Вы находитесь на странице: 1из 9

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA


I. PENGERTIAN
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun
kedua telinga.
Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat.
Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea
(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori.
Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.

Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer,
di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih
cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu
keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia
mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar
sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat
tanpa mengabaikan irama dan intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung
dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi.
II. PENYEBAB
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang
menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif)
Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak
(penurunan fungsi pendengaran sensorineural).

Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:


Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam)
Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak pada saraf pendengaran
atau jalur saraf pendengaran di otak).

Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin
juga disebabkan oleh:
Trauma akustik (suara yang sangat keras)
Infeksi virus pada telinga dalam
Obat-obatan tertentu
Penyakit Meniere.

Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:


Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di sekitarnya dan batang
otak
Infeksi
Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke) - Beberapa penyakit keturunan
(misalnya penyakit Refsum).
III. GEJALA
Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala
berikut:

kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di sekelilingnya berisik


terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)
 tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume yang normal
 kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
pusing atau gangguan keseimbangan.

VI.ANATOMI FISIOLOGI
Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian, yaitu telinga
luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang
suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespons pada gerakan kepala.

Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan adalah kulit telinga
berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang merupakan satu-satunya bagian yang tidak
disokong oleh kartilago mengalami pengeripu tan, aurikel tampak lebih besar, dan tragus
sering ditutupi oleh rumbai-rumbai rambut yang kasar. Saluran auditorius menjadi dangkal
akibat lipatan ke dalam, pada dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi
serumen agak berkurang dan cenderung menjadi lebih kering.

Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya membran timpani karena proses penuaan tidak
mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam
adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran mengalami
penurunan sehingga mengakibatkan presbikusis.

Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran (presbikusis).
Gangguan pendengaran mulai dari derajat ringan sampai berat dapat dipantau dengan
menggunakan alat audiometer. Pada umumnya laki-laki lebih sering menderita gangguan
pendengaran dibandingkan perempuan.

Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa bagian koklea
(striae vaskularis, sel rambut, dan membran basi la ris) maupun serabut saraf auditori.
Presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.

Presbikusis terbagi dua menjadi prebiskus perifer dan prebiskus sentral. Presbikusis perifer,
di mana para lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat Bantu dengar masih
cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu
keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga. Presbikusis sentral, di mana lansia
mengalami gangguan untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar
sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat
tanpa mengabaikan irama dan intonasi.

Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung
dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi ini dapat
terjadi akibat:
Pertama, pembicaraan mengalami gangguan karena suara musik, radio, televisi, maupun
pembicaraan lain.
Kedua, sumber suara mengalami distorsi yang berasal dari pengeras suara yang tidak
sempurna seperti di terminal, masjid, telepon, maupun bila diucapkan oleh anak-anak atau
pembicara yang terlalu cepat.
Ketiga, kondisi akustik ruangan yang tidak sempurna seperti di dapur, ruang makan restoran,
serta ruang pertemuan yang mudah memantulkan suara.

V. PATOFISIOLOGI
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam, yaitu:
-Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh
-Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging

Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan
inflamasi, bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz). Terjadi
dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui
cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak
dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak
sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di
alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100).
Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang pendengaran,
dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga
dapat berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput
tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan
ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan
mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama. Setiap
bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia
telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu
sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum
merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang aman bagi
telinga.

IV. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala
yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke
telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan
adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau
jalur saraf pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung
pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di
belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga
dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf,
yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran
di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran
tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan
menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian
dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari
setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.

Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.


Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk
mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara

Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti.
Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki
aksentuasi yang sama, pada volume tertentu.
Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata
yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi

Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata


yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar)
biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah
normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap
tekanan) pada telinga tengah.
Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada
anak-anak.

Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus
menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa
banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan hidung
bagian belakang)
 cairan di dalam telinga tengah
 kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga
tengah.

Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang
melekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).
Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh
(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau
menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi
selama telinga menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak

Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf
pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada
penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi

Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.


Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi
pendengaran sensorineural.

Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai
pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar
terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa
hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).

Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan
yang lain
menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi
pesan yang bermakna
menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang
bersamaan.

Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan
pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan
yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.

V. PENGOBATAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.
Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga
tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran
tersebut.

Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang
dilakukan pencangkokan koklea.

VI. ALAT BANTU DENGAR

Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang
berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.

Alat bantu dengar terdiri dari:


Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
 Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.

Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah
penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang
profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi
pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada
penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.

Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
kemampuan mendengar penderita
 aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 keterbatasan fisik
 keadaan medis
 penampilan
 harga.

Alat Bantu Dengar Hantaran Udara

Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah
penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan

Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke
alat yang dipasang di saluran telinga.
Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan
tidak mudah rusak.

Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga

Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.


Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.

CROS (contralateral routing of signals)

Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada
salah satu telinganya.
Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga
yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.
Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.

BICROS (bilateral CROS)

Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan,
maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.

Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang

Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran
udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar
cairan (otore).

Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.
Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam.
Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.

VII. PENCANGKOKAN KOKLEA


Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat
mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.

Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap
oleh mikrofon
 Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor
percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.

Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal,
tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu mereka
dalam memahami percakapan.

Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar.


Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari
bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.

Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh
telinga dalam. Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan
bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak

VIII PENATALAKSANAAN
Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pendengaran Lansia
- Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.
- Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak terlalu keras.
- Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.
- Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.
- Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan persepsi klien.
- Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai pembicaraan.
- Beri motivasi dan reinforcement.
- Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.
- Lakukan pemeriksaan secara berkala.

IX. ASUHAN KEPERWATAN


A. Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan ganguan pendengaran
Kaji identitas klien
Kaji riwayat keperawatan
Kaji adanya penguanaan obat-obat yang menyebabkan ototoxic dan merusak ssp serta
organ-organ bagian telinga dan keseimbanagan
 Kaji riwayat penguanaan obat-obatan
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal B/D kerusakan pendengaran
2. Kerusakan aktivitas B/D ketidakseimbangan dalm beraktifitas karena hilangnya fungsi
pendengaran.
3. Kehilangan perawatan diri dirumah B/D hilangnya fungsi pendengaran
4. Kerusakan interaksi sosial B/D kerusakan sarf sensori
C. Rencana intervensi keperawatan
intervensi keperawatan pada lansia dengan ganguan pendengaran
 Ketika berbicara kerusakan suara (bukan teriak) atau menyuruh untuk memperhatikan
mulut sipembicara.
 Ajak klien berkomunikasi dengan santai dengan jarak yang dekat.
Berbicara yang jelas dan tidak terlalu cepat an saling bertatap muka.
 Hindarkan adanya suara- suara yang mengganggu seperti suara radio dan TV
 Jika kerusakan komunikasi maka gunakanlah kertas sebagai komunikasi verbal atau
dengan simbol.
Berikan lingkungan yang nyaman bagi klien.
Gunakanlah alat bantu pendengaran apabila diperlukan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
Tujuan/kriteria hasil:
- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya
- Berikan penyuluhan tentang tinnitus
- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan
- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress

b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran


Tujuan /kriteria hasil:
- Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi
Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut

c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi


Tujuan/kriteria hasil:
- Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi:
- Kaji kesulitan mendengar
- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien
- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal
- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia

DAFTAR PUSTAKA
- Roach sally. Introduktory gerontological Nursing. 2001. Lippinctt: New Yor
- Syaifuddin, Anatomi fisisologi. 1997. EGC. Jakarta
- Petunjuk praktikum fisiologi I. Tim pengajar fisiologi. 2005. Stikes Aisyiyah Yogyakarta,
- Http: // www.pfizer peduli . com / artcel _ detail . aspex. Id : 21
- Panduan dianosa keperawatan NANDA
- Http: // www. Dokter tetanus . pjnkk. Go. Id / content . view / 249/31
- http: // www. Dokter tetanus. WordPress. Com
- wahyudi, Nugroho, Keperawatan Gerontik. 2000. EGC : Jakarta.

Вам также может понравиться