Вы находитесь на странице: 1из 2

BACAAN KE EMPAT (UKURAN KEBENARAN)

Oleh: SOFYAN, NIM 26142230-3


Sumber Bacaan: Amsal Bakhtiar, 2012. Filsafat Ilmu (Edisi Revisi), cet. Ke-11. PT
RAJAGRAFINDO PERSADA: Jakarta.
Amsal Bakhtiar menjelaskan bahwa berpikir adalah usaha untuk menshasilkan
pengetahuan yang benar atau criteria kebenaran. Setiap jenis pengetahuan berbeda
kreteria kebenarannya sebab berbeda sifat dan watak pengetahuannya. Sebagai contoh,
pengetahuan tentang alam metafisika adalah berbeda dengan pengetahuan alam fisik dan
bahkan alam fisik pun memiliki ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang
pengetahuan itu sendiri.
Secara umum tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, tetapi
permasalahannya tidak hanya sampai di situ saja. Problema kebenaran telah memacu
tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah epistemologi terhadap “kebenaran”
membawa orang kepada suatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan akan adanya tiga jenis
kebenaran , yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis.
Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan
pengetahuan manusia. Kebenaran ontologis dimaknai dengan kebenaran sebagai sifat
dasar yang melekat pada hakekat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan
kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur
kata dan bahasa.
Teori yang pertama membahas tentang kebenaran epistemologis dikenal dengan
the correspondence of truth adalah teori korespondensi atau juga disebut the accordance
theory of truth. Menurut teori ini kebenaran atau keadaan benar itu ada bila kesesuaian
antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju
oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistemologis
adalah kemanunggalan antara subjek dengan objek. Pengetahuan itu dikatakan benar apa-
bila di dalam kemanunggalan yang sifatnya intrinsik, intensional, dan pasif aktif terdapat
kesesuaian antara apa yang ada di dalam objek.
Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang
diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya. Kebenaran adalah yang
bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi (correspondence).
Oleh karenanya, kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif
yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi.
Kebenaran dapat pula dimaknai dengan persesuaian (agreement) antara pernyataan
(statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) situasi
seputar (environmental situation) yang diberi iterpretasi.
Teori selanjutnya yang membahas kebenaran adalah koherensi atau konsistensi
yang dikenal dengan istilah the coherency theory of truth atau the consistency theory of
truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
(judgment) dengan sesuatu yang lain yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Singkatnya kebenaran ditegakkan atas hubungan antara
putusan yang baru dengan dengan putusan-putusan lainnyayang telah kita ketahui dan
akui kebenarannya terlebih dahulu.
Kaum idealis berpegang bahwa kebenaran itu bergantung pada orang yang
menentukan sendiri kebenaran pengetahuannya tanpa memandang real peristiwa-
peristiwa. Manusia adalah ukuran segala-galanya, dengan cara demikianlah interpretasi
tentang kebenaran telah dirumuskan kaum idealis.
Suatu teori dianggap benar apabila tahan uji (testable) dan akan semakin kuat bila
dapat didukung oleh fakta dan data baru (corroboration).
Teori ketiga yang membahas tentang kebenaran adalah pragmatisme. Menurut
teori ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori sekalipun bergantung pada asas
manfaat. Sesuatu dianggap benar jikan mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah
jia tidak mendatangkan manfaat.
Pragmatisme menjelaskan bahwa suatu kebenaran dan pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Suatu
hipotesa atau ide benar apabila ia membawa akibat yang memuaskan dan bila dalam
praktik ia memberi nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya,
dan oleh akibat-akibatnya.
Yang terakhir agama adalah kebenaran. Sebagai manusia adalah pencari
kebenaran melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban
atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia; baik tentang alam, manusia itu
sendiri maupun tentang Tuhan. Dalam agama (khususnya agam Islam) yang
dikedepankan adalah wahyu Tuhan. Sesuatu hal dapat dianggap benar bila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Kebenaran menurut agama
inilah yang dianggap sebagai kenaran mutlak yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat
diganggu gugat lagi. Wallahu ‘alam.

Вам также может понравиться