Вы находитесь на странице: 1из 4

Translate Jurding Obgyn halaman 7-8

Gambar 1. Periode waktu terjadinya berbagai proses dalam perkembangan otak yang berkaitan dengan pembelajaran dan
memori selama 1 tahun pertama kehidupan, menyoroti periode kerentanan terhadap defisiensi besi.

Mencit muda yang induknya diberi diet minim zat besi dan yang terlahir dengan defisiensi besi
menunjukkan penurunan kadar faktor neurotropik yang dihasilkan oleh otak/brain-derived
neurotrophic factors (BDNF), penurunan gen target BDNF, dan perubahan diferensiasi neuron.
Selain itu, defisiensi besi pada periode prenatal dan postnatal menurunkan BDNF dan neurogenesis
pada gyrus dentatus pada hipokampus mencit. Dampak dari defisiensi zat besi ini akan terus
ditemukan, karena jumlah sel granul dan piramidal menurun pada mencit dewasa. Selan itu, defek
struktural dan molekular yang ditemukan pada mencit berhubungan dengan performa dalam
aktivitas yang berkaitan dengan hipokampus, dimana mencit yang dilahirkan oleh induk yang
mengalami defisiensi besi selama hamil dan menyusui menunjukkan berbagai jenis kelainan,
sedangkan mencit yang dilahirkan oleh induk yang mengalami defisiensi besi selama hamil saja
atau selama menyusui saja hanya menunjukkan beberapa jenis kelainan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa homeostasis zat besi berperan penting dalam pembentukan faktor neurotropik
yang mendukung perkembangan otak.
Defisiensi besi dapat menyebabkan perubahan pada morfologi neuron. Morfologi neuron
berkaitan dengan komputasi oleh sel dan berperan penting dalam pemrosesan informasi yang
dilakukan oleh neuron tersebut. Dua ciri morfologis utama neuron adalah struktur pangkal dendrit
serta kerapatan dan geometri spinal pada neuron.
Pangkal dendrit yang sedang berkembang membutuhkan masukan dari luar untuk
merangsang dan mendukung morfogenesis. Pangkal dendrit bergantung pada isyarat eksternal dari
BDNF melalui protein transmembran. Isyarat tersebut akan memodulasi faktor-faktor yang
memfasilitasi perpanjangan dan percabangan dengan menambah atau mengurangi polimerisasi
aktin. Proses ini tidak terbatas pada periode perkembangan di awal kehidupan saja, karena juga
diperlukan untuk pembentukan ulang sirkuit saraf selama proses belajar berdasarkan pengalaman
(experience-dependent learning) yang berlangsung sepanjang hidup (misal, plastisitas sinaptik
pada Gambar 1).
Seperti struktur pangkal dendrit. morfologi spinal pada neuron juga dapat mempengaruhi
fungsinya. Pada hari ke-15 postnatal, neuron piramida CA1 pada mencit yang mengalami periode
defisiensi zat besi dalam rahim menunjukkan penurunan pembentukan cabang dendrit dan
diameter kepala spinal yang lebih kecil. Kepala spinal yang lebih kecil dapat mengurangi
kecepatan konduksi yang menyebabkan kurang terkoordinasinya masukan ke soma, dan juga
menyebabkan penurunan densitas post sinaps yang dapat mempengaruhi transmisi sinyal.
Selaras dengan perubahan struktural yang disebutkan diatas, defisiensi zat besi juga
berdampak pada plastisitas sinaps pada perkembangan hipokampus mencit. Contohnya, defisiensi
besi prenatal mengganggu plastisitas sinaps pada area CA1 yang sedang berkembang dalam
hipokampus, namun gangguan ini juga ditemukan pada masa dewasa setelah pemenuhan kembali
zat besi. Saat kadar zat besi sudah kembali baik, mencit tidak menunjukkan adanya peningkatan
kekuatan sinaps seperti pada kelompok mencit kontrol. Diperkirakan tahap-tahap penting
pertumbuhan dendrit dan sinaptogenesis terganggu karena tidak tersedianya zat besi dalam jumlah
adekuat. Kondisi ini akan berkontribusi dalam efek jangka panjang defisiensi besi terhadap
struktur dan fungsi hipokampus.
Selain dari adanya perubahan pertumbuhan dendrit dan synaptogenesis, terjadi pula
hipomielinasi saat ketersediaan zat besi menurun. Mielinasi yang baik diperlukan dalam transmisi
impuls yang cepat pada akson. Mielinasi dimulai pada trimester ketiga kehamilan dan berlangsung
sepanjang masa awal kanak-kanak. Pada sistem saraf pusat, oligodendrosit berperan dalam
mielinasi akson. Seperti disebutkan sebelumnya, oligodendrosit mensintesis transferrin untuk
memobilisasi zat besi apabila terdapat cadangan zat besi yang siap dipakai. Penelitian pada
manusia dan mencit menunjukkan bahwa defisiensi besi dapat secara luas mempengaruhi
mielinasi. Oligodendrosit mensintesis asam lemak dan kolesterol untuk mielin. Dalam percobaan
pada mencit, pembatasan diet zat besi selama kehamilan dan awal periode postnatal menyebabkan
penurunan signifikan protein mielin, lemak dan kolesterol pada corda spinalis, batang otak dan
substansia alba pada otak. Selain itu, mencit yang mengalami defisiensi besi pada periode postnatal
menunjukkan adanya defisit mielogenesis pada masa dewasa, meskipun cadangan zat besi dalam
tubuh telah terpenuhi. Mencit yang diberikan diet minim zat besi pasca weaning mengalami
penurunan mielinasi signifikan pada rombencephalon dan cerebrum. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan zat besi oleh oligodendrosit tidak berakhir pada periode
perinatal, dan otak dewasa juga masih membutuhkan zat besi dalam jumlah cukup.
Zat besi juga dibutuhkan oleh sejumlah enzim yang bekerja pada sintesis neurotransmitter,
antara lain enzim tryptophan hidroksilase yang memproduksi serotonin, dan enzim tirosin
hidroksilase yang mensintesis norepinefrin dan dopamin. Sintesis neurotransmitter bermula sejak
embriogenesis. Dopamin berperan penting dalam mengatur kognisi dan emosi, reward dan
kesenangan, pergerakan dan pelepasan hormon. Jaringan striatal, dengan dopamin sebagai
neurotransmitter utamanya, berperan dalam pemrosesan kognitif dan emosional, afek dan perilaku
positif, dan fungsi motorik. Studi pada manusia menunjukkan bahwa kelompok dewasa muda yang
mengalami defisiensi besi sewaktu bayi menunjukkan penurunan kemampuan dalam melakukan
kegiatan yang memerlukan kontrol diri dan perencanaan, dimana kesemuanya termasuk dalam
fungsi eksekutif yang menggunakan jaringan striatal dengan dopamin sebagai
neurotransmitternya.
Beberapa studi pada tikus menunjukkan bahwa neuron dopaminergik terlokalisir bersama
dengan zat besi di dalam otak, kadar dopamin dan norepinefrin ekstraseluler meningkat pada tikus
dengan defisiensi besi, dan terjadi perubahan densitas reseptor dopamin pada kondisi defisiensi
besi. Tingkat perubahan ini sangat bergantung pada beratnya defisiensi besi yang terjadi pada
masing-masing regio otak. Studi lainnya menyatakan bahwa densitas transporter serotonin dan
norepinefrin juga mengalami perubahan bila terjadi defisiensi besi. Serotonin berperan penting
dalam jaringan neural dan defisiensinya dapat menyebabkan kelainan neurodevelopmental, seperti
autisme, kecemasan dan depresi. Transporter serotonin (SERT), yang bertanggungjawab untuk
pengambilan kembali (reuptake) serotonin di dalam otak, merupakan mekanisme dominan yang
mengatur kekuatan dan durasi neurotransmisi serotonergik. SERT lebih banyak ditemukan pada
masa pertumbuhan dibanding masa dewasa. Defisiensi besi akan menyebabkan penurunan
ekspresi SERT dan memperberat penurunan ekspresi BDNF. Seperti disebutkan sebelumnya,
penurunan BDNF dapat menyebabkan gangguan serius pada fungsi dan struktur hipokampus,
menyebabkan gangguan pada kemampuan belajar dan memori.

Kesimpulan
Defisiensi besi merupakan defisiensi mikronutrien yang paling banyak terjadi di dunia. Defisiensi
besi dapat dialami oleh semua umur, namun dampaknya paling besar pada bayi dan anak-anak.
Pada negara berkembang, sekitar 12% dari anak berusia <5 tahun meninggal karena defisiensi
mikronutrien. Anak-anak yang bertahan hidup kemungkinan besar akan mengalami defisiensi besi
atau anemia. Pada negara-negara industri seperti Amerika Serikat, saat ini insidensi terjadinya
defisiensi besi mengalami peningkatan, kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya jumlah anak
dan dewasa yang mengalami obesitas (inflamasi mengganggu homeostasis zat besi). Karena
defisiensi besi menghambat kemampuan belajar serta perkembangan motorik dan emosional,
anak-anak yang mengalami defisiensi besi pada usia perinatal memiliki resiko tinggi untuk gagal
meraih capaian pendidikan di masa depan. Selain itu, saat sudah dewasa, mereka lebih rentan untuk
memiliki keturunan yang mengalami defisiensi besi. Berarti, defisiensi besi dapat diturunkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena adanya dampak berupa keterlambatan
perkembangan fungsi neurokognitif, IQ yang rendah, kesulitan dalam pembelajaran dan memori
(lihat Tabel 2), perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah defisiensi zat besi pada masa
perinatal, dan untuk meningkatkan plastisitas neuron pada individu yang mengalami status zat besi
buruk selama periode penting perkembangan.

Вам также может понравиться