Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HIDROGEOLOGI
63
KAJIAN HIDROGEOLOGI
MATERI KAJIAN
1. Perhitungan dimensi
sumuran pengumpul air
tambang ( sump)
2. Perhitungan dimensi saluran
3. Perhitungan dimensi kolam
pengendapan
Gambar 5.1
Kerangka Kajian Hidrogeologi Daerah Desa Jetis, Kecamatan Gedangsari,
Kabupaten Gunungkidul
64
5.1.1 Kajian Hidrologi
Gambar 5.2
Siklus Hidrologi
Pada umumnya proses yang berkaitan dengan daur air mempunyai sifat
periodik terhadap ruang dan waktu dan tergantung pada pergerakan bumi terhadap
matahari serta rotasi bumi pada porosnya. Desa Hargomulyo, Kecamatan
Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul memiliki iklim tropis yang ditandai dengan
adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
65
Upaya penyaliran air menuju sumuran akan mencegah genangan air di
daerah penggalian atau front kerja. Air yang berada pada front kerja akan
mengganggu kegiatan penambangan zeolit yang direncanakan. Gangguan ini dapat
berupa kurangnya kekuatan material karena adanya air di front kerja atau dapat
menyebabkan kondisi kerja yang tidak aman.
𝐗𝐢
𝒙= mm/24 jam ...................................................(pers. 5.1)
𝐧
Keterangan ∶
x = Rata-rata tinggi hujan maksimum (mm/24 jam).
Xi = Jumlah hujan maksimum n data (mm/24 jam).
n = Jumlah data.
66
2. Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan “Distribusi
Gumbell”, yaitu penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan
cara partial (partial series anality). Cara ini dilakukan dengan
menentukan ambang batas curah hujan harian maksimum.
Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan berikut :
𝜹𝒙
𝐗𝐫 = 𝒙 + 𝜹𝒏 (𝐘𝐫 – 𝐘𝐧′ ) mm/24 jam ..........................(pers. 5.2)
Keterangan :
Xr = Hujan harian rencana maksimum (mm/24 jam).
x = Curah hujan rata-rata.
𝛅x = Standar deviasi.
𝛅n = Expected standar deviasi.
Yr = Variasi reduksi Periode Ulang Hujan.
Yn' = Expected mean.
c) Periode ulang.
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecendrungan pengulangan. Hal ini
terlihat data yang analisis mencakup suatu jangka panjang. Sehubungan dengan hal
tersebut dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode kemungkinan ulang
(return period), yang berarti kemungkinan /probabilitas periode terulangnya suatu
tingkatan curah hujan tertentu. Dalam perancangan bangunan air atau dalam hal ini
sarana penyaliran tambang salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana,
yaitu curah hujan dengan periode ulang tertentu atau kemungkinan akan terjadi
sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.
Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan berikut :
𝟏 𝒏
Rh = 𝟏 − (𝟏 − ) %.............................................(Pers. 5.3)
𝑻𝒓
Keterangan :
Rh = Resiko Hidrologi (%).
Tr = Periode Ulang Hujan (tahun).
n = Umur Tambang (tahun).
d) Penentuan intensitas curah hujan.
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu dalam waktu
relatif singkat. Intensitas hujan diperlukan untuk menentukan besarnya debit atau
67
kapasitas pompa dengan asumsi bahwa dalam satu hari terdapat satu jam hujan.
Untuk klasifikasi curah hujan berdasarkan intensitas curah hujan dapat dilihat di
tabel 5.1
Perhitungannya dapat dilakukan dengan persamaan mononobe berikut :
𝑹𝟐𝟒 𝟐𝟒 𝟐/𝟑
I= ( ) mm/jam..................................................(pers 5.4)
𝟐𝟒 𝒕
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
T = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam).
R24 = Curah hujan maksimum (mm).
Tabel 5.1
Klasifikasi Curah Hujan Berdasarkan Intensitas Curah Hujan
Hujan Normal 5 – 10 20 – 50
68
kepermukaan tanah dan mengalir kebagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985). Di
daerah pegunungan (bagian hulu DAS) limpasan permukaan dapat masuk ke sungai
lebih cepat yang dapat menyebabkan debit sungai meningkat. Apabila debit sungai
lebih besar dari kapasitas sungai untuk mengalirkan debit maka akan terjadi luapan
pada tebing sungai sehingga terjadi banjir.
Berdasarkan kondisi topografi areal penambangan zeolit diperoleh grade 10 %
dengan kondisi topografi digunakan untuk tempat tinggal dan tanam-tanaman
maka koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,4 ( Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Nilai Koefisien Air Limpasan (c) Daerah Pengamatan
- hutan 0,6
- tempat tinggal dan tanam- 0,7
tanaman
3. Curam sekali (>15%) - semak-semak agak jarang 0,8
- tanah gundul dan daerah 0,9 - 1,0
tambang.
Sumber : Open Channel Hydraulic oleh Van Te Chow
69
Suatu DAS dianggap kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam
dalam ruang dan waktu, dan biasanya durasi hujan melebihi waktu kosentrasi.
Beberapa ahli memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5 km2 dapat dianggap
sebagai DAS kecil (Ponce,1989).
Pemakaian metode rasional sangat sederhana dan sering digunakan dalam
perencanaan drainase perkotaan dan pertambangan. Beberapa parameter hidrologi
yang diperhitungkan adalah intensitas hujan, durasi hujan, frekuensi hujan, luas
DAS, abstraksi (kehilangan air akibat evaporasi, intersepsi, infiltrasi, tampungan
permukaan) dan konsentrasi aliran air.
Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan
untuk meminimalkan masuknya air atau mengarahkan keluar air yang telah masuk
ke front penambangan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya
aktivitas penambangan akibat adanya air dengan jumlah berlebihan pada saat
musim hujan.
Air yang menggenangi suatu daerah penambangan harus segera dialihkan
keluar dari daerah tersebut melalui saluran penyaliran menuju keluar daerah
penambangan. Ada beberapa bentuk saluran penyaliran yaitu : bentuk trapezium,
bentuk persegi panjang, bentuk segitiga dan bentuk setengah lingkaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk penyaliran antara lain :
a. Jumlah debit air yang masuk
b. Gradien dari saluran
c. Koefisien kekerasan
d. Kemiringan dari sisi saluran
Koefisien kekerasan dapat dilihat dengan menggunakan manning dan
selanjutnya dapat direncanakan dimensi saluran penyaliran. Hal penting dalam
penentuan dimensi dan bentuk saluran penyaliran adalaah debit harus sesuai
rencana dan tidak terjadi pengendapan. Untuk menentukan jumlah debit air yang
mengalir pada saluran digunakan rumus Manning, yaitu :
𝟐 𝟏
𝟏
𝑸 = 𝑨 (𝒏) 𝑹𝟑 𝑺𝟐 m3/ dt...........................................(pers. 5.5)
Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran terbuka (m2 ).
70
Q = Debit aliran (m3/dt).
n = koefisien kekasaran dinding saluran.
R = jari – jari hidrolik ( A/P ).
Untuk mencari ukuran dari penampang saluran supaya dapat mengalirkan dengan
debit besar digunakan rumus Manning :
𝟐
𝒏.𝑸
𝑨𝑹𝟑 = ........................................................................(pers 5.6)
√𝒔
Keterangan :
2
𝐴𝑅 3 = Faktor penampang.
Q = Debit aliran yang dialirkan (m3/menit).
S = Kemiringan saluran (%).
n = Nilai kekasaran saluran Manning tergantung pada keadaan saluran.
71
saluran terbuka tersebut, secara teoritis air tambang pada tambang terdiri : air hujan
(curah hujan), air limpasan dan air tanah.
a. Debit Curah hujan dihitung dengan rumu
𝑸 = 𝑰𝒙𝑨 m3/detik...........................................................................(pers. 5.7)
Keterangan :
Q = Debit curah hujan (m3/detik).
I = Intensitas hujan (m/detik).
A = Luas Pit tambang.
b. Debit air limpasan maksimum dihitung dengan rumus rasional, yaitu :
𝑸 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟕𝟖. 𝑪. 𝑰. 𝑨 m3/detik.........................................................(pers. 5.8)
Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik).
C = koefisien limpasan.
I = Intensitas hujan rencana (mm/jam), dihitung menggunakan mononobe.
A = Luas daerah tangkapan hujan (ha).
Koefisien air limpasan (C) adalah angka yang menunjukan perbandingan
antara jumlah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah (air limpasan)
dengan curah hujan. Dalam penentuan koefisien limpasan mempertimbangkan
kemiringan lahan dan kondisi daerah pengaliran.Penentuan koefisien limpasan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Untuk menentukan nilai koefesien limpasan
dapat dilihat di tabel 5.2.
2. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka.
Setelah debit air tambang diketahui, langkah berikutnya adalah penentuan
dimensi saluran terbuka menggunakan rumus manning, yaitu :
2 1
1
𝑄 = 𝐴 (𝑛) 𝑅 3 𝑆 2 m3/ detik................................................(Pers. 5.9)
Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran terbuka (m2).
Q = Debit aliran (m3/detik).
n = koefisien kekasaran dinding saluran.
R = jari – jari hidrolik (A/P).
72
Di samping debit air tambang, parameter lain yang harus ditentukan terlebih
dahulu adalah nilai koefisien kekerasan dinding saluran dan kemiringan rata-rata
dasar saluran (n), serta luas penampang basah (A).,dapat dilihat di gambar 5.3
Gambar 5.3.
Penampang Saluran Terbuka
A = b . h + m . h2
R = 0,5 h
B = b + (2m . h)
b/h = 2 {(1 + m2)0,5 – m}
a = h/sin
Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas
penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan dinding saluran sebesar
600, maka :
m = Cotg
= Cotg 600
= 0,577
Sehingga harga b/d adalah :
b = 2 {(1 + m2)0,5 – m}h
= 1,155 h
A = b.h+m.h
= 1,15 . h2 + 0,58 . h2
= 1,732 h2
73
5.1.1.6 Rancangan Kolam Pengendapan.
Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan aliaran,
persen padatan, dsb. Hal ini perlu dilakukan agar kolam pengendapan hasil
rancangan dapat digunakan secara optimal.
A. Ukuran Partikel.
Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan
parameter dan asumsi sebagai berikut:
a. Hukum Stope berlaku bila persen padatan kurang dari 40% dan untuk persen
padatan lebih dari 40% berlaku hukum newton.
b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6m, karena jika lebih besar
akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn,L.C.Fan,Tahun 1985).
d. Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.
e. Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan
diketahui.
f. Kecepatan pengendapan partikel.
g. Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
B. Bentuk Kolam Pengendapan.
Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara
sederhana, berupa kolam berbentuk empat persegipanjang. Sebenarnya bentuk
kolam pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan
keperluannya. Meskipun bentuknya bermacam – macam, setiap kolam
pengendapan akan selalu mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena
proses pengendapan material padatan. Empat zona tersebut adalah sebagai berikut:
1. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk kedalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran alir dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona
ini panjangnya setengah sampai satu kali panjang pengendapan kolam.
(Huisman L.,1977).
2. Zona pengendapan, tempat dimana zona partikel padatan akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendap dikurangi
panjang zona masuk dan keluar.
74
3. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan
mengalami pengendapan dan terkumpul didasar kolam pengendapan.
(Huisman L.,1977).
4. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih panjang zona ini
kira – kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan yang diukur dari ujung
lubang pengendapan. (Huisman L.,1977).
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti:
a. Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok – kelok (zigzag),
lihat Gambar 5.5. agar kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga
partikel padatan cepat mengendap.
b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back hoe
yang biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan,
seperti mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.
Gambar desain kolam pengendapan dapat dilihat pada gambar 5.4
75
Gambar 5.4
Gambar Kolam Pengendapan
5.1.2. Morfologi
Berdasarkan bentuk, ketinggian dan sudut lereng morfologi daerah
perencanaan merupakan satuan perbukitan dengan ketinggian 64 m yang terdiri
dari zeolit pada peta topografi ditandai dengan garis kontur rapat yang
menunjukkan morfologi perbukitan.
76
Jenis akuifer secara umum ada empat macam, yaitu:
1. Akuifer Bebas.
Akuifer bebas adalah lapisan permeabel yang terisi oleh air atau jenuh air
dimana terdapat lapisan impermeabel di bawahnya.
2. Akuifer Setengah Bebas.
Akuifer setengah bebas adalah lapisan semi-permeabel yang berada diatas
akuifer yang memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga lapisan horisontal
pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan.
3. Akuifer Tertekan.
Akuifer tertekan adalah lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh oleh air dan
dibatasi oleh lapisan – lapisan impermeabel baik dibagian atas akuifer maupun
berada dalam kondisi tertekan yang lebih tinggi sehingga jika terdapat sumur yang
menembus akuifer tersebut akan lebih tinggi dari atas akuifer.
4. Akuifer setengah tertekan.
Akuifer setengah tertekan adalah lapisan yang jenuh air dan pada bagian
atasnya dibatasi lapisan semipermeabel dan bawahnya lapisan impermeabel.
𝐕 𝐕
K= 𝒅𝑯 = m/jam....................................................................(Pers. 5.10)
𝒊
𝒅𝑳
Keterangan:
K = Koefisien kelulusan (m/jam).
V = Kecepatan aliran (m/jam).
dH/dL = Gradient hidrolik
77
5.1.4. Analisis Data Klimatologi
5.1.4.1 Jenis-Jenis Hujan
Berdasarkan pergerakan udara lembab penyebab terjadinya hujan, terdapat
tiga jenis-jenis hujan,yaitu:
1. Hujan Konveksi.
Hujan konveksi diakibatkan oleh naiknya udara panas kedaerah udara dingin.
Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi.
Ciri hujan konveksi, adalah :
a. Berjangka waktu pendek.
b. Daerah hujannya terbatas.
c. Intensitas hujan bervariasi.
d. Ditemui di daerah katulistiwa.
2. Hujan Siklon.
yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai angin berputar.
3. Hujan Orografis.
Hujan orografis sering terjadi didaerah pegunungan. Hujan ini disebabkan oleh
naiknya masa udara lembab karena pegunungan-pegunungan.
78
5.2 Rancangan Sistem Penyaliran Tambang
5.2.1 Sumber dan Debit Air Tambang
1. Sumber dan Debit Air Tambang
Debit air tambang yang masuk ke dalam bukaan tambang dapat dihitung
setelah mengetahui nilai intensitas curah hujan pada daerah tersebut dan luas
lubang daerah penambangan. Luas daerah penambangan 0.1603 Km2 sehingga
debit air hujan yang ada di daerah penambangan dengan menggunakan
persamaan 5.8 maka dapat dihitung dengan cara :
𝑸 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟕𝟖. 𝑪. 𝑰. 𝑨
C = 0,75
I = 137,4190 mm/jam
A = 16,03 ha
Q = 0,00278 x 0,75 x 137,4190 x 16,03
= 4,5929 m3/detik
2. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)
Dalam pembagian daerah tangkapan hujan dilakukan dengan pengamatan
pada peta topografi daerah penambangan. Pengamatan langsung dilapangan
bertujuan untuk mengetahui arah aliran limpasan air dan permasalahan yang
ditimbulkan oleh adanya aliran limpasan, sehingga desain suatu sistem penyaliran
yang dapat mengatasi permasalahan yang ada. Luas daerah tangkapan hujan
dibantu dengan menggunakan software Autocad Luas masing masing daerah
tangkapan hujan dibagi menjadi 3 :
a. Daerah Tangkapan Hujan Area Penambangan
b. Daerah Tangkapan Hujan Saluran Terbuka
c. Daerah Tangkapan Hujan Area Pengolahan
3. Koefisien Limpasan
Nilai Koefesien Limpasan diperoleh dari perbandingan antara jumlah air
hujan yang jatuh dipermukaan tanah dengan mengalir dipermukaan tanah sebagai
ir limpasan dari hujan dipermukaan tanah. Nilai koefesien limpasan (C) tergantung
pada sifat batuan, topografi, daerah tataguna lahan (lihat tabel 5.3).
79
4. Debit Air Limpasan
Debit air limpasan pada daerah penambangan dapat diketahui luas masing-
masing daerah tangkapan hujan, nilai intensitas curah hujan, nilai koefesien
limpasan. Berdasarkan hasil perhitungan (nilai debit di masing-masing daerah
tangkapan hujan Maka total air yang masuk ke tambang adalah 4,5929 m3/detik
5. Kondisi Air Tanah
Pada daerah penambangan batas daerah penambangan terdapat pada elevasi
236 mdpl. Metode penambangan yang digunakan adalah quarry. dari hasil
pengamatan dilapangan tentang muka air tanah 220 mdpl. Berdasarkan hal tersebut
maka kegiatan penambangan tidak menggangu muka air tanah. Maka air yang
masuk ke daerah penambangan akibat adanya air tanah dapat ditiadakan atau
nilainya 0.
80
pembuatannya dan dapat bertahan dalam waktu yang lama akibat erosi yang terjadi
kecil.
Untuk menentukan dimensi saluran terbuka, dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus Manning. dimensi saluran terbuka adalah sebagai berikut :
d‘
d
a
Gambar 5.5
Dimensi Saluran Terbuka
2 Area 7,2721
Penambangan
(Air yang
masuk
langsung)
3 Area 1,3021
Pengolahan
81
5.2.4 Sumuran atau Sump.
Sumuran berfungsi sebagai penampang air sebelum dipompa keluar
tambang dengan demikian dimensi saluran ini sangat tergantung dengan jumlah air
yang masuk serta keluar dari sumuran.
Jumlah air yang masuk kedalam sumuran merupakan jumlah air yang
dalirkan oleh saluran-saluran, jumlah limpasan permukaan yang langsung mengalir
ke sumuran dari curah hujan yang jatuh di sumuran.
Sedangkan jumlah air yang keluar dianggap sebagai kapasitas pompa, karena
penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan adanya optimasi antara masukan
dan keluaran maka dapat ditentukan dimensi sumuran.
Pada rancangan dibuat 2 Sump, yang msing masing memiliki fungsi yang
berbeda. Sump yang terletak pada barat daya Pit Bottom berfungsi sebagai tempat
penampugan sementara air limpasan di Pit Bottom sedangkan Sump yang terletak
pada sebelah tenggara Pit Bottom berfungsi mengalirkan air limpasan ke Kolam
Pengendapan. 2 Sump tersebut mempunyai luasan 0,08 ha dan 0,07 ha.
1. Ukuran partikel
Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan
parameter dan asumsi sebagai berikut :
a. Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen
padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 2 x 10-6 m, karena jika lebih besar akan
diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
82
c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).
d. Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.
e. Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan
diketahui
f. Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.
g. Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.
A A’
A A
4
Potongan A-A’
1 2
A’ A’
PANDANGAN ATAS
2 4
1
PANDANGAN SAMPING
Gambar 5.6
Sketsa Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
83
b. Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Backhoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, seperti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.
6435
=
924,686
84
5.2.6 Pompa
1. Tipe sistem pemompaan
Sistem pemompaaan dikenal ada beberapa macam tipe sambungan
pemompaan yaitu :
a. Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka nilai head akan
bertambah sebesar jumlah head masing-masing sedangkan debit
pemompaan tetap.
b. Pararel
Pada rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan
kemampuan debit masing-masing pompa namun head tetap. Kemudian
untuk kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu untuk diperhatikan.
3. Pertimbangan ekonomi
Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk
pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.
85
hv = Velocity head (m)
hf = Julang gesek (m)
hI = Jumlah belokan (m)
Dengan head total 26,534 m, maka pompa yang digunakan harus
mempunyai head yang lebih besar dari 26,534 m.
Pompa yang digunakan = Multiflow Fijie 420
Dengan Q = 270 liter/detik
Efisiensi Pompa = 70 %
86