temu” antar umat yang
berbeda-beda, hal itu merupakan perintah agama.
3. Kuntowijoyo
20
kemungkaran. Dalam konteks kekhalifahan bertingkat, mereka termasuk
kaum cendekiawan yang merupakan golongan kecil yang harus kreatif
mampu mencandra arah perjalanan sejarah, mengubahnya, dan menjadi
ujung tombanknya (Kuntowijoyo, 1993 : 121).
Memang misi Nabi itu adalah missi profetik, misi kenabian. Itulah
sebabnya mengapa ia memilih untuk turun kembali ke dunia, ke tengah
kancah sejarah untuk melakukan perubahan. Kaum intelektual adalah para
pewaris Nabi. Mereka tidak boleh berpangku tangan dan dunia
membutuhkan kreatifitasnya. Al-Quran memerintahkan agar kaum
cendekiawan berpartisipasi untuk amar ma’ruf nahi munkar. Kaum
cendekiawan Muslim harus menghadapkan tauhid kepada sejarah. Mereka
harus memiliki cita-cita ketuhanan yang dialektis, di mana tauhid akan
ditempatkan sebagai pemberi arah di dalam proses sejarah (Kuntowijoyo,
1993:131).
21
mengarahkan kekuatan-kekuatan sosio kultural sesuai dengan cita-cita
tauhid (Kuntowijoyo, 1993: 132).
22
universal yang ada di mana-mana-- dan rasionalisme Islam
(Kuntowijoyo, 1993: 42-43).
23
disebut sebagai kesadaran mistik-religius. Kesadaran ini tergambar
dalam perlawanannya terhadap kekuatan kolonial dengan diperkuat
oleh ideologi yang bersifat utopia. Disebut utopia, karena umat Islam
tidak merumuskan pikiran-pikirannya berdasarkan aktualitas
sejarah, melainkan berdasarlan kepada berbagai mitos, pandangan -
pandangan mistik mengenai masyarakat yang dapat dirumusakan misalnya
dalam cita-cita Ratu Adil (Kuntowijoyo, 1993: 22).
24
tradisional dimonopoli oleh umat Islam. Pada periode ini kesadaran
umat Islam mulai berubah. Jika sebelumnya umat Islam mempunyai
kesadaran mistis dan utopia, kini umat Islam mulai mencoba
merumuskan ideologi.
25
1918 di Indonesia didirikan ‘Tentara Kanjeng Nabi Muhammad’. (Nasiwan,
Yuyun . 2016 : 115)
26
adalah munculnya konflik sepanjang rentang waktu antara tahun
1945 sampai tahun 1965. Pada masa ini, umat Islam memasuki babak
baru, yaitu ikut serta dalam pelaksanaan Pemilihan Umum, ikut
dalam DPR/MPR, Badan-badan Pemerintahan, dan lain-lain. Umat
Islam benar-benar aktif sebagai warga negara.
27
maka akan dapat dilahairkan teori sosial mengenai revolusi atau
mengenai perubahan sosial.
28
melainkan harus memperhatikan dan mengontrol perilaku sistem
tersebut.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
30
bangsa tertentu yang beranggapan bahwa dialah bangsa yang terpilih,
karena semua manusia pada hakikatnya harus tunduk kepada – Nya.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Naim, Ngainun. 2016. “Abdurrahman Wahid: Universalisme Islam
dan Toleransi”, Tulung Agung, Jawa Timur. IAIN. Vol 10
halaman 423 – 444
33
LAMPIRAN
34