Sumber Bacaan: Amsal Bakhtiar, 2012. Filsafat Ilmu (Edisi Revisi), cet. Ke-11. PT RAJAGRAFINDO PERSADA: Jakarta. Amsal Bakhtiar menjelaskan bahwa berpikir adalah usaha untuk menshasilkan pengetahuan yang benar atau criteria kebenaran. Setiap jenis pengetahuan berbeda kreteria kebenarannya sebab berbeda sifat dan watak pengetahuannya. Sebagai contoh, pengetahuan tentang alam metafisika adalah berbeda dengan pengetahuan alam fisik dan bahkan alam fisik pun memiliki ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan itu sendiri. Secara umum tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, tetapi permasalahannya tidak hanya sampai di situ saja. Problema kebenaran telah memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah epistemologi terhadap “kebenaran” membawa orang kepada suatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan akan adanya tiga jenis kebenaran , yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran ontologis dimaknai dengan kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakekat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Teori yang pertama membahas tentang kebenaran epistemologis dikenal dengan the correspondence of truth adalah teori korespondensi atau juga disebut the accordance theory of truth. Menurut teori ini kebenaran atau keadaan benar itu ada bila kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistemologis adalah kemanunggalan antara subjek dengan objek. Pengetahuan itu dikatakan benar apa- bila di dalam kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, intensional, dan pasif aktif terdapat kesesuaian antara apa yang ada di dalam objek. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi (correspondence). Oleh karenanya, kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi. Kebenaran dapat pula dimaknai dengan persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) situasi seputar (environmental situation) yang diberi iterpretasi. Teori selanjutnya yang membahas kebenaran adalah koherensi atau konsistensi yang dikenal dengan istilah the coherency theory of truth atau the consistency theory of truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lain yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Singkatnya kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan dengan putusan-putusan lainnyayang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Kaum idealis berpegang bahwa kebenaran itu bergantung pada orang yang menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang real peristiwa- peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan cara demikianlah interpretasi tentang kebenaran telah dirumuskan kaum idealis. Suatu teori dianggap benar apabila tahan uji (testable) dan akan semakin kuat bila dapat didukung oleh fakta dan data baru (corroboration). Teori ketiga yang membahas tentang kebenaran adalah pragmatisme. Menurut teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori sekalipun bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jikan mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jia tidak mendatangkan manfaat. Pragmatisme menjelaskan bahwa suatu kebenaran dan pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Suatu hipotesa atau ide benar apabila ia membawa akibat yang memuaskan dan bila dalam praktik ia memberi nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibatnya. Yang terakhir agama adalah kebenaran. Sebagai manusia adalah pencari kebenaran melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia itu sendiri maupun tentang Tuhan. Dalam agama (khususnya agam Islam) yang dikedepankan adalah wahyu Tuhan. Sesuatu hal dapat dianggap benar bila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Kebenaran menurut agama inilah yang dianggap sebagai kenaran mutlak yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi. Wallahu ‘alam.