Вы находитесь на странице: 1из 8

Identifikasi Gas Sand Di Laut Dalam

(Deep Water) Selat Makasar Dengan


Menggunakan Atribut Seismik Sweetness

Humbang Purba
Suprajitno Munadi

Abstrak
Sweetness merupakan salah satu atribut seismik non-konvensional yang digunakan
untuk mendeteksi reservoar gas pasir. Atribut ini diperoleh dari pembagian antara
kuat refleksi dengan akar dari frekuensi sesaat. Atribut ini digunakan untuk
mendelineasi penyebaran reservoar gas dengan tipe reservoar batupasir yang baik
di sekitar sumur laut dalam NK-1, NK-2, dan NK-3 di blok PSC Muara Bakau,
cekungan Kutai. Sebagai daerah target yaitu horison pada level-4 dan keberadaan
gas ditunjukkan dengan nilai sweetness yang tinggi, yaitu berkisar antara 4000 –
6900. Analisis atribut ini kemudian dibandingkan dengan atribut konvensional, yaitu
RMS amlitude. Hasilnya menunjukkan bahwa selain mendeteksi adanya reservoar
batupasir, sweetness juga mengidentifikasi perbedaan impedansi akustik antara
batupasir dan serpih.

Keyword : Sweetness, reservoir, atribut seismik, fase sesaat, kuat refleksi

Abstract
Sweetness is one of unconventional seismic attributes to define gas sand reservoir
and its distribution. It was derived by dividing the reflection strength (also known as
instantaneous amplitude or amplitude envelope) by the square root of instantaneous
frequency. This attribute was applied for gas delineating at NK-1, NK-2, NK-3 well
deep water in Muara Bakau PSC block, Kutai basin with excellent for reservoir sand.
It was identified by making horizon at level 4 and the presence of gas in the reservoir
was associated with high sweetness which has value between 4000 – 6900. This
result was combined to RMS amplitude (conventional seismic attribute) and we
evaluated that sweetness is helpful not only to detect sand gas distribution but also to
identify acoustic impedance contrast between sand and shale.

Kata kunci : Sweetness, reservoar, seismic attribute, instantaneous frequency,


reflection strength

1
Pendahuluan
Pada era tahun 1980 sampai 1990, hidrokarbon banyak diproduksi dari
reservoar batupasir. Metode konvensional yang digunakan selama ini untuk
mendelineasi distribusi reservoar memiliki keterbatasan jika reservoar tersebut
memiliki heterogenitas yang tinggi. Radovich dan Oliveros (1998) pertama kali
memperkenalkan atribut seismik non-konvensional sweetness untuk membantu
permasalahan tersebut. Beberapa abstrak dan artikel juga diterbitkan untuk
menjelaskan atribut ini (Goff, 2004; Choo et al., 2006; McGrory et al).
Sweetness salah satu atribut seismik yang berguna untuk mendeteksi channel
pada lingkungan pengendapan laut dalam (Hart, 2008) dan juga mendeteksi
hidrokarbon pada reservoar karbonat, isi fluida, dan batas kontak fluida (Aurora
2009). Lebih jauh lagi, untuk kasus – kasus modeling, atribut ini digunakan secara
semikuantitaf untuk memprediksi rasio net-to-gross pada channel.
Atribut ini mendukung atribut-atribut lainnya tidak hanya dalam hal
karakterisasi reservoar, namun juga dapat mengurangi risiko dalam melakukan
pengembangan wilayah eksplorasi (proposing development wells) dan meningkatkan
akurasi perhitungan cadangan hidrokarbon.

Teori dan Metode


Secara matematis, sweetness didefinisikan sebagai pembagian antara kuat refleksi
(reflection strength) dengan akar frekuensi sesaat (instantaneous frequency).

Kuat refleksi
Sweetness  (1)
Frekuensi sesaat

Kuat refleksi atau amplitudo sesaat merupakan atribut kompleks yang mengukur
energi total dari sinyal seismik pada waktu tertentu. Atribut ini diperoleh dari amplop
(envelope) amplitudo real dan imajiner dari data seismik.

Kuat refleksi  (Ampitudo real) 2  (Amplitudo imajiner) 2 (2)

Arti geologinya, kuat refleksi memberikan informasi mengenai kontras


impedansi akustik. Perubahan lateral pada kuat refleksi sering berasosiasi dengan
perubahan litologi secara umum dan berasosiasi dengan akumulasi hidrokarbon.
Reservoar gas secara khusus, sering muncul sebagai refleksi amplitudo tinggi atau
lebih dikenal dengan ‘bright spot’.
Perubahan tajam pada kuat refleksi bisa berasosiasi dengan struktur patahan
atau daerah pengendapan misalnya channels. Selain itu juga berguna untuk
identifikasi perlapisan batuan dan membantu untuk mendeskripsi satu reflektor masif
seperti ketidakselarasan dari kelompok komposit reflektor. Frekuensi sesaat
merupakan laju perubahaan fase.

Perubahan fase
Frekuensi sesaat  (3)
Perubahan waktu

2
Arti geologinya, frekuensi sesaat memberikan informasi perihal karakter
frekuensi dari suatu reflektor, efek absorbsi, pengkekaran, dan tebal pengendapan.
Bayangan frekuensi rendah mungkin terasosiasi dengan reflektor-reflektor yang
terletak dibawah zona gas, kondensat atau terkadang reservoar minyak. Biasanya,
perubahan ke frekuensi rendah ini hanya terjadi pada reflektor-reflektor yang terletak
tepat dibawah zona-zona tersebut sedang yang terletak lebih dalam akan kelihatan
normal.
Frekuensi sesaat juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan mengalibarasi
efek tuning lapisan tipis. Karena frekuensi sesaat ini lebih merepresentasikan sebuah
nilai pada suatu titik; bukannya hasil perata-rataan pada suatu interval, maka
frekuensi sesaat dapat menonjolkan perubahan-perubahan yang mendadak yang
mungkin hilang selama proses perata-rataan tersebut. Perubahan seperti ini dapat
mengindikasikan suatu pembajian atau pinggir dari batas hidrokarbon-air.
Perbandingan antara displai frekuensi sesaat dan fasa sesaat ditunjukkan
pada Gambar 1. Pada displai fasa sesaat, lereng tras fasa berubah terhadap waktu.
Waktu antara dua palung bervariasi untuk satu tras, meskipun fasanya selalu
bergerak antara –180 dan +180. Ukuran lereng tras fase adalah turunan dari fase
tersebut. Keterjalan lereng tersebut merupakan ukuran frekuensi pada titik tersebut
dalam tras, karena frekuensi sesaat merupakan lereng dari fasa sesaat, nilai negatif
adalah mungkin dan valid. Nilai frekuensi sesaat tidak akan pernah bisa melebihi
frekuensi Nyquist.

Batas gas-minyak

Batas gas-minyak

Gambar 1. (a) Kuat refleksi dan (b) Frekuensi sesaat dari tras seismik

Pada contoh diatas penurunan sedikit pada frekuensi sesaat terjadi dibawah
bagian paling tebal dari reservoar. Pada pinggir reservoar, dimana reflektor
berpotongan dengan batas gas-minyak, nilai frekuensi sesaat masih tetap tinggi.
Nilai frekuensi rendah dibawah reservoar berhubungan dengan efek absorbsi gas.
Kuat refleksi umumnya merupakan komposit dari refleksi individual yang
berasal dari sejumlah reflektor berspasi rapat yang tetap berharga konstan pada
separasi dan kontras impedansi akustik. Superposisi refleksi-refleksi individual
tersebut bisa menghasilkan suatu pola frekuensi yang merupakan karakter refleksi
komposit. Karakter frekuensi sering merupakan alat korelasi yang baik. Karakter
sebuah refleksi komposit akan berubah secara berangsur seiring dengan perubahan
berangsur dari jenis litologi atau ketebalan lapisan. Variasi lokal, seperti pada lokasi

3
pembajian dan pinggir kontak hidrokarbon-air cenderung akan mengubah frekuensi
sesaat secara lebih cepat.
Efek bright spot yang terlihat pada penampang seismik seringkali memberikan
tingkat probablitas tinggi indikasi adanya gas. Efek ini ditandai dengan adanya
kenaikan kuat refleksi lalu menurun pada tras-tras tertentu. Atribut sweetness
mengakomodasi dua hal adanya karakter gas dalam suatu reservoar, yaitu adanya
kuat refleksi yang tinggi (tanpa ada efek tuning frekuensi) yang terjadi pada frekuensi
rendah (low frequency shadow). Indikasi gas pada sand reservoar ditandai dengan
nilai sweetness yang tinggi. Selain itu nilai tersebut menunjukkan adanya pemisahan
pasr dan serpih sehingga dapat diketahui batas reservoar dengan jelas.

Aplikasi Sweetness
Atribut sweetness diaplikasikan pada sumur NK-1, NK-2, dan NK-3 yang terletak di
blok Muara Bakau PSC, cekungan Kutai laut dalam, Kalimantan Timur. Pada tahun
2010, ditemukan gas pada kedalaman pemboran 8,035 feet dengan net gas pay
sekitar 262 feet (80 meter) pada umur Pliocene dan kualitas excellent untuk
reservoar sand.

Gambar 2. Peta lokasi wilayah sumur NK-1, NK-2, dan NK-3

Secara structural regional, cekungan Kutei dibatasi oleh tinggian Mangkalihat di


Utara (struktur Paleogen) dan platform Paternoster di Selatan sebagai tinggian
struktur Mesozoic. Diantara dua tinggian struktur tersebut, dijumpai cekungan laut
dalam yang dapat dibedakan dalam 3 wilayah struktur yang dikontrol oleh tektonik
kompresi dari arah W-NW dan E-SE yaitu bagian Utara, Tengah dan Selatan.

4
Gambar 3. Peta struktural cekungan Kutai

Pada wilayah struktur Utara didominasi oleh thinskinned, east-vergent contractional


fault-bended dan fault propagation folds yang diindikasikan sebagai toe-thrust
anticlines yang berkembang dari Miosen Tengah dan aktif sampai kini.
Wilayah Tengah struktur laut dalam yang berhubungan langsung dengan Delta
Mahakam, saat ini menunjukkan deformasi struktur yang lebih lemah daripada
bagian Utara. Di wilayah ini, posisi slope dan basin floor dari umur Miosen Akhir
sampai Resen relatif sama yang dihasilkan dari perkembangan lereng yang
didominasi pengendapan agradasi sampai progradasi.
Adapun wilayah laut dalam bagian Selatan diinterpretasikan terbentuknya
antiklin-antiklin east-vergent toe-thrust yang berkembang pada Miosen Tengah.
Dalam waktu rentang waktu Miosen Akhir sampai Resen dicirikan oleh struktur
kompresi yang semakin lemah tidak seperti di Utara dan Tengah. Pada periode ini,
dominant dijumpai agradasi lereng.

Hasil
Atribut sweetness diaplikasikan pada gas sand reservoar di sumur NK-1, NK-2, dan
NK-3 dimana pada data seismiknya ditemukan adanya bright spot. Zona targetnya
ditentukan pada level-4 (time 2200 – 2300 ms)

5
Bright spot Bright spot

Bright spot

Gambar 4. Penampang seismik dan data sumur pada zona target

Pada well log terlihat adanya sand yang cukup tebal sekitar 75 feet pada NK-1, 60
feet pada NK-2, dan 80 feet pada NK-3. Kemudian diaplikasikan atribut fase sesaat,
RMS amplitudo, dan sweetness.

Sweetness
(4000-6900)

Sweetness
Sweetness (5800-6400)
(4200-6100)

a b

Gambar 5. Penampang vertikal (a) Frekuensi sesaat (b) Sweetness

6
Pada gambar, range frekuensi sesaat dipilih pada kisaran interval 0 – 30 Hz karena
karakter gas akan mudah terdeteksi pada kisaran tersebut. Pada daerah reservoar
nilai frekuensi sesaat menunjukkan frekuensi 10 – 25 Hz. Hasil atribut sweetness
pada penampang vertikal (gambar 5b) menujukkan adanya nilai-nilai yang tinggi
pada level target. Nilai sweetness di target reservoar berkisar 4000 – 6900 atau
dapat dibuat cut off nilainya lebih dari 4000, lalu dibuat peta penyebaran sweetness
sesuai dengan range pada reservoar.

a b

Gambar 6. Peta lateral hasil atribut (a) RMS amplitude (b) Sweetness

Pada gambar 6a hasil RMS amplitude menunjukkan adanya amplitudo yang


kuat pada daerah sumur NK-1 dan NK-3. Namun sumur NK-2 menggunakan sumur
deviasi untuk menjangkau reservoar tersebut. Peta penyebaran sweetness
menunjukkan reservoar gas memiliki nilai sweetness yang tinggi. Dengan nilai cutt of
pada sumur reservoar, maka peta sweetness (Gambar 6b) merupakan penyebaran
gas sand resevoarnya. Lingkaran hitam menunjukkan adanya kontras impedansi
(perubahan litologi) yang dominant antara pasir dan serpih. Secara geologi, nilai
RMS amplitude yang tinggi merupakan indikator reservoar sand yang potensial bagi
hidrokarbon, namun belum tentu mengindikasikan adanya hidrokarbon. Dengan
adanya peta penyebaran sweetness, maka dapat terlihat batas reservoir sehingga
dapat ditentukan cadangan hidrokarbon yang ada didalamnya. Dengan mengetahui
penyebaran dan distribusi sand gas reservoarnya, maka memberikan peluang besar
untuk pengembangan eksplorasi selanjutnya sehingga mengurangi risiko kegagalan
pemboran.

Kesimpulan
Sweetness merupakan salah atribut seismik yang cukup baik untuk menggambarkan
adanya reservoar gas sand. Hal ini diindikasikan dengan nilai sweetness yang tinggi
yang dikontrol dari nilai sweetness pada sumur. Atribut ini mengakomodasi atribut
seismik RMS amplitude yang merupakan indikator sand reservoar dan frekuensi

7
sesaat yang dapat mendeteksi keberadaan adanya gas. Selain itu, sweetness juga
memberikan sensitivitas yang tinggi bagi perubahan litologi dan batas-batas gas
sand reservoir.

Referensi

Bruce S. Hart, 2008, “Channel Detection in 3D Seismic Data Using Sweetness”:


AAPG Bulletin, 92, no.6, 732–742.

Choo, C. K., M. Rosenquist, E. Rollett, K. A. A. Ghaffar, J. Voon, and H. F. Wong,


2006, “Detecting Hydrocarbon Reservoir with Seabed Logging 2 in Deepwater
Sabah, Malaysia”: 76th Annual International Meeting, SEG, Expanded Abstracts,
714–718.

Fred, J., Hilterman, 2006, Seismic Amplitude Interpretation: Petroleum Industry


Press 69–80 (in Chinese).

Goff, D., 2004, “Estimating Net Gross From Data Histograms: Examples from
Deepwater Turbidites”:

http://www.searchanddiscovery.net/documents/abstracts/2004regional_west_africa/a
bstracts/goff.htm, accessed 1 May 2007.

Juniarti, A, 2009. “Validation Result Sweetness Attribute and AVO Analysis to Define
Fluid Contact from Baturaja Formation in Cantik Field, South Sumatra Basin”, Thesis
Master, University of Indonesia, Jakarta

McGrory, R., R. Pennegar, and R. Stewart, 2006, “Gas Field Characterization


through the use of Multiresolution Seismic Attributes”: Canadian Well Logging Society
Joint Convention, CSEG, 265.

Radovich, B. J., and R. B. Oliveros, 1998, “3D Sequence Interpretation of Seismic


Instantaneous Attributes from the Gorgon Field”: The Leading Edge, 17, 1286–1293,
doi:10.1190/1.1438125.

Sukmono, S. Seismik Atribut Untuk Karakterisasi Reservoar, Lecture Note. ITB

Taner, M. T., and R. E. Sheriff, 1977, “Application Of Amplitude, Frequency, and


Other Attributes to Stratigraphic and Hydrocarbon Exploration, in C. E. Payton, ed.,
Seismic stratigraphy —Applications to Hydrocarbon Exploration”: AAPG Memoir 26,
301–327.

Вам также может понравиться